• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kontribusi mikroflora saluran pencernaan ikan mas terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan

3.2 Evaluasi kontribusi mikroflora saluran pencernaan ikan mas terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan

Percobaan kedua, bertujuan untuk mengevaluasi kontribusi mikroflora saluran pencernaan ikan mas terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhannya pada pakan yang menggunakan prebiotik komersial dan alami. 3.2.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Fakultas Perikanan, Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Mei 2010.

3.2.2 Materi a. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan berupa ikan mas dengan ukuran berat 15-20 g per ekor. Jumlah ikan yang digunakan sebanyak 80 ekor. Masing-masing ditempatkan pada aquaria berukuran 50x40x40 cm dan setiap akuarium berisi sebanyak 4 ekor per unit percobaan. Satu unit percobaan mewakili satu ulangan. b. Pakan uji

Pakan uji untuk mengevaluasi kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan terdiri dari 4 perlakuan. Perlakuan terdiri dari; P1 = pakan + antibiotik (tetrasiklin 200 ppm) sebagai kontrol negatif, P2 = pakan kontrol (tanpa antibiotik maupun prebiotik) sebagai

18 kontrol positif, P3 = pakan + 2% Fermacto® (prebiotik komersial dari Behn-Meyer), P4 = pakan + 2% MOS (mananolighosakarida) prebiotik alami.

Tabel 2 Komposisi pakan percobaan untuk evaluasi kontribusi mikroflora terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan (%BK)

Bahan Pakan P1 P2 P3 P4 T. ikan 15,80 15,80 15,80 15,80 T. udang 14,55 14,55 14,55 14,55 T. kedelai 17,49 17,49 17,49 17,49 T. jagung giling 22,44 22,44 21,44 21,44 Dedak 16,74 16,74 15,74 15,74 Terigu 9,98 9,98 9,98 9,98 Minyak Kedelai 3,00 3,00 3,00 3,00 Antibiotik (ppm) 200 0,00 0,00 0,00 Fermacto ® 2% 0 0 2 0 MOS 2% 0 0 0 2

Keterangan: P1 = pakan + antibiotik (tetrasiklin 200 ppm), P2 = pakan tanpa antibiotik maupun prebiotik, P3 = pakan + 2% Fermacto ® (Marlyn 2007), P4 = pakan + 2% MOS (Gatesoupe et al. 2005)

Prebiotik komersial yang digunakan adalah Fermacto ®. Fermacto® terbuat dari substrat terfermentasi oleh strain Aspergillus sp, yang dapat secara efektif meningkatkan pertumbuhan dan menjaga keseimbangan populasi mikroflora saluran pencernaan. Prebiotik alami yang digunakan merupakan MOS yang diperoleh dari bungkil inti sawit. Penggunaan prebiotik pada ikan belum banyak dilakukan dan memiliki peluang besar dalam upaya meningkatkan pertumbuhan. Komposisi pakan dapat diamati pada Tabel 2. Pembuatan pakan uji dilakukan dengan mencampur seluruh bahan pakan hingga homogen. Pencampuran antibiotik dan prebiotik di campurkan pada akhir proses bersamaan dengan pencampuran minyak sebagai emulsifier. Suhu pelleting yang digunakan adalah 50-600

Tabel 3 Analisis proksimat pakan uji evaluasi kontribusi mikroflora saluran pencernaan ikan mas terhadap efisensi retensi protein dan pertumbuhan

C. Hasil analisis proksimat pakan uji, dapat diamati pada Tabel 3.

Bahan pakan KA Abu LK PK SK BETN GE

Tanpa prebiotik 6,6 8,7 8,6 26,06 3,8 52,84 3465,3 Berprebiotik 8,06 12,07 8,4 25,98 4,81 48,74 3435 Keterangan: KA = kadar air (%), LK = lemak kasar (%), PK = protein kasar (%), SK = serat

