• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI DAN KEGIATAN USAHA PERSEROAN

Dalam dokumen Prospektus Penawaran Umum Terbatas II (Halaman 41-45)

KEUANGAN SERTA KINERJA USAHA PERSEROAN

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI DAN KEGIATAN USAHA PERSEROAN

ga N 763 835 835 939 873 963 242 763 835 939 ode 6% 1% 0% 8% % 6% 4% 7% % % 1% 8% 0% 6% 4% 4% 0% 1% 4% 0% 7% 3% 2% 8% 9% 2% 8% 4% 3% 7% 4% 4% 9% 6% 6% 8% 24,6 17,1 19,1 20,6 65,4 71,7 90,1 70,1 0,7 36,3 45,6 32,8 0% 6% 3% 4% * 1% 4% 0% * 3% 0% 1% 3% 5% 0% 1% 0% 4% 4% 0% 8:1 4:1 9:1 3:1 24% 27% 36% 36% ) t 337 330 458 885 )

ber ber nuari ri et l

570 582 485 374 393 341 019 285 288 308 308 255

V. PEMBAHASAN OLEH MANAJEMEN DAN ANALISIS KONDISI

KEUANGAN SERTA KINERJA USAHA PERSEROAN

Analisis dan pembahasan oleh manajemen atas kondisi keuangan serta hasil operasi Perseroan dalam bab ini harus dibaca bersama-sama dengan ikhtisar data keuangan penting, laporan keuangan konsolidasian Perseroan dan entitas anak beserta catatan atas laporan keuangan konsolidasian yang terlampir dalam Prospektus ini. Laporan keuangan konsolidasian Perseroan dan entitas anak untuk periode tiga bulan yang berakhir 31 Maret 2017 dan untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2016 telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Satrio Bing Eny dan Rekan (anggota dari Deloitte Touche Tohmatsu Limited) dengan pendapat wajar tanpa modifikasian untuk semua hal yang material

Laporan keuangan konsolidasian Perseroan dan entitas anak untuk tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2014 dan 2015 telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Osman Bing Satrio dan Eny (anggota dari

Deloitte Touche Tohmatsu Limited) dengan pendapat wajar tanpa modifikasian untuk semua hal yang material dengan paragraf penekanan pada suatu hal mengenai penyajian kembali laporan keuangan konsolidasian tahun 2014 sehubungan dengan penerapan beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain konsolidasian Perseroan dan entitas anak untuk periode tiga bulan yang berakhir 31 Maret 2016 telah di review oleh Kantor Akuntan Publik Satrio Bing Eny dan Rekan (Anggota dari Deloitte Touche Tohmatsu Limited) yang menyatakan tidak ada hal-hal yang menjadi perhatian auditor independen yang menyebabkan auditor independen percaya bahwa informasi keuangan konsolidasian 31 Maret 2016 tidak menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material.

Pembahasan yang disajikan berikut mengandung pernyataan yang menggambarkan keadaan di masa mendatang (forward looking statement) dan mencerminkan pandangan Perseroan saat ini berkaitan peristiwa dan kinerja keuangan di masa mendatang yang hasil aktualnya dapat berbeda secara material sebagai akibat dari faktor-faktor termasuk namun tidak terbatas kepada yang telah diuraikan dalam Bab VI mengenai Faktor Risiko.

Kecuali disebutkan lain, maka seluruh kata “Perseroan” dalam bab ini berarti PT Chandra Asri Petrochemical Tbk

dan Entitas Anak. A. TINJAUAN UMUM

Perseroan adalah produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia dan mengoperasikan satu-satunya naphtha cracker di negara ini. Perseroan juga merupakan produsen polypropylene terbesar di Indonesia. Perseroan memproduksi olefins (ethylene, propylene dan produk-produk sampingan, seperti pygas dan mixed C4), produk-produk turunan ethylene (seperti polyethylene), produk turunan propylene (seperti polypropylene), butadiene, dan styrene monomer serta berbagai produk sampingan (seperti ethyl benzene, toluene, dan benzene toluene mixture). Perseroan merupakan satu-satunya penghasil ethylene dan styrene monomer di dalam negeri, dan salah satu dari hanya dua produsen propylene dan polyethylene di Indonesia, dan produk-produk Perseroan merupakan bahan dasar bagi produk-produksi berbagai produk-produk konsumen dan industri.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI DAN KEGIATAN USAHA PERSEROAN

