• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah kemiskinan di perkotaan umumnya lebih disebabkan oleh masalah ketidakberdayaan sosial (social impowerment) masyarakat menghadapi sistem pembangunan ekonomi yang dikembangkan selama ini. Dalam sistem yang berkembang selama ini, masyarakat lapisan bawah, termasuk di perkotaan cenderung dimarjinalisasikan, baik dengan pembatasan akses ke berbagai sistem sumber ekonomi maupun peluang mengembangkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam komunitas. Karenanya langkah awal yang penting dalam menyusun program penmbangunan adalah melalui pengenalan yang mendalam terhadap kondisi komunitas yang dijadikan target pembangunan itu sendiri.

Salah satu kegiatan penting dalam mengenali komunitas adalah dengan melakukan analisa dan evaluasi terhadap program/proyek pengembangan masyarakat yang dikembangkan dalam masyarakat tersebut. Melalui evaluasi program/ proyek pengembangan, berbagai aspek yang terkait dengan kondisi komunitas lebih mudah digali karena di dalam program/ proyek telah terbentuk pola interaksi sosial yang relatif permanen dan komprehensif. Evaluasi terhadap program/proyek pengembangan masyarakat lebih mungkin memberikan gambaran tentang kondisi komunitas yang telah menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik ditinjau dari struktur masyarakat, sistem sosial, kelembagaan maupun aktivitas pengembangan itu sendiri.

Atas dasar pertimbangan itu, terkait dengan kajian pengembangan masyarakat yang dilakukan di Kelurahan Binong, maka dari beberapa program atau kegiatan pengembangan masyarakat yang telah dan sedang dilaksanakan di Kelurahan Binong, penulis menilai bahwa Program penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Program Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat melalui Posyandu cukup memenuhi syarat untuk dijadikan sasaran analisa dan evaluasi yang dapat menggambarkan beberapa aspek kehidupan masyarakat.

5.1. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) 5.1.1. Deskripsi Kegiatan

Program Penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP) merupakan suatu program tanggap darurat yang bersifat reaktif terhadap fenomena kemiskinan yang merebak, khususnya di perkotaan. Konsepnya dikembangkan melalui pendekatan konflik atas dasar asumsi bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam struktur komunitas masyarakat perkotaan. Sehingga untuk menciptakan keadilan dalam komunitas yang demikian harus dilakukan dengan melakukan perubahan pada struktur komunitas itu sendiri. Selain itu pandangan bahwa kemiskinan di perkotaan mengandung resiko tinggi bagi kegagalan program pembangunan secara nasional menjadi salah satu pertimbangan diterapkannya konsep ini.

Penerapan program ini selain ditujukan untuk memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat diberbagai negara, terutama kelompok negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia yang hancur setelah diterpa krisis moneter sejak tahun 1997, juga dimaksudkan untuk mencari jawaban atas kegagalan program-program pengentasan kemiskinan yang pernah dikembangkan sebelumnya. Guna merealisasikan hal tersebut, ideologi pengembangan program ini dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan (empowerment) terhadap usaha ekonomi, baik secara individu maupun kelompok. Pendekatan pemberdayaan yang dilakukan lebih diarahkan pada upaya pengembangan usaha ekonomi produktif yang berkembang dimasyarakat dan mempersiapkan struktur dan infrastruktur ekonomi yang kuat sebagai pondasi untuk menghadapi era pasar bebas.

Guna menciptakan kemandirian masyarakat, pemberdayaan yang dilakukan dikembangkan melalui metode partisipatif dimana masyarakat menjadi aktor sentral dalam pengelolaan seluruh kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pemeliharaan. Melalui metode ini diharapkan kegiatan ekonomi yang dikembangkan memiliki akar yang kuat dan dapat memberikan kontribusi bagi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Upaya ini dilakukan melalui penguatan aspek-aspek modal sosial seperti kelembagaan, kependudukan dan struktur komunitas. Penguatan ini diharapkan mampu mempertemukan

39

kembali kekuatan modal sosial tersebut untuk dikembangkan sebagai pendukung dalam menciptakan peluang dan kesempatan yang sama bagi masyarakat dalam mengembangkan berbagai aktivitas ekonomi, dimana peluang dan kesempatan tersebut sedemikian rupa dapat diperoleh masyarakat sampai pada tingkat masyarakat lapisan paling bawah.