19 3.2.3 Prosedur kerja

a. Persiapan aquarium dan kualitas air

Hewan uji dipelihara di dalam aquarium dan bagian sisi wadah ditutup dengan terpal berwarna gelap, untuk meminimalisir stress pada ikan yang diakibatkan oleh lingkungan. Untuk menghindari ikan tidak melompat, dibagian atas aquarium ditutup dengan menggunakan kassa nyamuk, yang sisin-sisinya dijepit. Sebelum digunakan, wadah dan semua peralatannya didisinfektan terlebih dahulu menggunakan kaporit (CaCO3). Aquarium diisi air sebanyak 40-45 L dan direndam dengan kaporit 24 jam, kemudian dibilas dengan rendaman air bersih sebanyak 3 kali dan didiamkan selama 24 jam. Ikan mas dengan bobot rata-rata 15-20g ditebar dengan kepadatan 4 ekor per aquarium (1 unit percobaan). Sebelum di tebar, ikan diaklimasi terlebih dahulu selama 1 minggu dan diberi pakan pellet, hal ini bertujuan untuk mengadaptasi ikan dengan lingkungan pemeliharaan. Setelah masa aklimasi selesai ikan uji dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan menghilangkan sisa pakan dalam tubuh. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3% dari berat biomass dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari yaitu pukul 8.00 dan 15.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan dan sisa pakan selama penelitian dicatat untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan sebagai dasar dalam menghitung tingkat konsumsi pakan dan efisiensi retensi protein. Perlakuan terdiri dari 5 ulangan, dengan pengamatan selama 40 hari. Kualitas air yang diamati meliputi, suhu (thermometer), pH (pH meter), NH3

b. Analisis proksimat

, dan oksigen terlarut (DO meter) diukur setiap minggu saat penimbangan bobot biomass.

Analisis proksimat dilakuan pada tubuh ikan sebelum dan setelah diberi perlakuan pada tiap-tiap perlakuan (AOAC 1990). Analisis proksimat terdiri atas protein kasar, lemak kasar, serat kasar abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar air dari masing-masing bahan antara lain; daging ikan dan pakan uji. Analisis proksimat bahan pakan dan pakan uji dilakukan pada awal penelitian sedangkan analisis tubuh ikan dilakukan pada awal dan akhir penelitian yang bertujuan untuk menghitung tingkat retensi protein dan retensi lemak.

Sampel pakan uji dan otot ikan uji dianalisis secara kimia sesuai dengan prosedur yang sudah baku (Takeuchi, 1988). Untuk protein kasar dengan metode

20 Kjedahl, lemak kasar dengan metode ekstraksi dengan alat soxhlet, kadar abu melaui pemanasan sampel dalam tanur pada suhu 400-6000C, kadar serat kasar dengan metode pelarutan sampel dalam asam dan basa kuat serta pemanasan dan kadar air dengan metode pemanasan dalam oven pada suhu 105-1100

c. Perhitungan populasi total mikroflora

C. Analisis proksimat pakan uji dilakukan di awal penelitian sedangkan analisis proksimat tubuh ikan dilakukan pada awal percobaan diambil 5 ekor ikan yang dipilih secara acak dari stok dan pada akhir percobaan diambil 2 ekor ikan pada tiap perlakuan dengan 5 ulangan.

Populasi total mikroflora saluran pencernaan ikan mas diamati pada akhir penelitian. Metode yang digunakan untuk memperoleh mikroflora adalah metode Hungate (1966) yang telah dimodifikasi oleh Nakayama et al. (1993) dan Tae (2003). Kultur mikrob dilakukan dalam suasana aerob. Sumber inokulum merupakan saluran pencernaan ikan mas, digerus seberat 1 gram, dan diencerkan ke dalam 9 ml NaCl fisiologis (0,85%). Pengenceran berseri di lakukan dari 10-4 sampai 10-7, dengan cara mengambil 0,5 ml dari kultur mikroba pada media cair dan dimasukkan ke dalam 4,50 ml media pengencer pertama (cairan fisiologis NaCl 0,85%), selanjutnya dari media pengencer pertama diambil 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam 4,50 ml media pengencer kedua dan seterusnya hingga media pengencer terakhir. Homogenisasi (dengan vortex) selalu dilakukan sebelum rangkaian kegiatan pengenceran dilakukan. Hasil pengenceran terakhir ditransfer sebanyak 0,1 ml ke dalam media padat MRSA. Penggunaan media MRSA ditujukan untuk melihat respon perlakuan terhadap populasi bakteri asam laktat pada saluran pencernaan. Kultur dalam media agar (in vitro) menggunakan metode agar tuang ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml. Hasil kultur diinkubasi pada suhu 290

