• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Di PT DyStar Colours Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Di PT DyStar Colours Indonesia"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Di era globalisasi ini persaingan industri yang semakin kompetitif menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi agar dapat bertahan dalam persaingan dengan perusahaan lain. Oleh karena itu, dibutuhkan sumber daya manusia dalam pengertian tenaga kerja yang handal dan tangguh dalam menunjang bisnis perusahaan sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain.

Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan sewaktu bekerja yang langsung berhubungan dengan peralatan dan mesin untuk menunjang proses produksi. Penggunaan berbagai alat dan mesin ini menyebabkan karyawan tidak akan terlepas dari resiko yang menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja. Resiko ini dapat menimpa tenaga kerja kapan dan dimana saja, sehingga membutuhkan perhatian khusus dari berbagai pihak yang berkaitan seperti pengusaha, tenaga kerja, dan manajemen.

Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan mempunyai potensi bahaya yang ditimbulkan oleh proses produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Berdasarkan PEMNAKER 05/MEN/1996 dan mengacu pada Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja dapat dijadikan acuan bagi perlindungan tenaga kerja dari bahaya kecelakaan dan penyakit akibat bekerja maupun akibat lingkungan kerja.

(2)

serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan dari program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Faktor keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Adanya program ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Berikut adalah data kecelakaan kerja di PT. DyStar Colours Indonesia.

Tabel 1. Data Kecelakaan Kerja PT. DyStar Colours Indonesia Cabang Cilegon Tahun 1998 - 2003

Data Kecelakaan Kerja No Tanggal Jenis

Cedera

Deskripsi Kecelakaan Hari yang hilang 1 19-08-1998 Dua jari

terluka

Selama pengujian dari M8 Pengering 3, jari karyawan memegang mesin.

3 2 26-10-1998 Karyawan

sesak napas

Setelah pengisian CyCl, karyawan melepas masker dan mencoba melepas corong dari lubang got. Selama ini karyawan mencoba menginhalasi gas CyCl, yang menyebabkan reaksinya belum lengkap.

3

3 25-03-1999 Kulit terbakar

Salah satu dari kontraktor terkena pompa kecil ke bahunya dan sisa SulfuricAcid mengenai bahunya.

1

4 14-06-2001 Patah tulang

Jatuh dari tangga. 52

5 29-06-2001 Lengan kanan terbakar

Air radiator dari Forklift panas dibuka. 3

6 08-03-2002 Tangan kanan terluka

Tangan kanan terjepit mesin pembuat karton.

1

7 20-09-2002 Gas dari HCL

Truk dari supplier tidak sengaja menabrak pipa.

0 8 25-11-2002 Lengan

kanan terbakar

Selama membuka filter di pabrik es, menyentuh freon.

1

9 28-11-2002 Forklift terbakar

Api berasal dari mesin Forklift, yang harus diperbaiki. Api berasal dari percikan saat mesin hidup dan selang dari gaslone bocor.

0

10 15-06-2003 Kaki kiri bengkak

Penutup lubang jatuh ke bawah dan mengenai kaki kiri,dimana saat menyalakan mesin jarak antara kaki dan mesin sangat dekat.

1

11 29-08-2003 Pembengka kan pada lengan

Karyawan jatuh dari sepeda motor saat di pabrik.

1

(3)

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya dengan membuat aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. PT. DyStar Colours Indonesia (DCI) sebagai perusahaan kimia multinasional terkemuka di Indonesia merupakan perusahaan yang bersifat industri yang bergerak di bidang produksi zat warna reaktif. PT. DCI menerapkan program K3 karena perusahaan menyadari bahwa setiap karyawan berhak untuk mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja atau lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan agar karyawan merasa aman dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan untuk dapat bekerja sebaik mungkin dan juga dapat mendukung keberhasilan bisnis perusahaan dalam membangun dan membesarkan usahanya.

Berdasarkan kondisi di atas, peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat adanya pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. DyStar Colours Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan partner penting yang dimiliki perusahaan dalam mendukung proses produksi. Dalam melakukan proses produksi tersebut, karyawan selalu berhubungan dengan mesin-mesin dan alat berat yang bisa menimbulkan resiko kecelakaan kerja bagi karyawan.

(4)

merasa diperhatikan oleh perusahaan, sehingga mereka akan bekerja dengan lebih baik. Oleh sebab itu, rumusan masalah yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana persepsi karyawan terhadap K3 di PT. DyStar Colours Indonesia ?

2. Bagaimana persepsi karyawan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. DyStar Colours Indonesia?

3. Bagaimana hubungan K3 terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. DyStar Colours Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian disusun sebagai berikut :

1. Menganalisis persepsi karyawan terhadap K3 di PT. DyStar Colours Indonesia.

2. Menganalisis persepsi karyawan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. DyStar Colours Indonesia.

3. Menganalisis hubungan K3 terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. DyStar Colours Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya :

1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sebuah masukan, pertimbangan, referensi dalam membuat keputusan dalam menerapkan program K3 yang berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan PT. DyStar Colours Indonesia.

(5)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini terarah dan mudah dipahami, maka ruang lingkup masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang dianalisis meliputi lima aspek berdasarkan kesepakatan dengan pihak manajemen PT. DyStar Colours Indonesia, yaitu : pelatihan keselamatan, publikasi keselamatan kerja, kontrol lingkungan kerja, inspeksi dan disiplin, serta peningkatan kesadaran K3.

(6)

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Mangkunegara (2004) manajemen sumberdaya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Manajemen sumberdaya manusia dapat didefinisikan pula sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu karyawan.

Menurut Hasibuan (2008) manajemen sumberdaya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membentuk terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Flippo dalam Hasibuan (2008) berpendapat bahwa manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemberhentian sumber daya manusia pada akhirnya, sehingga tujuan individu, organisasi dan sosial dapat dicapai.

2.2. Kecelakaan

2.2.1. Definisi Kecelakaan

Menurut Flippo dalam Panggabean (2004), kecelakaan adalah suatu peristiwa yang tidak direncanakan dan harus dianalisis dari segi biaya dan sebab-sebabnya.

(7)

1. Kecelakaan industri (industrial accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

2. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.

Sedangkan keadaaan hampir celaka (near-accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Sugeng, 2005). 2.2.2. Faktor-faktor Kecelakaan

Berdasarkan pendapat Mangkunegara (2004), ada beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai diantaranya yaitu :

1. Keadaan tempat lingkungan kerja

a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.

b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.

c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. 2. Pengaturan udara

a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik. b. Suhu udara yan tidak dikondisikan pengaturannya. 3. Pengaturan penerangan

a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. b. Ruang kerja yang kurang cahaya.

4. Pemakaian peralatan kerja

a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang dan rusak.

