• Tidak ada hasil yang ditemukan

43

Tata Guna Lahan

Pola penggunaan lahan dibedakan menjadi dua yaitu, kawasan tidak terbangun ± 53.2% (RTH, kebun campuran, tegalan, tanah kosong, dan rawa, empang) dan kawasan terbangun ± 46.8% (lahan permukiman, jasa industri, perdangan, perkantoran serta fasilitas umum) (Tabel 5 dan Gambar 16).

Tabel 5 Penggunaan Lahan di Setu Babakan

Terbangun Tidak Terbangun

No Jenis Penggunaan Luas (Ha)

(%) Jenis Penggunaann Luas (Ha) (%) 1. Permukiman 46.86 27.4 Permakaman (RTH) 20.79 12.6 2. Jasa Industri/

Perdagangan 6.6

4.0 Tanah Kosong 15.83 10.2

3. Jalan 8.58 5.2 Danau 7.26 4.4

4. Fasilitas 15.83 10.2 Kebun Campuran 19.14 11.6

5. - - - Pekarangan 23.76 14.4

Jumlah 77.87 46.8 Jumlah 86.78 53.2

Gambar 16 Penggunaan Lahan, sebagai, (a) Danau, (b), Pekaranga n (c) Empang, (d) Kebun Buah.

(a) (b)

44

Fasilitas Sirkulasi

Sirkulasi di kawasan terbagi dua, sirkulasi jalan di luar kawasan dan di dalam kawasan. Sirkulasi di luar kawasan meliputi, jalan Srengseng Sawah yang membagi kawasan menjadi dua bagian dan dilintasi oleh angkutan umum Kopaja 605 dan angkot 83, untuk jalan Moh. Kahfi 2 dilintasi oleh Kopaja 616. Sedangkan sirkulasi dalam kawasan, jalan lokal dan jalan lingkungan didominasi oleh jalan lebar 3 meter, dengan lapisan jalan cone block dan cor semen, di lingkungan Setu Babakan dan Mangga Bolong dengan lebar jalan 1.5 m. Jalan tanah sepanjang tepi danau sangat licin dan becek terutama setelah turun hujan. Secara umum jaringan jalan masih sangat menyulitkan bagi kendaraan beroda empat apabila bersimpangan. Finishing fisik jalan dengan cone block dan lebar jalan 5 m dan dapat dilintasi kendaraan untuk dua arah (Gambar 17).

Gambar 17 Kondisi Fisik Jalan ,(a) Cone Block (kiri) dan (b) Jalan Cor Semen

Permukiman

Secara umum pola permukiman di kawasan terlihat dari tata letak dan orientasi rumah-rumah yang berkembang secara individual. Rumah-rumah berkembang bukan secara komunal (mempunya i aturan tertentu), sehingga terkesan tidak teratur. Menurut Sitepu (l992), pola permukiman yang tidak teratur adalah ciri dari pola permukiman “Betawi Pinggir“. Setu Babakan tergolong dalam kelompok tersebut. Peningkatan densitas permukiman saat ini, harus ditekan untuk menghindari perubahan karakter kawasan. Perubahan tersebut

45

terjadi akibat dari berbagai faktor kebutuhan ekonomi. Kebutuhan untuk kemudahan mencapai jalan utama, sehingga terjadi perubahan orientasi pola permukiman (pola bagian dalam menjadi pola bagian luar). Gambar 18 memperlihatkan sketsa pola permukiman di kawasan Perkampungan Budaya Betawi.secara umum sedangkan Gambar 19 menunjukkan sketsa pola permukiman bagian luar dan pola permukiman bagian dalam. Pola permukiman di Setu Babakan terdiri dari dua karakter:

1) Pola permukiman bagian luar dekat dengan jalan utama dengan ciri-ciri: (a) Orentasi rumah-rumah pada umumnya menghadap ke jalan utama serta membelakangi pekarangan, (b) rumah-rumah berjajar sepanjang jalan utama dengan jarak saling berjauhan, tetapi kadang-kadang ada yang berdekatan, (c) rumah-rumah dibatasi oleh pagar tanaman, tetapi kadang-kadang dibatasi oleh pohon dan memiliki pekarangan yang cukup luas. 2) Pola permukiman bagian dalam menghadap pekarangan/kebun atau jalan

lingkungan. Rumah-rumah berjajar sepanjang jalan lingkungan. Kondisi lebar jalan 3 meter. Massa bangunan cenderung berorientasi ke jalan dengan bagian belakang menghadap ke kebun atau ruang terbuka. Tetapi kadang-kadang rumah-rumah mengelompok dengan letak saling berdekatan satu sama lain sehingga terlihat sangat padat. Batas pekarangan dibatasi oleh pagar tanaman atau “pagar jaro” (bambu). Saat ini batas pekarangan sudah mempergunakan pagar permanen seperti pagar besi dan dinding bata.

Pola Pekarangan

Pola ruang pekarangan kawasan seharusnya masih dipengaruhi oleh pola pekarangan tradisional yang ada di pulau Jawa (Syafwandi l996). Menurut Arifin

et, al (l998 a) pekarangan adalah lahan terbuka bagian dari rumah dengan batas kepemilikan yang jelas. Pola pekarangan di Setu Babakan pada umumnya berada di tengah atau agak ke belakang. Pada bagian belakang rumah terdapat pula sumur dan jamban (kamar mandi, w c serta kandang ternak jika ada.