d. Pengumpulan data

C selama 24 sampai 48 jam. Parameter yang diukur merupakan populasi total mikroflora berdasarkan jumlah koloni mikroba yang dihasilkan sesuai dengan metode BAM (Bacterial Assesment Method) Bergeys (2002), data disajikan dalam bentuk Log (cfu/ml).

Ransum pakan ikan yang diberikan pada hewan uji sesuai dengan kebutuhan hidup pokok dan produksi ikan mas (Cyprinus carpio) menurut (NRC,

21 1993). Peubah yang diamati antara lain; laju pertumbuhan spesifik (SGR), laju kelangsungan hidup (SR) dan konsumsi pakan (P). Sebagai penunjang efisiensi pakan adalah rasio efisiensi protein (PER) (Guillaume, et al. 2001) dan efisiensi retensi protein (ERP) (Rawles et al. 2010).

Kontribusi mikroflora terhadap efisiensi pemanfaatan protein untuk pertumbuhan dapat di presentasikan dengan pengurangan efisiensi retensi protein (ERP) kontrol (X) dengan pakan antibiotik (Y). Kontribusi mikroflora terhadap efisiensi retensi protein untuk pertumbuhan dengan penambahan prebiotik, adalah dengan mengurangkan (ERP) prebiotik (Z) dan pakan antibiotik (Y). Parameter yang diamati selama penelitian diuraikan sebagai berikut.

Pertumbuhan

Produksi utama dari usaha budidaya adalah daging ikan yang dapat dievaluasi secara mudah dengan memonitor pertumbuhan biomass yang sering disebut dengan berat. Pertumbuhan yang diamati merupakan laju pertumbuhan spesifik (SGR) menurut Guillaume et al. (2001) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

SGR = Spesifik Growth Rate (%) Bt = Rataan bobot akhir (g) Bo = Rataan bobot awal (g)

t = waktu lama pemeliharaan (hari) Laju Kelangsungan Hidup (SR)

Laju kelangsungan hidup atau survival rate diukur guna mengetahui respon perlakuan terhadap kualitas hidup hewan uji. SR dapat dihitung menurut Hui-yuan et al. (2007) dengan menggunakan rumus:

Konsumsi Pakan

Pengukuran konsumsi pakan dilakukan untuk melihat respon perlakuan terhadap konsumsi (P), dan produktivitas hewan uji. Konsumsi pakan diamati dari konsumsi pakan (P), dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

22 Rasio efisiensi protein (PER)

Salah satu komponen dalam menganalisis efisiensi pakan adalah dengan mengevaluasi rasio efisiensi protein (PER). PER dapat digunakan untuk mendeskripsikan pemanfaatan konsumsi protein pakan untuk pertumbuhan. Rasio efisiensi protein (PER) dapat diukur menurut Mc Donald (2002) dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Efisiensi retensi protein (ERP)

Efisiensi retensi protein (ERP), dapat mendeskripsikan pemanfaatan konsumsi protein pakan terhadap persentase penambahan protein tubuh. Menurut Rawles et al. (2010) efisiensi retensi protein (ERP) dapat diukur dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Populasi total mikroflora Log (cfu/ml)

Perhitungan populasi total mikroflora dilakukan untuk melihat populasi total mikroflora saluran pencernaan yang diberi perlakuan pakan dengan penambahan antibiotik dan prebiotik, menggunakan metode Bergeys (2002) dengan rumus:

Keterangan:

PM = Populasi mikroba (cfu/ ml) K = Jumlah Koloni

A = Volume inokulasi dalam media pengencer (ml)

B = Pada pengenceran keberapa koloni mikrobanya dihitung C = Volume inokulasi dari media pengencer ke media padat (ml)

Kontribusi Mikroflora terhadap Sumbangan Protein untuk Pertumbuhan Kontribusi mikroflora terhadap efisiensi pemanfaatan protein untuk pertumbuhan dapat di presentasikan dengan pengurangan efisiensi pemanfaatan protein (ERP) kontrol (X) dengan pakan antibiotik (Y). Kontribusi mikroflora

23 terhadap efisiensi pemanfaatan protein untuk pertumbuhan dengan penambahan prebiotik, adalah dengan mengurangkan (ERP) prebiotik (Z) dan pakan antibiotik (Y). Persamaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kontribusi mikroflora = X – Y

Kontribusi mikroflora dengan prebiotik = Z – Y 3.2.4 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengevaluasi kontribusi mikroflora terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Adapun model matematika rancangan tersebut adalah, sebagai berikut:

Yij= µ + αi Y

ij

ij adalah nilai pengamatan pada perlakuan ke i, µ adalah komponen aditif dari rataan, pengaruh utama dari perlakuan dan (εij) adalah pengaruh acak yang menyebar normal (0,σε2

Sedangkan, untuk melihat model parameter pertumbuhan dianalisis menggunakan regresi.

). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA), apabila terdapat perbedaan pada perlakuan akan dilakukan uji lanjut dengan Duncan test.

24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Efektivitas jenis dan dosis antibiotik terhadap penurunan populasi mikroflora saluran pencernaan ikan mas

4.1.1 Hasil

Hasil pengamatan populasi mikroflora saluran pencernaan ikan mas pada media MRSA yang telah diberi pakan uji selama 8 hari dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis data masing-masing perlakuan terhadap respon total populasi mikroflora menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara jenis antibiotik dan dosis yang digunakan (P<0.05) terhadap penurunan populasi mikroflora. Hasil uji lanjut menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada; masing-masing faktor jenis antibiotik (A), dosis (B) dan interaksi dua faktor (jenis antibiotik x dosis (AxB). Tabel 4 Populasi mikroflora saluran pencernaan ikan mas pada media MRSA

[Log (cfu/ml] Antibiotik Dosis Rataan Antibiotik 100 150 200 Streptomisin 7,07±0,27c 7,01±0,12c 6,96±0,14c 7,01±0,06β Tetrasiklin 6,89±0,07c 5,39±0,03b 5,00±0,06a 5,76±0,95 Ampisilin α 6,95±0,05c 6,89±0,02c 6,71±0,09c 6,85±0,13 Rataan Dosis β 6,97±0,09β 6,41±0,90α 6,35±1,07α 6,57±0,45 Keterangan: Perlakuan pakan kontrol memiliki populasi total mikroflora 7,34 log (cfu/ml),

Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05) berdasarkan interaksi faktor jenis antibiotik x dosis (AxB),

Angka yang diikuti simbol berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05) berdasarkan rataan masing-masing faktor jenis antibiotik (A) dan dosis (B).

Berdasarkan Tabel 4, dapat diamati bahwa perlakuan dengan pemberian jenis dan dosis antibiotik pada media MRSA, memiliki kecenderungan yang terus menurun seiring dengan meningkatnya dosis, bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan antibiotik (kontrol) 7,34 log (cfu/ml). Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin turun total populasi mikroflora saluran pencernaan ikan mas. Perlakuan dengan jenis antibiotik tetrasikiln 200 ppm paling efektif (P<0,05) menurunkan populasi mikroflora saluran pencernaan ikan mas dibandingkan pakan dengan jenis antibiotik yang lain. Perlakuan pakan kontrol memiliki total

25 populasi mikroflora paling tinggi dibandingkan perlakuan yang menggunakan antibiotik.