(8)

5. Kondisi fisik dan mental pegawai

a. Kerusakan alat indera dan stamina pegawai yang tidak stabil. b. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang

rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja yang rendah, sikap pegawai yang ceroboh dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya.

Sedangkan menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), faktor penyebab terjadinya kecelakan kerja dapat dilihat dari berbagai sudut, diantaranya :

1. Kebijakan pemerintah

a. Undang-undang dan Ketenagakerjaan, khususnya yang menyangkut tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan belum ada.

b. Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan belum ada.

c. Pengendalian dan tindakan hukum bagi perusahaan yang mengabaikan undang-undang dan peraturan yang berlaku tentang keselamatan dan kesehatan kerja belum ada atau kalaupun sudah ada, tetapi tidak terapkan secara tegas.

2. Kondisi pekerjaan

a. Standar kerja yang kurang tepat dan pelaksanaanya juga tidak tepat.

b. Jenis pekerjaan fisik yang sangat berbahaya. Namun di sisi lain, fasilitas keselamatan kerja sangat kurang.

c. Kenyamanan kerja yang sangat kurang karena kurang tersedianya unsur pendukung keselamatan dan kenyamanan kerja.

d. Tidak tersedianya prosedur manual petunjuk kerja.

(9)

3. Kondisi karyawan

a. Keterampilan karyawan dalam hal K3 yang rendah. b. Kondisi kesehatan fisik karyawan yang tidak prima.

c. Kondisi kesehatan mental, seperti rendahnya motivasi tentang K3 serta tingginya derajat stres dan depresi.

d. Kecanduan merokok, minuman keras, dan narkoba. 4. Kondisi fasilitas perusahaan

a. Ketersediaan fasilitas yang kurang cukup (jumlah dan mutu). b. Kondisi ruangan kerja yang kurang nyaman.

c. Tidak tersedianya fasilitas kesehatan dan klinik perusahaan. d. Tidak tersedianya fasilitas asuransi kecelakaan.

e. Kurangnya pelatihan dan sosialisasi tentang pentingnya keselamatan kerja di kalangan karyawan.

Menurut Dessler (2000), ada tiga alasan dari kecelakaan di tempat kerja yaitu :

1. Kejadian yang bersifat kebetulan. 2. Kondisi tidak aman :

a. Pelindung yang tidak memadai b. Peralatan rusak

c. Penerangan yang tidak memadai d. Ventilasi tidak memadai

e. Gudang yang tidak aman

f. Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau, disekitar mesin atau peralatan.

3. Tindakan-tindakan yang tidak aman yang dilakukan karyawan : a. Membuang bahan-bahan tidak pada tempatnya.

b. Beroperasi atau bekerja dengan kecepatan yang tidak aman. c. Menggunakan peralatan yang tidak aman.

d. Membuat peralatan keamanan tidak beroperasi dengan baik. e. Menggunakan prosedur yang tidak aman.

(10)

h. Pikiran kacau, gangguan, penyalahgunaan, kaget, berselisih. 2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2.3.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut pendapat Leon C. Megginson dalam Mangkunegara (2004), istilah keselamatan mencakup kedua istilah risiko keselamatan dan kesehatan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Risiko keselamatan merupakan aspek-aspek lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres, emosi atau gangguan fisik.

Keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa atau anggota badan. Kondisi-kondisi psikologis diakibatkan oleh stres pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap menarik diri, kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan untuk mudah putus asa terhadap hal-hal yang remeh. (Rivai, 2009).

(11)

setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali.

2.3.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Berdasarkan pendapat Mangkunegara (2004), tujuan keselatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

1. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secar fisik, sosial dan psikologis.

2. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.

3. Semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

4. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

5. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja. 6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

lingkungan kerja atau kondisi kerja.

7. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Sedangkan menurut Rivai (2009), tujuan dan pentingnya keselamatan kerja meliputi:

1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.

2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.

3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran lansung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.

(12)

2.3.3. Manfaat K3

Manfaat program K3 (Arep dan Tanjung, 2004) adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Ekonomis:

a. Berkurangnya kecelakaan dan sakit karena kerja

b. Mencegah hilangnya investasi fisik dan investasi sumber daya manusia

c. Meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang nyaman dan aman, serta motivasi kerja meningkat

2. Manfaat Psikologis

a. Meningkatkan kepuasan kerja

b. Kepuasan kerja tersebut akan meningkatkan motivasi kerja dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja c. Perusahaan akan merasa bangga bahwa telah ikut serta dalam

melaksanakan program pemerintah dan ikut serta dalam pembangunan nasional

d. Nama baik/citra perusahaan akan meningkat 2.3.4. Usaha-usaha dalam meningkatkan K3

Berdasarkan pendapat Mangkunegara (2004), usaha-usaha dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu sebagai berikut:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kebakaran dan peledakan. 2. Memberikan peralatan perlindungan diri untuk pegawai yang

bekerja pada lingkungan yang menggunakan peralatan yang berbahaya.

3. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan mencegah kebisingan.

4. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.

(13)

6. Menciptakan suasana kerja yang menggairahkan semangat kerja pegawai.

2.3.5. Sistem Manajemen K3

Menurut Hardono (2009), sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisiensi dan produktif.

Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, serta pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif (Mangkuprawira dan Vitayala, 2007).

Menurut Mangkunegara (2004), pendekatan sistem pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dimulai dengan mempertimbangkan tujuan keselamatan kerja, teknik, dan peralatan yang digunakan, proses produk, dan perencanaan tempat kerja. Tujuan keselamatan harus integral dengan bagian dari setiap manajemen dan pengawasan kerja. Menurut Odiorne dalam Mangkunegara (2004) mengemukakan bahwa pendekatan sistem pada manajemen K3 mencakup:

1. Penetapan Indikator Sistem

(14)

organisasi lainnya. Efektivitas dari sistem dapat diukur dan kecenderungan-kecenderungannya dapat diidentifikasikan. Indikator-indikator tersebut merupakan kriteria untuk tujuan keselamatan kerja.

2. Melibatkan Para Pengawas dalam Sistem Pelaporan

Bilamana terjadi kecelakaan harus dilaporkan kepada pengawas lansung dari bagian kerusakan, dan laporan harus pula mengidentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan. Hal ini agar pengawas tersebut dapat mudah mengadakan perbaikan dan mengadakan upaya preventif untuk masa selanjutnya.

3. Mengembangkan Prosedur Manajemen Keselamatan Kerja

Pendekatan sistem yang esensi adalah menetapkan sistem komunikasi secara teratur dan tindak lanjut pada setiap kecelakaan pegawai. Kemudian mengadakan penelitian terhadap penyebab terjadinya kecelakaan dan mempertimbangkan kebijakan yang telah ditetapkan untuk diadakan perubahan seperlunya sesuai dengan keperluan pada saat itu.

