• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Betawi hal 84

E) Kebijakan dan Peraturan

Aspek legal dan peraturan diperlukan bagi pengembangan kawasan PBB didukung oleh kebijakan pemda DKI No. 6..tahun 1999 tentang Tata Ruang Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati maka Gubernur DKI mengeluarkan Surat Keputusan No. 92 Tahun 2000 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Keputusan-keputusan yang diperkuat Undang Undang No 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup agar kawasan tetap berkelanjutan dengan memperhatikan batasan kawasan sebagai kawasan perlindungan. Undang-undang tersebut berlaku setempat, berfungsi untuk melindungi kegiatan dan menjaga ekosistem yang berakibat pada kerusakan fisik kawasan atau kegiatan dapat menggangu kelestarian fungsi kawasan. Kawasan perlindungan setempat meliputi, (a) sekitar danau/waduk minimal ± 500 meter dari tepi danau/waduk kecuali untuk pembangunan fasilitas dermaga, (b) bangunan dengan konstruksi tidak permanen untuk keperluan tempat berteduh atau fasilitas rekreasi danau boleh ditempatkan di dalam kawasan sempadan (warung, bangku, darmaga pemancingan, tiang lamu-lampu penerangan) (c) jalan lintas bagi penguhuni (sirkulasi penghuni), (d) areal konsentrasi vegetasi khas kawasan.

Ketentuan membangun di kawasan adalah sebesar 20% untuk Koefisien Dasar Bangunan ( KDB 20%) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) diizinkan 3-4 lantai, dan pengendalian kepadatan bangunan dilandaskan pada pertimbangan pelestarian lingkungan, proporsi massa bangunan terhadap bentang alam (kenampakan alam secara visual) tapak peruntukan, dan kondisi serta karakteristik lahan dan karakter bangunan. Pengendalian bangunan untuk menghindari kesan “visual pollution” dan mencegah penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu arsitektur bangunan wajib mencerminkan ciri/karakter arsitektur lokal agar terlihat menyatu (kontekstual) dengan lingkungan alam dan budaya setempat.

Konsep Pengembangan Kawasan

Secara umum konsep dasar pengembangan kawasan sebagai Permukiman Budaya Betawi adalah meningkatkan harkat dan martabat warga Betawi melalui

100

penataan ruang luar dalam batas wilayah kehidupan masyarakatnya. Pengembangan kawasan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah

(RUTRW) kota Jakarta khususnya DKI. Kawasan dengan prioritas sebagai area permukiman dan daerah resapan air. Pembangunan dilakukan dalam 6 tahap dari tahun 2000-2010. Pengembangan kawasan bertujuan sebagai salah satu daerah tujuan wisata. Sedangkan faktor-faktor potensial untuk dikembangkan secara optimal, baik secara fisik maupun sosial budaya tersaji pada Lampiran 9. Pengembangan kawasan sesuai dengan pola penggunaan lahan dan ruang lingkup budaya Betawi dengan segala aktivitasnya.

Upaya meningkatkan karakter Perkampungan Budatya Betawi dilakukan dengan memberikan ciri yang lebih kuat, visual lanskap, vegetasi, rumah penduduk dan fasilitas pendukung yang dipergunakan sesuai ciri khas Betawi, hal ini agar dapat lebih mengakomodasi aktivitas wisata budaya.

Berdasarkan ICOMOS (2000), selain kegiatan tersebut dapat ditambahkan potensi lain, sebagai penambah daya tarik pengunjung dengan fasilitas lain yaitu: 1) Membangun wisma domestik yang merupakan suatu alat yang penting dalam

pertukaran budaya. Karena itu konservasi budaya harus memberi kesempatan bagi masyarakat lokal dan pengunjung untuk mengalami dan memahami warisan komunitas budayanya.

2) Merencanakan kawasan wisata dan konservasi untuk tempat-tempat wisata budaya harus dapat menjamin bahwa pengalaman yang didapatkan pengunjung. akan berharga dan memuaskan serta menggembirakan.

3) Masyarakat asli dan penduduk yang tinggal di permukiman hendaknya

dilibatkan dalam segala kegiatan perencanaan maupun pengambilan keputusan 4) Melibatkan penduduk yang ada di lingkungan kawasan untuk semua aktivitas yang menguntungkan ekonomi masyarakat.