Secara konseptual, sebagaimana yang dituangkan dalam panduan pelaksanaan program P2KP, aspek modal sosial yang menjadi fokus pengembangan adalah aspek kelembagaan. Hal ini tampak dari prosedur penyaluran bantuan yang telah ditentukan dimana pengucuran dana bantuan hanya dapat dilakukan melalui kelembagaan yang ada dalam komunitas. Namun dengan asumsi pihak pengelola program bahwa kelembagaan yang ada dalam masyarakat belum memliki struktur dan dasar-dasar ikatan yang kuat, maka untuk memperlancar pelaksanaan program, pihak pengelola mengintroduksikan kelembagaan kedalam komunitas sasaran dalam bentuk Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).

Implementasi pengembangan kelembagaan secara partisipatif dalam pelaksanaan P2KP di Kelurahan Binong terjadi dalam proses pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Setelah proses sosialisasi yang dilaksanakan melalui kegiatan lokakarya tingkat Kabupaten sampai ke tingkat kelurahan yang telah dilaksanakan pada tahap awal penerapan P2KP, selanjutnya dilakukan rembug kesiapan masyarakat yang difasilitasi oleh fasilitator kelurahan. Kegiatan ini ditujukan untuk mengidentifikasi potensi sosial dan ekonomi yang ada dalam masyarakat dan mempersiapkan proses pelembagaan. Dalam kegiatan ini masyarakat diarahkan agar memahami maksud dan tujuan serta manfaat pembentukan kelembagaan sosial dalam masyarakat.

Sebagai wujud kelembagaan yang dikembangkan dalam pelaksanaan P2KP, Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) merupakan suatu wadah yang selain dimaksudkan bagi upaya penguatan modal sosial, juga sebagai sarana untuk mempermudah masyarakat

dalam mengajukan permohonan bantuan. Sesuai dengan buku pedoman pelaksanaan P2KP, pengajuan bantuan harus dilakukan melalui mekanisme kelompok, dimana dalam menyusun proposal permohonan bantuan KSM dibantu atau difasilitasi oleh petugas dari pengelola program P2KP. Dalam pembentukannya, proses pembentukan kelompok sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat, artinya masyarakat memliki kewenangan baik dalam menentukan keanggotaan maupun jenis usaha yang dikembangkan. Untuk mempermudah pemantauan dan registrasi, kelompok-kelompok ini dikelompok-kelompokkan kedalam 2 (dua) kategori kelompok-kelompok kegiatan, yaitu KSM fisik dan usaha ekonomi. Kelompok fisik ditujukan untuk memyediakan sarana dan prasarana baik berupa fasilitas sosial maupun fasilitas penunjang kegiatan ekonomi guna mendukung upaya memperkuat struktur sosial masyarakat. Sementara kelompok ekonomi lebih diarahkan pada upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengembangkan aktivitas-aktivitas ekonomi yang berkembang dimasyarakat.

Pengelompokan usaha ekonomi didasarkan pada kelompok usaha sejenis dan kelompok usaha serumpun. Kelompok usaha sejenis yang dimaksud adalah kelompok usaha yang memliki jenis usaha yang sama, misalnya pengrajin rajutan, pedagang pakaian dsb. Sementara kelompok usaha serumpun yaitu kelompok usaha yang memiliki keterkaitan satu sama lain seperti usaha pengrajin rajutan dengan penjual benang, pengusaha lingking, dst. Dari hasi observasi, di Kelurahan, ditemukan beberapa kelompok usaha ekonomi yang dikembangkan masyarakat, diantaranya pedagang klontongan, warung kecil, warung nasi, pedagang bakso, pedagang beras, bengkel las pedagang gorengan, penjual awug, dsb.. Khusus untuk KSM ekonomi karena ini sifatnya dana bergulir maka untuk menghindari kemungkinan terjadinya kemacetan dalam proses pengembalian maka diberlakukan sistem "tanggung renteng" oleh anggota kelompok.

Pada tahap awal program, yaitu bulan Juli 2000, pengajuan dana P2KP dilakukan melalui KSM-KSM yang telah terbentuk. Persetujuan atas pengajuan tersebut ditentukan atas pertimbangan

41

dan persetujuan; fasilitator kelurahan. Selanjutnya proposal yang diajukan dibahas bersama oleh Konsultan Manajemen Wilayah yang mengelola P2KP di wilayah kerja Kecamatan Batununggal, penanggung jawab operasional kegiatan (PJOK) yang. Untuk kegiatan P2KP di Kelurahan Binong yang ditunjuk selaku penanggung jawab operasional kegiatan (PJOK) adalah Kasie Perekonomian Kecamatan Batununggal, sedangkan Konsultan Manajemen Wilayah adalah Universitas Winaya Mukti.