4. Menjadikan Keselamatan Kerja sebagai bagian dari Tujuan kerja Membuat kartu penilaian keselamatan kerja. Setiap kesalahan yang dilakukan pegawai dicatat oleh pengawas dan dipertanggungjawabkan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian prestasi kerja pegawai yang bersangkutan. 5. Melatih Pegawai-pegawai dan Pengawasan dalam Manajemen

Keselamatan Kerja

(15)

2.3.6. Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Ada dua aspek yang digunakan untuk mengatasi masalah K3 yaitu Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology (Miner dalam Ilham, 2002). Safety Psychology menitikberatkan pada usaha mencegah kecelakan itu terjadi, dengan meneliti kenapa dan bagaimana kecelakaan itu terjadi. Industrial Clinical Psychology menitikberatkan pada kinerja karyawan yang menurun, sebab-sebab penurunan dan bagaimana mengatasinya.

Faktor-faktor dari kedua aspek tersebut sebagai berikut: 1. Safety Psychology terdiri dari 6 faktor, yaitu:

a. Laporan dan Statistik Kecelakaan

Laporan dan statistik mengenai jumlah kecelakaan yang terjadi ditempat kerja. Dengan adanya laporan dan statistik kecelakaan kerja, perusahaan akan memiliki gambaran mengenai potensi terjadinya kecelakaan kerja dan cara mengantisipasinya.

b. Pendidikan dan Pelatihan Keselamatan

Pelatihan yang diadakan perusahaan untuk memberikan pengetahuan tentang keselamatan kerja dan mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja.

c. Publikasi dan Kontes Keselamatan

(16)

d. Kontrol terhadap Lingkungan Kerja

Kontrol lingkungan kerja adalah pemeriksaan/pengendalian yang berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja yang bertujuan untuk melindungi karyawan dari bahaya kecelakaan kerja yang mungkin terjadi dan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Perusahaan harus dapat melindungi karyawannya dari kecelakaan kerja. Oleh karena itu, perusahaan harus menyediakan peralatan pengaman dan peralatan pelindung diri untuk karyawannya. Selain itu, perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang membuat karyawannya merasa aman dan nyaman.

e. Inspeksi dan Disiplin

Inspeksi dan disiplin adalah pengawasan terhadap lingkungan kerja dan perilaku kerja karyawan ini bertujuan untuk menjaga agar setiap mesin dan peralatan selalu dalam kondisi aman dan siap untuk digunakan. Selain itu, adanya inspeksi yang berkala dapat memberikan informasi tentang potensi bahaya yang mungkin terjadi, sehingga perusahaan dapat mengambil tindakan.

f. Peningkatan Kesadaran K3

Peningkatan kesadaran K3 merupakan usaha perusahaan dalam mensukseskan program K3. Adanya komitmen yang kuat dan perhatian yang besar dari manajemen perusahaan dapat meningkatkan motivasi karyawan untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatan sewaktu bekerja.

2. Industrial Clinical Psychology terdiri dari dua faktor, yaitu: a. Konseling

(17)

b. Employee Assistance Program

Pembimbingan yang dilakukan secara intensif yang dilakukan untuk menangani berbagai macam masalah yang dihadapi karyawan terutama yang berhubungan dengan perilaku karyawan.

2.3.7. Landasan Hukum K3

Dasar-dasar hukum Keselamatan dan Kesehatan (K3) di Indonesia telah banyak diterbitkan baik dalam bentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan Surat Edaran (Sugeng, 2005), sebagai berikut:

1. Undang-undang Ketenagakerjaan No.13/2003 2. UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2

3. Undang-undang Keselamatan Kerja No.1/1970

4. Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No.3/1992 5. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja No.14/1993

6. Keputusan Presiden tentang Penyakit yang timbul karena Hubungan Kerja No.22/1993

7. Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja No.7/1964 8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan

Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.2/1980

9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Kewajiban melaporkan Penyakit Akibat Kerja No.1/1981

10.Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja No.3/1982

11.Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor fisika di tempat kerja No.5/1999

(18)

2.4. Kepuasan Kerja

2.4.1. Definisi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai, 2009).

Menurut Handoko (2009), kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana cara karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini terlihat dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi lingkungan kerjanya.

Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaanya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikannya (Davis dan Wexley dalam Mangkunegara, 2004).

Menurut Mangkuprawira (2008), kepuasan kerja adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan tersebut adalah berupa hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhan karyawan.

(19)

mutlak tidak ada, karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja ini hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turn over yang kecil, maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik. Sebaliknya, jika kedisiplinan, moral kerja, turn over karyawan besar, maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan berkurang (Hasibuan, 2008).

Keadaan yang menyenangkan dapat dicapai jika sifat dan jenis pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dimiliki. Kepuasan kerja merupakan : “Suatu pernyataan rasa senang dan positif yang merupakan hasil penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja (Locke dalam Prabu, 2005).

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain :

1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja. 2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat

(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

Menurut Hasibuan (2008), kepuasan karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

1. Balas jasa yang adil dan layak.

2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian. 3. Berat dan ringannya suatu pekerjaan.

4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.

5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaaan. 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

(20)

Menurut Robbins dalam Prabu (2005), bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh :

1. Kerja yang secara mental menantang. 2. Ganjaran yang pantas.

3. Kondisi kerja yang mendukung. 4. Rekan sekerja uang mendukung.

5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.

Kerja yang secara mental menantang dan dapat diartikan adanya inovasi-inovasi baru sehingga tidak monoton, penghasilan atau kompensasi yang sesuai dengan harapan pegawai dengan standar yang ada, iklim pekerjaan yang kondusif untuk berlangsungnya pekerjaan dan adanya relevansi kepribadian yang berarti kesesuaian motivasi, persepsi dengan pekerjaan yang akan dilakukan.

Menurut Sopiah (2008), bahwa faktor-faktor kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja yaitu promosi, gaji, pekerjaan itu sendiri, supervise, teman kerja, keamanan, kondisi kerja, administrasi/kebijakan perusahaan, komunikasi, tanggung jawab, pengakuan, prestasi kerja dan kesempatan untuk berkembang.

Menurut Rivai (2009), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang sering digunakan adalah isi pekerjaaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan, supervisi, organisasi dan manajemen, kesempatan untuk maju, gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif, rekan kerja, dan kondisi pekerjaan. Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah :

1. Bekerja pada tempat yang tepat. 2. Pembayaran yang sesuai. 3. Organisasi dan manajemen.

4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat.

