• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Upaya Pelestarian Budaya

Keberadaan masyarakat Betawi di Srengseng Sawah Jakarta Selatan termasuk dalam persebaran etnis Betawi di Jakarta dan sekitarnya yang mendiami kantong-kantong persebarannya sejak ± abad 19. Masyarakat Betawi di Srengseng Sawah merupakan kelompok yang mendukung keberadaan masyarakat Betawi dan budaya Betawi turun temurun.

Sejak dilaksanakannya ‘’Festival Sehari Setu Babakan” pada tanggal 13 September l997 oleh masyarakat setempat dan Suku Dinas Pariwisata Jakarta Selatan, menimbulkan aspirasi baru untuk mewujudkan daerah resapan air dan daerah hijau terbuka Setu Babakan menjadi salah satu alternatif Perkampungan Budaya Betawi selain Condet di wilayah Jakarta Timur.

Keinginan menjadikan Kampung Kalibata (Setu babakan) sebagai kawasan budaya tercetus sejak tahun 90-an, berawal dari masyarakat dan para kaum muda yang berpendidikan, kemudian mendapat respon oleh BAMUS (Badan Musyarawarah Mastarakat Betawi) dalam rancangan program kerja “Membangun Pusat Perkampungan Budaya Betawi”. Atas desakan masyarakat Betawi yang amat kuat dengan dukungan tokoh-tokoh Betawi terdidik, cendikiawan, serta 67 organisasi masyarakat Betawi dibawah BAMUS sebagai pengayom seluruh aktifitas organisasi dan yayasan masyarakat Betawi yang merasakan bahwa etnis mereka dirasakan kian hari kian terdesak dan semakin kehilangan identitasnya. Pada akhirnya mereka sepakat mengajukan proposal pada pemerintah tahun l998, bahwa kampung Kalibata dan Setu Babakan dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi dan difungsikan sebagai daerah resapan air bagi wilayah selatan. Pemda DKI merespon keinginan tersebut, bahwa Kampung Kalibata sebagai kawasan budaya, dengan sebutan “Perkampungan Budaya Betawi” dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Gub DKI Jakarta. Pada tanggal 20 Januari 2001 dan diresmikan oleh Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk penggunaan bangunan dan penataan kawasan tahap pertama (0.8 %) dari luas kawasan ±165 ha termasuk luas danau Setu Babakan dan Mangga Bolong, ± 35

27 ha, bertepatan dengan acara halal bihalal yang diselengarakan Bamus Betawi yang diliput oleh masmedia, baik media massa maupun elektronik.

Upaya pelestarian kawasan dilakukan dengan meningkatkan karakter lanskap sesuai dengan keinginan dan cara hidup masyarakat Betawi dengan melestarikan budaya Betawi melalui sebuah prespektif kehidupan budaya Betawi, serta melestarikan tata hidup dan kehidupan serta ruang komunitas sosial budaya masyarakat Betawi.

Geografi

Secara geografis kawasan terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa pada 06° 20∀ 07∋ BT - 06° 21∀ 10∋ BT (Bujur Timur) dan 106° 48∀ 30∋ LS - 106° 49∀ 50∋LS (Lintang Selatan). Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Selatan, Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan Srengseng Sawah. Kawasan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) berbatasan langsung dengan Kelurahan Lenteng Agung dan Kelurahan Jagakarsa, sebelah Selatan adalah Kota Depok-Propinsi Jawa Barat, serta Sebelah Barat Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan Cipedak (Gambar 8).

Gambar 8 Batas Administrasi Kawasan Kawasan dibatasi oleh jalan-jalan penghubung yaitu:

Sisi Utara : Jalan Moch.Kahfi II

Sisi Timur : Jalan Desa Putra dan Jalan Srengseng Sawah Sisi Selatan : Jalan Srengseng Sawah

Sisi Barat : Jalan Moh. Kahfi II

28 Tata guna lahan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) tercantum dalam RBWK 1985-2005 termasuk kawasan permukiman dan sekitar ±70 % diperuntukan sebagai ruang terbuka hijau dan sekitar waduk (RTH).

Pemanfaatan ruang (space) meliputi, penggunaan tanah di sekitar tapak untuk pertanian buah-buahan seperti, jambu biji (Psidium guajaya L), pepaya (Carica papaya L), pisang (Musa paradisiacca L), mangga (Mangifera odorata), melinjo (Gnetum genmon l), rambutan (Nephelium lappaceum), belimbing (Averhoa carambola L). Tetapi saat ini sebagian dari masyarakat, beralih dari usaha pertanian menjadi usaha jasa seperti sewa rumah (kontrak) dan penyewaan kamar (kost) bagi mahasiswa dan karyawan serta berprofesi sebagai penarik ojek.

Secara umum tanah di sekitar tapak dikuasai penduduk dengan status kepemilikan tanah dan pada umumnya sudah bersertifikat/ hak milik, meskipun ada beberapa yang masih berbentuk girik.

Aksesibilitas dan Lokasi

Aksesibilitas ke lokasi dapat dicapai dari dua jalan utama melalui Pasar Minggu ke arah selatan masuk ke Jalan Raya Lenteng Agung, Jalan Moch Kahfi 2 dan Jalan Srengseng Sawah hingga sampai kawasan Kampung Kalibata. Untuk pencapaian dari arah selatan dicapai melalui Jalan Tanah Ba ru, Jalan Moch Kahfi 2 dan Jalan Setu Babakan hingga sampai kawasan Kampung Kalibata. Lokasi dikelilingi oleh 2 jalan yaitu, Jalan Moch. Kahfi 2 dan jalan Srengseng Sawah. Kedua jalan tersebut dilintasi oleh angkutan umum dan kendaraan pribadi, sehingga jalan tersebut dapat dikatagorikan dengan frekuensi tinggi.

