• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keragaman Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral di NTT

Bagan VIII.3 Pola Kinerja Rata-rata Skor Sepuluh Indikator Produktivitas Tenaga Kerja dari Tiga Belas Kabupaten di NTT pada Tahun 2001

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja

3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keragaman Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral di NTT

Sepuluh variabel telah didefinisikan untuk dikaji dalam analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman tingkat produktivitas tenaga kerja sektoral (antar-sektor produksi) di Nusa Tenggara Timur, yaitu:

1. Investasi per tenaga kerja dalam sektor-sektor produksi di NTT.

2. Indeks MPM (Multiplier Product Matrix) yang merefleksikan sekaligus tentang daya penyebaran (backward linkage effect) dan derajat kepekaan (forward linkage effect) dari sektor-sektor produksi di NTT.

3. Tingkat kesempatan kerja dari sektor-sektor produksi di NTT.

4. Tingkat permintaan akhir (final demands) dari sektor-sektor produksi di NTT. 5. Tingkat investasi dibandingkan terhadap nilai tambah bruto (PDRB) dari

sektor-sektor produksi di NTT.

7. Tingkat penggunaan input antara (intermediate inputs) dibandingkan terhadap output dari sektor-sektor produksi di NTT.

8. Indeks pengganda tenaga kerja (kesempatan kerja) tipe II dari sektor-sektor produksi di NTT.

9. Indeks pengganda pendapatan tipe II dari sektor-sektor produksi di NTT.

10. Tingkat keuntungan (surplus) usaha dibandingkan terhadap nilai tambah bruto (PDRB) dari sektor-sektor produksi di NTT.

Analisis secara statistika menggunakan model regresi linear logaritma menggunakan pendekatan regresi bertatar (stepwise regression), untuk menyeleksi atau mempertimbangkan hanya variabel-variabel dominan dan secara statistik bersifat signifikan mempengaruhi (menimbulkan) keragaman tingkat produktivitas tenaga kerja antar-sektor-sektor produksi di Nusa Tenggara Timur. Hasil lengkap analisis statistika menggunakan pendekatan regresi bertatar (stepwise regression) ditunjukkan dalam Tabel 1 dari Lampiran VIII.

Dari 34 sektor produksi yang didefinisikan dalam Tabel Input-Output Nusa Tenggara Timur 2001 (BPS NTT, 2002) diketahui bahwa produktivitas tenaga kerja tertinggi berada dalam sektor lembaga keuangan bukan bank yaitu sebesar Rp 35.187.590 (atas dasar harga yang berlaku tahun 2001), sedangkan produktivitas tenaga kerja terrendah berada dalam sektor industri pupuk, kimia dan barang dari karet yaitu sebesar Rp 469.710 (atas dasar harga yang berlaku tahun 2001). Hal ini berarti bahwa tingkat ketimpangan antara produktivitas tenaga kerja sektoral tertinggi (sektor lembaga keuangan bukan bank—Rp 35.187.590) dan produktivitas tenaga kerja sektoral terrendah (sektor industri pupuk, kimia dan barang dari karet—Rp 469.710) di Nusa Tenggara Timur adalah sekitar 75 kali atau 7.500 persen, yang berarti tingkat produktivitas tenaga kerja tertinggi dari sektor lembaga keuangan bukan bank adalah 75 kali lipat (7500%) daripada tingkat produktivitas tenaga kerja terrendah dari sektor industri pupuk, kimia dan barang dari karet. Hasil lengkap tentang tingkat produktivitas

tenaga kerja pada tahun 2001 dari 34 sektor produksi di Nusa Tenggara Timur dapat dilihat dalam Tabel 10 dari Lampiran II.

Dari 10 variabel yang didefinisikan di atas, ternyata hanya terpilih empat variabel yang sangat signifikan (p = 0,000) mempengaruhi tingkat keragaman produktivitas tenaga kerja antar-sektor produksi di Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian model regresi tingkat keragaman kinerja produktivitas tenaga kerja dari sektor-sektor produksi di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2001 adalah :

(1)Unstandardized Model : PTKSektoral = 26,7301 U0,676 PPII1,178 SU0,332 KER-0,294 R2 = 0,991 atau 99,1%. (2) Standardized Model : PTKSektoral = U0,765 PPII0,360 SU0,516 KER-0,460 R2 = 0,991 atau 99,1%.

Beberapa notasi yang digunakan di atas adalah : PTKSektoral = produktivitas tenaga kerja dari sektor-sektor produksi di NTT, U = tingkat upah tenaga kerja dari sektor-sektor produksi di NTT, PPII = pengaruh pengganda pendapatan tipe II dari sektor-sektor produksi di NTT, SU = tingkat keuntungan (surplus) usaha dibandingkan terhadap nilai tambah bruto (PDRB) dari sektor-sektor produksi di NTT, dan KER = tingkat kesempatan kerja dari sektor-sektor produksi di NTT.

Agar faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman tingkat kinerja produktivitas tenaga kerja antar-sektor produksi di NTT dapat diperbandingkan, maka standardized model (model 2) yang dipergunakan. Dari koefisien beta dalam standardized model, diketahui urutan pengaruh dari faktor-faktor terhadap tingkat kinerja produktivitas tenaga kerja antar-sektor produksi di NTT, diurutkan dari pengaruh terbesar, yaitu : (1) tingkat upah tenaga kerja sektoral (Beta = 0,765—memiliki pengaruh positif), (2) tingkat keuntungan (surplus)

usaha dibandingkan terhadap nilai tambah bruto (PDRB) sektoral (Beta = 0,516—memiliki pengaruh positif), (3) tingkat kesempatan kerja sektoral (Beta = -0,460—memiliki pengaruh negatif), dan (4) pengaruh pengganda pendapatan tipe II (Beta = 0,360—memiliki pengaruh positif).

