• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.2. Interpretasi Data Penelitian

4.2.2. Profil Pendidikan Anak yang Menjadi Anggota Kuda Lumping

Di zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, manusia juga dituntut untuk dapat berkembang sesuai perkembangan zaman. Seperti halnya anak, anak juga harus mampu menghadapi perkembangan zaman yang menuntut pola pikir yang luas dan kemampuan untuk bisa bersaing dengan perkembangan zaman. Dengan memiliki kesadaran tersebut, maka pendidikan merupakan salah satu alternative bagi anak agar dapat menyeimbangi perkembangan zaman.

Pendidikan yang dapat menyeimbangi perkembangan zaman ternyata tidak begitu penting untuk di raih bagi anak-anak yang menjadi anggota kuda lumping. Anak-anak meninggalkan dunia pendidikan formal mereka dan lebih memilih menjadi anggota kuda lumping. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.6: Pandangan Anak Terhadap Pendidikan No Nama Usia Pendidikan

Terakhir

Pandangan Terhadap Pendidikan 1 Mugiyono 15 tahun SMP Pendidikan membuat pikiran jenuh

karena pelajaran yang berat dan membingungkan tidak seperti kuda lumping yang bebas berekpresikan diri.

2 Putri 16 tahun SMP Belajar untuk sekolah itu tidak

membuat dia senang dan tidak memiliki arti apa-apa karena setinggi-tingginya perempuan sekolah ujung-ujungnya menjadi ibu

rumah tangga.

3 Yadi 18 tahun SD Sudah bisa baca dan menghitung saja lebih sudah cukup, setidaknya orang lain tidak bisa membodohinya lagian orang kuliah atau S1 saja jadi pengangguran.

4 Ciplek 11 tahun SD Belajar kuda lumping lebih enak dibandingkan belajar untuk sekolah terlalu banyak peraturan dan tingkatan yang harus ditempuh dari SD –SMP-SMA-kuliah.

5 Juliandi 13 tahun SMP Banyak orang-orang pintar yang pada akhirnya membodohi orang, memakan uang rakyat dan biaya pendidikan yang semakin mahal membuat orang-orang susah tidak bisa belajar kan.

Sumber: Wawancara Penelitian

Dalam dunia pendidikan, anak diajarkan berbagai macam pengetahuan yang mengarah pada pembentukan kepribadian yang baik. Anak diberi bekal sesuai dengan aturan nilai dan norma yang berlaku baik di lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Pendidikan tidak hanya membantu membentuk kepribadian saja tetapi menuntun kita menuju kehidupan yang lebih baik. Dimana semakin tinggi kesadaran seseorang akan pendidikan maka semakin rendah tingkat kebodohan manusia untuk berada di dalam kehidupan yang tidak layak. Selain itu, pendidikan dapat membantu seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru dalam menyaingi perkembangan zaman yang semakin maju. Bapak Ramlan (60 tahun) yakni:

“….anak zaman saiki angel dilurui, dikongkon sing apik ora gelem, isone ngelawan wae, sakareppe awake dewe ngelakoni urip iki. Kongkon sekolah wae uwes ora gelem, opomeneh di kongkon bayar sekolah, wes ora makin gelem. Sakjane bayar sekolah iki kan nganggo duit, opo-opokan zaman saiki larang. Oleh-oleh wae nduwe kerjanan neng jobo sekolahan, contoe: dadi anggota pramuka, latihan atletik kan podo-podo ndukong bocah semanget sekolah. ora koyok jaranan, uwes awake lorro, pikiran ora

