• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Kegiatan Fokus Group Disccusion (FGD) PEMBERDAYAAN PENGRAJIN RAJUTAN

MELALUI PENGUATAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM) BAGI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT

1. Hari/ tanggal : Selasa, 21 April 2009 2. Tempat : Aula Binong

3. Waktu : 13.00– 16.20 Wib. 4. Jumlah Peserta : 23 orang

5. Unsur Peserta : a. Aparat Kelurahan Binong b. KSM Pengrajin Rajutan

c. KSM UKM (Pedagang Sandang Musiman) d. KSM UKM (Pedagang Makanan Kecil) e. Pengurus P2KP/ PNPM Mandiri g. Tokoh Masyarakat (Ketua RW) h. Tokoh Masyarakat (Anggota DPK)

i. Akademisi (Mhs. Program Pascasarjana ITB)

Persiapan :

Untuk kepanitiaan pelaksanaan kegiatan ini, selain berkoordinasi dengan pihak kelurahan, penulis juga bekerjasama dengan ibu-ibu pengurus Program PNPM Mandiri. Sebelum acara dilaksanakan, bersamaan dengan mengisi daftar hadir yang telah disediakan, kepada para peserta penulis juga membagikan resume hasil penelitian yang telah diperoleh (terlampir). Materi yang disampaikan terkait dengan latar belakang penelitian dan simpulan hasil penelitian, khususnya terkait dengan permasalahan, dampak dan penyebab terjadinya masalah.

Pelaksanaan :

Acara di buka oleh Kasie Ekbang Kelurahan Binong, yaitu Bp. Andhi yang mewakili Bapak Lurah yang kebetulan pada saat pelaksanaan tidak dapat hadir karena harus menghadiri Rapat Koordinasi Palang Merah Indonesia (PMI) di Kantor Kecamatan Batununggal Kota Bandung.

Dalam pengantar pembukaan, selain menjelaskan maksud dan tujuan penyelenggaraan secara umum, bapak Andhi juga menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan FGD tersebut terkait dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis sebelumnya. Dalam kesempatan tersebut disampaikan juga harapan pihak pemerintahan setempat bahwa hasil penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi pengembangan usaha ekonomis produktif di Kelurahan Binong, khususnya dalam bidang usaha rajutan.

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xviii

menyampaikan maksud dan tujuan diselenggarakanya kegiatan Focus Group Disscusion (FGD). Sebelum memulai diskusi, penulis mengajak para peserta untuk menyepakati tentang interval waktu pelaksanaan pertemuan dan mekanisme pembahasan topik-topik yang muncul. Penulis juga menjelaskan arah dan tujuan akhir dari diskusi tersebut, yaitu untuk mencari solusi bagi permasalahan yang terjadi pada KSM “Damar Suci” khususnya dalam pengelolaan dana P2KP bagi upaya pengembangan aktivitas ekonomi masyarakat yang lebih luas sehingga dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat di Kelurahan Binong.

Dalam kesempatan tersebut penulis juga sampaikan bahwa apa yang akan dibicarakan / didiskusikan merupakan simpulan sementara dari hasil pengamatan, observasi dan wawancara yang telah dilaksanakan sekitar tahun 2005/ 2006 yang lalu. Penulis menjelaskan bahwa simpulan tersebut diperoleh dari hasil beberapa kali wawancara dengan pengelola P2KP, pengurus BKM, warga masyarakat dan anggota KSM “Damar Suci” secara terpisah. Dijelaskan pula bahwa dalam wawancara tersebut penulis mencoba menggali informasi mengenai keadaan masyarakat di Kelurahan Binong secara umum dan aktivitas ekonomi yang dikembangkan masyarakat. Dalam kesempatan tersebut, penulis juga menyampaikan kondisi umum yang diperoleh terkait dengan potensi dan permasalahan yang teridentifikasi di kelurahan Binong, yaitu antara lain :

1. Potensi

a. Tenaga kerja, di Kelurahan Binong terdapat sedikitnya 10.000 penduduk usia kerja, 6000 diantaranya belum memiliki pekerjaan tetap..

b. Sistem pemasaran yang mudah dijangkau, Kelurahan Binong berada di pusat Kota Bandung, utamanya dekat dengan Pasar Tradisional Kiara Condong, Bandung Super Mall, dan Plaza Kiara Condong serata Pasar Baru yang merupakan salah satu sentra perdagangan pakaian terbesar di Kota Bandung.

c. Pengalaman mengelola Industri Rajutan yang sudah cukup lama (sejak 1974).

