4.2.1 Hasil
Parameter kualitas air dapat diamati pada Tabel 6. Hasil kualitas air menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada masing-masing perlakuan. Hal ini dikarenakan manajemen pemeliharaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan ikan mas.
Tabel 6 Parameter kualitas air masing-masing perlakuan selama pemeliharaan
Perlakuan Kualitas Air
Temperatur (OC) pH DO (mg/L) NH3 (mg/L) P1 25,5-27,0 7,50-7,71 4,55-5,75 0,16-0,19 P2 25,5-27,0 7,71-7,89 5,25-7,00 0,12-0,14 P3 25,5-27,0 7,60-7,85 5,50-7,23 0,12-0,13 P4 25,5-27,0 7,60-7,89 5,55-7,23 0,12-0,13 Keterangan: P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan
basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS. Oksigen terlarut dengan simbol DO (Dissolved oxygen).
Hasil penelitian untuk pertumbuhan pada Tabel 7, menunjukkan seluruh perlakuan tidak memberikan respon berbeda (P>0,05) pada parameter bobot akhir dan laju pertumbuhan spesifik. Pakan yang diberi tambahan prebiotik maupun antibiotik memberikan respon yang sama terhadap pertumbuhan. Uji sidik ragam tidak mampu menunjukkan efek perlakuan yang diberikan terhadap model pertumbuhan yang optimal, oleh karena itu parameter pertumbuhan dianalisis regresi untuk memperoleh model pertumbuhannya.
Perlakuan memberikan perbedaan (P<0,05) terhadap laju kelangsungan hidup (SR) survival rate (lampiran 9). Perlakuan dengan penambahan antibiotik tetrasiklin 200 ppm signifikan (P<0,05) menurunkan laju kelangsungan hidup hingga 65%. Hal ini menunjukkan bahwa selama pemeliharaan perlakuan dengan
29 penambahan antibiotik tetrasiklin 200 ppm signifikan (P<0,05) mematikan hewan uji sebesar 35 %. Perlakuan pakan dengan penambahan 2% mananoligosakarida
(MOS) memiliki nilai persentase SR tertinggi 100%, yang berarti tidak terdapat hewan uji yang mati (0%) selama masa pemeliharaan.
Tabel 7 Parameter pertumbuhan untuk tiap perlakuan selama pemeliharaan Perlakuan Bobot (g) SGR (%) SR Awal Akhir (%) P1 18,59±2,85 31,60±5,40 1,98±0,56 65±1,45a P2 17,06±2,56 31,06±3,50 2,09±0,26 90±0,13 P3 b 17,11±1,50 33,39±4,12 2,21±0,25 95±1,05 P4 b 17,51±2,35 33,96±3,18 2,20±0,15 100±0,01b Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan
nyata (P<0,05). P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS. Laju pertumbuhan spesifik (SGR), laju kelangsungan hidup (SR).
Analisis regresi untuk model pertumbuhan masing-masing perlakuan pada Gambar 3, menunjukkan model pertumbuhan selama pemeliharaan merupakan fungsi eksponensial. Perlakuan pakan dengan penambahan 2% MOS memiliki model pertumbuhan terbaik jika dibandingkan perlakuan lain. Hal ini dapat diamati dari pangkat eksponensial yang dimiliki pada masing-masing model pertumbuhan perlakuan terhadap lama pemeliharaan. Perlakuan dengan penambahan 2% MOS memiliki nilai pertumbuhan dengan pangkat eksponensial, 15,85e0,128x, model pertumbuhan dengan pakan 2% Fermacto memiliki pangkat eksponensial 15,47e0,128x, model pertumbuhan dengan pakan kontrol memiliki pangkat eksponensial 15,60e0.119x dan yang terkecil adalah pertumbuhan dengan pakan antibiotik tetrasiklin 200 ppm memiliki pangkat eksponensial 17,9e0,096x. Perbandingan model pertumbuhan dapat diamati pada Gambar 3(e), yang menunjukkan perlakuan dengan penambahan 2% MOS memberikan gambaran model pertumbuhan posistif tertinggi dibandingkan perlakuan lain.
