• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.2. Interpretasi Data Penelitian

4.2.3. Faktor-Faktor yang Mendukung Anak Menjadi Anggota Kuda Lumping

Kesenian kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo yang ada di Desa Batang Pane III masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Agar tetap memperlihatkan daya tarik yang

tinggi di masyarakat, kesenian kuda lumping Turonggo Madiyo Budoyo saat pertunjukan berlangsung tidak hanya menampilkan anggota penunggang kuda saja tetapi menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan tubuh, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan arang panas, memakan ayam hidup-hidup dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.

Sanggar Turonggo Madiyo Budoyo juga menampilkan aksi kesurupan yang lebih banyak diperankan oleh anak-anak. Anak-anak yang menjadi anggota sanggar Turonggo Madyo Budoyo sangat antusias untuk menjadi yang kesurupan. Hal ini tidak sama dengan sanggar lain yang ada di daerah tersebut. Anak-anak pada sanggar lain hanya diperbolehkan menjadi anggota penari atau pelengkap saja.

Selain itu, sanggar Turonggo Madyo Budoyo juga tetap memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin menjadi anggota kuda lumping tanpa batasan umur. Meskipun anak-anak yang ingin menjadi anggota kuda lumping tidak diberi izin oleh orang tuanya, pawang tetap saja menerima anak-anak tersebut menjadi anggota kuda lumping. Bagi pawang memberikan kebebasan bagi anak yang ingin menjadi anggota kuda lumping meskipun tidak memperoleh izin dari orang tuanya tidak menjadi masalah yang berat untuk dihadapi, karena anak-anak dengan sendirinya ingin menjadi anggota kuda lumping tanpa paksaan siapapun. Selain itu, pawang juga sangat mendukung anak-anak masuk menjadi anggota kuda lumping di sanggar Turonggo Madyo Budoyo karena dengan kehadiran anak-anak akan membuat keberadaan sanggar semakin dikenal oleh masyarakat dan sanggar-sanggar lain tidak bisa menyaingi pertunjukan kuda lumping di Desa Batang Pane III yang hanya dikuasai oleh sanggar Turonggo Madyo Budoyo. Inilah yang membedakan sanggar Turonggo Madyo Budoyo dengan sanggar lain.

Saat peneliti mewawancarai anak-anak yang menjadi anggota kesurupan di sanggar Turonggo Madiyo Budoyo, ternyata mereka sangat senang menjadi anggota kuda lumping di sanggar tersebut dan merasa bangga bila diperkenankan menjadi yang kesurupan. Adapun alasan anak-anak yang bangga menjadi kesurupan karena jika sudah menjadi yang kesurupan berarti sudah memiliki kelebihan tersendiri

dibandingkan anak-anak yang hanya menjadi penari saja. Dengan kesurupan berarti anak tersebut sudah memiliki endang yang dianggap sebagai penjaga dirinya yang kemudian memudahkan anak untuk kesurupan.

Adapun faktor-faktor yang mendukung anak menjadi anggota kuda lumping sangat bervariasi , diantaranya:

1. Ingin memiliki endang (Roh Halus)

Alasan karena ingin memiliki endang menjadi alasan yang paling utama bagi anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Endang yang diyakini oleh pemain anggota kuda lumping diartikan sebagai roh halus yang dapat menjaga diri mereka sehingga mereka menjadi kuat dan membantu mereka untuk kesurupan saat pertunjukan berlangsung. Ciplek (11 tahun) juga menuturkan:

“… kalau aku itu pengen jadi anggota jaranan karena aku pengen punya endang, supaya bisa jaga diri, jadi kalau berantam aku bisa ada yang bantu ngelawan, terus biar banyak yang segan gitu ma aku lo mbak, bisa dapat duit lagi mbak. Ya selain untuk endang, supaya bisa mewarisi kesenian jawa lah mbak …” (Sumber : Wawancara pada tanggal 10 Februari 2013).

Hal ini dipertegas oleh Mahput (15 tahun) yang menuturkan:

“… jaranan itu yang udah mengubah diri aku, yang dulunya gak pemberani dan malu-malu sekarang aku udah berani ma orang, siapapun yang berani garain aku ya aku lawan ajah mau itu yang sebaya aku atau orang tua sekalipun. …” (Sumber: wawancara pada tanggal 20 Februari 2013).

Dari pernyataan di atas dapat digambarkan bahwasanya para anggota kuda lumping meyakini

endang memberikan kekuatan supranatural yang bisa menjadikan diri mereka hebat dan bisa menjadi

penjaga diri bagi mereka, sehingga orang lain bisa segan dan takut terhadap anak-anak yang sudah menjadi anggota kuda lumping. Selain itu, endang memudahkan anak-anak untuk dapat berinteraksi dengan roh halus sehingga saat pertunjukan kuda lumping berlangsung, anggota yang sudah memiliki endang akan sangat mudah untuk menjadi yang kesurupan.