46

Gambar 19 Sketsa Pola Permukiman di Setu Babakan.

Gambar 18 Sketsa Pola Permukiman secara umum di Setu Babakan

Gambar 19 Sketsa Pola Permukiman (a) Bagian Luar, (b) dan Pola Bagian Dalam Kebun/pe karangan Rumah Jln. Moch.Kahfi 2 Pekarangan Rumah Saluran irigasi

Jl. Moch Kahfi II (Jalan Utama)

Saluran Irigasi Masjid

Pekarangan Pekarangann Pekarangan Pekarangan

Masjid Masjid Pekarangan Pekarangan Masjid Pekarangan Pekarangan

Masjid Baitul Iman Keterangan: Masjid Rumah Penduduk Makam Makam Danau UTARA Danau (a) Rumah (b)

47

Tetapi kadang-kadang terdapat pula tanaman sayuran atau tanaman bumbu untuk konsumsi sehari- hari. Sebagian dari warga masih mempunyai pekarangan yang cukup luas berkisar 100-500 m ². Pola penggunaan lahan tersaji pada Gambar 20.

c

Gambar 20 Beberapa Penggunaan Pekaranga n sebagai, (a) Ruang Terbuka,

(b) Nursery, (c) Tempat Menjemur, (d) Kebun Buah

Pada umumnya rumah berada di tengah atau agak ke belakang dan berorientasi ke jalan. Bagian tengah dan samping serta bagian belakang ditanami tanaman produktif, tanaman obat-obatan atau sebagai area pembibitan tanaman hias. Beberapa penduduk juga mempunyai kebun campuran yang terpisah dari lahan pekarangan yang ditanami tanaman produktif. Jenis tanaman produktif seperti: mangga, jamb u. pisang, nangka, pepaya kelapa dan lain- lain. Karena sistim pewarisan, sehingga terjadi fragmentasi lahan pekarangan atau pembangunan rumah tinggal baru bagi keturunannya dan pada umumnya rumah-rumah mengelilingi ruang terbuka. Ada perbedaan zonasi pekarangan Betawi dan Jawa Barat, karena menurut Arifin, et. al (1998 b), zona ruang terbuka pekarangan di Jawa Barat, terbagi tiga yaitu: halaman depan (buruan), halaman samping

(a)

(d) (b)

48

kiri/kanan (pipir), serta halaman belakang (kebon). Semua itu terjadi karena keterbatasan serta desakan ekonomi masyarakat, sehingga menyebabkan permukiman menjadi semakin kian padat dan tidak teratur, pekarangan, kebun menjadi semakin sempit dan berkurang.

Secara umum pola pekarangan di kawasan terbagi dua yaitu, pola pekarangan di tepi jalan (luar) dan pola pekarangan pada bagian dalam.

1) Pola pekarangan yang berada di tepi jalan utama (Jln Moh Kahfi 2) terdiri atas Rumah-rumah yang menghadap dan berjajar sepanjang jalan. Pola pekarangan yang terdiri atas, (a) pekarangan pada umumnya ditanami dengan pohon produktif vegetasi buah-buahan seperti belimbing, mangga, rambutan, melinjo erta tanaman nursery dan obat-obatan, (b) pada pekarangan bagian belakang erdapat kebun pembibitan tanaman hias

(nursery) dan tanaman buah-buahan. contoh ruma h bapak Sarni luas pekarangan 3.000 m² dan 1.700 m² bapak Bani.

2) Pola pekarangan bagian dalam pada umumnya terdiri dari rumah-rumah bergerombol dan saling berdesakkan menghadap kebun/ruang terbuka.

3) Konsep air di depan rumah sudah di tinggalkan oleh sebagian besar masyarakat kawasan. Sketsa pola pekarangan tersaji pada Gambar 21.

Arsitektur Bangunan

Secara umum arsitektur bangunan rumah Betawi bercirikan dengan listplank “gigi balang “ di letakkan pada bagian atas dan “langkan “ diletakkan pada bagian bawah (teras/ paseban) berfungsi sebagai pagar teras.

Jumlah rumah di kawasan 10.879 unit (Biro Bina Program 2000), terdiri dari rumah permanen dan semi permanen serta sedang/sederhana dengan kepadatan sedang. Secara umum rumah-rumah di Setu Babakan menghadap ke jalan. Kondisi ini disebabkan oleh karena desakan ekonomi masyarakat, sehingga rumah-rumah terdesak ke daerah yang lebih padat penduduknya. Hasil observasi di tapak dari 879 unit rumah terbag atas: (1) rumah asli 200 rumah (22.75 %) bercirikan arsitektur Betawi, (2) tidak bercirikan arsitektur Betawi sebanyak 679 rumah 77.25 %. Dari kelompok yang tidak berciri arsitektur asli Betawi, sebenarnya termasuk bangunan-bangunan yang mempunyai sebagian ornamen

49

Gambar 21 Sketsa Beberapa Contoh Pola