30
a) b)
c) d)
e)
Gambar 3. Model pertumbuhan ikan tiap perlakuan pada lama pemeliharaan 7 minggu, (a) pakan antibiotik (tetrasiklin 200 ppm), (b) pakan kontrol, (c) pakan dengan 2% Fermacto®, (d) pakan dengan 2% MOS dan (e) perbandingan model pertumbuhan seluruh perlakuan
Parameter efisiensi pakan yang terdiri dari konsumsi pakan dan rasio efisiensi protein (PER) pada penelitian ini dapat diamati pada Tabel 8. Hasil uji
y = 17,9e0,096x R² = 0,952 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 T200 Waktu (Minggu) Bobot (Gram) y = 15,60e0,119x R² = 0,983 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 Kontrol Bobot (Gram) Waktu (Minggu) y = 15,47e0,128x R² = 0,979 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 Fermacto Waktu (Minggu) Bobot (Gram) y = 15,85e0,128x R² = 0,981 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 MOS Bobot (Gram) Waktu (Minggu) 15,0 17,0 19,0 21,0 23,0 25,0 27,0 29,0 31,0 33,0 35,0 0 1 2 3 4 5 6 7 K T200 Ferm MOS Expon. (K) Expon. (T200) Expon. (Ferm) Expon. (MOS) Bobot (Gram) Waktu (Minggu)
31 secara statistik menunjukkan perlakuan yang diberikan tidak memberikan perbedaan (P>0,05) pada tingkat konsumsi pakan (g) dan rasio efisiensi protein. Hal ini menunjukkan bahwa pakan uji yang diberikan dapat diterima oleh hewan uji, sehingga memberikan respon yang sama dengan kontrol. Parameter populasi total mikroflora [Log(cfu/ml)], efisensi retensi protein (ERP) (%) dan kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap penambahan ERP dapat diamati pada Tabel 9.
Tabel 8 Konsumsi pakan (g) dan rasio efisiensi protein pada tiap perlakuan Perlakuan Konsumsi Pakan Rasio Efisiensi
(g) Protein
P1 37,82±3,5 2.91±0.23
P2 41,64±1,91 3.21±0.41
P3 41,32±2,68 3.10±0.33
P4 38,19±3,41 3.31±0.30
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS.
Berdasarkan hasil statistik parameter total populasi mikroflora dan efisiensi retensi protein menunjukkan perbedaan (P<0,05). Hasil analisis ragam untuk efisiensi retensi protein menunjukkan perbedaan nyata. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa perlakuan dengan penambahan 2%MOS memberikan nilai ERP tertinggi. Kontribusi mikroflora terhadap penambahan ERP menujukkan adanya pertambahan (P<0,05) persentase ERP, hasil tertinggi pada pakan dengan 2% MOS. Perlakuan pakan dengan penambahan prebiotik 2%MOS menunjukkan populasi mikroflora paling tinggi dibandingkan perlakuan antibiotik dan kontrol. Hasil efisiensi retensi protein pada perlakuan dengan prebiotik menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan kontrol dan pakan antibiotik. Efisiensi retensi protein yang diperoleh pada masing-masing perlakuan, dapat dijadikan dasar penentuan kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap penambahan ERP. Selama masa pemeliharaan, kontribusi mikroflora murni tanpa penambahan prebiotik sebesar 2,89%, sedangkan pada pakan yang mengandung antibiotik sebesar 0%.
32 Tabel 9 Populasi mikroflora saluran pencernaan, efisiensi retensi protein (ERP)
dan kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap penambahan persentase ERP pada tiap perlakuan
Perlakuan
Populasi Mikroflora Efisiensi Retensi Penambahan [Log (cfu/ml)] Protein (%) ERP (%)
P1 5,00±0,63a 3,63±0,62a 0,00a P2 7,30±0,35b 6,52±0,61b 2,89 P3 b 8,31±0,43c 7,14±0,71b 3,51 P4 b 8,35±0,75c 9,08±0,85c 5,45c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). P1= pakan dengan antibiotik tetrasiklin 200 ppm (kontrol negatif), P2 = pakan basal tanpa antibiotik maupun prebiotik (kontrol positif), P3 = pakan dengan 2% Fermacto ® dan P4 = Pakan dengan 2% MOS.
Hasil kontribusi mikroflora pada pakan dengan penambahan prebiotik 2% Fermacto ® sebesar 3,51% dan dengan penambahan 2% prebiotik MOS sebesar 5,45%.