2. Tertarik pada atraksi kuda lumping

Pertunjukan kuda lumping yang menampilkan atraksi kesurupan, memakan beling, memakan arang panas ternyata berhasil memikat anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Anak merasa tertarik dengan atraksi tersebut, sehingga anak merasa memiliki kelebihan di luar kemampuan anak-anak biasa pada umumnya. Teguh (14 tahun) yakni:

“….aku ikut jaranan itu karena sudah tertarik dengan tarian dan atraksi kuda lumping yang kesurupan dan ingin memiliki endang dan menghibur orang banyak, ya biarpun aku ini gak bisa kesurupan

karena gak punya endang tapi seenggaknya aku masih bisa menghibur orang…” (Sumber: wawancara

pada tanggal 15 Februari 2013)

Muji (15 tahun) juga menuturkan:

“…. Orang-rang disini itu ya udah takutlah ma anak jaranan Turonggo, mana ada yang berani garain mbak, berani garain ya kenalah dia tu ma aku, mau babak belur kami buat orangnya nanti tu….. orang kamikan punya endang, yang bantu kami ngelawan orang tu”. (Sumber: wawancara pada tanggal 24 Februari 2013).

Dari pernyataan di atas dapat digambarkan bahwasanya pertunjukan kuda lumping yang menampilkan atraksi kesurupan, tahan terhadap deraan pecut, tahan memakan arang panas bahkan memakan ayam hidup-hidup berhasil memikat anak-anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Apa yang mereka lihat pada pertunjukan kuda lumping ternyata secara tidak langsung menyerap pikiran mereka untuk tertarik menjadi anggota kuda lumping meskipun orang tua mereka tidak mengizinkannya untuk menjadi anggota kuda lumping.

3. Menyalurkan jiwa seni yang dimiliki sehingga dapat melestarikan kesenian Jawa.

Kesenian kuda lumping dianggap sebagai wadah untuk menyalurkn jiwa seni yang dimiliki anak. Anak dapat mengetahui kesenian kuda lumping yang merupakan salah satu kesenian tradisional Jawa. Selain itu, anak beranggapan menjadi anggota kuda lumping yang aktif berarti anak telah ikut serta mewarisi kesenian kuda lumping yang ada di Desa Batang Pane III. Belong (16 tahun) juga menuturkan:

“….alasan ku ikut jaranan karena adanya jiwa seni di dalam diriku dan ingin melestarikan kesenian jawa. Selain itu, untuk menghilangkan suntuk, bisa berkumpul bersama teman-teman dan bercanda tawa tidak hanya kepada teman yang seusia ia saja tetapi kepada anggota lainnya…kalau punya endang itu bisa enak lo mbak bisa buat badan jadi kuat, roh halus bisa tunduk pada kita bahkan kalau kami panggil mereka datang juga” (Sumber: wawancara pada tanggal 10 Februari 2013 ).

Hal ini diperkuat oleh Juliandi (13 tahun) yakni:

“….. jaranan itu udah membantu aku untuk bisa tau peninggalan nenek moyang jawa, biarpun aku belum dewasa tapi aku tau kok jarananlah yang membuat aku jadi punya endang jadinya aku bisa hebat lain dengan anak-anak yang jadi jaranan. aku bisa tahan dipukul pake pecut, bahkan makan ayam hidup-

hidup aku gak jorok, endang juga buat aku jadi berani dan selalu menemani aku kemana ajah….”

(Sumber: wawancara pada tanggal 2 Maret 2013).

Dari data di atas dapat digambarkan bahwa dengan menjadi anggota kuda lumping di sanggar Turonggo Madyo Budoyo bararti anak-anak dapat menyalurkan jiwa seni yang dimiliki oleh mereka. Selain sebagai wadah untuk menyalurkan seni, sanggar juga dapat membantu mereka untuk tetap melesatrikan kesenian tradisional Jawa yang kemuadian membentuk komunitas sendiri meskipun berada di tengah-tengah suku yang berbeda. Kemudian, menjadi anggota kuda lumping memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka yang tidak mereka dapat di lingkungan keluarga, seperti: dapat berkumpul dengan teman-teman dan bisa menghilangkan rasa suntuk.

4. Orang Tua yang Lebih Dulu Aktif di Sanggar Turonggo Madyo Budoyo

Bahwasanya latar belakang keluarga berdasarkan nilai kultural dimana orang tuanya memang tokoh adat Jawa dan telah berkecimpung di kesenian kuda lumping sangat mudah memberikan izin kepada anak untuk menjadi anggota kuda lumping dan mendukung anak di dalam mengikuti kegiatan kuda lumping. Orang tua mereka yang lebih dulu aktif di sanggar Turonggo Madyo Budoyo merasa perlu untuk dapat mewarisi kesenian kuda lumping secara terus menerus hingga ke anak-cucu mereka.