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xix

2. Permasalahan.

a. Rendahnya tingkat pendidikan, baik pelaku pengrajin rajutan maupun penduduk yang masih menganggur.

b. Kurangnya pengetahuan para pengrajin dalam mengelola usaha.

c. Belum adanya upaya pengembangan model ataupun desain hasil produksi.

d. Tidak adanya sistem jaringan dalam pemasaran.

e. Keterikatan para pengrajin kepada pemasok barang baku tertentu.

f. Kurangnya perhatian pemerintah/ instansi terkait khususnya yang membidangi sektor permodalan, pemasaran, pengembangan usaha dan pengembangan sumber daya manusia.

g. Pengelolaan Kelompok (KSM) yang masih bersifat tradisional, belum ada pengurus, tidak ada aktivitas pertemuan rutin.

h. Manajemen kelompok (KSM) masih bersifat diskriminatif.

Untuk melengkapi data dan informasi yang telah penulis peroleh, pada pertemuan tersebut, penulis mengajak para peserta untuk secara bersama-sama mengenali dan menggali potensi dan permasalahan yang yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Binong, khususnya terkait dengan aktivitas ekonomi yang dikembangkan, menurut versi dan cara pandang mereka sendiri. Hal ini dimaksudkan agar penulis dapat memperoleh data pembanding yang lebih objektif.

Setelah menjelaskan hal-hal umum tersebut, selain menjelaskan topik diskusi, penulis juga menjelaskan hal-hal berikut :

1. Bahwa yang menjadi fokus pembahasan adalah terkait dengan pengelolaan dana bantuan dari Program P2KP.

2. Kelompok Swadaya Mandiri (KSM) dapat mengembangkan modal usahanya dan mampu mengembangkan kreativitas anggotanya.

3. Bahwa pertemuan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasikan dan mencarikan solusi dari permasalahan yang terdapat dalam KSM berbasis masyarakat.

Melanjutkan penjelasan diatas, penulis juga menyampaikan kondisi yang lebih mendetail yang terjadi pada KSM-KSM yang penulis amati. Salah satunya adalah terkait dengan komentar hasil wawancara yang penulis peroleh dari beberapa anggota KSM yang menyatakan bahwa mereka tidak diperlakukan

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xx

diawal dapat dilihat dari fakta-fakta, antara lain :

1. Belum adanya/ paling tidak belum nampak peningkatan kualitas dan kualitas ekonomi anggota dalam KSM dan masyarakat secara umum.

2. Aktivitas yang dilakukan secara berkelompok (working in Group) semakin berkurang.

3. Revolving dana P2KP menjadi terhambat.

Atas kondisi tersebut, penulis memberikan pertanyaan-pertanyaan guna mendapatkan masukan dari masyarakat yaitu :

1. Mengapa kondisi tersebut terjadi dalam KSM ?

2. Bagaimana pengelolaan da a bantuan P2KP dalam KSM? 3. Bagaimana kelompok dibentuk

4. Apa upaya yang dilakukan kelompok dalam mengingkatkan/ membuka dengan hubungan dengan pihak luar?

Menanggapi penjelasan mengenai gambaran kondisi yang penulis peroleh dari hasil penelitian, salah seorang peserta, yaitu Bapak Swd yang juga merupakan Ketua KSM “Damar Suci” mengakui bahwa dalam proses pengembalian dana bantuan dari Program P2KP banyak terjadi kemacetan, termasuk dalam kelompoknya sendiri. Namun kondisi tersebut menurutnya, pembentukan Kelompok (KSM) yang dilakukan oleh masyarakat dalam program P2KP tidak lebih hanya sebagai alat/ sarana untuk mendapatkan pinjaman. Sementara kelompoknya sendiri tidak memiliki suatu ikatan kerjasama khusus dalam berproduksi, sebagaimana yang penjelasannya berikut :

“Sebetulnya saya juga pernah pernah meminta kepada ketua BPM Kelurahan Binong , yang pada saat itu terjadi kemacetan, dan alhamdulillah untuk saat ini kita bisa mencicil. Kenapa program P2KP hampir di seluruh Indonesia terjadi kemacetan.. karena disini KSM sebagai kreditur saja.. jadi KSM hanya sebagai fasilitator.

