• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH

A. Faktor Agama

Suku Gayo yang ada sekarang pada awalnya berasal dari satu kerajaan, yaitu kerajaan Lingga (Lingge) yang berpusat di Nenggeri Antara yaitu Lingga (Lingge), sekarang berada di kecamatan Isak Takengon Aceh Tengah. Menurut Mahmud Ibrahim (2007:12) Kerajaan Lingga (Lingge) dahulu menganut sistem kepercayaan yaitu animisme, sedangkan raja (reje) menganut Agama Budha.

Animisme yang mereka yakini dan adat istiadat yang mereka pegang teguh turun-temurun sejak berabad-abad sebelum islam, berangsur-angsur dirobah dan di sesuaikan dengan nilai dan norma ajaran Islam. Walaupun kenyataan menunjukan bahwa animisme masih mempengaruhi kelompok orang tertentu sampai sekarang, seperti masih terdapat orang yang memelihara ruh (asuh- asuhan). Menyediakan makanan dan pakaian anggota keluarga yang yelah meninggal dalam beberapa hari tertentu. Mereka masih mempercayai bahwa ruh orang yang telah meninggal masih berperan menjaga keselamatan anggota keluarga. Karena itu, kepada ruh dimaksud diberikan sesajen berbagai jenis makanan (lemak lungi), yang disimpan pada tempat tertentu disebut “gegayang”dan diberikan kepada ruh itu pada waktu tertentu, termasuk memelihara dan menyembelih ayam jantan berwana tertentu: merah atau putih atau hitam yang biasanya dilaksanakan pada bulan haji. Masih ada orang percaya bahwa ruh orang sejak ia meninggal dunia sampai malam yang ke tujuh, datang kerumah tempat tinggalnya ketika masih hidup. Karena itu, dalam kamar tidurnya atau ditempat lain dihidangkan makanan dan minuman serta disusun pakaiannya selam tujuh hari tujuh malam. Pekerjaan ini dilakukan untuk menghormati dan untuk tidak mengecewakan roh keluarga yang telah meninggal itu.108

108

Pada abad ke-8 Islam baru masuk ke dataran tinggi Gayo yaitu dibawa oleh para pedagang melalui Perlak, sehingga sampai di Kerajaan Lingga (Lingge). Agama Islam di bawa kekerajaan Lingga (Lingge) adalah Syech Abdul Khadir dan pedagang lainnya. Islam berkembang pesat sampai sekarang di dataran tinggi Gayo.

Masyarakat Gayo sangat fanatik terhadap Agama Islam, sehingga semua bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam), baik adat, budaya dan sistem pendidikan semua berlandaskan Agama Islam.

Adapun faktor agama Islam yang mempengaruhi pergeseran hukumpatah titi pada masyarakat gayo yang dapat kita lihat yaitu:

a. Karena baik anak laki-laki atau perempuan, ia ahli waris yang tersurat dalam Al- Qur’an dan jika Allah mengakui mereka sebagai ahli waris maka tentu kita juga mengakui pula anak-anaknya sebagai ahli waris.

b. Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat (yang tidak memiliki hak waris), anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (Al- Qur’an An-Nisaa ayat 8)

Apabila saat kita membagi harta warisan, dan ada kerabat yang tidak mendapatkan harta atau orang yang membutuhkan itu hadir di dalamnya, maka kita hendaknya berbagi kebahagiaan dan kesenangan kepada mereka dengan memberikan sebagian dari harta warisan yang telah dibagikan. Selain itu, kita juga diperintah oleh Allah untuk berkata baik kepada orang-orang yang hadir tersebut dan tidak menyakiti hati mereka.

Disini dijelaskan bahwa orang-orang yang hadir saja dalam pembagian harta diperintahkan Allah untuk di bagi, mungkinkah seorang cucu yang jelas-jelas ada hubungan darah dengan pewaris tidak mendapatkan bagiannya.

c. Dan hendaklah orang-orang itu takut bila saja mereka meninggalkan keturunan yang lemah setelah mereka wafat, yang mereka khawatirkan kesejahteraannya. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berkata dengan perkataan yang benar.(Al-Qur’an An-Nisaa ayat 9)

Kita hendaknya takut apabila meninggalkan keturunan yang lemah dan tak memiliki apa-apa, sehingga mereka tak bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri

dan terlunta-lunta. Sebagaian pendapat mengatakan bahwa ayat ini turun atas orang yang sedang berada di samping orang yang akan meninggal, ketika orang yang akan meninggal tadi menulis wasiat untuk keluarganya. Hendaknya dia bertakwa kepada Allah dengan menuntun orang yang akan meninggal agar benar dalam memberi wasiat. Jangan sampai dia menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan harta yang seharusnya milik keturunan orang yang meninggal. Sebagaimana dia tidak ingin anak turunnya terlunta-lunta, dia juga harus menjaga agar anak turun orang yang meninggal tadi tidak terlunta-lunta (Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir dalam tafsirnya).109

d. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (Al-Qur’an An-Nisaa ayat 10)

Segala bentuk kedzaliman kepada siapapun adalah dilarang, apalagi kepada anak yatim yang mana mereka lebih membutuhkan perhatian dan bantuan dari semua pihak. Maka balasan bagi orang yang berani berbuat dzalim kepada anak yatim baik itu fisik maupun non fisik, baik itu berupa harta atau lainnya, balasannya adalah api neraka.

e. Asy-Syatibi mengatakan bahwa tujuan syariat Islam adalah mencapai kemaslahatan hamba, baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan tersebut didasarkan kepada lima hal yang mendasar, yaitu;

1. Memelihara agama(hifzh ad-din) 2. Memelihara jiwa(hifzh an-nafs) 3. Memelihara akal(hifzh al-‘aql)

4. Memelihara keturunan(hifzh an-nashl) 5. Memelihara harta kekayaan(hifzh al-mal)

Keterkaitan dengan ahli waris pengganti ini, nampaknya tidak terlepas dari jangkauan tujuan hukum Islam dalam makna memelihara agama, memelihara keturunan dan memelihara kekayaan.

Dari keterangan-keterangan yang ada diatas adalah yang menjadi pengaruh mengapa masyarakat Gayo telah banyak meninggalkan hukum patah titi ini, akan

109

Surat Annisa, http://mkitasolo.blogspot.com/2011/11/tafsir-surat-nisa-4-ayat-7-10.html, tanggal, 1 maret 2013

tetapi ada juga sebagian masyarakat tetap pada hukumpatah titiini dikarenakan tidak ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan adanya pergantian tempat bapak oleh anaknya sebagai pewaris.

Akan tetapi walaupun secara hukum Al-Qur’an tidak ada penjelasan masalah pengantian tempat ini, tapi para responden mengatakan memang sangat bertentangan dengan hati nurani, disatu pihak Al-Qur’an mengatakan memang tidak ada pergantian tempat, dilain pihak bahwa benar dia cucu dari pewaris merupakan garis keturunan dari pewaris yaitu penerus pertalian hubungan keluarga.