(21)

Menurut Umam (2010), faktor-faktor yang dapat menentukan kepuasan kerja diantaranya adalah:

1. Gaji/imbalan.

Gaji merupakan symbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan. Gaji/imbalan memiliki dampak pada kepuasan dan motivasi kerja karyawan.

2. Kondisi kerja.

Ruang kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Karyawan akan mencari alas an untuk sering-sering keluar ruangan. Oleh sebab itu, perusahaan harus menyediakan kondisi kerja yang baik. Kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.

3. Hubungan Kerja.

a. Hubungan kerja dengan rekan kerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada karyawan timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosial terpenuhi). b. Hubungan kerja dengan atasan mencerminkan sejauh mana

atasan membantu karyawan untuk memuasakan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi mereka.

2.4.3. Teori tentang Kepuasan Kerja

Menurut pendapat Mangkunegara (2004), terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja seseorang. Masing-masing teori berupaya menghubungkan antara kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dalam pelaksanaan pekerjaannya, antara lain: 1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

(22)

a. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, dan jumlah kerja. b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan

karyawan. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, dan kesempatan untuk berprestasi.

c. Comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda, atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari perbandingan antara input-outcome dirinya dengan input-outcome karyawan lain (comparison person).

d. Equity-inequity adalah suatu situasi dimana jika perbandingan input-outcome dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas, tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi dirinya, dan sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding.

2. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Kepuasan kerja karyawan bergantung pada perbedaan antara apa yang didapatkan dan apa yang diharapkan oleh karyawan.

3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

(23)

karyawan tidak terpenuhi, maka karyawan tersebut akan merasa tidak puas.

4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan tidak hanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi juga bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk mengukur dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

5. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori ini menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas yaitu faktor pemeliharan atau faktor higienis (maintenance/hygienic factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharan atau faktor higienis meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawas (supervisi), hubungan dengan interpersonal, kondisi kerja, serta gaji dan tunjangan. Faktor pemotivasian meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab.

6. Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)

(24)

2.4.4. Variabel-variabel Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan. Rinciannya sebagai berikut :

1. Turnover

Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover yang rendah maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik (Hasibuan, 2008). Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover yang rendah. Karyawan yang kurang puas biasanya turnovernya lebih tinggi dan lebih mudah meninggalkan perusahaan untuk kemudian mencari kesempatan di perusahaan lain.

2. Tingkat Ketidakhadiran (absen) kerja

Karyawan-karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja, tingkat kehadirannya cenderung tinggi. Mereka tidak merencanakan untuk absen, tetapi apabila ada berbagai alasan untuk absen, bagi mereka lebih mudah menggunakan alasan-alasan tersebut. Ketidakhadiran dapat disebabkan oleh keinginan menghindari ketidaknyamanan suatu lingkungan kerja atau kekecewaan terhadap struktur balas jasa organisasi.

3. Umur

(25)

4. Tingkat Pekerjaan

Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Karyawan-karyawan yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja.

5. Ukuran Organisasi Perusahaan

Ukuran organisasi cenderung mempunyai hubungan secara berlawanan dengan kepuasan kerja. Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan karyawan. Besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi dan partisipasi karyawan. Semakin besar organisasi kepuasan kerja karyawan semakin menurun, karena perananan mereka semakin kecil dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Begitu juga sebaliknya, kepuasan kerja karyawan akan semakin besar apabila peranan mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan perusahaan (Handoko, 2009).

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

(26)

Noegroho (2009) dalam penelitiannya berjudul Analisis Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan di PT. XYZ Bagian Pressing. Penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai korelasi yang didapat semuannya bernilai positif, sangat nyata, dan berkorelasi substansial (agak kuat). Hal ini menunjukkan bahwa faktor K3 di PT. XYZ bagian pressing berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Mulyawati (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Tingkat Kepuasan Karyawan Terhadap Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di PT. Aneka Tambang Tbk UBPP Logam Mulia Jakarta. Dalam penelitiannya menggunakan Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) dan Importance Performance Analysis (IPA). Berdasarkan hasil penilaian Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) bahwa karyawan cukup puas terhadap kinerja perusahaan, terlihat dari IKK yang di dapatkan adalah 69.09% untuk data ordinal dan 63.05% untuk data interval. Untuk indeks karyawan, nilai IKK antara 50% sampai 80% menandakan karyawan cukup puas terhadap kinerja perusahaan, sedangkan hasil penilaian Importance Performance Analysis (IPA), atribut-atribut yang dapat di jadikan prioritas utama oleh perusahaan dengan menggunakan data ordinal atribut yang menjadi prioritas utama adalah pelatihan untuk pegawai tetap dan tidak tetap, sosialisasi prosedur keselamatan kerja untuk pelaksana pekerjaan berpotensi bahaya, kondisi ventilasi, suhu dan penerangan diruang kerja, ketersediaan perlengkapan keamanan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja, perusahaan memiliki fasilitas P3K ditempat kerja dan pemeriksaan peralatan kerja dan mesin-mesin sebelum digunakan.

(27)
(28)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Setiap organisasi apapun jenisnya baik organisasi non profit maupun organisasi yang mencari keuntungan memiliki visi dan misi yang menjadi ruh dalam setiap aktivitas organisasi tersebut. Dari visi dan misi organisasi ini diturunkan menjadi kumpulan tindakan organisasi. Kumpulan tindakan itulah yang diukur untuk mendapatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Mencapai visi dan misi yang ada serta menghadapi persaingan industri yang semakin ketat, maka perusahaan harus memiliki strategi-strategi yang tepat. Strategi-strategi tersebut antara lain strategi bidang keuangan, pemasaran, sumberdaya manusia (SDM), dan strategi bidang produksi. Strategi keuangan terkait dengan keuangan perusahaan secara keseluruhan seperti alokasi modal, laporan laba rugi dan deviden. Strategi pemasaran terkait dengan kegiatan pemasaran yang akan dilakukan seperti, berapa target penjualan, bagaimana promosi yang akan dilakukan, bagaiamana penetapan harga, posisi persaingan dan segmen pasar yang dimasuki. Strategi sumberdaya manusia mencakup perekrutan dan penyeleksian, pengadaan pelatihan, penentuan kompensasi dan pemeliharaan hubungan dengan organisasi pekerja. Strategi produksi berkaitan dengan transformasi masukan bahan-bahan, modal dan tenaga kerja menjadi produk atau jasa. Strategi ini mencakup juga penentuan lokasi pabrik, pemilihan peralatan pengendalian persediaan, penetapan upah dan rekayasa produk.

(29)

merupakan kebijakan yang dibuat perusahaan menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja untuk melindungi karyawan dari kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja.