Bisnis dan hasil kegiatan usaha Perseroan selama ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting yang diyakini akan terus mempengaruhi bisnis dan hasil operasi Perseroan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

a) Dinamika Permintaan dan Penawaran

Pendapatan bersih, marjin keuntungan serta kinerja operasional Perseroan dipengaruhi oleh dinamika permintaan dan penawaran di pasar petrokimia dalam negeri maupun internasional. Permintaan terhadap produk-produk Perseroan pada umumnya terkait dengan tingkat aktivitas perekonomian atau pertumbuhan PDB. Penawaran dipengaruhi oleh kapasitas produksi yang tersedia di pasar.

Seiring dengan tingkat permintaan produk petrokimia yang hampir sama dengan tingkat pasokan yang tersedia, tingkat utilisasi kapasitas industri mengalami peningkatan, dan harga serta marjin biasanya juga meningkat. Secara historis, hubungan ini tergolong sangat musiman karena fluktuasi pada pasokan akibat dari waktu investasi dalam kapasitas yang baru dan kondisi ekonomi umum yang mempengaruhi kekuatan atau kelemahan permintaan. Umumnya, kapasitas lebih cenderung ditingkatkan pada periode ketika permintaan dan marjin yang kuat di masa mendatang atau yang diharapkan di masa mendatang atau yang

diperkirakan akan tinggi. Investasi dalam kapasitas baru dapat terjadi, dan di masa lalu sering mengakibatkan kelebihan kapasitas yang biasanya menyebabkan penurunan tingkat utilisasi kapasitas industri dan penurunan marjin. Sebagai tanggapan, produsen petrokimia pada umumnya mengurangi kapasitas atau membatasi penambahan kapasitas lebih lanjut, yang pada akhirnya menyebabkan pasar menjadi relatif kurang terdiversifikasi dan menyebabkan peningkatan utilisasi kapasitas industri dan peningkatan marjin. Walaupun Perseroan merupakan produsen tunggal dari beberapa produk Perseroan dan yakin bahwa Perseroan memiliki kelebihan yang cukup signifikan dibandingkan dengan kompetitor domestik dan internasional, industri petrokimia secara historis ditandai dengan masa-masa dimana persediaan ketat, sehingga menyebabkan tingkat pemanfaatan dan marjin yang tinggi, diikuti oleh masa-masa dimana terjadi kelebihan pasokan yang disebabkan oleh penambahan kapasitas yang signifikan, yang membawa kepada tingkat pemanfaatan dan marjin yang berkurang. Kelebihan pasokan menyebabkan menurunnya harga dari produk Perseroan, yang berdampak langsung terhadap marjin laba bersih. Sebaliknya, pada periode dimana jumlah pasokan ketat, Perseroan mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga produk, yang berdampak positif terhadap marjin laba bersih. Hasil historis Perseroan merefleksikan dinamika permintaan dan penawaran serta fluktuasi industri petrokimia.

Harga produk-produk Perseroan ditentukan berdasarkan harga acuan regional. Selama ini, Perseroan memasarkan produknya pada harga premium terhadap harga acuan dikarenakan oleh (i) lokasi yang dekat dengan pelanggan, sehingga Perseroan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses pengiriman barang, (ii) kemampuan Perseroan untuk mengirim produk-produknya secara reguler dan dalam jumlah yang kecil, yang mana meningkatkan efisiensi modal kerja pelanggan jika dibandingkan dengan produk impor, dengan pengiriman dalam jumlah besar dan waktu yang lama, (iii) keamanan dari produk-produk yang ditawarkan dibandingkan dengan produk-produk impor, dan (iv) bantuan teknis yang diberikan oleh Perseroan. Sejak tahun 2014, Perseroan mengalami penurunan harga rata-rata penjualan per ton atas produk Perseroan bersamaan dengan harga minyak mentah yang lebih rendah dan Perseroan memperkirakan harga rata-rata atas produk Perseroan akan berlanjut turun pada kuartal kedua tahun 2017. Per tanggal 31 Desember 2014, 2015, dan 2016, rata-rata harga penjualan olefins adalah US$ 1.148,0/MT, US$ 774,6/MT, dan US$ 758,6/MT. Per tanggal 31 Desember 2014, 2015, dan 2016, rata-rata harga penjualan polyolefins adalah US$ 1.659,6/MT US$ 1.285,5/MT, dan US$ 1.191,1/MT. Per tanggal 31 Desember 2014, 2015, dan 2016, rata-rata harga penjualan styrene monomer dan produk-produk sampingannya adalah US$ 1.596,0/MT, US$ 1.086,2/MT, dan US$ 1.023,7/MT. Untuk tahun-tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2014, 2015, dan 2016, rata-rata harga penjualan butadiene adalah US$ 1.171,8/MT, US$ 737,0/MT, dan US$ 690,3/MT.

