• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

2.4. Kepuasan Kerja

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain :

1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja. 2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat

(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

Menurut Hasibuan (2008), kepuasan karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

1. Balas jasa yang adil dan layak.

2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian. 3. Berat dan ringannya suatu pekerjaan.

4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.

5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaaan. 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

Menurut Robbins dalam Prabu (2005), bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh :

1. Kerja yang secara mental menantang. 2. Ganjaran yang pantas.

3. Kondisi kerja yang mendukung. 4. Rekan sekerja uang mendukung.

5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.

Kerja yang secara mental menantang dan dapat diartikan adanya inovasi-inovasi baru sehingga tidak monoton, penghasilan atau kompensasi yang sesuai dengan harapan pegawai dengan standar yang ada, iklim pekerjaan yang kondusif untuk berlangsungnya pekerjaan dan adanya relevansi kepribadian yang berarti kesesuaian motivasi, persepsi dengan pekerjaan yang akan dilakukan.

Menurut Sopiah (2008), bahwa faktor-faktor kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja yaitu promosi, gaji, pekerjaan itu sendiri, supervise, teman kerja, keamanan, kondisi kerja, administrasi/kebijakan perusahaan, komunikasi, tanggung jawab, pengakuan, prestasi kerja dan kesempatan untuk berkembang.

Menurut Rivai (2009), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang sering digunakan adalah isi pekerjaaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan, supervisi, organisasi dan manajemen, kesempatan untuk maju, gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif, rekan kerja, dan kondisi pekerjaan. Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah :

1. Bekerja pada tempat yang tepat. 2. Pembayaran yang sesuai. 3. Organisasi dan manajemen.

4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat.

Menurut Umam (2010), faktor-faktor yang dapat menentukan kepuasan kerja diantaranya adalah:

1. Gaji/imbalan.

Gaji merupakan symbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan. Gaji/imbalan memiliki dampak pada kepuasan dan motivasi kerja karyawan.

2. Kondisi kerja.

Ruang kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Karyawan akan mencari alas an untuk sering-sering keluar ruangan. Oleh sebab itu, perusahaan harus menyediakan kondisi kerja yang baik. Kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.

3. Hubungan Kerja.

a. Hubungan kerja dengan rekan kerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada karyawan timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosial terpenuhi). b. Hubungan kerja dengan atasan mencerminkan sejauh mana

atasan membantu karyawan untuk memuasakan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi mereka.

2.4.3. Teori tentang Kepuasan Kerja

Menurut pendapat Mangkunegara (2004), terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja seseorang. Masing- masing teori berupaya menghubungkan antara kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dalam pelaksanaan pekerjaannya, antara lain: 1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam. Komponen dari teori ini terdiri dari input, outcome, comparison person, dan equity-inequity.

a. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, dan jumlah kerja. b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan

karyawan. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, dan kesempatan untuk berprestasi.

c. Comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda, atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari perbandingan antara input-outcome dirinya dengan input- outcome karyawan lain (comparison person).

d. Equity-inequity adalah suatu situasi dimana jika perbandingan input-outcome dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas, tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi dirinya, dan sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding.

2. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Kepuasan kerja karyawan bergantung pada perbedaan antara apa yang didapatkan dan apa yang diharapkan oleh karyawan.

3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Semakin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, semakin puas pula karyawan tersebut. Begitu juga sebaliknya apabila kebutuhan

karyawan tidak terpenuhi, maka karyawan tersebut akan merasa tidak puas.

4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan tidak hanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi juga bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk mengukur dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

5. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori ini menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas yaitu faktor pemeliharan atau faktor higienis (maintenance/hygienic factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharan atau faktor higienis meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawas (supervisi), hubungan dengan interpersonal, kondisi kerja, serta gaji dan tunjangan. Faktor pemotivasian meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab.

6. Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan karyawan yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika karyawan merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka harapannya adalah 0. Namun, jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan karyawan secara normal adalah diantara range 0-1.

2.4.4. Variabel-variabel Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan. Rinciannya sebagai berikut :

1. Turnover

Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover yang rendah maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik (Hasibuan, 2008). Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover yang rendah. Karyawan yang kurang puas biasanya turnovernya lebih tinggi dan lebih mudah meninggalkan perusahaan untuk kemudian mencari kesempatan di perusahaan lain.

2. Tingkat Ketidakhadiran (absen) kerja

Karyawan-karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja, tingkat kehadirannya cenderung tinggi. Mereka tidak merencanakan untuk absen, tetapi apabila ada berbagai alasan untuk absen, bagi mereka lebih mudah menggunakan alasan-alasan tersebut. Ketidakhadiran dapat disebabkan oleh keinginan menghindari ketidaknyamanan suatu lingkungan kerja atau kekecewaan terhadap struktur balas jasa organisasi.

