• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

E. Konformitas

3. Faktor-faktor Konformitas

Dalam kondisi tertentu seseorang akan cenderung menyesuaikan perilakunya dengan orang lain (Cialdini & Trost, 1998). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam menentukan perilakunya, apakah ia akan menyesuaikan diri pada lingkungannya atau membangkang. Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konformitas, yaitu sebagai berikut:

a. Cohesiveness (Kohesivitas)

Cohesiveness merupakan salah satu cara seseorang untuk mencoba menyesuaikan diri dengan cara mengikuti perilaku yang berlaku dalam situasi tertentu dan didasarkan pada pengaruh orang lain. Seseorang melakukan hal tersebut agar dapat diterima oleh anggota kelompok. Jadi, semakin seseorang ingin menjadi anggota dan diterima oleh anggota lainnya, semakin orang itu berusaha untuk menghindari melakukan sesuatu yang akan memisahkan dirinya dari kelompok tersebut (Baron & Branscombe, 2012).

b. Ukuran Kelompok

Ukuran kelompok juga mempengaruhi karena konformitas cenderung meningkat apabila ukuran kelompok meningkat, setidaknya sampai titik tertentu (Sarwono, 2014). Jadi semakin banyak jumlah orang dalam kelompok yang berperilaku dengan cara tertentu, maka akan semakin besar pula kecenderungan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan melakukan apa yang orang-orang tersebut lakukan (Baron & Branscombe, 2012).

c. Komitmen pada kelompok

Komitmen adalah suatu kekuatan positif maupun negatif yang membuat individu tetap berhubungan atau tetap setia berada dalam kelompok (Taylor et al., 2009). Kekuatan positif tersebut misalnya adalah rasa suka atau rasa percaya yang membuat kelompok tersebut bekerja dengan baik. Dan kekuatan negatif adalah halangan keluar karena

seseorang telah berinvestasi besar dalam kelompok tersebut, sehingga ia akan mengalami kerugian jika keluar dari kelompok tersebut. Semakin besar komitmen seseorang terhadap kelompok, semakin besar tekanan ke arah konformitas terhadap standar kelompok (Taylor et al., 2009).

d. Norma Sosial

Norma sosial akan mempengaruhi perilaku hanya jika norma tersebut relevan pada orang-orang yang terlibat pada saat atau situasi tertentu (Baron & Branscombe, 2012). Seseorang yang berhadapan dengan mayoritas yang kompak akan cenderung menyesuaikan diri dengan mayoritas itu (Taylor et al., 2009). Norma sosial dibagi menjadi 2, yaitu:

1) Deskriptif

Norma Deskriptif menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh kebanyakan orang dalam suatu situasi. Norma deskriptif mempengaruhi perilaku dengan cara memberikan informasi yang spesifik untuk dilakukan dan perilaku seperti apa yang diterima dan tidak diterima dalam situasi tertentu (Baron & Branscombe, 2012).

2) Injunctive

Norma injunctive adalah norma umum yang menentukan perilaku seperti apa yang disetujui atau tidak disetujui dalam situasi tertentu dengan pertimbangan secara etis dan tidak etis (Cialdini & Goldstein, 2003).

e. Keinginan Individuasi

Masing-masing orang memiliki kesediaan yang berbeda untuk melakukan hal-hal yang secara mencolok berbeda dengan orang lain. Beberapa orang lebih suka melebur dalam kelompok dan mengikuti opini kelompok, sedangkan sebagian lainnya memilih tampil berbeda (Taylor et al., 2009). Jadi keputusan seseorang untuk mengikuti keinginan kelompok atau tidak, bergantung pada seberapa tingkat keinginan individuasi mereka. 4. Proses dan Dampak

Seseorang akan merasa sangat tidak nyaman dan tertekan bila ia memiliki pendapat atau perilaku yang berbeda dari kebanyakan orang di sekitarnya karena pada umumnya pendapat atau perilaku dari pihak minoritas akan berujung pada ejekan (Asch, 1956; Crutchfield, 1955; Deutsch & Gerard, 1955, Schachter, 1951 dalam Cialdini & Trost, 1998). Untuk menghindari rasa tidak nyaman tersebut, kebanyakan orang akan memilih untuk menyesuaikan dirinya dengan orang di sekitarnya. Perubahan pendapat atau perilaku tersebut akan semakin meningkat ketika seseorang diminta untuk menyampaikannya secara langsung dalam kelompok yang besar, dan akan cenderung menurun ketika respon disampaikan secara personal (Cialdini & Trost, 1998). Hal tersebut juga dirasakan oleh seseorang yang mulai memasuki usia remaja dimana mereka ingin selalu terlihat baik di depan teman sebayanya. Remaja memilih untuk menyesuaikan diri mereka dengan teman sebayanya agar mereka tidak dijauhi oleh-teman-temannya.

Penyesuaian diri pada remaja terjadi karena adanya 2 motivasi yang mempengaruhi konformitas yaitu; 1) seseorang akan cenderung bersikap konform ketika tujuannya ingin membuat suatu penilaian yang valid sehingga ia tidak akan merasa sendirian dalam memberikan jawaban atau berperilaku. 2) seseorang akan cenderung merasa lebih percaya diri ketika ada orang lain yang sependapat dengan dirinya sehingga seseorang bersikap konform agar dapat meningkatkan persetujuan terhadap diri sendiri, karena jika ia berbeda dari orang lain ia akan cenderung merasa cemas dan bersalah (Kiesler & Kiesler, 1969; Myers, 1996 dalam Cialdini & Trost, 1998; Cialdini & Goldstein, 2003). Ketika berada dalam kondisi yang demikian akan ada 2 jenis perilaku individu yang berbeda dalam menentukan sikap, yang pertama adalah

early conformist yaitu mereka yang akan terus menerus menyesuaikan diri dengan kelompok mereka (konformitas tinggi). Sarwono (2001 dalam Susanti & Nurwidawati, 2014) mengatakan bahwa ada pengaruh positif yang diberikan ketika seseorang menyesuaikan diri dengan kelompoknya di antaranya hubungan akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama dan saling membagi perasaan, setia saling tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama, juga adanya perasaan gembira akibat penghargaan terhadap diri dan hasil usaha dan prestasinya. Hal tersebut memegang peranan penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri individu tersebut, sehingga ikatan emosi bertambah kuat dan saling membutuhkan. Akan tetapi Sarwono dan Meinarno (2014) mengatakan ada pula pengaruh negatif dari konformitas yaitu seseorang akan cenderung tidak memiliki

pendirian dan hanya mengikuti temannya sehingga bisa berujung pada perkelahian serta perilaku-perilaku negatif yang lainnya.

Jenis yang kedua adalah non conformist (konformitas rendah), kelompok ini cenderung memilih bertahan dalam perselisihan atau perbedaan pendapat dan tetap berdiri secara independen (Cialdini & Trost, 1998). Tingkat konformitas yang rendah menunjukkan bahwa remaja dapat memberikan keputusan tanpa takut ditolak oleh kelompok.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa kohesivitas, ukuran kelompok, komitmen pada kelompok, norma sosial, serta keinginan individuasi merupakan faktor yang mempengaruhi konformitas. Proses dan dampak dari tingkat konformitas yang tinggi dan juga rendah juga sudah peneliti paparkan pada bagian sebelumnya. Pada bagian selanjutnya, peneliti akan menjelaskan mengenai dinamika konformitas pada remaja sisi sekolah homogen.

Dokumen terkait