Lokasi kawasan terletak 5 km dari stasiun kereta api Lenteng Agung dan 5.5 km dari obyek wisata Kebun Binatang Ragunan. Jalan Raya Pasar Minggu dan Jalan Raya Lenteng Agung merupakan lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta– Bogor dan merupakan jalur akses utama menuju kawasan PBB (Gambar 9). Jalan lokal pada kawasan didominasi oleh jalan lingkungan yang tidak beraturan dan banyak jalan buntu. Secara umum sirkulasi dalam kawasan masih belum memadai dengan kondisi lebar jalan bervariasi antara ± 3 meter dan jalan tanah dengan lebar 1-2 meter. Kondisi permukaan, jalan aspal untuk jalan utama sepanjang ± 5 meter, jalan masuk kawasan menggunakan cone block. Sedangkan

29 jalan pada tepi dana u adalah jalan tanah, berbatu dan rusak bila hujan licin becek sehingga sangat tidak nyaman.

Gambar 9 Skema Aksesibilitas Menuju Lokasi Studi.

Kependudukan Sosial dan Budaya

Keadaan kependudukan sosial ekonomi dan budaya, di dalam kawasan menggambarkan kehidupan masyarakat yang bermukim, terdiri atas penduduk asli dan pendatang dengan berbagai latar belakang etnis dan profesi yang beragam. Pada tahun 2002 jumlah penduduk 15.230 jiwa terbagi dalam 4 RW yaitu, RW 05, RW 06, RW 07, RW 08 dan jumlah rumah 10.879 yang terdiri atas rumah permanen dan semi permanen. Secara struktural sosial budaya masyarakat Betawi dapat diketahui dari keadaan sosial budayanya dan kegiatan utama masyarakat didominasi dengan kegiatan sehari- hari seperti pertanian, pedagang, buruh dan pegawai swasta atau pemerintah.

Masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi mempunyai sifat terbuka terhadap orang luar/pendatang. Hubungan sosial masyarakat terdekat diawali dengan kekerabatan, keluarga terdekat orang tua, anak-anak dan kerabat dekat. Adanya pelapisan sosial menunjukkan adanya pembedaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat berdasarkan pada potensiseperti, (a) kepandaian, (b) senioritas, (c) keaslian, (d) hubungan kerabat dengan kepala masyarakat, (e) pengaruh dan

Stasiun Kereta Api LebntengAgung

Kearah UI dan Depok

JlnJL. Raya Lenteng Agung

Tol Lingkar Luar Selatan

Ke arah Ciganjur Lokasi PBB Jalan Moh.Kahfi II

Rek Kereta Api

Jalan Joe

Utara

Jl.Jagakarsa

Stasiun Kereta Api LebntengAgung

Kearah UI dan Depok

JlnJL. Raya Lenteng Agung

30 kekuasaan, (f) pangkat, (g) gaya dan hidup, (h) harta kekayaan. Sedangkan kyai dan orang-orang terpelajar mempunyai peranan penting bagi masyarakat Betawi dalam pengambilan keputusan yang bersifat inovatif, misalnya membantu mensukseskan program pembangunan di daerahnya.

Berbagai jenis kesenian yang ada (Lenong, Topeng Blantek dan Gambang Kromong) dan upacara adat (sunatan, nujuh bulan, upacara pengantin) masih dilakukan secara sadar oleh masyarakat setempat.

Permukiman dan Bangunan

Secara umum seluruh bangunan perumahan di kawasan merupakan milik pribadi. Menurut data jumlah rumah 10.879 unit dengan komposisi permanen, semi permanen dan sederhana dengan ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 10-20 %, bagi bangunan yang akan dibangun

Fasilitas peribadatan bangunan masjid dan musholla, serta beberapa fasilitas pendidikan seperti sekolah madrasah. Hal ini menambah kentalnya suasana Islami di kawasan. Kerapatan bangunan, di RW 05 cukup padat, RW 06 kurang padat, RW 07 padat, dan RW 08 kurang padat ditemukan sedikit lahan kosong, kebun dan empang. Meskipun keberadaan rumah sangat berdekatan akibat keterbatasan lahan terutama pada RW 05, RW 06, RW 07, sedangkan pada RW 08, masih dapat ditemukan pekarangan depan sebagai nursery dengan tanaman hias dan berbagai jenis tanaman khas kawasan.

Utilitas Lingkungan

Penggunaan air bersih dengan sumur artesis karena jaringan air bersih untuk keperluan sehari- hari dari PDAM belum terdistribusi secara merata.

Pembuangan air kotor dan limbah rumah tangga dilakukan sederhana, ke saluran setempat kemudian ke kolam yang berada di sekitar halaman rumah dan berakhir pada danau. Pada tepian danau terdapat muara-muara selokan dari rumah–rumah penduduk yang umumnya sudah tercemar dengan limbah domestik Penggunaan listrik sebagai penerangan sudah terdistribusi dengan merata pada seluruh warga masyarakat Setu Babakan khususnya.