Pada tahapan selanjutnya, persetujuan ini diputuskan oleh suatu kelembagaan yang dibentuk dari komponen-komponen masyarakat, yaitu Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Kelembagaan ini khusus dibentuk selain sebagai refleksi kemandirian masyarakat dalam mengorganisasikan diri, juga untuk mengantisipasi berakhirnya kontrak kerja dengan pihak NGO. 5.1.2. Penerapan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

(P2KP) di Kelurahan Binong Kota Bandung

Dari hasil pemetaan kelompok-kelompok keswadayaan yang ada di Kelurahan Binong, kelompok partisipan kegiatan yang masih terlibat secara aktif dalam P2KP sampai dengan saat praktek lapangan dilakukan, tercatat 124 kelompok yang terdiri dari 344 KK (Kepala Keluarga). Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan masyarakat, flatfrom pinjaman awal ditentukan maksimal sebesar 1.000.000,- rupiah atau disesuaikan dengan volume jenis usahanya. Namun pada tahap berikutnya, flatform pinjaman ini bervariasi sesuai dengan prestasi yang telah dicapai KSM yang bersangkutan. KSM yang dinilai berhasil dapat diberikan pinjaman yang lebih besar dari flatform yang ditentukan dan sebaliknya bagi yang dinilai gagal tidak akan diberikan lagi bantuan.

Sesuai dengan kondisi sosial masyarakatnya yang beragam, maka aktivitas ekonomi yang dikembangkan oleh masyarakat di Kelurahan Binong juga beragam. Namun diantara berbagai aktivitas tersebut, yang paling menonjol dan memiliki potensi dan kapasitas daya saing yang memadai adalah usaha kerajinan rajutan yang sampai dengan praktek lapangan ini dilaksanakan tercatat digeluti oleh 185 KK. Karena potensi dan kapasitasnya dalam meningkatkan

kesejahteraan penduduknya, usaha ini dijadikan salah satu sasaran atau target utama pengembangan program P2KP di Kelurahan Binong.

Berdasarkan hasil rekapitulasi penyaluran dana bantuan (bergulir) yang ada, 54,57 % atau senilai Rp. 136.419.209,- dari total Rp. 250 juta dana P2KP di Kelurahan Binong, diserap oleh sektor usaha ekonomis produktif masyarakat yang bergerak dibidang rajutan. Kondisi ini menjelaskan bahwa program P2KP menjadikan sektor usaha yang memiliki potensi pasar yang besar sebagai prioritas pengembangan. Hal ini dilakukan selain atas dasar pertimbangan kapasitas daya saing (competitive Advantage) komuditas usaha dan pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam jenis usaha tersebut, juga dilakukan atas dasar pertimbangan keberlanjutan (sustainability), baik usaha itu sendiri maupun perputaran dana program P2KP.

Mengingat keterbatasan waktu, evaluasi dan analisa manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program P2KP dilingkungan Kelurahan Binong ini, khususnya secara ekonomi cukup sulit dikalkulasikan. Namun secara sosial, program ini banyak memberikan keuntungan bagi masyarakat, baik yang terlibat dalam program secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung terfihat dari semakin miningkatnya kapasitas produksi KSM-KSM yang telah memanfaatkan dana bantuan. Sementara manfaat tidak langsung terlihat dari meningkatnya daya tampung KSM-KSM terhadap tenaga kerja yang tesedia di Kelurahan Binong.

Sampai saat ini, Program P2KP di Kelurahan Binong ini telah berjalan selam kurang lebih 5 Tahun. Secara praktis, sudah banyak kemajuan yang telah dicapai. Namun demikian masih terdapat beberapa kendala yang kiranya masih membutuhkan perhatian untuk perbaikan dimasa yang akan datang, yang paling krusial adalah terkait dengan pengelolaan dan nominal anggaran yang disediakan. Sebagai program yang dirancang untuk jangka waktu yang cukup panjang, bahkan karena sifatnya sebagai dana bergulir, diharapkan program ini dapat terus berlangsung selama masyarakat masih membutuhkannya.