karuan dadi bocah ora nggenah sekolah. Sakjane bapak kepengene iku bocah dadi wong sing apik, sekolah ne tinggi, iso mbanggane wong tuo, ora nggae isin wong tuo, dadi kan urippe iso di segeni wong liyo.uwes bapak iki tamatan SMP masa iyo bocah e tamatan SMP, podo kambe bapake. (Yang artinya: anak zaman sekarang ini susah di kasih tau,disuruh yang benar gak mau,bisanya hanya melawan saja, sesuka hatinya saja menjalani hidup ini. Disuruh sekolah saja tidak mau, apalagi disuruh bayar sekolah, semakin tidak mau. Padahal sekolah itukan bayar pake duit,apalagi di zaman sekarang ini serba mahal. Boleh-boleh saja punya kegiatan di luar sekolah, seperti: mengikuti kegiatan pramuka, latihan atletik yang sama-sama mendukung kegiatan sekolah. tidak seperti jaranan, udah badan capek dan sakit, pikiran pun tidak karuan sehingga membuat anak menjadi tidak teratur sekolahnya. Sebenarnya Bapal itu mau anak Bapak jadi orang benar, sekolah tinggi, bisa membanggakan oramg tua, tidak membuat malu orang tua, dan orang lain dapat menghargai hidupnya. Masa bapaknya tamatan SMP anaknya juga tamatan SMP,kan sekarang zaman udah maju,segala sesuatunya membutuhkan kekratifan diri yang dimiliki).” (Sumber: wawancara pada tanggal 7 Februari 2013).

Hal yang sama juga dituturkan oleh perkataan Ibu Poka (40 tahun) yakni:

“…. Kalau anak itu sekolah yang baik, belajar yang tekun dan kalau bisa sekolah ampe kuliahkan pastinya buat orang tua bangga. Apalagi sekarang udah banyak orang-orang di sini yang pergi sekolah ke berbagai kota hanya untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik dan maju, terus kakak-kakak atau abang alumninya di sekolah juga udah pada kuliah dan punya kerjaan yang mapan ampe gak lagi nyusahin orang tuanya bahkan ngirimin tiap bulan untuk keluarga di kampung. Ini apa, anak ibu itu di suruh nyontoh kakaknya yang udah sukses di bilang itukan karena kakak itu pintar lagian rezeki itu kan udah Tuhan yang ngatur bu. Ya kayak ibu inilah, kalau adek-adeknya ngerjain Pr terus ibu gak tau kan kasihan sih nak, ibu ini kayak gak berguna jadinya. Ya udah ibu ini gak pernah makan bangku sekolahan dulu ya sekarang yang diharapkan anak-anaknya bisa sekolah tinggi-tinggi.”. (Sumber: wawancara pada tanggal 9 Februari 2013).

Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak yang lebih baik tidak dihiraukan bagi anak yang menjadi anggota kuda lumping. Anak tidak begitu memperdulikan bagaimana pendidikan yang seharusnya ia peroleh untuk masa depan mereka. Pendidikan dianggap sesuatu yang membuat pikiran mereka jenuh dan membosankan. Mugiyono (15 tahun) menuturkan:

“ Mbak ini kok nyaranin aku ngelanjutkan sekolah lagi lo, lah orang tuaku ajah udah nyerah nyuruh aku lanjut ke SMA. Aku itu udah gak mampu lagi mbak belajar dan nerima ilmu-ilmu dari pelajaran di sekolah itu, buat aku pusing ajh, lah waktu masih SMP ajah aku jarang masuk sekolah karena malas. Dah aku bilang ma bapak ku, dari pada bapak capek-capek ngabisin uang itu untuk aku sekolah lebih baik bapak belikan aku tanah biar aku urus ajh, nanti aku di sekolahpun sering bolos lagi kayak mana,kan buat bapak malu ajah jadinya .jadi anggota jaranan juga kan lebih berguna sih mbak,berguna melestarikan kesenian tradisional jawa.” (Sumber: wawancara pada tanggal 10 Februari 2013).

