• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampung Perdesaan, berada di luar batas wilayah dan kegiatan perkotaan

TINJAUAN PUSTAKA

3) Kampung Perdesaan, berada di luar batas wilayah dan kegiatan perkotaan

yang berkepadatan rendah dan kebanyakan bertumpu pada kegiatan pertanian dan perkebunan ( Kampung Slipi l975).

Sumber: Harun, et, al. (1983)

Gambar 1 Pola Perkampungan di Perkotaan, (a) Kampung Kota, (b) Kampung Pinggiran, dan (c) Kampung Perdesaan.

Pola Permukiman

Permukiman dalam istilah Jawa mempunyai arti panggonan, kedudukan, kediaman, papan atau daerah, area, ruang, habitat, menyangkut keadaan permukaan tanah dibatasi oleh tanda–tanda alamiah atau buatan. Unsur-unsur tanda yang mengambaran visual ruang dibatasi oleh bidang dasar, udara diatasnya, dan lingkungan hidup, menyangkut keserasian, keselarasan visual antara manusia dengan bentuk-bentuk keseimbangannya (Ronald 1997).

9

Keadaan lingkunga n permukiman Betawi secara umum terbagi menjadi dua rona yaitu; lingkungan permukiman di bagian dalam (hinterland) dan lingkungan di bagian pesisir dari Jakarta (Gambar 2 ).

Sumber: (Harun, et, al l983)

Gambar 2 Pola Perkampungan Perdesaan Betawi, (a) Kampung Bagian Dalam, (b) Kampung Bagian Pesisir.

Sumber: Harun, et, al (l983).

Gambar 3 Suasana Perkampungan Betawi, (a) Perkampungan Bagian dalam (hinterland) di Condet, (b) dan Perkampungan Bagian Pesisir Pantai di Marunda.

Pola Pekarangan

Pola pekarangan rumah tradisional Betawi biasanya terdapat pada perkampungan bagian dalam. Pada umumnya mempunyai pekarangan yang cukup luas dan ditumbuhi pohon buah-buahan. Menurut Syafwandi et. al (1996) ada kalanya bagi masyarakat yang mampu dijumpai empang/rawa, sumur dan jamban/wc umum, ruang terbuka, tempat menjemur, serta dapat pula dijumpai

. Kebun Rumah

(a)

Empang Muara Sungai

( b)

aa (a) (b)

10

juga tempat pemakamaan keluarga, yang dibatasi dengan tanaman seperti pandan sebagai batas halaman. Menurut Harun et. al (l999) bahwa pola tata ruang pekarangan secara tradisional, letak rumah pada bagian dalam (hinterland)

dibedakan menjadi tiga (3) karakter pola tata ruang yaitu:

1) Pola memusat berada pada lokasi ” bagian dalam” (agak jauh dari jalan besar) perkampungan memiliki pola yang terpencar karena rumah tersebut dibangun di tengah-tengah kebun buah atau lahan- lahan yang kering. 2) Pola di bagian luar (dekat atau langs ung berada dekat pada jalan),

rumah-rumah lebih bersifat mengelompok padat atau berjajar di sepanjang jalan dan hanya dikelilingi oleh pekarangan yang sempit. Namun hal tersebut bukan berati bahwa pemilik rumah memiliki lahan yang sempit, karena seringkali kebun buah-buahan atau lahan kering yang dimilikinya terdapat pada lokasi lain.

3) Pola menyebar, dalam arti jarak rumah satu ke rumah yang lainnya terletak cukup jauh, hanya dibatasi perkebunan atau persawahan dan dikaitkan dengan pola kehidupan masyarakat setempat pada umumnya bercocok tanam dan berdagang..

4) Pola permukiman dekat dengan badan air. Pada umumnya rumah tradisional Betawi secara geografis, rumah berada pada tepi sungai atau muara, dan pada bagian belakang rumah menghadap kesungai atau ke muara (Syafwandi et. al l996).

Pola ruang pada masyarakat Betawi umumnya mempunyai akses jalan penghubung yang berupa jalan setapak dengan lebar jalan lebih kurang 1.5–2 meter. Menurut Departemen Pendidikan Kebudayaan, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya DKI (l997) bahwa pola pekarangan Betawi pada umumnya terbagi dalam zonasi yaitu:

1) Zona hunian utama (Rumah Utama/ induk) yang dihuni oleh pemilik orang tua 2) Zona hunian pendukung, dihuni oleh anak yang sudah menikah, sanak saudara atau famili.