A b

Gambar 2. Populasi total mikroflora saluran pencernaan pada; (a) perlakuan kontrol (tanpa antibiotik) pengenceran 10-5 dan (b) perlakuan yang diberi antibiotik tetrasiklin 200 ppm pengenceran 10-4

Dapat diamati pada Gambar 2, merupakan gambaran populasi total mikroflora saluran pencernaan ikan mas pada perlakuan pakan kontrol dan pakan dengan penambahan tetrasiklin 200 ppm dengan pengenceran yang berbeda. Pengenceran yang digunakan pada perlakuan kontrol adalah 10

pada media MRSA.

-5

, hal ini dikarenakan pengenceran 10-4 pada perlakuan kontrol >250 koloni. Perlakuan kontrol memiliki jumlah koloni tertinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan penambahan jenis dan dosis antibiotik. Perlakuan pakan dengan penambahan tetrasiklin 200 ppm paling efektif menurunkan populasi total mikroflora saluran pencernaan, hal ini dibuktikan dengan pengenceran 10-4

Penurunan populasi mikroflora saluran pencernaan ikan mas berbanding lurus dengan persen kematian mikroflora (%) pada Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat interaksi antara faktor jenis antibiotik dan dosis (P<0,05) terhadap persen kematian mikroflora. Berdasarkan hasil analisis uji lanjut menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada masing-masing faktor jenis antibiotik (A) dan dosis (B) serta interaksi pada dua faktor jenis antibiotik x dosis (AxB).

cawan petri ditumbuhi 2 koloni, terlihat pada Gambar 2 (b).

26 Tabel 5 Persen kematian mikroflora saluran pencernaan ikan mas pada dua media

MRSA (%) Antibiotik Dosis 100 150 200 Rataan Antibiotik Streptomisin 29,9±2,1a 63,8±2,4b 74,1±1,7c 55,9±21,5α Tetrasiklin 77,6±5,2c 81,4±2,4cd 87,8±0,5d 82,2±5,3 Ampisilin β 68,9±3,5bc 78,5±3,8c 83,8±2,4cd 77,1±7,1 Rataan Dosis β 58,8±22,9α 74,6±9,9β 81,9±6,3λ 77,1±7,1 Keterangan: Persen kematian mikroflora pada pakan kontrol sebesar 0,0%,

Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05) berdasarkan interaksi faktor jenis antibiotik x dosis (AxB),

Angka yang diikuti simbol yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05) berdasarkan masing-masing faktor jenis antibiotik (A) dan dosis (B).

Semakin tinggi dosis antibiotik yang diberikan pada media MRSA menunjukkan nilai persen kematian tertinggi. Perlakuan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm pada media MRSA signifikan (P<0,05) memiliki nilai persen kematian mikroflora tertinggi 87,82%. Angka persen kematian ini senada dengan populasi mikroflora pada Tabel 4. Perlakuan tetrasiklin 200 ppm di media MRSA nyata (P<0,05) efektif menurunkan populasi total mikroflora dengan nilai terendah yaitu 5 Log cfu/ml.

4.1.2 Pembahasan

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin efektif menurunkan populasi total mikroflora pada media MRSA. Jenis antibiotik tetrasiklin dengan dosis 200 ppm pada media MRSA paling efektif menurunkan populasi total mikroflora saluran pencernaan menjadi 5 log (cfu/ml). Penurunan populasi total mikroflora perlakuan tetrasiklin 200 ppm mencapai 2 log cycle, dibandingkan perlakuan kontrol 7,34 Log (cfu/ml) sesuai dengan Gambar 2. Suatu uji efektivitas zat anti mikroba atau senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan mikroflora dinyatakan memberikan respon apabila terjadi perbedaan minimal 1 log cycle jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut menjelaskan bahwa antibiotik tetrasiklin memiliki sifat bakterisidal lebih besar dibandingkan dengan jenis antibiotik yang lain. Menurut Waluyo (2008), tetrasiklin memiliki spektrum yang sangat luas, dan mencakup spektrum amphisilin, penisilin, streptomisin dan kloramfenikol. Kategori