Pada tahap awal program, dana yang dialokasikan untuk P2KP di Kelurahan Binong adalah sebesar Rp. 250.000.000,-. Dari jumlah tersebut, dana yang benar-benar turun ke masyarakat, dalam arti

43

dimanfaatkan langsung oleh masyarakat, hanya sebesar Rp. 211.601.758,-. Sebesar Rp. 13.000.000, dimanfaatkan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana fisik, sisanya sebesar Rp. 198.601.758,- disalurkan kepada masyarakat berupa dana bergulir. Dalam perkembangannya, dana bergulir yang dikelola tersebut, sampai dengan saat ini telah berkembang menjadi Rp. 203.372.650,-. Namun bila ditinjau dari sudut pandang ekonomi, pertumbuhan modal ini termasuk sangat lambat jika dibandingkan periode waktu pelaksanaan program.

Menurut penjelasan Ketua BKM, yaitu sebuah kelembagaan yang dibentuk untuk mengelola dana P2KP setelah berakhirnya kerjasama dengan pihak NGO dan KMW, (Bapak Doelsani), sisa dana yang tidak terserap tersebut, yaitu sebesar Rp. 38.398.242,- terserap untuk kepentingan honorarium fasilitator dan biaya pelatihan kader-kader KSM. Sementara itu pertumbuhan modal P2KP yang hanya sebesar Rp. 4.770.892,- terjadi karena jasa yang diterima harus disisihkan untuk biaya honoronium pengurus BKM. Perlu diketahui bahwa bagi setiap KSM yang memanfaatkan dana P2KP dikenakan jasa sebesar 1,5 % perbulan.

Mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut, maka disarankan, untuk pengembangan program dimasa yang akan datang, agar : a. Program dapat mengalokasikan dana khusus untuk biaya

pengelolaan program sehingga perkembangan dan pertumbuhan modal P2KP tidak terganggu.

b. Pihak pengelola dapat mempertimbangkan agar besar jasa yang harus dikembalikan oleh KSM kurang dari besar jasa yang berlaku dilembagalembaga keuangan komersial.

c. Pihak pengelola senantiasa melakukan pemantauan terhadap pemanfaatan dana yang diberikan dan perkembangan usaha KSM, baik yang telah memperoleh bantuan ataupun belum. 5.1.3. Pengembangan Ekonomi Lokal

Pada tahap awal sosialisasi P2KP di Kelurahan Binong dilakukan dengan pendekatan secara formal dan informal oleh fasilitator Kelurahan yang merupakan perangkat di lapangan dari Konsultan Manajemen Wilayah. Mereka betugas memberikan

penjelasan mengenai tujuan P2KP dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpartisapasi dalam kegiatan pengentasan kemiskinan yang akan dilakukan. Sosialisasi ini juga melibatkan PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan) masing-masing Kecamatan, perangkat Kelurahan, tokoh masyarakat dan warga masyarakat lainnya. Dalam sosialisasi P2KP tercakup pula pola pelaksanaan, pemanfaatan dan penyusunan rencana tindak lanjut. Setelah kegiatan bantuan turun pada Februari tahun 2000 segera dibentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pembentukan KSM dalam program P2KP dilakukan melalui pendekatan partisipatif. Artinya disini masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk kelompok-kelompak atas dasar pertimbangan dan pemikiran mereka sendiri. Pihak pengelola P2KP hanya memfasilitasi yang dilakukan secara bertahap mulai dari proses sosialisasi, lokakarya sampai dengan pendampingan teknik dalam rembug kesiapan masyarakat dan penyusunan proposal kegiatan.

Mekanisme penyaluran dana bantuan P2KP dilakukan melalui KSM yang dibentuk oleh masyarakat. Kelompok-kelompok ini dibentuk melalui pendekatan komunitas spasial yang memiliki aktivitas ekonomi yang sejenis.

5.1.4. Kebijakan dan Perencanaan Sosial

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan merupakan program yang dihasilkan oleh agen pembangunan yang berasal dari luar komunitas (World Bank, Pemerintah dan NGO). Hampir semua metode maupun teknik pengembangan yang digunakan merupakan kreasi pihak agen pembangunan. Jadi dapat disimpulkan bahwa program P2KP merupakan suatu produk kebijakan. Namun dalam kaitannya dengan pelaksanaan P2KP di Kelurahan Binong, dalam prakteknya P2KP tetap berdiri dalam koridor prinsip-prinsip pengembangan.

Secara umum, proses penyusunan kebijakan P2KP dilaksanakan melalui pendekatan konflik yang dilandasi asumsi bahwa terdapat ketidak-adilan dalam struktur yang ada dalam komunitas, dimana dalam kehidupan komunitas masyarakat di

45

Kelurahan Binong, ketidak-adilan tersebut digambarkan sebagai hambatan-hambatan dalam mengakses modal dan pasar yang terkait dengan ketatnya regulasi yang berlaku dalam lembaga-lembaga keuangan dan institusi pemerintah.