4.2.2 Pembahasan
Parameter kualitas air temperatur (0C), pH, oksigen terlarut dan amoniak selama pemeliharaan untuk masing-masing perlakuan masih dalam ambang batas syarat budidaya ikan mas. Syarat kualitas air minimal pada kolam air tenang menurut SNI (1999) yang dibutuhkan ikan mas yaitu temperatur 25-300
Kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan memiliki beberapa parameter yang diamati antara lain, pertumbuhan, konsumsi pakan, rasio efisiensi protein, efisiensi retensi protein dan kontribusi mikroflora terhadap sumbangan protein untuk pertumbuhan. Parameter pertumbuhan dapat diamati pada Tabel 6. Bobot akhir, pertumbuhan total dan laju pertumbuhan spesifik (SGR) tidak memberikan respon berbeda dengan pakan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberi tambahan prebiotik maupun antibiotik memberikan respon yang sama terhadap pertumbuhan. Laju kelangsungan hidup survival rate (SR) memberikan perbedaan (P<0,05). Persentase SR dengan penambahan antibiotik tetrasiklin 200 ppm signifikan (P<0,05) mematikan hewan uji sebesar 35 %. Sedangkan perlakuan pakan dengan penambahan 2% mananoligosakarida (MOS) memiliki nilai persentase SR
C, pH 5-8.5, oksigen terlarut lebih dari 5 ppm dan amoniak kurang dari 0,20 ppm.
33 tertinggi 100%, yang berarti tidak terdapat hewan uji yang mati (0%) selama masa pemeliharaan. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Gatesoupe (2005) yang menyatakan bahwa, prebiotik merupakan substrat yang tidak dapat di cerna yang sangat bermanfaat untuk mikroflora saluran cerna dan secara selektif memacu pertumbuhan, mengaktifkan metabolisme serat, meningkatkan kesehatan tubuh inang maupun mikroflora dan menjaga keseimbangan mikroflora. Menurut Hui-yuan et al. (2007) dengan pemberian prebiotik, baik FOS (Fructooligosakarida), GOS (Galaktooligosakarida) atau MOS (Mananoligosakarida) dapat menurunkan konsentrasi amoniak pada feses. Terbukti pada kualitas air selama penelitian mengandung konsentrasi NH3
Analisis regeresi yang diperoleh untuk pola pertumbuhan masing-masing perlakuan sesuai dengan teori Muller-Feuga, (1990) yang menyatakan bahwa kurva pertumbuhan terhadap lama pemeliharaan yang sebenarnya hanya fungsi eksponensial dalam kurun waktu tertentu, (fase larva-juvenile atau juvenile-pembesaran). Penambahan prebiotik dalam pakan dapat meningkatkan kesehatan dan keseimbangan mikroflora inang, sehingga dapat memacu pertumbuhan, (Gibson, et al. 2004). Penelitian ini menggunakan bobot awal ikan 15-20g, sehingga fase yang dialami hewan uji merupakan fase juvenile-pembesaran.
sebesar 0,12-0,16 mg/L.
Perlakuan pakan dengan penambahan prebiotik Fermacto® dan 2%MOS menunjukkan populasi mikroflora paling tinggi dibandingkan perlakuan antibiotik dan kontrol. Hasil efisiensi retensi protein pada perlakuan dengan prebiotik menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan kontrol dan pakan antibiotik. Menurut Aslamiyah (2006), menyatakan bahwa pada ikan bandeng yang diberi perlakuan pakan dengan penambahan antibiotik dan tanpa antibiotik menujukkan perbedaan populasi mikroflora proteolitik dan aktivitas enzim protease. Penurunan populasi mikroflora proteolitik akibat penambahan antibiotik pada pakan mencapai 99,92% dengan penurunan aktivitas enzim protease mencapai 36,12%. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa mikroflora saluran pencernaan berperan terhadap aktivitas enzim. Semakin tinggi populasi mikroflora, akan semakin tinggi aktivitas enzim.