27 spektrum luas, berarti antibiotik efektif digunakan bagi banyak spesies bakteri, baik bentuk kokus, basil maupun spiril. Tetrasiklin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu, oleh karena itu tetrasiklin tergolong antibiotik berspektrum luas. Antibiotik dapat dikatakan bakterisidal bila bersifat mematikan, bukan hanya menghambat pertumbuhan mikroba. Berkaitan dengan daya kerja antibiotik tetrasiklin, yang pertama dilakukan adalah, merusak dinding sel mikroflora dan mencegah sintesis dinding sel, selanjutnya mikroflora tidak akan mampu membelah diri dan populasi mikroflora akan menurun.

Media MRSA menunjukkan respon penurunan yang sangat ekstrim. Mikroflora saluran pencernaan ikan mas terdiri dari gram positif dan gram negatif. Media MRSA merupakan media yang biasa digunakan untuk screening mikroba dengan sensitivitas yang tinggi. Media MRSA sensitif mendeteksi bakteri asam laktat (BAL) khususnya jenis Bacillus sp (Pery et al. 2004). Pernyataan tersebut menjelaskan, bahwa pemberian tetrasiklin 200 ppm akan menurunkan bakteri gram positif saluran pencernaan yang bermanfaat bagi inang sepeti Bacillus sp. Mikroflora gram positif dapat bertahan hidup dalam saluran pencernaan inang, mempunyai waktu generasi yang pendek dan atau kemampuan kolonisasi pada permukaan usus. Sedangkan, penambahan tetrasiklin pada pakan dapat memusnahkan bakteri gram positif saluran pencernaan ikan mas, sehingga peluang tumbuh bakteri asam laktat menurun.

Persen kematian tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan tetrasiklin dengan dosis 200 ppm pada media MRSA sebesar 87,82%. Hasil penelitian sesuai dengan pernyataan Sanjayasari et al. (2010), menyatakan bahwa pemberian tetrasiklin 200 ppm merupakan dosis lethal bagi mikroflora saluran pencernaan. Secara in vitro tetrasiklin 200 ppm efektif menurunkan populasi total mikroflora hingga 99,82%. Akinbowale (2007), memperkuat bahwa, penggunaan antibiotik dapat mengakibatkan mikroorganisme yang bermanfaat ikut menurun populasinya, dan kemungkinan menjadi resisten terhadap antibiotik. Menurut Aslamiyah (2006), menyatakan pada ikan bandeng yang diberi perlakuan pakan dengan pakan antibiotik dan tanpa antibiotik menujukkan perbedaan populasi mikroflora proteolitik. Penurunan populasi mikroflora proteolitik akibat penambahan antibiotik pada pakan mencapai 99,92%. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil

28 penelitian ini, bahwa dengan penambahan tetrasiklin 200 ppm dapat memusnahkan mikroflora saluran pencernaan yang bermanfaat bagi inang. Selanjutnya, antibiotik tetrasikln dengan dosis 200 ppm ditetapkan sebagai kontrol negatif untuk mengevaluasi kontribusi mikroflora terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan ikan mas.

4.2 Evaluasi kontribusi mikroflora saluran pencernaan ikan mas terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan

4.2.1 Hasil

Parameter kualitas air dapat diamati pada Tabel 6. Hasil kualitas air menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada masing-masing perlakuan. Hal ini dikarenakan manajemen pemeliharaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan ikan mas.

Tabel 6 Parameter kualitas air masing-masing perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan Kualitas Air

Temperatur (OC) pH DO (mg/L) NH3 (mg/L) P1 25,5-27,0 7,50-7,71 4,55-5,75 0,16-0,19 P2 25,5-27,0 7,71-7,89 5,25-7,00 0,12-0,14 P3 25,5-27,0 7,60-7,85 5,50-7,23 0,12-0,13 P4 25,5-27,0 7,60-7,89 5,55-7,23 0,12-0,13 Keterangan: P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan

basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS. Oksigen terlarut dengan simbol DO (Dissolved oxygen).