Ditinjau dari kerangka pembangunan Nasional, khususnya dibidang kesejahteraan sosial, kegiatan-kegiatan yang dikembangkan dalam P2KP diarahkan untuk menterjemahkan aspek pengembangan melalui pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia. Aspek pengembangan merupakan aspek utama yang menjadi sasaran Hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan prasarana fisik dan peningkatan kapasitas dan daya saing sumber daya manusia dalam komunitas.

Proses perencanaan dan penyusunan Kebijakan P2KP dilakukan melalui langkah dan tahapan perencanaan yang sangat panjang namun tetap mengacu pada pendekatan partisipatif. Langkah-langkah yang dimaksud, antara lain :

a. Lokakarya tingkat Kabupaten b. Lokakarya tingkat Kecamatan c. Rembug kesiapan masyarakat d. Pelatihan Kader

e. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discusion) refleksi kemiskinan.

f. Pemetaan swadaya

g. Perumusan program jangka menengah program penanggulangan kemiskinan. (PJM-Pronangkis)

h. Pembentukan KSM i. Pencairan dana P2KP

Begitu juga dalam pemilihan pimpinan kolektif, dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :

a. Rembug warga tingkat RT b. Rembug warga tingkat RW. c. Rembug warga tingkat Kelurahan.

Mengikuti proses perjalanannya yang sangat panjang, yaitu mulai tahun 1999 - lokakarya di tingkat Kabupaten dan tahun 2000 - lokakarya di tingkat Kecamatan. Kemudian mulai Februari 2000, proses sosialisasi program dilakukan di Kelurahan Binong, walaupun berlangsung dengan baik, pelaksanaan kegiatan ini dihadapkan oleh kendala klasik tersendiri. Kendala ini terkait

dengan pandangan masyarakat, khususnya yang akan menjadi target/kelompok sasaran. Berdasarkan pengalaman yang sering mereka alami, label “program” cenderung berkonotasi pada "dana" sehingga mereka mengabaikan masalah proses yang harus dijalani untuk memperolehnya. Hal ini tentu memerlukan ketabahan dan kerja ekstra dari para pimpinan kolektif untuk membangun kesadaran dan pengorganisasian masyarakat.

5.2. Program Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Melalui Posyandu 5.2.1. Deskripsi Kegiatan

Kegiatan Posyandu merupakan bagian dan program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Usaha ini bersifat lintas Departemen. Komposisi Tim Pengelola UPGK Tingkat Pusat diantaranya : Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri, BKKBN, Departemen Pendidikan dan Tim Penggerak PKK. Penyelenggaraan kegiatan Posyandu di Kelurahan Binong di fasilitasi oleh Puskesmas Pembantu Kelurahan Binong melalui kader-kader yang telah dilatih.

Sumber pembiayaan pada proses awalnya berasal dari dana APBN yang dialokasikan melalui anggaran Departemen Kesehatan dalam bentuk peralatan untuk keperluan KB, peralatan kontrasepsi, obat-obatan untuk keperluan pelayanan ibu hamil, ibu menyusui dan Balita sejak tahun 70-an serta merupakan program pemerintahan era Orde Baru. Sedangkan untuk pelaksanaan di tingkat Desa/ Kelurahan tidak ada alokasi dana khusus. Penyelenggaraannya dilakukan dengan melalui proses pemberdayaan masyarakat dan keluarga dengan bertumpu pada pengembangan kemampuan kader. Golongan partisipan kegiatan ini antara lain: tokoh masyarakat, tokoh agama, tim penggerak PKK, tutor dari Diknas, petugas pertanian, PLKB, petugas RT/RW, Kepala Kelurahan, Bidan Kelurahan dan kader Posyandu itu sendiri.

Kelompok sasaran kegiatan Posyandu adalah Balita, Ibu hamil dan pasangan usia subur. Karena berbagai keterbatasan, dalam kegiatan Praktek Lapangan II ini praktikan hanya memfokuskan pada salah satu kegiatan Posyandu, yaitu Posyandu di RW 03. Jumlah penduduk di RW 03 : 3.158 jiwa atau 23,44% dari total

47

penduduk Kelurahan Binong. Dengan komposisi 1.489 orang laki-laki dan 1.669 orang perempuan.