Komposisi dasar penyusun prebiotik Fermacto® dan MOS adalah oligosakarida. Oligosakarida memiliki banyak fungsi, biasanya dapat ditemukan
34 pada umbi-umbian dan dinding sel hewan dan dapat mendeteksi fungsi-fungsi sel. Ketika oligosakarida dikonsumsi substrat yang tidak tercerna akan menjadi sumber makanan bagi mikroflora. Oligosakarida, khususnya FOS dapat disintesis oleh enzim yang diproduksi Aspergillus niger yang diaplikasikan pada sukrosa (Macfarlane et al. 2008). Fermacto® merupakan produk yang memiliki efek manfaat langsung pada penampilan monogastrik. Fermacto® diperoleh dari hasil fermentasi sel Aspergillus sp. terpilih. Penambahan 2% Fermacto® ke dalam pakan akan membantu meningkatkan pertumbuhan, status imun dan kesehatan mikroflora pencernaan, (Marylin 2009). Mananoligosakarida banyak digunakan untuk pakan ternak, khususnya untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan saluran pencernaan, (Macfarlane et al. 2008). Nilai efisiensi retensi protein tertinggi diperoleh pada pakan yang menggunakan prebiotik 2% MOS. Nilai efisiensi retensi protein akibat penambahan prebiotik 2%Fermacto® dan 2% MOS lebih tinggi dibandingkan pakan kontrol dan pakan antibiotik, yaitu 7,14% dan 9,08%. Hal ini sesuai dengan melanisme kerja prebiotik yang dinyatakan oleh Gatsoupe (2005), suatu bahan pakan dapat dinyatakan sebagai prebiotik apabila memenuhi 4 syarat; (1) bahan pakan tahan terhadap asam lambung, (2) bahan pakan tahan terhadap enzim pencernaan, (3) bahan pakan tidak dapat diserap dalam usus dan (4) bahan pakan harus dapat difermentasi oleh mikroba. Menurut Shley & Field (2002), prebiotik pada salauran pencernaan akan difermentasi oleh mikroflora dan mengakibatkan jumlah asam lemak rantai pendek dan asam laktat meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan pH saluran pencernaan turun. Kondisi pH asam di dalam usus, akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat akan membantu menekan pertumbuhan bakteri pathogen, kaarena memiliki bacteriocyne. Menurunnya bakteri pathogen akan mengakibatkan keseimbangan mikroflora meningkat dan memacu pertumbuhan mikroflora gram positif, yang berperan sebagai penghasil enzim. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya produksi enzim eksogen (protease, selulase, amilase) dan kecernaan nutrient meningkat khususnya protein. Hal tersebut akan terlihat dari efisiensi retensi protein yang diperoleh.
Efisiensi retensi protein yang diperoleh pada masing-masing perlakuan dapat menentukan sumbangan mikroflora terhadap efisiensi retensi protein untuk
35 pertumbuhan (Tabel 9). Hasil penelitian membuktikan, dengan pemberian antibiotik dapat menurunkan populasi total mikroflora saluran pencernaan dan kontribusi mikroflora untuk efisiensi retensi protein. Perlakuan dengan penambahan Fermacto 2% memiliki populasi mikroflora lebih tinggi dibandingkan kontrol positif dan negatif, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan penambahan 2% MOS. Penambahan 2% Fermacto® dapat mengoptimalkan peran mikroflora saluran pencernaan dengan memberikan kontribusi terhadap penambahan nilai ERP sebesar 3,51% pada tubuh inang. Perlakuan dengan 2% MOS memiliki populasi total mikroflora tertinggi. Penambahan 2% MOS dapat memberikan kontribusi paling besar yaitu 5,45%. Hasil penelitian ini, merupakan pembuktian terhadap peran fisiologis mikroflora sebagai penghasil enzim pencernaan dan sumbangan protein untuk tubuh ketika mengalami lysis. Bahwa semakin subur kondisi mikroflora gram positif dalam saluran pencernaan, maka semakin meningkat sumbangan protein untuk pertumbuhan.
36
5 PEMBAHASAN UMUM
Keberadaan mikroflora dalam fungsi fisiologis pencernaan sebagai penghasil enzim eksogen dan sumber nitrogen untuk pertumbuhan perlu mendapatkan perhatian lebih di masa yang akan datang. Pengoptimalan peran mikroflora saluran pencernaan dapat meningkatkan efisiensi pakan dan menekan biaya pakan dalam kegiatan budidaya. Harga pakan buatan yang relatif mahal merupakan kendala umum dalam upaya intensifikasi budidaya ikan, khususnya pada ikan mas. Pakan ikan menjadi sangat mahal dikarenakan kandungan protein yang sangat tinggi, terutama yang berasal dari tepung ikan. Penentuan zat pemacu pertumbuhan (growth promoter) harus sangat berhati-hati, agar tidak mengganggu keseimbangan populasi mikroflora saluran pencernaan ikan hingga mengakibatkan pemusnahan terhadap populasi mikroflora yang bermanfaat bagi inang. Penggunaan prebiotik dalam kegiatan budidaya perikanan dapat dijadikan sebagai zat pemacu pertumbuhan yang relatif aman dan tidak menimbulkan residu.
Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan antibiotik dalam upaya menekan mikroba pathogen dan meningkatkan kesehatan ikan, akan menimbulkan efek lain terhadap mikroflora saluran pencernaan. Pemberian antibiotik tetrasiklin dengan dosis 200 ppm efektif menurunkan populasi total mikroflora saluran pencernaan hingga 2 log cycle. Penggunaan media tumbuh mikroflora MRSA menunjukkan hasil yang linier, bahwa semakin tinggi dosis antibiotik yang digunakan, maka akan semakin efektif menurunkan populasi total mikroflora saluran pencernaan. Hasil pada media MRSA memperkuat alasan untuk tidak menggunakan antibiotik sebagai suplemen pemacu pertumbuhan pada kegiatan budidaya perikanan. Media MRSA merupakan media yang sensitif untuk
screening mikroba dan biasa digunakan untuk mengisolasi bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan mikroflora saluran pencernaan gram positif yang diharapkan dapat hidup di dalam saluran pencernaan. Karena bakteri asam laktat berperan meningkatkan kesehatan secara alami, dan mampu mengatasi bakteri pathogen tanpa menimbulkan residu pada produk perikanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tetrasiklin 200 ppm pada pakan dengan
37 menggunakan media MRSA efektif menurunkan populasi total mikroflora saluran pencernaan hingga 87,82%. Hasil tersebut membuktikan bahwa penggunaan antibiotik dapat menurunkan peluang tumbuhnya bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan ikan.
Mikroflora saluran pencernaan memberikan kontribusi terhadap efisiensi retensi protein tubuh dan pertumbuhan. Penambahan prebiotik 2% komersial Fermacto ® dan 2% MOS (Mananoligosakarida) pada pakan menunjukkan hasil yang signifikan terhadap total populasi mikroflora dan efisiensi retensi protein tubuh jika dibandingkan dengan kontrol negatif (pakan+antibiotik) dan kontrol positif. Prebiotik merupakan substrat yang tidak dapat di cerna yang sangat bermanfaat untuk mikroflora saluran cerna dan secara selektif memacu pertumbuhan, mengaktifkan metabolisme serat meningkatkan kesehatan tubuh maupun mikroflora dan menjaga keseimbangan mikroflora. Total populasi mikroflora pada kontrol negatif, kontrol positif, 2% Fermacto ® dan 2% MOS, berturut-turut adalah 5,00; 7,30; 8,31 dan 8,35 Log (cfu/ml). Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian prebiotik dalam pakan dalam meningkatkan populasi mikroflora saluran pencernaan hingga 3 log cycle jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Sedangkan, penambahan antibiotik tetrasiklin 200 ppm sebagai kontrol negatif efektif menekan total populasi mikroflora saluran pencernaan. Menurut Waluyo (2008), suatu uji senyawa yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dinyatakan signifikan ketika terdapat perbedaan minimal 1 log cycle. Total populasi mikroflora saluran pencernaan pada tiap perlakuan berbanding lurus dengan efesiensi retensi protein tubuh ikan mas. Efisiensi retensi protein tubuh ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, 2% Fermacto ® dan 2% MOS, berturut-turut adalah 3,63 %, 6,52 %, 7,14 % dan 9,08 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kontrol negatif memberikan efisiensi retensi protein tubuh paling rendah. Hal ini berkaitan dengan daya kerja antimikroba tetrasiklin yang merusak dinding sel mikroba dan merusak sintesis RNA mikroflora sehingga metabolismenya terhambat dan berdampak pada inang. Hal ini berbanding lurus dengan laju kelangsungan hidup (SR) ikan mas selama penelitian. Perlakuan kontrol negatif memiliki laju kelangsungan hidup paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain sebesar 65%. Sedangkan
38 penambahan prebiotik 2% MOS memiliki efisiensi retensi protein tubuh tertinggi, linier dengan total populasi mikroflora saluran pencernaan dan laju kelangsungan hidup (SR) inang mencapai 100% serta memberikan kontribusi terhadap efisiensi pemanfaatan protein tertinggi yaitu 5,45%. Berdasarkan analisis regresi untuk pola pertumbuhan, pada tiap perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan 2% MOS pada pakan memiliki tren pertumbuhan eksponensial tertinggi dibandingkan perlakuan lain.