3) Zona perkebunan (ditanami tanaman khas Betawi seperti pohon buah, sayuran maupun tanaman obat).

11

tempat pembakaran sampah, lapangan bulu tangkis, sumur, jemur pakaian)..

Elemen-Elemen Pekarangan

Elemen pekarangan pada lanskap Betawi adalah rumah yang bercirikan arsitektur Betawi. Pada hakekatnya suatu karya arsitektur adalah hasil upaya manusia menciptakan lingkungan yang utuh untuk menampung kebutuhan manuisa bertempat tinggal, berusaha atau bersosial budaya. Budaya bersifat totalitas kompleks dari gagasan dan hal- hal yang dihasilkan oleh manusia. Budaya juga dapat digambarkan sebagai cara manusia untuk beradabtasi dengan lingkunganya dalam mencapai tuj uannya.

Secara umum rumah tradisional Betawi dipengaruhi oleh rumah adat Sunda dan Jawa (Sumintardja 1978). Bentuk bangunan arsitektur khas Betawi dilengkapi dengan ornamen-ornamen dan mempunyai beberapa ciri khusus seperti: dinding terbuat dari “Jaro” atau bambu dan jendela terbuat dari papan masif dengan jalusi (krepyak) dari kayu, langkan pada paseban, gigi balang dan lain- lain. Dalam keragaman bentuk atap, rumah Betawi dibedakan menjadi tiga, di mana masing- masing jenis membedakan tingkatan sosial masyarakatnya seperti tersaji pada Gambar 4. Jenis rumah Betawi terdiri atas:

1) Bapang atau Kabaya, berdenah empat persegi panjang dan atap berbentuk seperti kebanyakan atap di daerah Jawa Timur. Bentuk ini biasanya dimiliki oleh masyarakat kelas atas.

2) Rumah Joglo, berdenah bujur sangkar atap atap berbentuk menyerupai atap pelana agak memanjang dengan penutup atap genteng, umumnya dihuni oleh masyarakat kelas menengah.

3) Rumah Gudang, berdenah segi empat panjang, atap berbentuk pelana ditutup bahan alang-alang, umumnya dihuni oleh masyarakat kelas bawah.

Saidi (2001), mengatakan pada awalnya rumah tradisional Betawi berbentuk panggung. Konsep tersebut didasari atas kepercayaan bahwa tanah dianggap suci dan terbagi atas: tipe rumah panggung yang berada di atas permukaan air sungai/laut setinggi ± 1.5 – 2 meter dan terdapat pada tepi sungai atau bahkan dipinggir laut (Gambar 5). Dalam mendirikan bangunan tidak ada persyaratan khusus tetapi ketentuan yang bersifat umum dalam mendirikan

12

bangunan, yang harus dihindari adalah di atas tanah yang dikeramatkan. Posisi letak rumah anak yang sudah berkeluarga berada di sebelah kiri dari letak rumah orang tuanya, sedangkan letak rumah anak mantu berada pada sebelah kanannya dan berada pada tapak yang sama.

aa

.

Sumber: Harun at, al. (1983)

Gambar 4 Jenis Rumah Betawi, (a) Rumah Bapang/Kabaya, (b) Rumah Joglo, (c) Rumah Gudang.

Gambar 5 Rumah Panggung Adat Betawi pada Daerah Pesisir.

(a)

13

Tata ruang pada tapak biasanya terdapat fungsi ruang lain seperti kuburan, lapangan ruang terbuka/bulutangkis dan lain sebagainya (Harun, et. al l999). Berdasarkan tata letak dan fungsi ruang rumah Betawi, tata ruang dalamnya cenderung bersifat sumbu simetris. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dari tata letak pintu masuk dari halaman sampai keruang depan, ke ruang tengah, dan kemudian menuju ruang belakang, dan membentuk garis sumbu simetris dari depan ke belakang.

Pengelolaan Berkelanjutan

Pengelolaan adalah tindakan yang dilakukan untuk mengamankan dan menyelamatkan suatu lanskap secara efisien dan terarah, dalam upaya pelestarian dan keberkelanjutannya, meliputi sumberdaya alam fisik dan biofisik, lingkungan binaan yang sesuai dengan undang- undang yang berlaku.