5) Menyadarkan akan komunitas yang mempunyai eksotik budaya tinggi dan dapat dijual untuk pariwisata. Sehingga pengunjung ada kecenderungan untuk menghabiskan waktu dan uangnya untuk mendatangi tempat-tempat tersebut. 6) Menarik para wisatawan untuk datang, sehingga harus didukung dengan

101

Pembangunan sarana permukiman dan komersil berlantai satu tidak melampaui daya dukung kawasan (Peraturan No.47 Tahun l977). Garis sempadan daratan sepanjang tepia n setu perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan pada bagian tepi setu/sungai serta tercemarnya air setu/sungai tersebut oleh pembangunan kawasan dan aktivitas kehidupan.

Konsep pengembangan lanskap disesuaikan dengan penyebaran vegetasi dan ruang luar yang berkembang, berdasarkan nilai- nilai tradisi serta sosial budaya yang berkembang. Pada masyarakat Betawi bagian dalam mempunyai pola ruang bersifat geometri, karena pola-pola ruang tersebut mengikuti pola pekarangan/ kebun/ empang. Konsep pengembangan kawasan mempertimbangkan sumberdaya untuk wisata budaya, wisata agro dan wisata rekreatif:

1) Konsep wisata budaya secara umum untuk mempelajari, dan mendapatkan pengalaman dan berinteraksi dengan kehidupan masyarakat Betawi baik yang terdapat dalan lngkungan hidupnya aktivitas budaya maupun kesenian.

2) Konsep wisata agro lebih ditekankan pada lingkungan, meliputi aktivitas pertanian pekarangan, nursery atau kebun milik masyarakat Betawi, termasuk pada hasil prosesing dari hasil pertaniannya.

3) Wisata rekreatif ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan rekreasi pengunjung

Diharapkan pengembangan aktivitas rekreasi tidak merubah karakter permukiman budaya Betawi yang ada.

Ruang umum pada perkampungan Budaya Betawi, me rupakan ruang yang masih mencirikan perkampungan Betawi. Pada kampung terdapat kebun, pekarangan, makan serta empang. Sedangkan ruang umum wisata adalah pelengkap ruang yang bersifat rekreatif, seperti taman-taman terbuka, plaza-plaza. Pada dasarnya ruang umum wisata merupakan ruang terbuka yang digunakan untuk umum yang dicerminkan oleh skala pemanfatannya. Ruang terbuka dapat dibedakan menjadi ruang terbuka pasif dan ruang terbuka aktif berdasarkan kegiatan yang dilakukan di dalamnya (Hakim l993). Kebutuhan ruang umum wisata untuk pelayanan pengunjung meliputi:

102

segala kegiatan manusia, ruang ini harus dipertahankan peruntukannya antara lain berupa penghijauan/taman sebagai sumber pengudaraan lingkungan penghijauan (danau, rawa dan terbuka hijau).

2) Ruang terbuka aktif suatu area yang diperuntukkan bagi pembangunan terbatas dan terkendali, area ini termasuk dalam ruang konservasi. Area tersebut yaitu: pintu gerbang, permukiman, sempadan danau, serta area pemancingan, dan ruang terbuka hijau (kebun campuran, makam, dan memiliki fungsi konservasi ekologis untuk mencegah erosi. Penghijauan di sekitar danau akan menambah estetika, peneduh dan pemecah angin (wind breaker).

Ruang-ruang tersebut peruntukannya dapat sebagai ruang terbuka dan yang bersifat pasif atau aktif yang memungkinkan adanya kegiatan manusia dan menjamin keselamatannya. Untuk itu dilakukan penataan ruang, sedangkan . manfaat penataan ruang secara umum meliputi:

1) Meningkatkan mutu lingkungan hidup alam dan binaan yang berguna untuk kepentinganmasyarakat di dalam kawasan

2) Menciptakan keserasian lingkungan alam dan binaan agar berguna untuk kepentingan masyarakat kawasan

Sedangkan manfaat penataan ruang secara teknis, danau/empang/kolam/rawa-rawa berfungsi sebagai: (a) pengendali kualitas lingkungan kawasan, (b) penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual alam, (c) penyangga keberadaan kawasan Perkampungan Budaya Betawi, (d) sebagai sarana dan prasarana pendidikan dan peningkatan pengetahuan.

Konsep Zonasi Ruang

Berdasarkan analisis konsep ruang maka jenis ruang yang direncanakan adalah ruang konservasi budaya, konservasi ekologis dan pengembangan wisata rekreatif. Jenis penggunaan lahan/ruang tersebut diterapkan pada tapak sesuai dengan hasil analisis kesesuaian lahan.