Informasi pada penelitian ini merupakan jawaban dari keterbatasan literatur mengenai kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap efisiensi pemanfaatan protein dan pertumbuhan pada ikan mas. Mikroflora saluran pencernaan dapat memberikan kontribusi optimal, ketika memperoleh sumber energi yang sesuai dengan fungsinya. Penelitian ini juga memberikan jawaban terhadap penentuan zat pemacu pertumbuhan (growth promoter) yang tepat dan aman bagi inang. Penggunaan antibiotik dapat digantikan sepenuhnya dengan prebiotik untuk mengoptimalkan peran mikroflora saluran pencernaan dan dapat dialplikasikan pada kegiatan budidaya perairan dalam upaya meningkatkan efisiensi pakan serta menekan biaya pakan.
1
6 SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada rangkaian penelitian mengenai kontribusi mikroflora saluran pencernaan terhadap efisiensi pemanfaatan protein dan pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengunaan antibiotik tetrasiklin dengan dosis 200 ppm efektif menurunkan populasi total mikroflora saluran pencernaan hingga 87,82%, menurunkan laju kelangsungan hidup inang, memiliki nilai efisiensi retensi protein terendah serta mempunyai pola pertumbuhan paling rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan perlakuan dengan penambahan prebiotik. Sehingga, penggunaan antibiotik tetrasiklin 200 ppm dapat dijadikan kontrol negatif pada penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peran fisiologis mikroflora saluran pencernaan.
2. Perlakuan tanpa antibiotik memberikan nilai efisiensi retensi protein lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dengan penambahan antibiotik. Hal ini membuktikan bahwa mikroflora saluran pencernaan ikan mas memberikan kontribusi terhadap efisiensi retensi protein dan pertumbuhan.
3. Penambahan 2% prebiotik MOS meningkatkan laju kelangsungan hidup, efisiensi retensi protein dan pola pertumbuhan inang tertinggi dibandingkan dengan kontrol negatif, kontrol positif dan prebiotik komersial.
4. Pemberian prebiotik mananoligosakarida sebanyak 2% dapat diaplikasikan pada kegiatan budidaya perairan ikan mas guna meningkatkan efisiensi pakan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Akinbowale OLH, Peng, Barton MD. 2007. Antimicrobial reistance in bacteria isolated from aquaculture source in Australia. Journal of Applied Microbiology. 100: 1102-1113.
Affandi R, Sjafei DS, Raharjo MF, Sulistiono. 2009. Fisiologi Ikan: Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Bogor: IPB Press.
Aslamiyah S. 2006. Penggunaan Mikroflora Saluran Pencernaan Sebagai Probiotik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) [disertasi]. Bogor: .Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical chemist. 1990. Official methods of analysis. 15th
Chuapohoek W. 1987. Protein Requirements of Walking Catfish (Clarias batrachus) (Linneus) fry. Aquaculture, 63: 215-219.
ed. Washington DC. USA.
Clarke RTJ, Bauchop. 1977. Microbial Ecology of Gut. New York. San Francisco: Academic Press.
Das, Tripatih. 1991. Studies on the Digestive enzyme enzymes of Grass Crap.
Aquaculture 92: 11-12.
Dietze JE, Scribner EA, Meyer MT. 2005. Occurence of antibiotics in water from 13 fish hatcheries, 2001-2003. International Journal of Environmental Analytical Chemistry. 85(15):1141-1152.
Fooks LJ, Fuller R, Gibson GR. 1999. Prebiotics, probiotics and human gut microbiology. Int. Dairy J. 9: 53-61.
Furuichi M. 1988. Fish Nutrition. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Text book, The General Aquaculture Course. Tokyo: Kanagawa, International Fisheries training Center.
Gatlin III, DM, Li P, Wang, X, Burr G S, Castille F, Lawrance AL. 2006. Potential application of prebiotic in aquaculture. VIII Simposium Internacional de Nutricion Acuicola. Mexico: Internacional de Nutricion Acuicola. P 170-177
Gatesoupe FJ. 2005. Probiotic and prebiotic for fish culture, at the parting of the ways. Aqua Feeds: Formulation and Beyond 2(3): 3-5.
Genç MA, Yilmaz E, Genç E. 2006. Yeme eklenen Mannan-oligosakkarit’in Karabaliklarin (Clarias gariepinus (Burchell, 1822)) gelisimine, barskak ve karaciger histolojisine etkileri. Journal of Fishes and Aquatic Science 23, issue (1-2): 37-41.
