• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan kerangka dasar dalam Bagan III.1 di atas, maka dapat dibangun suatu sistem agribisnis dan manajemen sistem agribisnis. Manajemen sistem agribisnis terdiri dari dua aspek, yaitu: (1) aspek manajemen, dan (2) aspek sistem agribisnis. Suatu sistem agribisnis mengkonversi input pertanian dalam arti luas yang berasal dari pemasok menjadi output pertanian untuk digunakan oleh pelanggan, sedangkan manajemen sistem agribisnis memproses informasi yang berasal dari sistem agribisnis, pelanggan, dan lingkungan melalui proses manajemen untuk menjadi keputusan atau tindakan manajemen guna meningkatkan kinerja efektivitas dan efisiensi dari sistem agribisnis itu.

3. Struktur Impor

Telah terjadi defisit dalam neraca perdagangan dari sektor-sektor produksi di NTT, di mana pada tahun 2001 terjadi defisit (minus) bagi perekonomian NTT sekitar Rp 1,046 trilyun atau sekitar 7,84 persen dari total nilai perdagangan dalam sistem perekonomian

SISTEM AGRIBISNIS

2

3

Pemasok Input Proses Transformasi

Nilai Tambah Output Pelanggan Tujuan ? Pengukuran Input Manajemen

1

Lingkungan Proses Manajemen Output Manajemen (Keputusan, Tindakan, dll)

Catatan: 1 = informasi dari sistem agribisnis, 2 = informasi dari pelanggan (standar kualitas, harga,

waktu penyerahan, dll), dan 3 = informasi dari lingkungan (pesaing, pasar, peraturan pemerintah, dll)

SISTEM MANAJEMEN P E N I N G K A T A N K I N E R J A

daerah Nusa Tenggara Timur. Jelas bahwa kemampuan ekspor daerah NTT jauh lebih rendah daripada ketergantungan impornya, di mana kemampuan ekspor hanya sekitar Rp 2,279 trilyun per tahun sedangkan ketergantungan impor mencapai sekitar Rp 3,325 trilyun. Ketergantungan impor terjadi pada beberapa sektor produksi seperti ditunjukkan dalam Tabel III.2.

Tabel III.2 Struktur Impor Daerah Nusa Tenggara Timur pada Tahun 2001 Atas Dasar Harga Yang Berlaku

Sektor Produksi Impor+Antar-Pulau Masuk (Ribu Rupiah) Persentase (%) Ranking

Industri Barang Lainnya 1.349.624.551 40,58 1

Tanaman Bahan Makanan 753.355.724 22,65 2

Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 618.569.465 18,60 3 Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam 262.787.674 7,90 4 Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 139.935.838 4,21 5

Perikanan 137.736.367 4,14 6

Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 21.090.978 0,63 7 Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 19.186.320 0,58 8 Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 15.522.161 0,47 9

Pertambangan dan Penggalian 7.887.833 0,24 10

Jumlah Seluruh Sektor Produksi 3.325.696.911 100,00 -

Sumber: Hasil Studi (Analisis Data)

Dari Tabel III.2 tampak bahwa ketergantungan impor daerah NTT terhadap produk-produk industri pengolahan dan bahan makanan sangat tinggi, mencapai sekitar 94 persen dari nilai total impor atau sekitar Rp 3,126 trilyun. Hasil pengkajian empirik ini dapat dijadikan landasan bagi pemerintah daerah NTT untuk melakukan kebijakan pengembangan industri substitusi impor dan dorongan ekspor secara terintegrasi, agar secara perlahan-lahan menurunkan ketergantungan impor dan memperkuat daya dorong ekspor.