Kenapa kemacetan itu terjadi ?. Menurut bapak Swd kondisi tersebut terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Pemanfaatan dan Pengelolaan dana bantuan yang tidak direncanakan dengan baik. Bantuan cenderung digunakan untuk menambah asset, bukan untuk biaya operasional yang lebih penting dalam mempertahankan produktivitas usaha.

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xxi

2. Mekanisme pengembalian pinjaman dana P2KP yang menggunakan sistem angsuran dinilai tidak tepat diterapkan dalam sektor industri rajutan yang tingkat cash flownya tinggi.

3. Jangka waktu pengembalian pinjaman yang diterapkan dalam P2KP terlalu pendek sementara cash flow dana dalam industri rajutan sangat cepat.

4. Adanya pandangan bahwa program-program pemberdayaan yang dikembangkan pemerintah adalah bantuan hibah yang tidak menuntut pengembalian. Dengan Main frame demikian, masyarakat cenderung menggunakan bantuan yang diterima untuk menambah aset tanpa memperhitungkan biaya operasional.

5. Tidak seimbangnya perencanaan aspek produksi dan pemasaran.

Namun, permasalahan yang disampaikan oleh Bp. Swd tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Sebab menurut pandangan umum, kondisi tersebut sifatnya sangat kasuistis, sehingga tidak dapat digeneralisir. Kondisi tersebut tidak terjadi dalam KSM lainnya. Beberapa KSM yang bergerak dalam bidang usaha ekonomis non rajutan, merasa bahwa bantuan yang diperoleh melalui program P2KP besar sekali manfaatnya dalam membantu penambahan pendapatan rumah tangga para anggotanya. Salah satu KSM yang merasa telah memperoleh manfaat yang nyata dari bantuan P2KP ini adalah KSM pemasaran komoditas yang sedang In di masyarakat yang terdiri dari beberapa ibu-ibu kelompok PKK dalam kesempatan tersebut, Ketuanya, yaitu ibu Een menyampaikan sebagai berikut :

“.. bapak nggak salah... maaf pak.. kan KSM itu karekaternya berbeda-beda.. kalau bagi saya.. sayakan dengan ibu- ibu PKK , KSM itu sangat membantu untuk ibu-ibu PKK - betul bu.. – memang saya nggak pengalaman di rajut.., tapi nggak salahkan kalau ikut-ikutan ..nggak tau gimana .itunya.. yah..., sudah dipikirin.. bukan saya sendiri nggak terjun langsung.., saya Cuma ngasih modal.. Cuma terima laporannya.. suruh kirim.., kirim-kirim.. tapi disana tidak diterima.., baning harga .., tetap tidak diterima..”

Adanya pandangan lain dari konsep permasalahan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa permasalahan yang digambarkan diatas hanya terjadi dalam KSM-KSM yang bergerak dalam usaha industri rajutan. Hal ini mungkin selain disebabkan oleh kebutuhan akan faktor modal yang cenderung lebih besar, dapat juga disebabkan karena lemahnya ikatan sosial diantara para anggota yang terlibat, sehingga sulit menciptakan rasa saling percaya (trust) diantara mereka.

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xxii

meyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Karena menurut penulis, apabila permasalahan tersebut tidak segera dituntaskan, selain menghambat perkembangan industri rajutan di Kelurahan Binong yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat, khususnya disekitar wilayah Kota Bandung, juga dapat menghambat upaya penentasan kemiskinan melalui P2KP di Kelurahan Binong karena berkurangnya dana bantuan yang dapat disalurkan ke masyarakat yang bergerak dalam sektor usaha ekonomis produktif lainnya.

Menanggapi hal tersebut, Bapak Swd berpadangan bahwa dengan kemauan yang kuat dari kalangan pengrajin rajutan dan dukungan dari elemen masyarakat yang terkait, kondisi-kondisi tersebut bukan tidak mungkin di rubah, walaupun perubahan yang dibutuhkan sangat mendasar sekali, selama masih dalam lingkaran aktivitas industri rajutan, hal itu patut dicoba. Dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, perubahan tersebut tidak dapat hanya dilakukan oleh para pengrajin yang tergabung dalam KSM saja, melainkan harus melibatkan semua elemen sosial yang terkait dalam industri rajutan itu sendiri. Ia menyebutkan bahwa untuk saat ini upaya yang paling ideal adalah dengan melakukan reorientasi kelompok sebagaimana yang diungkapkannya sebgai berikut :