Merujuk pada penjelasan pihak Puskesmas Kelurahan Binong dan Koordinator Posyandu Kelurahan Binong kami mencoba melakukan penelusuran untuk memperoleh gambaran mengenai hal ini. Selama kurun waktu 1995-1999 khususnya pada tahun terakhir banyak sekali perubahan yang terjadi. Dampak krisis ekonomi sangat nyata dirasakan terhadap penurunan status gizi masyarakat, khususnya pada golongan rawan yaitu balita dan ibu hamil.

Kasus gizi buruk bermunculan hampir di semua wilayah tidak terkecuali di Kelurahan Binong. Hal tersebut disebabkan terjadinya penurunan daya beli, sehingga keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi bagi seluruh anggota keluarganya. Terkait dengan masalah tersebut perhatian terhadap kegiatan KB menurun. Menurunnya animo keluarga untuk ber-KB ini pun ada hubungannya dengan perubahan sistem yang diterapkan yaitu KB mandiri. Artinya pada waktu sebelumnya alat kontrasepsi KB diberikan secara cuma-cuma namun pada kurun waktu belakangan ini dikenakan biaya. Tidak hanya itu saja, kegiatan pemantauan pertumbuhan, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan dasar di Posyandu pun mengalami penurunan pada saat itu.

Untuk mengantisipasi bertambah buruknya kondisi gizi masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 8 Tahun 1999 tentang Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi. Gerakan Nasional ini bertujuan menggali berbagai potensi yang ada pada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat keluarga dan peduli pada anggota keluarga yang mengalami gizi buruk. Gerakan Masyarakat Peduli ASI merupakan bagian tak terpisahkan dari Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi.

Pemberdayaan keluarga melalui penguatan usaha perbaikan gizi ke!uarga (UPGK) dan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan Posyandu merupakan strategi utama dalam Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi. Salah satu bentuk operasional yang sangat Layak untuk dilaksanakan pada

saat itu adalah dengan segera melakukan pelatihan dan penyegaran kader Posyandu: Melalui kader inilah tumpuan utama pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan keluarga. 5.2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal

Usaha perbaikan gizi keluarga yang dikembangkan Posyandu Kenanga I termasuk aktivitas ekonomi. Dalam hal ini bagaimana keluarga mengembangkan strategi nafkah ganda untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sekaligus untuk mempebaiki gizi seluruh keluarga. UPGK juga merupakan bagian dari pembangunan yang diarahkan pada upaya pencapaian keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Aktivitas ekonomi yang dilakukan antara lain memanfaatkan lahan masyarakat yang tidak terpakai, baik untuk tanaman, ternak maupun ikan yang dapat menghasilkan pangan untuk dikonsumsi seluruh keluarga. Jenis kegiatan yang diupayakan biasanya tidak terlepas dari apa yang selama ini telah menjadi pengetahuan lokal dan dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat.

Kegiatan pokok UPGK adalah : a. Penyuluhan gizi masyarakat.

b. Pemanfaatan pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga. c. Pelayanan gizi di Posyandu

Tujuan UPGK, yaitu :

a. Mengupayakan perbaikan gizi keluarga. Hasil yang ingin dicapai melalui kegiatan ini: 1) Setiap Balita naik berat badannya;

2) Tidak ada Balita yang menderita kekurangan energi dan protein (KEP).

3) Tidak ada ibu hamil yang menderita anemia;

4) Tidak ada lagi bayi menderita kretin atau gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY);

5) Tidak ada penderita kekurangan vitamin A;

6) Tidak ada lagi wanita usia subur yang menderita kekurangan energi kronik (KEK)

49

c. Menggalang partisipasi masyarakat dalam upaya pemerataan kegiatan.

Sasaran utama UPGK, antara lain : a. Wanita usia subur

b. Ibu menyusui

c. Ibu yang memiliki Balita

Sedangkan aktivitas kader dalam UPGK di luar Posyandu, diantaranya:

a. Melaksanakan kunjungan rumah. Sasaran kunjungan rumah adalah : ibu yang anak Balitanya selama 2 bulan berturut-turut tidak hadir di Posyandu; ibu yang anak Balitanya dibawa ke Puskesmas karena 2 bulan berturut-turut timbangannya tidak naik/ dibawah garis merah KMS atau sakit.

b. Menggerakan masyarakat untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan UPGK.

c. Memanfaatkan pekaranganuntuk meningkatkan gizi keluarga. d. Membantu petugas dalam pendaftaran, penyuluhan dan

peragaan keterampilan.