Menurut Harvey dan Buggey (l999), seluruh kegiatan pelestarian bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi suatu kawasan dan isinya. Sedangkan menurut Budiharjo (l999), bahwa konsep pelestarian yang sesuai adalah adanya fungsi- fungsi baru yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi- finansial, dan pengembangannya. Konsep strategi pengelolaan yang berkelanjutan menurut Arancibia (l999), menggunakan keterkaitan positif antara efisiensi ekonomi dan perbaikan lingkungan, serta ikut serta menciptakan tanda ekonomi yang baru dan mendorong semua kegiatan produksi dan konsumsi yang mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, apabila kondisi lingkungan tidak dilindungi maka nilai ekonomi dalam pembangunan secara utuh tidak akan tercapai.

Pengelolaan adalah salah usaha kebijaksanaan untuk memelihara dan menyelamatkan secara ekosistem. Konsep dasar dari pengelolaan secara ekologi dengan pendekatan ekosistem, seperti: danau, hutan, laut, tanaman pertanian, perkebunan, padang rumput, dan lain- lain. Menurut Jayadinata (1992), bahwa sumberdaya manusia sangat menentukan dalam pengelolaan kawasan.

Pengelolaan sumber daya manusia mencakup dari beberapa keadaan yaitu:

1) Keadaan penduduk (jumlah penduduk, kerapatan penduduk, penyebaran penduduk, struktur penduduk).

2) Proses penduduk, merupakan beberapa perubahan tertentu yang berurutan dalam jangka waktu. Proses penduduk dapat berlaku secara alamiah (kelahiran

14

dan kematian) dan secara buatan yang disebabkan oleh imigrasi

3) Lingkungan sosial penduduk, merupakan bagian kebudayaan penduduk yaitu: (a) pola kendali (pattern of control), (b) pola kegiatan (pattern of activieties),

(c) pola bina (pattern of construction), (d) pola jalan lingkungan

Pengelolaan yang berkelanjutan adalah usaha manusia untuk mengubah, mengatur dan menata ekosistem, agar manusia memperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinunitas keberadaannya yang dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu dan energi.

Pengembangan

Pengembangan dengan kata lain adalah memajukan atau memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada dan selanjutnya pengembangan serta pembangunan dapat berupa pembangunan fisik atau pengembangan fisik, dan merupakan pembangunan sosial ekonomi atau pengembangan sosial ekonomi (Jayadinata 1992). Penyesuaian antara kebijakan lingkungan dan ekonomi sebagai pertimbangan pengembangan kawasan dengan strategi rencana pengelolaan yang terdiri dari keterkaitan positif antara ekonomi dan perbaikan lingkungan, serta turut serta menciptakan sinyal ekonomi yang mendorong dan mempertimbangkan semua dampak kegiatan produksi dan konsumsi terhadap lingkungan.

Pengembangan kawasan harus dengan perencanaan dan pengelolaan yang merupakan perpaduan dalam artian keterpaduan dalam bidang disiplin ilmu, keterkaitan ekologis dan berbagai sektoral (Sitepu et. al 1996).

Rencana Tata Ruang

Ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfier tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia. Ruang merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh geografi, batas keadaan fisik, sosial dan pemerintahan. Ruang menempati sebagian permukaan bumi, lapisan tanah dibawahnya dan lapisan udara diatasnya (Jayadinata 1992). Penggunaan tanah merupakan bagian dari penggunaan ruang. Untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian, kelestarian, dan memperoleh manfaat ruang maka harus dilakukan peningkatan kualitas manusia dan lingkungan hidupnya.

15

Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun l992 tentang peran serta masyarakat dalam penataan ruang, bahwa penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat agar tercapai tujuan penataan ruang, dan dapat terselenggaranya ruang yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun l997, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu lingkungan hidup generasi masa kini dan masa depan.

Konsevasi Ekologis

Sistim ekologis yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya alam dan penggunaan tanah suatu wilayah secara wajar terbagi menjadi jalur cagar (perlindungan bagi ekosistim alam) atau jalur preservasi (zone of preservation)

penggunaan tanah kawasan pada umumnya dibiarkan secara alamiah, tetapi tetap dalam pengawasan, dan jalur lindung atau konservasi (zone of concervation)

berkaitan dengan kegiatan perlindungan dan pemeliharaan selur uh elemen pendukungnya guna mempertahankan nilai kulturnya (Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah 1998).Pengelolaan sumberdaya alam hayati adalah usaha untuk melindungi meliputi seluruh proses yang berjalan dalam ekosistem. Sumber daya alam meliputi hal yang abstrak yaitu lokasi, tapak atau posisi (sitepotition),

situasi (keberadaan yang berhubungan dengan wilayah yang lebih luas), bentuk, jarak, waktu dan sumber daya alam yang nyata yaitu daratan (land-form), air, iklim, tubuh tanah, vegetasi, hewan, mineral sebagai sumber dari kegiatan sosial ekonomi (Jayadinata l992).