Interpretasi terhadap koefisien beta dalam standardized model (model 2) di atas, adalah :

1. Pengaruh positif terbesar (nomor 1) terhadap tingkat keragaman kinerja produktivitas tenaga kerja sektoral adalah tingkat upah tenaga kerja. Hal ini berarti terdapat hubungan positif antara tingkat upah tenaga kerja dan tingkat produktivitas tenaga kerja, di mana tingkat upah tenaga kerja yang tinggi akan memberikan pengaruh positif bagi peningkatan produktivitas tenaga kerja dalam sektor-sektor produksi di NTT, sebaliknya tingkat upah tenaga kerja yang rendah juga akan mengakibatkan penurunan produktivitas tenaga kerja dalam sektor-sektor produksi itu (hubungan positif—searah). Dengan demikian strategi pertama untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari sektor-sektor produksi di NTT adalah melakukan perbaikan tingkat upah tenaga kerja dalam sektor-sektor produksi.

2. Pengaruh positif kedua (nomor 2) terhadap tingkat keragaman kinerja produktivitas tenaga kerja sektoral adalah tingkat keuntungan (surplus) usaha dibandingkan terhadap nilai tambah bruto (PDRB) sektoral. Hal ini berarti terdapat hubungan positif antara tingkat kontribusi surplus usaha terhadap PDRB sektoral dan tingkat produktivitas tenaga kerja, di mana tingkat kontribusi surplus usaha terhadap PDRB sektoral yang tinggi akan memberikan pengaruh positif bagi peningkatan produktivitas tenaga kerja dalam sektor-sektor produksi di NTT, sebaliknya tingkat kontribusi surplus usaha terhadap PDRB sektoral yang rendah juga akan mengakibatkan penurunan produktivitas tenaga kerja dalam sektor-sektor produksi itu

(hubungan positif—searah). Dengan demikian strategi kedua untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari sektor-sektor produksi di NTT adalah melakukan perbaikan tingkat efisiensi dalam sistem produksi dari sektor-sektor produksi di NTT agar mampu memberikan kinerja tingkat kontribusi keuntungan (surplus) usaha terhadap PDRB sektoral yang lebih tinggi.

3. Pengaruh negatif dan merupakan pengaruh ketiga (nomor 3) terhadap tingkat keragaman kinerja produktivitas tenaga kerja sektoral adalah tingkat kesempatan kerja sektoral. Hal ini berarti terdapat hubungan negatif antara tingkat kesempatan kerja sektoral dan tingkat produktivitas tenaga kerja, di mana semakin tinggi tingkat kesempatan kerja yang disediakan oleh suatu sektor produksi tertentu maka akan semakin rendah tingkat produktivitas tenaga kerja dari sektor produksi yang bersangkutan (hubungan negatif—terbalik). Dengan demikian strategi ketiga untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari sektor-sektor produksi di NTT adalah melakukan transformasi atau pemindahan tenaga kerja dari sektor-sektor yang memiliki tingkat produktivitas tenaga kerja rendah—pada umumnya dalam sektor-sektor pertanian (tanaman perkebunan, tanaman bahan makanan, kehutanan, peternakan, dan perikanan) ke sektor-sektor produksi lain. Hal yang paling memungkinkan adalah mengembangkan sektor-sektor agribisnis yang mampu mengaitkan secara terpadu dan terintegrasi dari agribisnis hulu, “on-farm”, dan hilir. Dengan demikian telah jelas bahwa strategi perubahan struktur produksi dari sektor-sektor produksi melalui mengembangkan sektor agribisnis dari hulu, “on-farm”, sampai hilir, di masa mendatang akan mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektoral.

4. Pengaruh positif keempat (nomor 4) terhadap tingkat keragaman kinerja produktivitas tenaga kerja sektoral adalah pengganda pendapatan tipe II. Hal ini berarti terdapat hubungan positif antara pengaruh pengganda pendapatan tipe II dari sektor-sektor produksi dan tingkat produktivitas tenaga kerja, di mana semakin tinggi pengaruh pengganda pendapatan tipe II yang diciptakan oleh suatu sektor produksi tertentu maka akan semakin tinggi pula tingkat produktivitas tenaga kerja dari sektor produksi yang bersangkutan (hubungan positif—searah). Dengan demikian strategi keempat untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari sektor-sektor produksi di NTT adalah mengembangkan sektor-sektor produksi yang memiliki pengaruh pengganda pendapatan yang besar. Mengingat bahwa pada saat studi ini dilakukan, kesempatan kerja terbesar telah disediakan oleh sektor-sektor industri primer (pertanian serta pertambangan dan penggalian), namun sektor-sektor industri primer ini memiliki tingkat produktivitas tenaga kerja rendah, maka strategi yang paling memungkinkan adalah mengembangkan sektor-sektor agribisnis yang mampu mengaitkan secara terpadu dan terintegrasi dari agribisnis hulu, “on-farm”, dan hilir. Dengan demikian diharapkan akan memberikan efek peningkatan pendapatan bagi sektor-sektor agribisnis yang saling terkait itu, yang kemudian akan mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektoral.

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keragaman Tingkat