Hasil penelitian untuk pertumbuhan pada Tabel 7, menunjukkan seluruh perlakuan tidak memberikan respon berbeda (P>0,05) pada parameter bobot akhir dan laju pertumbuhan spesifik. Pakan yang diberi tambahan prebiotik maupun antibiotik memberikan respon yang sama terhadap pertumbuhan. Uji sidik ragam tidak mampu menunjukkan efek perlakuan yang diberikan terhadap model pertumbuhan yang optimal, oleh karena itu parameter pertumbuhan dianalisis regresi untuk memperoleh model pertumbuhannya.

Perlakuan memberikan perbedaan (P<0,05) terhadap laju kelangsungan hidup (SR) survival rate (lampiran 9). Perlakuan dengan penambahan antibiotik tetrasiklin 200 ppm signifikan (P<0,05) menurunkan laju kelangsungan hidup hingga 65%. Hal ini menunjukkan bahwa selama pemeliharaan perlakuan dengan

29 penambahan antibiotik tetrasiklin 200 ppm signifikan (P<0,05) mematikan hewan uji sebesar 35 %. Perlakuan pakan dengan penambahan 2% mananoligosakarida

(MOS) memiliki nilai persentase SR tertinggi 100%, yang berarti tidak terdapat hewan uji yang mati (0%) selama masa pemeliharaan.

Tabel 7 Parameter pertumbuhan untuk tiap perlakuan selama pemeliharaan Perlakuan Bobot (g) SGR (%) SR Awal Akhir (%) P1 18,59±2,85 31,60±5,40 1,98±0,56 65±1,45a P2 17,06±2,56 31,06±3,50 2,09±0,26 90±0,13 P3 b 17,11±1,50 33,39±4,12 2,21±0,25 95±1,05 P4 b 17,51±2,35 33,96±3,18 2,20±0,15 100±0,01b Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan

nyata (P<0,05). P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS. Laju pertumbuhan spesifik (SGR), laju kelangsungan hidup (SR).

Analisis regresi untuk model pertumbuhan masing-masing perlakuan pada Gambar 3, menunjukkan model pertumbuhan selama pemeliharaan merupakan fungsi eksponensial. Perlakuan pakan dengan penambahan 2% MOS memiliki model pertumbuhan terbaik jika dibandingkan perlakuan lain. Hal ini dapat diamati dari pangkat eksponensial yang dimiliki pada masing-masing model pertumbuhan perlakuan terhadap lama pemeliharaan. Perlakuan dengan penambahan 2% MOS memiliki nilai pertumbuhan dengan pangkat eksponensial, 15,85e0,128x, model pertumbuhan dengan pakan 2% Fermacto memiliki pangkat eksponensial 15,47e0,128x, model pertumbuhan dengan pakan kontrol memiliki pangkat eksponensial 15,60e0.119x dan yang terkecil adalah pertumbuhan dengan pakan antibiotik tetrasiklin 200 ppm memiliki pangkat eksponensial 17,9e0,096x. Perbandingan model pertumbuhan dapat diamati pada Gambar 3(e), yang menunjukkan perlakuan dengan penambahan 2% MOS memberikan gambaran model pertumbuhan posistif tertinggi dibandingkan perlakuan lain.