3. Umur

Ada kecenderungan karyawan yang tua lebih merasa puas daripada karyawan yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa karyawan yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan karyawan usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka tidak puas.

4. Tingkat Pekerjaan

Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Karyawan- karyawan yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide- ide serta kreatif dalam bekerja.

5. Ukuran Organisasi Perusahaan

Ukuran organisasi cenderung mempunyai hubungan secara berlawanan dengan kepuasan kerja. Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan karyawan. Besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi dan partisipasi karyawan. Semakin besar organisasi kepuasan kerja karyawan semakin menurun, karena perananan mereka semakin kecil dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Begitu juga sebaliknya, kepuasan kerja karyawan akan semakin besar apabila peranan mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan perusahaan (Handoko, 2009).

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

Rohaeni (2010) dalam penelitiannya berjudul Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus pada Bagian Produksi PT. INESCO, Tasikmalaya). Penelitian menggunakan Analisis Resiko, yaitu Metode Kualitatif atau Metode 2D Model. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang di amati menyatakan hampir seluruh pernyataan tentang K3 tersebut diketahui oleh responden dengan tingkat pengetahuan diatas 50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerja serta manajemen perusahaan sudah cukup baik dalam upaya melaksanakan program K3. Hanya saja diantara bagian safety psychology yang diamati, bagian pendidikan dan pelatihan mempunyai persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian yang lain. Ini berarti bagian tersebut penerapannya masih kurang sehingga perlu diperbaiki.

Noegroho (2009) dalam penelitiannya berjudul Analisis Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan di PT. XYZ Bagian Pressing. Penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai korelasi yang didapat semuannya bernilai positif, sangat nyata, dan berkorelasi substansial (agak kuat). Hal ini menunjukkan bahwa faktor K3 di PT. XYZ bagian pressing berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Mulyawati (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Tingkat Kepuasan Karyawan Terhadap Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di PT. Aneka Tambang Tbk UBPP Logam Mulia Jakarta. Dalam penelitiannya menggunakan Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) dan Importance Performance Analysis (IPA). Berdasarkan hasil penilaian Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) bahwa karyawan cukup puas terhadap kinerja perusahaan, terlihat dari IKK yang di dapatkan adalah 69.09% untuk data ordinal dan 63.05% untuk data interval. Untuk indeks karyawan, nilai IKK antara 50% sampai 80% menandakan karyawan cukup puas terhadap kinerja perusahaan, sedangkan hasil penilaian Importance Performance Analysis (IPA), atribut-atribut yang dapat di jadikan prioritas utama oleh perusahaan dengan menggunakan data ordinal atribut yang menjadi prioritas utama adalah pelatihan untuk pegawai tetap dan tidak tetap, sosialisasi prosedur keselamatan kerja untuk pelaksana pekerjaan berpotensi bahaya, kondisi ventilasi, suhu dan penerangan diruang kerja, ketersediaan perlengkapan keamanan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja, perusahaan memiliki fasilitas P3K ditempat kerja dan pemeriksaan peralatan kerja dan mesin- mesin sebelum digunakan.

Lestari (2007) melakukan penelitian mengenai Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Produktivitas Kerja Karyawan di Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung Mas, Bogor. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara K3 dengan produktivitas kerja karyawan adalah positif, sangat nyata dan berkorelasi kuat, hal ini bisa dilihat dari nilai korelasi yang positif sebesar 0,743. Salah satu faktor K3

yang berhubungan positif, sangat nyata, dan korelasi kuat adalah pengawasan dan disiplin dengan nilai korelasinya adalah 0,775 yang menunjukkan hubungan yang paling kuat di antara faktor-faktor K3 yang lainnya. Peningkatan Kesadaran dengan nilai korelasi 0,744. Kontrol Lingkungan dengan nilai korelasi 0,732. Pelatihan Keselamatan dengan nilai korelasi 0,668 dan Publikasi Keselamatan Kerja dengan nilai korelasi 0,639 yang merupakan korelasi terendah.