Gibson GR, Roberfroid MB. 1995. Dietary modulation of the human colonis microbiota: introducing the concept of prebiotics. Journal of Nutrition 125: 1401-14012.
41 Gibson GR, Robert HM, Loo JV, Rastall RA, Roberfroid MB. 2004. Dietary modulation of the human colonic microbiota: updating the concept of prebiotics. Nutrition Research Reviews 17: 259-275.
Guillaume, Kaushik S, Bergot P, Metailler R. 2001. Nutrition and Feeding of fish and Crustaceans. UK: Praxis Publishing.
Grummings. 2004. Microbial life’s stage: lag, log and stationary phase.
Microbiology J 122:1475. http
Hastings WH. 1976. Fish Nutrition and Fish Feed Manufacture, Italy: Rome, Rep.
From FAO, FIR:AQ/76/R.23.
Hepher B. 1990. Nutrition of Pond Fishes. New York: University Press
Horinek A. 2009. Antibiotic resistance to Oxytetracycline HCL in Kansas departement of wildlife fish hatchery of Pratt, KS. Cantaurus,.17:16-19. Hoshino T, Ishizaki K, Sakamoto T, Kumeta YI, Matsuyama H, Ohgiya S. 1997.
Isolated of Pseudomonas sp of Fish Intestine Excretion an Active Protease at Low Temperature. Lett. Applied Microbiology 25: 70-72.
Hui-yuan LV, Zhi-gang Z, Rudeaux F, Respondek F. 2007. Effect of dietary short chain fructo-0ligosaccgarides on intestinal microflora, mortality and growth performance of Oreochromis aereus♂x O. niloticus♀. Chinese Journal of Animal Nutrition 19(6):1-6.
Hungate R. 1966. The Rumen and It’s Microbe. London and New York: Academic Press.
Irawan B. 2000. Pengaruh Penambahan bakteri probiotik Bacillus spp. dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan benih gurami (Oshpronemus gouramy Lac) [Skripsi]. Jatinangor: Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran.
Irianto, A. 2003. Probiotik aquakultur. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Jankauskiene, R. 2002. Bacterial flora of fishes from aquaculture: The genus
Lactobacillus. Lithuania: Institute of Ecology Akademijos 2, Vilnius 2600. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Produksi perikanan nasional.
Jakarta: KKP Press.
Lovell, RT. 1988. Nutrition and Feeding of Fish. New York: Van Nostrand Reinhold.
Macfarlane, GT., Steed H., Macfarlane S. 2008. Bacterial metabolism and health related effects of galacto-oligosaccharides and other prebiotics. Journal Appl. Microbiology 104(2): 305-344.
Marylin. 2009. Usable prebiotic: Fermacto® in monogastrict. Malaysia: Nutri-Vet, Sdn. Behn Meyer Co. Ltd.
Mazurkiewicz J, Przybył A, Golski J. 2008. Usability of Fermacto prebiotic in feeds for common carp (Cyprinuscarpio L.) fry. Nauka Przyr. Technol. 2(3):15.
42 Mc Donald. 2002. Animal Nutrition. United Kingdom: CABI Publishing.
Migita S, Hashimoto K. 1995. Selection of strains for probiotic use. 1st
Muller-Feuga, A. 1990. Modelisation de la croissance de poisons en elevage.
Scientific and technical report 2. France: IFREMER.
edition. Lodon: Chapman & Hall.
Nakayama A, Yano Y, Yoshida K. 1994. New method for isolating Barophlies from intestinal content of deep sea fishes retrieved from the abyssal zone.
Applied and Environmental Microbiology 60 (11): 4210-4212.
[NRC] National Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish.
Washington DC: National Academy Press.
Nwana S, Soltan MA. 2004. Potential of using raw and processed canola seed meal as an alternative fish meal protein source in diets for Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Egypt. J. Nutr. & Feeds (Special Issue), 8 (1): 1111-1128.
Opuszynski K, Shierman JV. 1994. Herbivorous fishes, culture and use for weed management. Tokyo: TUV press.
Pandian TJ. 1989. Protein requirement of fish and prawns cultured in asia. In De Silva SS. Fish Nutrition Research in Asia. Proceding od the third Asian Fish Nutrition Network Meeting. Manila: Asian Fisheries Society. P. 11-22. Peres H, Teles AO. 1999. Effect of dietary lipid level on growth performance and