Tabel 4.7: Orang Tua yang Lebih Dulu Aktif di Sanggar Turonggo Madyo Budoyo

No Nama Lamanya Menjadi Anggota Kuda

Lumping

Kedudukan atau Peran di Sanggar Kuda Lumping 1 Muryanto 12 Tahun Anggota, Pawang, dan Sesepuh 2 Ahmad Yenni 7 Tahun Pendamping Pawang, Pemukul

Gendang

3 Munasri 15 tahun Anggota yang kesurupan dan Sesepuh

4 Murtopo 8 Tahun Penyedia sesajen, pemukul gong

5 Komar 7 Tahun Pendamping pawang, seksi perlengkapan

Sumber: wawancara penelitian Bapak Muryanto (50 Tahun):

“ aku iki bangga kambe anakku, ora diperintah kambe aku njalok ndewe dadi angggota jaranan, ya ora eneng aku larang,biyen ae aku aktif di jaranan malahan ora jadi anggota penari ae dadi pemukul gambuhpun aku iso. La saiki ae aku masih aktif di jaranan meskipun di sesepuh na ae,anak kan dadi

ngartos kambe jaranan dan iso menghargai kesenian para leluhur Jawa, (yang artinya aku ini sangat

bangga terhadap anakku, tidak harus aku perintah untuk masuk menjadi anggota kuda lumpin sudah mau sendiri menjadi anggota kuda lumping, ya tidak aku larang, waktu dulu saja aku aktif menjadi anggota kuda lumping,tidak hanya menjadi penari saja menjadi pemukul gambuhpun aku bisa. Sekarang saja aku masih aktif di kuda lumping ya meskipun hanya menjadi sesepuh saja, denga anak menjadi anggota kuda lumping berarti anak bisa mengerti dan menghargai kesenian kuda lumping yang telah di wariskan oleh leluhur Jawa)”. ( Sumber:Wawancara pada tanggal:25 Januari 2013).

Hal yang sama juga dituturkan oleh Bapak Ahmad Yenni (32 Tahun):

meskipun anak saya masih kecil saya tidak takut jika anak saya lebih pintar untuk menguasai tari-tarian, memainkan alat musik pertunjukan kuda lumping bahkan lebih dalam mempelajari kuda lumping,yang ada saya mendukung dan memberikan semangat kepada anak untuk terus berlatih dan mempelajari kesenian kuda lumping. Kalau perlupun ketiga anak saya menjadi anggota kuda lumping dan bisa tampil bareng saya,kan saya juga ikut menjadi anggota kuda lumping sebagai Gamboh dan sesekali membantu pawang mengobati yang kesurupan”. (Sumber: wawancara pada tanggal 29 Januari 2013).

Dari hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa latar belakang keluarga yang terlebih dahulu aktif mejadi anggota kuda lumping sangat mendukung anak menjadi anggota kuda lumping. Agar kesenian kuda lumping dapat terus diwariskan secara turun-temurun dan dapat bertahan di daerah perantauan, sehingga keluarga mendukung anak untuk menjadi anggota kuda lumping. Keluarga beranggapan mendukung anak untuk masuk dan aktif dalam kesenian kuda lumping berarti keluarga telah mewarisi kesenian kuda lumping kepada anak-anaknya. Dengan demikian kuda lumping dapat terus berkembang dari generasi ke generasi selanjutnnya.

Dari hasil data di atas dapat digambarkan bahwa sanggar kuda lumping Turonggo Madyo Budoyo memberikan kebebasan bagi siapa saja yang ingin menjadi anggota kuda lumping tanpa batasan umur dan peran apa yang akan dimainkan anggota saat melakukan pertunjukan kuda lumping. Anak-anak diperkenankan pawang untuk kesurupan bertujuan agar memudahkan endang menyatu di dalam diri anak sehingga anak bisa bebas untuk beratraksi dan semakin banyak anak-anak yang menjadi anggota di sanggar Turonggo Madiyo Budoyo bisa menjadi pendukung bagi sanggar agar terus dapat diwarisi ke generasi secara terus menerus dan memberikan kontribusi yang cukup menguntungkan sanggar.

Anak-anak yang sudah menjadi anggota kuda lumping berarti memiliki endang yang dapat memberikan gaya hidup yang berbeda dengan anak-anak yang tidak menjadi anggota kuda lumping. Endang yang telah menyatu di dalam jiwa anak-anak pemain kuda lumping diyakini sebagai penjaga diri mereka, memiliki kehebatan dan kekebalan tubuh karena sudah kesurupan atau sudah berani makan arang yang panas bahkan bisa menahan deraan pecut.

Di sisi lain, anak yang telah keserupan juga beranggapan dirinya menjadi hebat dan dapat memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan anak-anak biasa yang tidak ikut menjadi anggota kuda lumping. Selain itu, dengan endang yang menyatu di dalam diri anak-anak pemain kuda lumping, digunakan tidak hanya sebagai pertunjukan kuda lumping tetapi sebagai sarana hiburan mereka tersendiri. Seperti upacara

memanggil roh halus yang mereka lakukan di luar pertunjukan kuda lumping. Upacara memanggil roh halus dijadikan anak-anak sebagai sarana hiburan yang mereka anggap sudah biasa bahkan dengan keisengan anak-anak tersebut, mereka menakuti warga setempat sehingga ketakutan. Hal inilah yang menjadi faktor pendukung bagi anak untuk menjadi anggota kuda lumping.