Hal yang sama juga dituturkan oleh Putri (16 tahun) yakni:

“ dari dulupun masih zaman aku sekolah kalau di suruh milih belajar untuk sekolah atau belajar jaranan ya aku lebih senang belajar jaranan Kak. Lebih enak belajar jaranan, bisa nari-nari, buat pikiran senang terus gak kayak di sekolah, selalu ajah buat aku pening dan malas belajar, apalagi kalau udah belajar matematika ma IPA aduh buat aku gak bisa berpikir kak, lagi-lagi selalu harus diulang, kalau belajar jaranan gak perlu diulang berapa kali aku udah ngerti kak. Udah mending aku tamat SMP dari pada aku gak sekolah sama sekali kan makin parah. Lagian cewek itukan mau sekiolah setinggi apapun ujungnya ngurus suami, masak dan ngurus anak-anaknya juga. Kalau itukan gak harus sekolahpun bisa kak.” (Sumber: wawancara pada tanggal 18 Februari 2013).

Rendahnya pendidikan anak yang menjadi anggota kuda lumping tidak memiliki pengaruh terhadap kuda lumping. Akan tetapi, anak yang menjadi anggota kuda lumping memiliki pengaruh yang buruk terhadap pendidikan anak. Anak lebih mengutamakan waktu untuk belajar kuda lumping dari pada belajar untuk pendidikannya. Anak lebih menikmati perananya sebagai anggota kuda lumping dibandingkan sebagai anak sekolahan. Pendidikan dianggap tidak memiliki peranan yang berarti untuk hidup mereka, akan tetapi dengan menjadi anggota kuda lumping memiliki peranan telah mewarisi kesenian yang diwariskan secara turun-temurun.

Dari hasil data di atas dapat digambarkan bahwa masih kurangnya kesadaran anak akan pentingnya pendidikan. Pendidikan tidak menjadi tujuan utama bagi anak untuk bisa mengarahkan kepribadian yang baik dan mencapai kehidupan yang layak. Bagi anak yang menjadi anggota kuda lumping tidak perlu memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya seperti apa yang diharapkan oleh orang tua mereka untuk mencapai tujuan hidup mereka. Tanpa pendidikan yang tinggi, dengan mewarisi kesenian tradisional saja sudah sangat berarti bagi hidup mereka.

Kini masa kanak-kanak yang seharusnya adalah masa yang dipergunakan untuk sekolah guna menuntut ilmu yang akan menjadi bekal hidupnya dikemudian hari dan masa dimana melewati umur untuk mulai belajar mengenal dan memahami segala hal tentang kehidupan dihilangkan begitu saja oleh anak- anak pemain kuda lumping. Anak menghilangkan sendiri haknya untuk belajar dikarenakan anak lebih

memilih menjadi anggota kuda lumping yang bisa membuat diri mereka dikenal oleh masyarakat, mengapresiasikan jiwa seni yang dimiliki anak tanpa proses yang lama dan membosankan sehingga anak merasa nyaman untuk tetap berada di sanggar kuda lumping.

Hal di atas mempertegas pernyataan Scott (1976, dalam Hariadi, 1987 : 48), bahwa hubungan patron klien merupakan hubungan antara dua pihak yang menyangkut persahabatan, dimana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber- sumber yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan dan atau keuntungan bagi seseorang yang statusnya lebih rendah (klien), dan sebaliknya si klien membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum termasuk pelayanan pribadi kepada patron.Dalam hubungan ini pertukaran tersebut merupakan jalinan yang rumit dan berkelanjutan, biasanya baru terhapus dalam jangka panjang. Imbalan yang diberikan klien bukan imbalan berupa materi melainkan dalam bentuk lainnya.

Oleh karena itu, anak-anak (klien) tetap merasa nyaman berada di sanggar meskipun di dalam kehidupan keluarga anak selalu bertentangan dengan orang tuanya. Anak-anak lebih banyak meluangkan waktu di sanggar kuda lumping karena anak-anak (klien) merasa dirinya sangat dilindungi dan dihargai oleh pawang (patron). Sementara patron tidak merasa rugi untuk memberikan perlindungan kepada anak, saat anak bertentangan dengan keluarganya, karena dengan memberikan perlindungan kepada anak-anak (klien) akan membuat rasa nyaman bagi anak dan tetap memiliki keinginan untuk menjadi anggota kuda lumping.