Penerapan program K3 ini karyawan akan merasa diperhatikan perusahaan, sehinggga diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Bila K3 dan kepuasan kerja karyawan meningkat maka akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya pengembangan usahanya dan pada akhirnya perusahaan dapat mencapai visi, misi, dan tujuannya. Kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 1.

3.2.Kerangka Pemikiran Operasional

PT. DyStar Colours Indonesia (DCI) merupakan sebuah perusahaan multinasional terkemuka kimia di Indonesia merupakan perusahaan yang bersifat industri yang bergerak di bidang produksi zat warna kimia. PT. DCI menyadari pentingnya akan keselamatan dan kesehatan karyawannya saat bekerja karena setiap perusahaan yang berproduksi tentu saja membutuhkan faktor-faktor seperti modal, sumber daya alam, mesin, teknologi dan semua itu tidak dapat beroperasi tanpa dikendalikan oleh sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang sangat penting dan dibutuhkan, terutama dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan sehingga menentukan proses produksi itu sendiri. Industri didirikan dengan menggunakan metode kerja, teknologi dan lainnya untuk mendapatkan tingkat produktivitas yang tinggi, tetapi seringkali tanpa mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkannya. Salah satu dari sekian banyak yang timbul dari keadaan ini adalah terjadinya suatu kecelakaan kerja dan tidak jarang pekerja menderita sakit yang pada akhirnya sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

(30)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Visi, Misi dan Tujuan PT. DCI

Strategi Perusahaan

Penerapan program K3 Aspek K3:

1. Pelatihan Keselamatan. 2. Publikasi Keselamatan Kerja. 3. Kontrol Lingkungan Kerja. 4. Inspeksi dan Disiplin. 5. Peningkatan Kesadaran K3.

Hubungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap kepuasan kerja karyawan

Peningkatan K3 dan kepuasan kerja karyawan Strategi SDM

Strategi Produksi Strategi Keuangan Strategi Pemasaran

Kebijakan Rekrutmen dan Seleksi

Kebijakan Penilaian

Kinerja

Kebijakan Program K3

Kebijakan Kompensasi

Kebijakan Pengembangan

SDM

Kepuasan Kerja Karyawan Faktor Higienis:

1.Kebijakan Perusahaan. 2.Supervisi.

3.Hubungan Interpersonal. 4.Kondisi kerja.

5.Gaji dan Tunjangan.

Implikasi Manajerial

[image:30.595.49.537.56.759.2]
(31)

Dengan adanya program ini akan memberikan kepuasan kerja karyawan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Penerapan program K3 di PT. DyStar Colours Indonesia dapat diketahui melalui wawancara langsung, pengamatan beberapa dokumen perusahaan, dan kuesioner. Adapun faktor-faktor K3 yang menjadi dasar pencarian data penelitian ini berdasarkan kesepakatan dengan pihak PT. DyStar Colours Indonesia yaitu, (1) Pelatihan Keselamatan, (2) Publikasi Keselamatan Kerja, (3) Kontrol Lingkungan Kerja, (4) Inspeksi dan Disiplin, dan (5) Peningkatan Kesadaran K3. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang digunakan adalah Faktor Higienis berdasarkan Teori Herzberg. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Melalui alat analisis Rank Spearman akan diperoleh kesimpulan apakah terdapat hubungan antara keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap kepuasan kerja karyawan. Uraian diatas dapat menjadi pedoman dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 2.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengenai analisis hubungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan dilakukan di PT. Dystar Colours Indonesia yang terletak di Jl. Australia I Kav. F1. Cilegon. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011. 3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer

(32)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2004). Data sekunder diperoleh dari studi literatur berupa gambaran umum perusahaan, jurnal, internet, atau hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan materi penelitian, buku-buku, serta sumber-sumber lain yang dapat menunjang penelitian.

PT. DyStar Colours Indonesia

Karyawan PT. DyStar Colours Indonesia

Kepuasan Kerja Karyawan Faktor Higienis :

1. Kebijakan Perusahaan. 2. Supervisi.

3. Hubungan Interpersonal. 4. Kondisi kerja.

5. Gaji dan Tunjangan. Penerapan Program K3

Aspek K3 :

1.Pelatihan Keselamatan. 2.Publikasi Keselamatan Kerja. 3.Kontrol Lingkungan Kerja. 4.Inspeksi dan Disiplin. 5.Peningkatan Kesadaran K3.

Uji Korelasi Rank Spearman

(33)

 

2 2

2

 

2

. . . r Y Y N X X N Y X XY N           

3.4.2. Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probabilitas (non-probability sampling) dengan metode sensus, yaitu populasi diambil secara keseluruhan sehingga jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Nazir, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. DyStar Colours Indonesia yang berjumlah 113 orang baik dibagian kantor maupun pabrik.

3.4.3. Uji Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan antara yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2009). Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian yang diteliti. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen ynag digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2009). Menurut Umar (2004), dalam menetapkan validitas suatu instrumen pengukuran adalah menghasilkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang kita yakini dalam pengukuan. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas yaitu dengan teknik korelasi product moment :

……… (1)

Keterangan :

N = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pernyataan dari responden Y = Skor total tiap pernyataan dari tiap responden

(34)

               

2

1 2 11 σ σ 1 1 k k r

n n X X

 2 2 2 

r tabel, maka pernyataan tersebut tidak valid atau tidak signifikan dalam penelitian ini.

3.4.4. Uji Reliabilitas

Dalam pandangan posivistik (kuantitatif), suatu data dinyatakan realible apabila dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti sama dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama, atau sekelompok data apabila dipecah menjadi dua menunjukkan data yang tidak berbeda (Sugiyono, 2009). Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2004). Teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach, dengan rumus sebagai berikut :

………...………...……… (2)

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

K = Banyaknya butir pertanyaan

2

= Jumlah ragam butir

2 1

 = Jumlah ragam total

Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur penelitian. Hasil uji realibilitas dihitung dengan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil pengukuran reliabilitas menyatakan bahwa kuesiner dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur pada penelitian ini.

Sedangkan rumus untuk varian total :

(35)

Keterangan :

n = Jumlah responden X = Nilai skor yang dipilih 3.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yakni diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau mengkaji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini hasil dari kuesioner akan diolah dan dianalisis yaitu dengan memberikan skor pada setiap jawaban responden kemudian hasil skor yang didapat akan dipindahkan ke dalam tabel tabulasi untuk dianalisis dan diolah. Untuk langkah selanjutnya, hasil dari pengolahan dan analisis dari tabel tabulasi kemudian akan dijelaskan dengan analisis deskriptif.