Konservasi Budaya

Konservasi budaya adalah tindakan penyelamatan/pemeliharaan satu budaya guna mempertahankan nilai kebudayaan dari suatu area perkotaan maupun pedesaan, besar atau kecil yang mempunyai batas tertentu dan memiliki sekumpulan bangunan, tapak, ruang terbuka yang saling berkaitan yang dipersatukan oleh peristiwa masa lalu. Konservasi ini juga menekankan pada memelihara elemen lanskap seperti tanaman-tanaman, jalan raya, jalan setapak,

16

dan hubungan tradisional dengan bangunan konservasi dan kondisi alamnya (Direktorat Perkotaan Wilayah Barat 2000).

Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya (UUBCB) Nomor. 5 Tahun l992 sebagai pendukung dari pelestarian kawasan dalam ketentuan sebagai cagar budaya. Menurut Budihardjo (l999) kiranya perlu dipahami konsep dari konservasi saat ini sudah beranjak dari pelestarian bangunan secara individual, meluas menjadi conservation area atau historis districts, histori landscapes,

sampai dengan historis towns.

Wisata Budaya

Menurut Silberberg (2000), wisata budaya adalah kunjungan berbagai individu dari luar komunitas asli yang termotivasi oleh daya tarik seni, pengetahuan, gaya hidup atau warisan yang ditawarkan oleh suatu komunitas, daerah, kelompok atau institusi. Wisata budaya, merupakan wisata yang berkaitan dengan peninggalan budaya atau tempat-tempat bersejarah dengan penekanan pada aspek pendidikan dan pengalaman spritual.

Menurut ICOMOS (2000), beberapa kreteria dalam wisata budaya dapat dilihat sebagai aktivitas pariwisata yang dinamis dan sangat terkait dengan pengalaman. Wisata budaya dapat dijadikan sebagai mencari pengalaman yang unik dan indah dari berbagai warisan masyarakat yang mempunyai nilai sangat tinggi terdiri dari: (1) sejarah lokal, (2) bahasa atau dialek, (3) tradisi dan cerita rakyat, (4) metode kerja, produk kerja, (5) kesenian dan musik, (6) gaya busana, (7) arsitektur yang khas, (8) sistim pendidikan, (9) agama dan manifestasinya, (10) aktivitas diwaktu luang, (11) kerajinan tangan, (12) makanan, (13) festival atau perayaan. Snyder dan Catanese (l979) memberikan enam tolok ukur untuk menentukan nilai warisan budaya yang terdiri dari: (1) Kelangkaan, (2) Kesejarahan, (3) Estetika, (4) Superlativitas, (5) Kejamakan, (6) Kualitas pengaruh. Tiga tolok ukur ditambahkan oleh Budiharjo (l983) yaitu: berkaitan dengan nilai sosial, nilai komersial dan nilai ilmiahnya. Warisan budaya merupakan faktor utama untuk menarik pengunjung, apabila tidak dikelola dengan baik dapat merusak fisik, kesatuan dan karakteristik tapak atau lingkungan, yang pada akhirnya tidak akan menarik lagi bagi pengunjung.

17

Menurut Silberberg (2000), bahwa kemampuan untuk menarik atau meningkatkan lama tinggalnya pengunjung berhub ungan erat dengan delapan faktor yang mempengaruhinya yaitu,

1) Kualitas produk yang ada dibenak konsumen,

2) Kesadaran akan kemampuan untuk menarik pengunjung, 3) Pelayanan terhadap konsumen,

4) Daya dukung kawasan,

5) Pengembangan produk kebudayaan yang dianggap unik atau istimewa, 6) Kenyamanan dan keamanan,

7) Dukungan dan keterlibatan masyarakat setempat,

8) Kemampuan dan komitmen pengelolaannya. Untuk membuat wisata budaya bertahan dalam jangka waktu lama, dibutuhkan investasi dalam bentuk waktu, energi dan uang yang tidak sedikit.

Dalam hal ini terdapat tiga (3) jenis bentuk kerja sama atau sistem paket dalam memasarkan produk budaya yaitu,

1) Bentuk kerja sama atau paket antar produk budaya,

2) Bentuk kerja sama melibatkan produk budaya dari jenis yang berbeda, 3) Bentuk kerja sama sistem paket antar produk budaya dan non budaya.