Analisis struktur impor dari sektor-sektor produksi di NTT juga didukung oleh analisis tentang “Degree of Self-Sufficiency” dari semua sektor produksi di NTT. “Self-Sufficiency” dari suatu sektor produksi tertentu dicapai apabila output atau produksi domestik dari sektor produksi itu sama dengan atau lebih besar daripada permintaan domestiknya. Permintaan domestik merupakan penjumlahan dari permintaan antara atau industri

(intermediate or industry demands) dan permintaan akhir (final demands) oleh rumahtangga, pemerintah, dan investasi, tidak termasuk permintaan untuk ekspor. Tingkat “ self-sufficiency” dari sektor-sektor produksi dinyatakan dalam persentase. Jika tingkat “self-sufficiency” dari suatu sektor produksi adalah 100% atau lebih, maka hal itu berarti bahwa produksi domestik dari sektor produksi yang bersangkutan telah cukup untuk memenuhi permintaan domestik. Pada sisi lain, jika tingkat “self-sufficiency” dari suatu sektor produksi adalah kurang dari 100%, maka hal itu berarti bahwa produksi domestik dari sektor produksi yang bersangkutan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan total dari industri (permintaan industri atau permintaan antara), konsumsi akhir, dan investasi. Dengan demikian kegiatan impor terhadap produk-produk ini harus dilakukan. Beberapa sektor produksi yang memiliki tingkat “self-sufficiency” yang rendah (kurang dari 100%) sehingga mengakibatkan daerah NTT menjadi sangat tergantung pada impor terhadap produk-produk dari sektor produksi itu dicantumkan dalam Tabel III.3. Hasil lengkap tentang tingkat “self-sufficiency” dari semua sektor produksi di NTT dapat dilihat dalam Tabel 14 dari Lampiran II.

Tabel III.3 Sektor-sektor Produksi di NTT yang Memiliki Tingkat “Self-Sufficiency” Rendah (Kurang dari 100 Persen)

Sektor Produksi Produksi Domestik (Ribu Rupiah) Permintaan Domestik (Ribu Rupiah) Tingkat Self-Sufficiency (%) Ranking Ketergan-tungan Impor

Industri Barang Lainnya 21.204.710 1.365.273.575 1,55 1

Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 93.504.284 653.486.378 14,31 2 Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 3.572.981 18.645.610 19,16 3 Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam 69.387.929 330.641.605 20,99 4 Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 72.123.735 209.846.829 34,37 5 Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 15.673.316 34.149.905 45,9 6 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 11.718.886 23.005.300 50,94 7

Perikanan 285.246.745 328.686.283 86,78 8

Pertambangan dan Penggalian 130.789.327 131.783.553 99,25 9

Sumber: Hasil Studi (Analisis Data)

4. Struktur Keterkaitan Di antara Sektor-sektor Produksi

Pengkajian keterkaitan antar-sektor produksi di Nusa Tenggara Timur menggunakan sumber utama dari Tabel Input-Output Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 yang

dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Tahun 2002.

Tabel Input-Output Nusa Tenggara Timur, merupakan alat analisis struktur produksi yang baik, karena mampu menunjukkan hubungan timbal-balik dari kegiatan produksi antar-sektor produksi di NTT. Analisis struktur produksi sangat berguna unuk dijadikan sebagai landasan perencanaan pembangunan ekonomi dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kinerja dari sektor-sektor produksi yang menyusun sistem perekonomian regional NTT di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan arah pembangunan ekonomi produksi yang dinyatakan dalam Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) NTT tahun 2001-2004, yaitu untuk mencapai kemampuan ekonomi melalui peningkatan nilai tambah produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan produktivitas sehingga dapat memberdayakan masyarakat dan daerah (Peraturan Daerah Provinsi NTT No. 9 Tahun 2001, hlm. 39).

Stuktur keterkaitan di antara sektor-sektor produksi di Nusa Tenggara Timur dapat dijelaskan melalui beberapa angka indeks, yaitu: (1) indeks daya penyebaran (backward linkage effect), (2) indeks derajat kepekaan (forward linkage effect), (3) indeks MPM (multiplier product matrix), (4) indeks pengganda pendapatan (income multiplier), dan (5) indeks kesempatan kerja (employment multiplier), yang akan dibahas secara komprehensif berikut ini.