Untuk skor jawaban dari setiap item pertanyaan berdasarkan Skala Likert. Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan negatif yaitu sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Sugiyono, 2009). Kelima penilaian tersebut diberi skor seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Skala Pengukuran yang digunakan

Langkah selanjutnya adalah pengolahan kuesioner dilakukan dengan menggunakan rentang skala penilaian dengan menentukan posisi tanggapan responden dengan menggunakan nilai skor. Setiap bobot alternatif jawaban yang terbentuk dari teknik skala peringkatan terdiri dari kisaran 1 - 5. Penentuan rentang skala dilakukan dengan rumus berikut (Umar, 2004) :

Jawaban Responden Bobot Nilai

Sangat Setuju 5

Setuju 4

Cukup Setuju 3

Tidak Setuju 2

(36)

) 1 ( 6 1 21

2   

n n d r n i i s m m 1) ( 

Rs = ……….…….………. (4)

Keterangan :

RS = Rentang Skala

m = Jumlah alternatif jawaban tiap item

Berdasarkan rumus tersebut, maka dapat dihitung nilai rentang skala sebagai berikut :

Rs = 5 ) 1 5 (  = 0.8

Nilai skor rataan dihasilkan dari perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan rentang skala dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Posisi Keputusan Penilaian

Skor Rataan Keterangan

1,0-1,8 Sangat Buruk

1,9-2,6 Buruk

2,7-3,4 Cukup Baik

3,5-4,2 Baik

4,3-5,0 Sangat Baik

3.5.1. Uji Korelasi Rank Spearman

Analisis korelasi ini mengukur ada atau tidaknya dan kuat atau tidaknya hubungan antara peubah X dan peubah Y. Peubah X adalah program K3 yang terdiri dari pelatihan keselamatan, publikasi keselamatan kerja, kontrol lingkungan kerja, inspeksi dan disiplin serta peningkatan kesadaran K3. Sedangkan peubah Y adalah kepuasan kerja karyawan. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara program K3 dengan kepuasan kerja karyawan, dapat dihitung menggunakan metode uji korelasi Rank Spearman dengan rumus sebagai berikut:

(37)

2 2 2 2 2 .

2

y x d y x

rs i

   Tx

n n x 12 3 2

ynnTy

12 3 2 12 3 x x x t t

T  

12 3 y y y t t

T  

Keterangan :

rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

2

i

d = Selisih antara peringkat X dan Y n = Jumlah sampel

Bila banyak terdapat angka bernilai sama, maka rumus yang digunakan adalah:

... (6)

Dimana:

Keterangan : T = Faktor koreksi.

tx= Banyaknya observasi untuk X tertentu yang sama. ty= Banyaknya observasi untuk Y tertentu yang sama.

Besarnya nilai terletak antara -1< rs<1, artinya : s

r = +1, hubungan X dan Y sempurna positif (mendekati 1, hubungan sangat kuat dan positif).

s

r = -1, hubungan X dan Y sempurna negatif (mendekati -1, hubungan sangat kuat dan negatif).

s

(38)
[image:38.595.168.507.132.242.2]

semakin tinggi. Ketentuan koefisien korelasi (Nugroho, 2005) seperti dimuat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rentang keeratan hubungan nilai r

Interval Koefisien Keeratan Hubungan

0,00 - 0,20 Sangat Lemah

0,21 - 0,40 Lemah

0,41 - 0,70 Kuat

0,71 - 0,90 Sangat Kuat

0,91 - 0.99 Sangat Kuat Sekali

1 Sempurna

Kaidah keputusan dalam suatu penelitian umumnya akan dibandingkan nilai peluang pada taraf nyata (α) = 0,05. Taraf nyata 0,05 dipilih, karena angka ini cukup ketat untuk mewakili hubungan antara dua peubah dan merupakan tingkat nyata yang sudah sering digunakan dalam penelitian ilmu sosial. Kriteria uji yang digunakan adalah:

a. Jika p < α = 0,05, maka tolak H0 dan terima H1

b. Jika p > α = 0,05, maka terima H0

Dengan keterangan sebagai berikut:

H0 = Tidak terdapat hubungan K3 dengan kepuasan kerja karyawan

(39)

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan

Sejalan dengan adanya produsen serat syntetis, perusahaan permintalan benang, perajutan dan perusahaan penyempurnaan tekstil menyebabkan permintaan akan zat warna tetap bertambah, oleh sebab itu pemerintah menyetujui berdirinya PT DyStar Indonesia yang memproduksi zat warna Remazol.

Pada awalnya PT. Dystar Cilegon dan PT. Hoechst Cilegon Kimia merupakan salah satu bagian dari kelompok perusahaan kimia terbuka Hoechst yang berpusat di Jerman. Sejak tahun 1952 Hoecsht AG Jerman memproduksi zat warna reaktif dengan nama dagang Remazol.

PT. Hoechst Cilegon Kimia merupakan perusahaan yang berstatus perseroan terbatas, dan merupakan patungan antara Indonesia dan Jerman yang didirikan berdsarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia yang ada pada waktu itu adalah Presiden Soeharto No. B.26/pres/1982 dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 1982. Pada tahun 1996 PT. Hoecsht Cilegon Kimia dan PT. Bayer bekerja sama untuk memproduksi zat warna dan berganti nama menjadi PT. DyStar Cilegon. Penggabungan ini dilakukan untuk menghadapi pasar bebas yang semakin kompetitif. Mulai Februari 1996 PT. DyStar Cilegon memiliki target kapasitas produksi 2000 ton per tahunnya.

(40)

Jakarta tepatnya di Jl. Gatot Subroto Kav.27 Menara Global Building lantai 22.

4.1.2. Struktur Organisasi

Dalam melaksanakan aktivitasnya, PT. DyStar Colours Indonesia dipimpin oleh Presiden Direktur yang membawahi empat divisi utama, yaitu:

1. Divisi Teknik. 2. Divisi Keuangan. 3. Divisi Pemasaran. 4. Divisi Umum.

Divisi-divisi tersebut berkedudukan dikantor pusat Jakarta tepatnya di Jl. Gatot Subroto Kav.27 Menara Global Building lantai 22, kecuali divisi teknik yang berhubungan langsung dengan jalannya proses produksi, berkedudukan di Cilegon Banten.

Tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Technical Director, tugasnya adalah memimipin dan menjalankan perusahaan serta mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pabrik.

2. Manager Production, tugasnya adalah sebagai pelaksana langsung jalannya produksi dan meminta pertanggung jawaban dari supervisor bagian produksi serta pengawasan mutu (Quality Control Laboratory)

3. Engineering, tugasnya adalah menangani masalah-masalah teknik dan meminta pertanggungjawaban dari Maintenance, Instrument, Electric dan Energy. Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan sebagai berikut:

a. Maintenance, tugasnya adalah mengadakan pemeliharan secara teratur terhadap mesin-mesin produksi dan perlengkapannya. b. Instrument, tugasnya adalah mengadakan jadwal dan

(41)

c. Electric, tugasnya adalah merawat dan memperbaili kerusakan-kerusakan yang berhubungan dengan listrik.

d. Energy, tugasnya adalah menyelenggarakan dan menyediakan energy yang dibutuhkan untuk perusahaan.