“ Makanya saya harus realistis saja, semua program pemerintah baik P2KP atau PNPM Mandiri akan bisa beputar dan produktif, apabila si KSM ini mengambil segmennya tidak stastis, tidak diam, tidak feodal, hanya yang tahu yang masuk, kasih pinjaman, sudah! tugasnya selesai. Perlu ada semacam ee.. semacam terobosan.. sudah saja dana itu dipakai untuk marketingnya. Menurut pendapat saya.. sudah saja KSM atau rekan rajut membuat lembaga marketing atau ee..istilahnya KSM dengan pihak rajut membuka agen (penjualan) pakaian ..Jadi permasalahannya kelompok tetap ada..Cuma yang harus dipikirkan adalah bagaimana kelompok itu bisa menjadi.. bukan hanya sebagai gerombolan pengambil dana saja..”

Dengan konsep tersebut, bp. Swd menyarankan agar pengembangan kelompok dapat diarahkan untuk menjadi sebagai agen pemasaran bagi produk-produk rajutan dari para pengrajin. Kelompok tidak perlu dikasih bantuan (uang) untuk modal usaha produktif, baik untuk kebutuhan operasional, penyediaan bahan baku maupun penambahan aset. Kelompok hanya diberikan bantuan dana pada saat terjadi ketidak seimbangan antara produksi yang dihasilkan para pengrajin dengan permintaan pasar. Bantuan dana tersebut digunakan untuk membeli produksi para pengrajin, khususnya pada saat harga dipasar tidak

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xxiii

signifikan. Dengan konsep ini, selain sebagai fasilitator dalam bidang pemasaran, kelompok juga berperan sebagai katalisator yang berperan mempertahankan nilai tawar hasil produksi sehingga tidak merugikan para pengrajin, sebagaimana yang disampaikannya :

“Jadi menurut saya, kalau bantuan 10 juta itu untuk perkelompok 5 orang.. sudah saja 10 juta itu digunakan untuk dana talangan. Kelompok 5 orang itu punya produk apa, beli produknya. Sebelum Tanah Abang (Pembeli) mengirim (membayar) karena masih sepi (pemasaran) .., upah karyawan yang harus dibayar berapa ? 1 juta 1 orang ? talangi dengan dana itu, apa bila tranfer dari jakarta masuk.. simpan lagi .. bunganya perhari.. sesuai kebutuhan. Karena masalah yang tidak bisa dihindari oleh pengusaha rajut binong adalah upah karyawan.. “

Selanjutnya terkait dengan adanya pemikiran tentang reorientasi peran KSM rajutan dari semula sebagai produsen menjadi agen pemasaran, penulis mempertanyakan apakah pemikiran tersebut telah didukung oleh kemampuan anggota KSM dan bagaimana peluangnya dalam meningkatkan akses pemasaran itu sendiri. Apakah KSM telah memiliki taget pasar yang sudah jelas dan bagaimana upaya yang akan dilakukan terkait dengan pengembangan aspek pemasarannya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Bp. Dedi selaku anggota KSM “Damar Suci” menjelaskan bahwa dari sisi kuantitas produksi sudah tidak ada permasalahan, namun disisi pemasaran, sampai saat ini masih terfokus pada satu tempat, yaitu pasar tanah abang di Jakarta. Sebelumnya pernah ada upaya perluasan jaringan pemasaran sampai ke Surabaya, Cirebon dan Bekasi, namun karena pertimbangan biaya pengiriman yang cukup tinggi dan lamanya proses pembayaran, akhirnya para pengrajin lebih fokus pada pasar Tanah Abang.

Nah itu bu.. yang tadi saya bicarakan dengan pa Swd.., kalau kita Main frame otaknya di Binong adalah memperbanyak alat, itu sudah menunjukkan kita produsen rajut.., kenapa tidak jadi pedagang... itu marketing. Kita kalau nego.. apabila order ada.., misalkan lagi rame, di kepalanya (pengrajin) ada uang.. untuk beli mesin..menurut saya itu kesalahan besar .. harusnya Binong itu kaya produk tapi kenapa tidak ada segi marketingnya? Ini mah diperbanyak saja produksi.. akhirnya.. tanah abang (pembeli) meminta dengan harga penekanan (murah).. dijamin..! Akhirnya kita menghadapi dilema persaingan harga yang tidak sehat..” Penjelasan diatas menegaskan bahwa pada dasarnya para pengrajin di kelurahan Binong menyadari potensi ekonomi yang mereka miliki. Namun mereka juga tidak menyembunyikan kekecewaan mereka terhadap fakta adanya para pengrajin yang mereka pandang hanya mengambil kesempatan pada saat pasaran produk rajutan sedang rame saja. Keberadaan para pengrajin seperti ini