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Setiap organisasi apapun jenisnya baik organisasi non profit maupun organisasi yang mencari keuntungan memiliki visi dan misi yang menjadi ruh dalam setiap aktivitas organisasi tersebut. Dari visi dan misi organisasi ini diturunkan menjadi kumpulan tindakan organisasi. Kumpulan tindakan itulah yang diukur untuk mendapatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Mencapai visi dan misi yang ada serta menghadapi persaingan industri yang semakin ketat, maka perusahaan harus memiliki strategi-strategi yang tepat. Strategi-strategi tersebut antara lain strategi bidang keuangan, pemasaran, sumberdaya manusia (SDM), dan strategi bidang produksi. Strategi keuangan terkait dengan keuangan perusahaan secara keseluruhan seperti alokasi modal, laporan laba rugi dan deviden. Strategi pemasaran terkait dengan kegiatan pemasaran yang akan dilakukan seperti, berapa target penjualan, bagaimana promosi yang akan dilakukan, bagaiamana penetapan harga, posisi persaingan dan segmen pasar yang dimasuki. Strategi sumberdaya manusia mencakup perekrutan dan penyeleksian, pengadaan pelatihan, penentuan kompensasi dan pemeliharaan hubungan dengan organisasi pekerja. Strategi produksi berkaitan dengan transformasi masukan bahan-bahan, modal dan tenaga kerja menjadi produk atau jasa. Strategi ini mencakup juga penentuan lokasi pabrik, pemilihan peralatan pengendalian persediaan, penetapan upah dan rekayasa produk.

Bila ditelaah maka strategi sumberdaya manusia merupakan strategi yang terbaik untuk dapat menciptakan karyawan yang berkualitas dengan kinerja optimal, yang sangat berperan dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan perusahaan. Strategi sumberdaya manusia (SDM) ini menetapkan kebijakan-kebijakan untuk menciptakan SDM yang berkualitas dengan kinerja optimal antara lain seperti kebijakan rekrutmen dan seleksi, kebijakan penilaian kinerja, kebijakan kompensasi, kebijakan pengembangan SDM, dan kebijakan program K3. Kebijakan program K3

merupakan kebijakan yang dibuat perusahaan menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja untuk melindungi karyawan dari kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja.

Penerapan program K3 ini karyawan akan merasa diperhatikan perusahaan, sehinggga diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Bila K3 dan kepuasan kerja karyawan meningkat maka akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya pengembangan usahanya dan pada akhirnya perusahaan dapat mencapai visi, misi, dan tujuannya. Kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 1.

3.2.Kerangka Pemikiran Operasional

PT. DyStar Colours Indonesia (DCI) merupakan sebuah perusahaan multinasional terkemuka kimia di Indonesia merupakan perusahaan yang bersifat industri yang bergerak di bidang produksi zat warna kimia. PT. DCI menyadari pentingnya akan keselamatan dan kesehatan karyawannya saat bekerja karena setiap perusahaan yang berproduksi tentu saja membutuhkan faktor-faktor seperti modal, sumber daya alam, mesin, teknologi dan semua itu tidak dapat beroperasi tanpa dikendalikan oleh sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang sangat penting dan dibutuhkan, terutama dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan sehingga menentukan proses produksi itu sendiri. Industri didirikan dengan menggunakan metode kerja, teknologi dan lainnya untuk mendapatkan tingkat produktivitas yang tinggi, tetapi seringkali tanpa mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkannya. Salah satu dari sekian banyak yang timbul dari keadaan ini adalah terjadinya suatu kecelakaan kerja dan tidak jarang pekerja menderita sakit yang pada akhirnya sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

PT. DyStar Colours Indonesia telah menerapkan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini menunjukkan bahwa PT. DyStar Colours Indonesia sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya, terutama dalam kegiatan produksinya karena memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja yang paling besar.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Visi, Misi dan Tujuan PT. DCI

Strategi Perusahaan

Penerapan program K3 Aspek K3:

1. Pelatihan Keselamatan. 2. Publikasi Keselamatan Kerja. 3. Kontrol Lingkungan Kerja. 4. Inspeksi dan Disiplin. 5. Peningkatan Kesadaran K3.

Hubungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap kepuasan kerja karyawan

Peningkatan K3 dan kepuasan kerja karyawan Strategi SDM

Strategi Produksi Strategi Keuangan Strategi Pemasaran

Kebijakan Rekrutmen dan Seleksi Kebijakan Penilaian Kinerja Kebijakan Program K3 Kebijakan Kompensasi Kebijakan Pengembangan SDM

Kepuasan Kerja Karyawan Faktor Higienis:

1.Kebijakan Perusahaan. 2.Supervisi.

3.Hubungan Interpersonal. 4.Kondisi kerja.

5.Gaji dan Tunjangan.