b) Biaya persediaan bahan baku

Perseroan menggunakan naphtha sebagai bahan baku utama untuk menghasilkan produk-produk, dan karenanya, biaya naphtha, yang sebagian besar dibeli dari pihak ketiga yang independen, mewakili komponen terbesar dari beban pokok penjualan Perseroan. Selama tahun-tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2014, 2015, dan 2016 dan periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2017, biaya naphtha terhitung masing-masing sebesar kurang lebih 62,8%, 45,9%, 61,3%, dan 64,6% dari beban pokok pendapatan Perseroan.

Harga naphtha pada umumnya mengikuti tren harga minyak mentah, dan bervariasi sesuai dengan kondisi pasar minyak mentah yang akhir-akhir ini sangat tidak stabil.Pergerakan harga naphtha tidak selalu memiliki besar atau arah yang sama seiring dengan perubahan harga Perseroan yang selama ini telah dialami untuk produk-produknya. Dengan demikian, kenaikan atau penurunan harga naphtha dapat berdampak secara material terhadap marjin Perseroan. Pada tahun 2014, 2015 dan 2016 dan untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2017 sekitar 69,7%, 69,6%, 76,1%, dan 57,2% dari naphtha Perseroan telah dipasok berdasarkan kontrak berjangka satu tahun dengan harga formula.

Harga naphtha di industri sejak tahun 2014 mengalami penurunan, yang diikuti penurunan cepat dalam harga minyak mentah, khususnya, dimulai sejak kuartal keempat tahun 2014 hingga akhir kuartal pertama tahun 2016, harga minyak brent mentah mengalami penurunan hingga mencapai 50 persen. Sedangkan, harga untuk produk Perseroan juga menurun, meskipun laju penurunan lebih rendah daripada penurunan harga naphtha. Dengan demikian, marjin operasional Perseroan meningkat selama periode tersebut. Namun demikian, harga minyak mentah meningkat pada paruh pertama tahun 2017, yang menyebabkan peningkatan harga naphtha, yang menekan marjin operasional Perseroan. Harga rata-rata per ton naphtha menurun dari US$931/MT di tahun 2014 menjadi US$551/MT di tahun 2015 dan US$410/MT di tahun 2016 sebelum kemudian meningkat menjadi US$ 506,6/MT untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2017. Harga rata-rata per ton benzene, yang merupakan bahan baku untuk styrene monomer, menurun sejumlah

14,8% menjadi US$614/MT di tahun 2016 dari sebelumnya US$721/MT di tahun 2015. Marjin kotor produk dihitung berdasarkan laba kotor per produk dibagi dengan pendapatan bersih per produk. Marjin kotor produk olefins Perseroan pada tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2014, 2015 dan 2016 dan untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2017 adalah masing-masing sebesar 2,0%, -0,9%, 27,2% dan 39,0%. Marjin kotor produk polyolefins pada tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014, 2015 dan 2016 dan untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2017 adalah masing-masing sebesar 7,0%, 15,8%, 32,0% dan 28,0%. Marjin kotor produk styrene monomer pada tahun-tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2014, 2015 dan 2016 dan untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2017 adalah masing-masing sebesar 1,7%, 5,0%, 8,7% dan 11,5%. Marjin kotor produk butadiene pada tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014, 2015 dan 2016 dan untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2017 adalah masing-masing 2,9%, -5,1%, 11,1% dan 31,8%.