30

a) b)

c) d)

e)

Gambar 3. Model pertumbuhan ikan tiap perlakuan pada lama pemeliharaan 7 minggu, (a) pakan antibiotik (tetrasiklin 200 ppm), (b) pakan kontrol, (c) pakan dengan 2% Fermacto®, (d) pakan dengan 2% MOS dan (e) perbandingan model pertumbuhan seluruh perlakuan

Parameter efisiensi pakan yang terdiri dari konsumsi pakan dan rasio efisiensi protein (PER) pada penelitian ini dapat diamati pada Tabel 8. Hasil uji

y = 17,9e0,096x R² = 0,952 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 T200 Waktu (Minggu) Bobot (Gram) y = 15,60e0,119x R² = 0,983 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 Kontrol Bobot (Gram) Waktu (Minggu) y = 15,47e0,128x R² = 0,979 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 Fermacto Waktu (Minggu) Bobot (Gram) y = 15,85e0,128x R² = 0,981 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 MOS Bobot (Gram) Waktu (Minggu) 15,0 17,0 19,0 21,0 23,0 25,0 27,0 29,0 31,0 33,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 K T200 Ferm MOS Expon. (K) Expon. (T200) Expon. (Ferm) Expon. (MOS) Bobot (Gram) Waktu (Minggu)

31 secara statistik menunjukkan perlakuan yang diberikan tidak memberikan perbedaan (P>0,05) pada tingkat konsumsi pakan (g) dan rasio efisiensi protein. Hal ini menunjukkan bahwa pakan uji yang diberikan dapat diterima oleh hewan uji, sehingga memberikan respon yang sama dengan kontrol. Parameter populasi total mikroflora [Log(cfu/ml)], efisensi retensi protein (ERP) (%) dan kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap penambahan ERP dapat diamati pada Tabel 9.

Tabel 8 Konsumsi pakan (g) dan rasio efisiensi protein pada tiap perlakuan Perlakuan Konsumsi Pakan Rasio Efisiensi

(g) Protein

P1 37,82±3,5 2.91±0.23

P2 41,64±1,91 3.21±0.41

P3 41,32±2,68 3.10±0.33

P4 38,19±3,41 3.31±0.30

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS.

Berdasarkan hasil statistik parameter total populasi mikroflora dan efisiensi retensi protein menunjukkan perbedaan (P<0,05). Hasil analisis ragam untuk efisiensi retensi protein menunjukkan perbedaan nyata. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa perlakuan dengan penambahan 2%MOS memberikan nilai ERP tertinggi. Kontribusi mikroflora terhadap penambahan ERP menujukkan adanya pertambahan (P<0,05) persentase ERP, hasil tertinggi pada pakan dengan 2% MOS. Perlakuan pakan dengan penambahan prebiotik 2%MOS menunjukkan populasi mikroflora paling tinggi dibandingkan perlakuan antibiotik dan kontrol. Hasil efisiensi retensi protein pada perlakuan dengan prebiotik menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan kontrol dan pakan antibiotik. Efisiensi retensi protein yang diperoleh pada masing-masing perlakuan, dapat dijadikan dasar penentuan kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap penambahan ERP. Selama masa pemeliharaan, kontribusi mikroflora murni tanpa penambahan prebiotik sebesar 2,89%, sedangkan pada pakan yang mengandung antibiotik sebesar 0%.

32 Tabel 9 Populasi mikroflora saluran pencernaan, efisiensi retensi protein (ERP)

dan kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap penambahan persentase ERP pada tiap perlakuan

Perlakuan

Populasi Mikroflora Efisiensi Retensi Penambahan [Log (cfu/ml)] Protein (%) ERP (%)

P1 5,00±0,63a 3,63±0,62a 0,00a P2 7,30±0,35b 6,52±0,61b 2,89 P3 b 8,31±0,43c 7,14±0,71b 3,51 P4 b 8,35±0,75c 9,08±0,85c 5,45c

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS.

Hasil kontribusi mikroflora pada pakan dengan penambahan prebiotik 2% Fermacto ® sebesar 3,51% dan dengan penambahan 2% prebiotik MOS sebesar 5,45%.

4.2.2 Pembahasan

Parameter kualitas air temperatur (0C), pH, oksigen terlarut dan amoniak selama pemeliharaan untuk masing-masing perlakuan masih dalam ambang batas syarat budidaya ikan mas. Syarat kualitas air minimal pada kolam air tenang menurut SNI (1999) yang dibutuhkan ikan mas yaitu temperatur 25-300

Kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap efisiensi retensi protein