Implikasi Manajerial Rekomendasi

Dengan adanya program ini akan memberikan kepuasan kerja karyawan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Penerapan program K3 di PT. DyStar Colours Indonesia dapat diketahui melalui wawancara langsung, pengamatan beberapa dokumen perusahaan, dan kuesioner. Adapun faktor-faktor K3 yang menjadi dasar pencarian data penelitian ini berdasarkan kesepakatan dengan pihak PT. DyStar Colours Indonesia yaitu, (1) Pelatihan Keselamatan, (2) Publikasi Keselamatan Kerja, (3) Kontrol Lingkungan Kerja, (4) Inspeksi dan Disiplin, dan (5) Peningkatan Kesadaran K3. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang digunakan adalah Faktor Higienis berdasarkan Teori Herzberg. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Melalui alat analisis Rank Spearman akan diperoleh kesimpulan apakah terdapat hubungan antara keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap kepuasan kerja karyawan. Uraian diatas dapat menjadi pedoman dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 2.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengenai analisis hubungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan dilakukan di PT. Dystar Colours Indonesia yang terletak di Jl. Australia I Kav. F1. Cilegon. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011. 3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar, 2004). Data primer diperoleh dengan menggunakan metode yaitu kuesioner, wawancara dan pengamatan langsung.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2004). Data sekunder diperoleh dari studi literatur berupa gambaran umum perusahaan, jurnal, internet, atau hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan materi penelitian, buku-buku, serta sumber- sumber lain yang dapat menunjang penelitian.

PT. DyStar Colours Indonesia

Karyawan PT. DyStar Colours Indonesia

Kepuasan Kerja Karyawan Faktor Higienis :

1. Kebijakan Perusahaan. 2. Supervisi.

3. Hubungan Interpersonal. 4. Kondisi kerja.

5. Gaji dan Tunjangan. Penerapan Program K3

Aspek K3 :

1.Pelatihan Keselamatan. 2.Publikasi Keselamatan Kerja. 3.Kontrol Lingkungan Kerja. 4.Inspeksi dan Disiplin. 5.Peningkatan Kesadaran K3.

Uji Korelasi Rank Spearman

Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

 

2 2



2

 

2

. . . r Y Y N X X N Y X XY N           

3.4.2. Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probabilitas (non-probability sampling) dengan metode sensus, yaitu populasi diambil secara keseluruhan sehingga jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Nazir, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. DyStar Colours Indonesia yang berjumlah 113 orang baik dibagian kantor maupun pabrik.

3.4.3. Uji Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan antara yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2009). Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian yang diteliti. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen ynag digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2009). Menurut Umar (2004), dalam menetapkan validitas suatu instrumen pengukuran adalah menghasilkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang kita yakini dalam pengukuan. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas yaitu dengan teknik korelasi product moment :

……… (1)

Keterangan :

N = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pernyataan dari responden Y = Skor total tiap pernyataan dari tiap responden

Setelah mendapatkan nilai r, selanjutnya dibandingkan dengan r tabel dan ditarik kesimpulan. Bila nilai r > r tabel, maka pernyataan tersebut valid atau signifikan dalam penelitian ini, sedangkan nilai r <

                

2 1 2 11 σ σ 1 1 k k r

n n X X

 2 2 2 

r tabel, maka pernyataan tersebut tidak valid atau tidak signifikan dalam penelitian ini.

3.4.4. Uji Reliabilitas

Dalam pandangan posivistik (kuantitatif), suatu data dinyatakan realible apabila dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti sama dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama, atau sekelompok data apabila dipecah menjadi dua menunjukkan data yang tidak berbeda (Sugiyono, 2009). Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2004). Teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach, dengan rumus sebagai berikut :

………...………...……… (2)

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

K = Banyaknya butir pertanyaan

2

= Jumlah ragam butir

2 1

 = Jumlah ragam total

Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur penelitian. Hasil uji realibilitas dihitung dengan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil pengukuran reliabilitas menyatakan bahwa kuesiner dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur pada penelitian ini.

Sedangkan rumus untuk varian total :

Keterangan :

n = Jumlah responden X = Nilai skor yang dipilih 3.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yakni diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau mengkaji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini hasil dari kuesioner akan diolah dan dianalisis yaitu dengan memberikan skor pada setiap jawaban responden kemudian hasil skor yang didapat akan dipindahkan ke dalam tabel tabulasi untuk dianalisis dan diolah. Untuk langkah selanjutnya, hasil dari pengolahan dan analisis dari tabel tabulasi kemudian akan dijelaskan dengan analisis deskriptif.

Untuk skor jawaban dari setiap item pertanyaan berdasarkan Skala Likert. Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert

Dokumen terkait