4. Plant Administrator, tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Mengurus rumah tangga perusahaan dan mengurus kepegawaian, yakni penerimaan karyawan baru, mengawasi absensi karyawan, merancang pembayaran gaji, serta mengatur transportasi bagi karyawan.

b. Mewakili perusahaan dalam menghadapi instansi pemerintah yang bersangkutan dengan DEPNAKER, dinas perburuhan serta segala macam urusan yang menyangkut tenaga kerja. 5. Production Planing/Inventory Control, tugasnya adalah

mengawasi, mengatur dan mengurus pencatatan transaksi untuk mengurusi laba rugi perusahaan dan menyelenggarakan promosi. 6. Production Supervisor, tugasnya adalah sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab terhadapa kelancaran produksi. b. Menyusun jadwal produksi.

c. Mengontrol bahan baku untuk keperluan produksi. d. Memelihara standard kualitas hasil produksi.

7. Quality Control Laboratory (QCL), tugasnya adalah menentukan standard dari hasil produksi.

8. Process Control Laboratory (PCL), tugasnya adalah merencanakan, mengkoordinir dan mengontrol kegiatan-kegiatan analisis dan eksprimen yang berlangsung serta menganalisa pembuangan limbah padat, cair maupun gas dari proses produksi. 9. Head of werehouse, tugasnya adalah menerima, menyiapkan dan

menyimpan bahan baku dan produk yang datang dan mengadakan pembukuan terhadap bahan baku produk yang baru datang.

(42)

(SHE) dan ada kaitannya dengan Material Safety Data Sheet (MSDS).

11.Confidential Secretary, tugasnya adalah sebagai sekretaris utama yang lebih senior dan langsung dibawah pimpinan Technical Director.

12.Secretary, tugasnya adalah membantu pekerjaan dari Technical Director dan Confidential Secretary.

13.Procurement, tugasnya adalah membeli bahan baku dan menjual produk kepada konsumen.

4.1.3. Peraturan Perusahaan

PT. DyStar Colours Indonesia dalam melaksanakan pekerjaan dan aktivitasnya serta untuk mensejahterakan seluruh karyawan PT. DyStar Colours Indonesia, maka perusahaan ini membuat peraturan perusahaan yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh karyawan PT. DyStar Colours Indonesia. Adapun peraturan dari perusahaan ini adalah sebagai berikut:

1. Setiap karyawan harus mengetahui, mematuhi dan menjalankan Material Safety Data Sheet.

2. Setiap karyawan harus masuk kerja menurut jadwal.

3. Setiap karyawan minimal 30 menit sebelum menjalankan kerja harus ada di perusahaan.

4. Setiap karyawan yang tidak masuk memberi surat keterangan. 5. Setiap karyawan yang sakit harus memberikan surat keterangan

dari dokter.

4.1.4. Standar dan Prosedur Perusahaan

(43)

1. Tunjangan kesehatan. 2. Tunjangan transportasi. 3. Tunjangan makan. 4. Fasilitas umum. 4.1.5. Ketenagakerjaan

Para pekerja yang berstatus nonshift mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk bekerja sesuai dengan hari kerja, hari Senin sampai hari Jumat. Sedangkan jika bekerja hari Sabtu, Minggu dan hari libur resmi dianggap kerja lembur yang harus dengan perintah dan diketahui oleh atasan. Jam kerja yang berlaku diperusahaan 8 jam dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu.

Pembagian kerja untuk para pekerja yang berstatus shift terdiri dari atas 3 shift. Mereka mempunyai kewajiban untuk bekerja selama enam hari kerja, dimana 2 shift A, 2 hari shift B, 2 hari shift C dan 2 hari libur. Bilamana ada tambahan kerja diluar jadwal kerja maka dianggap lembur. Adapun jadwal shift tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jadwal shift

Shift Waktu

A 07.30 WIB – 16.00 WIB

B 15.30 WIB – 24.00 WIB

C 23.30 WIB – 08.00 WIB

4.2. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(44)

sudah menjadi hak karyawan dan juga dapat mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Adapun program K3 yang telah diterapkan di PT. DCI diantaranya yaitu:

1. Pelatihan keselamatan kerja

Perusahaan telah mengadakan beberapa jenis pelatihan mengenai keselamatan kerja yang bertujuan untuk melatih karyawan dalam mengantisipasi terjadinya kecelakan kerja. Jenis pelatihan keselamatan kerja yang telah diadakan di PT. DCI diantaranya yaitu:

a. Pelatihan penggunaan peralatan kerja.

b. Pelatihan penggunaan peralatan keselamatan kerja.

c. Pelatihan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. 2. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)

Perusahaan menyediakan APD bagi karyawan yang bertujuan untuk melindungi karyawan dari bahaya dan penyakit yang mungkin terjadi akibat kerja. APD yang disediakan perusahaan disesuaikan dengan jenis bahaya akibat dari pekerjaan yang dilakukan karyawan. Adapun APD yang harus digunakan karyawan diantaranya:

a. Pakaian Kerja

Pakaian kerja yang dimaksud adalah pakaian yang digunakan karyawan pada seluruh bagian-bagian yang ada di perusahaan. Penggunaan pakaian ini bertujuan untuk melindungi karyawan dari bahaya akibat kerja.

b. Sepatu Pengaman (safety shoes)

Sepatu pengaman digunakan oleh seluruh karyawan yang berfungsi untuk melindungi kaki bila tertimpa alat berat. Sepatu pengaman ini di lengkapi besi pelindung pada ujung sepatu sehingga mampu memberikan perlindungan untuk kaki karyawan.

c. Sarung Tangan

(45)

berlangsung sehingga karyawan terhindar dari kecelakaan yang mengakibatkan tangan terluka ringan maupun terluka parah.

d. Helm

Helm digunakan untuk melindungi kepala karyawan dari benda-benda berat maupun alat-alat berat selama proses kerja berlangsung yang bertujuan agar karyawan terhindar dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan karyawan terluka.

e. Masker

Masker berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk. Masker digunakan oleh seluruh karyawan setiap masing-masing bagian pada saat bekerja. f. Tali keselamatan (safety belt)

Tali keselamatan berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi. Safety belt digunakan untuk karyawan bagian warehouse dan engineering.