Konsep zonasi adalah upaya mengembangkan kawasan dengan tetap menjaga fungsi ekologis kawasan serta kelestarian budaya setempat sebagai identitas kawasan, terbagi dalam tiga zonasi berdasarkan fungsi ruang. Penentuan

103

penggunaan fungsi ruang kawasan dilakukan berdasarkan pendekatan biofisik tapak, dan mempertimbangkan faktor lainnya yaitu: (a) kebutuhan akan tempat (b) keindahan sumberdaya alam dan keunikan budaya yang dimiliki, (c) pertimbangan ekologi, (d) pertimbangan ekonomi masyarakat. Berdasarkan fungsi kawasan sebagai lanskap budaya, konservasi ekologis dan sebagai wisata rekreatif, maka zonasi ruangpun mengikuti fungsi- fungsi ruang tersebut.

Guna mengakomodasi fungsi tersebut, maka zonasi ruang utama meliputi:

Zona Konservasi Budaya (zona inti), Zona Konservasi Ekologis (zona penyangga) dan Zona Pengembangan yang diperuntukan untuk aktivitas wisata rekreatif dan fasilitas-fasilitasnya secara rinci dapat dijelaskan seperti berikut ini:

1) Zona Konservasi Budaya (zona inti), meliputi permukiman Betawi dengan pola pekarangan yang ditumbuhi berbagai jenis vegetasi khas kawasan serta aktivitas hidup dan kehidupannya seperti sosial ekonomi. sosial budaya masyarakat di dalam kawasan. Aktivitas ini ditunjang oleh fasilitas umum dan fasilitas sosial. Zona ini juga termasuk sebagian danau yang digunakan penduduk asli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Zona inti konservasi budaya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata budaya dan wisata agro.

2) Zona Konservasi Ekologis (zona penyangga) Zona ini ditujukan untuk memyangga sistem ekologis kawasan dan sebagai daerah resapan air bagi sekitardan khususnya Jakarta selatan. Zona ini meliputi permukiman, pekarangan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), kebun, makam, empang/danau. Zona ini dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata agro, dan wisata alam. Zona pengembangan wisata rekreatif, meliputi area danau dan permukiman dengan segala aktivitasnya serta pengembangan danau sebagai pusat rekreasi danau.

Sistem pengelolaan lanskap Perkampungan Budaya Betawi disusun berdasarkan dengan fungsi kawasan yang tertata dalam konsep zonasi pengelolaan.Diagram ruang tersebut dapat dilihat pada Gambar 37 dan Gambar 38 menunjukkan zonasi ruang berdasarkan fungsi.

104

Gambar 37 Konsep Zonasi Ruang

Konsep Sirkulasi

Konsep sirkulasi wisata mempertimbangkan sumberdaya kawasan sebagai wisata budaya, wisata agro dan wisata rekreatif dapat diakomodasikan. Wisata rekreatif ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan rekreasi pengunjung di area danau dan zona yang telah ditentukan (zona pengembangan). Diharapkan aktivitas rekreasi dan pengembangan zonanya tidak menganggu karakter permukiman budaya Betawi. Sumber daya wisata tersebut perlu dieksplorasi dan diekspos agar dapat dikunjungi dengan program-program interpretasi yang baik.

Sirkulasi adalah jalur pergerakan pengunjung dan masyarakat. Disarankan lebih banyak menggunakan kendaraan yang bebas polusi atau berjalan kaki dalam pedestrian yang nyaman. Pembenahan jalur-jalur sirkulasi dengan penyediaan lahan parkir sesuai dengan standar parkir yang diizinkan berkisar ± 5 m″/mobil danfasilitas bagi pejalan kaki sesuai standar minimal lebar 1.20 m untuk 2 orang pejalan kaki agar dapat menikmati suasana. Sirkulasi wisata di kawasan secara umum terbagi dua, yaitu sirkulasi permanen dan sirkulasi temporer. Sirkulasi permanen adalah sirkulasi yang menghubungkan ruang-ruang wisata yang dapat dikunjungi setiap saat, yaitu

Kawasan Perkampungan Budaya Betawi

Legenda:

1 Zona Konservasi Budaya 2. Zona Konservasi Ekologis

3. Zona Pengembangan/Wisata Rekreatif

Zona Konservasi Ekologis (zona penyangga) 2 Pekarangan, kebun,danau, makam.

Zona Konservasi Budaya (zona inti) 1 Permukiman Betawi & danau

Danau

Wisata Rekreatif

105

Gambar 38 Peta Zonasi Berdasarkan Fungsi