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xxiv

potensi yang ada. Hal ini dipertegas oleh pak Dedi yang menambahkan sebagai berikut :

“.. binong itu peluang besar tanah dan keuangan itu kasebutnya memberikan tempat usaha..Cuma yang jadi masalah.. pengrajinnya itu kebanyakan pengrajin ikut-ikutan, karena lihat pa anu berhasil.. ikuuutt.. P2KP dari kelurahan per kelompoknya 5 (lima),.. ikutt.. sudah pasti dijamin.. Makanya PNPN Mandiri nantinya di kelurahan Binong.. sudah saja dipegang oleh KSM.., jangan dibagikan. Kerjasama dengan sentra rajut.., kualitas baju yang bagus kita tampung.. pakai Branded (merk dagang).. beres!! Kita market.. yang setor (produk rajutan).. bayar..(maksudnya dibayar oleh KSM), mereka spririt.. (maksudnya semangat).. toh kita ada tulang punggung.. ada yang menampung.. itu lebih membantu.

Dari pada kita sistemnya.. 2 juta perorang cuci tangan.., nggak mau tau.. (maksudnya para anggota KSM yang bantuan yang dibagi rata, cenderung cuci tangan terhadap proses pengembaliannya), pokokyara..nya ibu ini (contoh) harus bayar..ini bu 2 juta.. udah.. KSM nggak ikut campur..

Penjelasan tersebut, selaian mempertegas potensi yang dimiliki oleh ppara pengrajin, juga menjelaskan kelemahan-kelemahan para pengrajin rajutan terkait dengan perencanaan produksi dan pemanfaatan serta pengelolaan dana bantuan dari P2KP. Mendukung penjelasan tersebut, bp. Swd menambahkan bahwa dalam upaya meningkatkan pendapatan, para pengrajin rajutan di kelurahan Binong umumnya masih berorientasi pada kuantitas produksi. Mereka berpandangan bahwa semakin banyak produksi, makaakan semakin meningkat pula pendapatan. Karenanya, dengan pemikiran tersebut apabila memiiki biaya, mereka cenderung untuk menambah asset produksi, tanpa mempertimbangkan aspek pemasaran dan revolving dana terebut. Demikian juga dalam memanfaatkan dana bantuan yang diperoleh dari P2KP, sebagaimana disampaikan sebagai berikut :

“ malah itu nanti jadi investasi ...pinjaman jangka pendek tapi dijadikan investasi pak.. itu yang ditakutkan ..., mending kalau jadi investasi pak .., malah beli yang nggak jelas.., nganjuk motor .. jadi.. jadi serba nggak jelas kalau uang dikasihkan pengrajin pak.. yang saya lihat di Binong itu.. karakteristiknya .. padahal disini itu bahan baku tinggal ngambil aja..(maksudnya dapat dihutang), karena da toko benang.. ..”

Dari berbagai masukan dan simpulan dalam kegiatan FGD tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam upaya memberdayakan pengrajin rajutan bagi peningkatan ekonomi masyarakat di Kelurahan Binong, tindakan yang dipandang paling tepat adalah melakukan Reorientasi Peran dan Fungsi KSM. Dari yang

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xxv

semula bergerak dalam sektor produksi dialihkan ke sektor pemasaran. Untuk mengakomodir dan merealisasikan harapan tersebut, perlu dilakukan upaya antara lain :

1. Melakukan pendekatan kepada pengelola P2KP, yaitu BKP untuk mempertimbangkan revisi kebijakan pola dan mekanisme penyaluran serta pengembalian bantuan.

2. Meningkatkan kualitas KSM yang akan diarahkan perannya pada sektor pemasaran, khsususnya terkait dengan aspek manajerial dan komnikasi bisnis.

3. Mengupayakan terbentuknya suatu paguyuban pengrajin rajutan sebagai sarana silahturahmi para pengrajin yang diharapkan dapat menghindari terjadinya persaingan tidak sehat dan membicarakan langkah-langkah penting yang perlu dilakukan oleh para pengrajin dalam mempertahankan image dan posisi tawar hasil produksi di pasaran.

Kajian Pengembangan Masyarakat-– Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB

xxvi