3. Penyediaan peralatan keselamatan dan kesehatan kerja

Perusahaan menyediakan peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berupa peralatan penanganan darurat medis, tombol bahaya (alarm), Alat Pemadam Api Ringan (APAR), dan tandu. Semua peralatan K3 tersedia di setiap ruangan. Peralatan penangan darurat medis disediakan sebagai upaya pertolongan pertama apabila terjadi kecelakaan kerja, tombol bahaya (alarm) berfungsi untuk memberitahukan seluruh karyawan apabila terjadi kejadian yang membahayakan. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) disediakan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di pabrik, dan tandu disediakan untuk membawa karyawan yang pingsan maupun terluka yang menyebabkan karyawan tidak bisa berjalan ke tempat yang aman.

4. Fasilitas kesehatan

(46)

4.3. Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT DyStar Colours Indonesia dilakukan melalui proses audit keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Audit keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai suatu sistem pengujian terhadap kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja secara sistematis untuk menemukan kelemahan dari unsur sistem (manusia, sarana lingkungan kerja, perangkat lunak) sehingga dilakukan tindakan perbaikan.

Pelaksanaan audit keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di PT DyStar Colours Indonesia dilakukan oleh pihak luar maupun dari dalam perusahaan sendiri. Audit eksternal (luar) dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Tenaga Kerja. Untuk pelaksanaan audit eksternal ini dilakukan setahun sekali.

Audit Internal (dalam) dari PT DyStar Colours Indonesia dilakukan setiap hari dengan membentuk tim khusus P2K3 melalui Divisi Plant Administator dan Divisi Safety Engineering. Tugas dari tim ini adalah memeriksa apakah pelaksanaan program K3 sudah sesuai dengan prosedur atau belum.

4.4. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT DyStar Colours Indonesia. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja.

4.4.1. Jenis Kelamin

(47)

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 4.4.2. Usia

Usia karyawan berkaitan dengan pengalaman kerja yang dimilikinya dan juga menentukan produktivitasnya dalam bekerja. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa usia karyawan tersebar kedalam empat kelompok yaitu, 20-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan 51-60 tahun. Dapat disimpulkan bahwa usia karyawan menyebar ke dalam beberapa kelompok umur yaitu sebesar 46.90% sebanyak 53 orang masuk ke dalam kelompok usia antara 41-50 tahun, 38.93% sebanyak 44 orang masuk ke dalam kelompok usia antara 31-40 tahun, 10.62% sebanyak 12 orang masuk ke dalam kelompok usia antara 51-60 tahun dan 3.54% sebanyak 4 orang masuk ke dalam kelompok usia antara 20-30 tahun. Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa sebagian besar karyawan rata-rata masih berada pada batas usia produktif untuk bekerja. Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 4.

0 20 40 60 80 100 120

Pria Wanita

112

1

Pria

(48)

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

4.4.3. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Tabel 6 diperoleh data bahwa karyawan PT. DyStar Colours Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang paling banyak adalah lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU) yaitu sebanyak 89 orang (78.76%). dan lulusan yang paling sedikit yaitu lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Teknik Mesin (STM), Diploma 1 (D1) serta Diploma 3 (D3) yang masing-masing jumlah karyawannya 1 orang (0,89%). Hal ini terjadi karena secara keseluruhan pekerjaan yang harus dilakukan tidak menuntut keahlian tinggi, karena karyawan mampu menjalankan pekerjaan dengan keterampilan dan pengalaman yang telah didapatkan. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 5.

0 10 20 30 40 50 60

20 - 30

Tahun

31 - 40

Tahun

41 - 50

Tahun

51 - 60

Tahun 4

44

53

12

20 - 30 Tahun

31 - 40 Tahun

41 - 50 Tahun

(49)

Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

4.4.4. Masa Kerja

Berdasarkan Tabel 6 diperoleh data bahwa karyawan dengan masa kerja tertinggi lebih dari 15 tahun (>15) sebanyak 57 orang (50,44)%, dan terendah berada pada rentang masa kerja 1-5 tahun yaitu sebanyak 2 orang (1,77%). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar karyawan sudah memiliki banyak pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaannya serta merupakan cerminan loyalitas dari karyawan sangat tinggi terhadap perusahaan. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

SMP SMU SMK STM D1 D3 S1

13

89

1 1 1 1

7 SMP SMU SMK STM D1 D3 S1 0 10 20 30 40 50 60

1 - 5 Tahun 6 - 10

Tahun

11 - 15

Tahun

> 15 Tahun 2

16

38

57

1 - 5 Tahun

6 - 10 Tahun

11 - 15 Tahun

[image:49.595.163.521.106.303.2]
(50)

Tabel 6. Karakteristik Responden

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-Laki 112 99,11

Perempuan 1 0,89

Usia (tahun)

20-30 4 3,54

31-40 44 38,93

41-50 53 46,90

51-60 12 10,62

Pendidikan

SMP 13 11,50

SMU 89 78,76

SMK 1 0,89

STM 1 0,89

D1 1 0,89

D3 1 0,89

S1 7 6,19

Masa Kerja (tahun)

1 s/d 5 2 1,77

6 s/d 10 16 14,16

11 s/d 15 38 33,62

> 15 57 50,44

4.5. Hasil Perhitungan Uji Validitas dan Reliabilitas 4.5.1. Hasil Uji Validitas

(51)

4.5.2. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur, apabila pengukuran diulangi. Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach’s Alpha kemudian nilainya dibandingkan

Gambar

Tabel 1. Data Kecelakaan Kerja PT. DyStar Colours Indonesia Cabang  Cilegon Tahun 1998 - 2003
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Tabel 4. Rentang keeratan hubungan nilai r
Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Justeru itu, penyelidik ingin membuka lembaran baharu dalam penyelidikan kesusasteraan Tamil Malaysia dengan mengkaji pemaparan nilai budaya dalam aspek sistem normatif unsur adat

SUB DINAS PENYULUHAN SUB DINAS KONSERVASI TANAH DAN USAHA KEHUTANAN SUB DINAS PRODUKSI DAN USAHA PERKEBUNAN SEKSI PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT SEKSI PERLINDUNGAN

NB : Agent dinyatakan fail dalam hal Training Sabtu jika selama 3 minggu berturut-turut tidak hadir training dengan alasan apapun dan untuk mengembalikan

[r]

Hasil uji korelasi yang ditunjukkan pada tabel VIII menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kategori MMAS dengan tekanan darah sistolik dengan kekuatan korelasi

Dalam hal ini, realitas objektif masyarakat Desa Karangkedawang adalah apa yang diyakini dan dilakukan sebagai respon.. Sebagian besar masyarakat beragama Islam, tetapi

Genotipe biji lurik pada peubah kadar kemanisan biji memberikan tanggapan yang tidak berbeda nyata pada semua dosis pemberian pupuk kalium, kecuali berbeda nyata hanya

bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 2004 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Murung Raya Nomor 22 Tahun 2003 tentang Retribusi Pelayanan