Perseroan menggunakan propylene sebagai bahan baku untuk memproduksi polypropylene. Perseroan secara umum menggunakan seluruh produk propylene sebagai bahan baku untuk produksi Perseroan atas polypropylene. Namun demikian, produksi propylene Perseroan tidak mencukupi untuk produksi polypropylene dan Perseroan biasanya mengimpor propylene untuk digunakan sebagai bahan baku. Pada tahun-tahun yang berakhir 31 Desember 2014, 2015, dan 2016 dan periode tiga bulan yang berakhir 31 Maret 2017, Perseroan memproduksi 296 KT, 182 KT, 416 KT,dan 114 KT propylene, dan membeli masing-masing 219 KT, 313 KT, 175 KT, dan 18 KT propylene. Selama tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2014, 2015 dan 2016, biaya propylene adalah masing-masing sekitar1,9%, 2,3% dan 7,0% dari total beban pokok penjualan. Harga propylene umumnya ditentukan oleh persediaan dan permintaan untuk propylene di pasar. Arah dan besaran dari pergerakan harga propylene tidak selalu sama dengan harga produk yang diterima oleh Perseroan. Dengan demikian, peningkatan atau penurunan harga propylene memiliki dampak yang material terhadap marjin Perseroan.

Dengan demikian, peningkatan harga bahan baku dapat memiliki dampak negatif yang material pada marjin dan arus kas Perseroan, jika peningkatan tersebut tidak diperhitungkan pada harga jual produk. Volatilitas yang signifikan pada biaya bahan baku dapat memiliki dampak yang negatif terhadap marjin Perseroan, dikarenakan peningkatan penjualan untuk produk Perseroan tertinggal di belakang peningkatan harga bahan baku. Tidak ada jaminan bahwa peningkatan harga bahan baku tidak akan memiliki dampak negatif terhadap bisnis atau hasil operasional Perseroan di masa yang akan datang. Fluktuasi biaya bahan baku dapat berakibatnya meningkatnya beban operasi dan memberikan dampak merugikan dan material terhadap hasil operasional, arus kas, dan marjin Perseroan.

c) Kondisi ekonomi

Kondisi makroekonomi global dan dalam negeri secara historis memiliki dampak terhadap kinerja operasional Perseroan secara signifikan dan akan terus mempengaruhi kegiatan operasional Perseroan. Sebagai contoh, krisis ekonomi Eropa dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang mengalami penurunan pada tahun 2012, yang diimbangi oleh peningkatan harga naphtha yang disebabkan oleh tingginya harga minyak sebagai dampak dari ketegangan di Timur Tengah memperlambat pertumbuhan industri petrokimia dimana Perseroan beroperasi. Hal tersebut menyebabbukan penurunan yang signifikan terhadap marjin laba bersih Perseroan pada periode tersebut. Kemudian, di tahun 2014, penyusutan harga komoditas, termasuk harga minyak mentah, menyebabkan penurunan harga naphtha yang signifikan, yang mana berfluktuasi mengikuti harga minyak mentah, menurunkan biaya bahan baku Perseroan dan berdampak positif terhadap kinerja keuangan Perseroan. Krisis ekonomi keuangan global pada pertengahan tahun 2008 memiliki dampak yang signifikan pada Indonesia dan operasional Perseroan. Berdasarkan data dari International Monetary Fund (“IMF”),

penurunan perekonomian global memiliki efek negatif terhadap perekonomian Indonesia, memperlambat laju pertumbuhan riil PBD menjadi 5,6%, 5,0%, dan 4,8% pada tahun 2013, 2014, dan 2015, sebelum meningkat pada level 4,9% pada tahun 2016.

d) Program Pemeliharaan (Turn Around Maintenance (“TAM”), shutdown maintenance ("SDM")) dan pemadaman listrik

Hasil operasional Perseroan secara material dipengaruhi oleh kemampuan Perseroan dalam memanfaatkan aset sehingga menghasilkan volume produksi yang maksimal. Perseroan telah berusaha untuk mengoperasikan fasilitas dalam kapasitas penuh untuk mempertahankan marjin dan arus kas yang positif, sehingga Perseroan diharapkan dapat bertahan dalamkeadaan industri yang menurun dibandingkan dengan produsen lain yang memiliki biaya yang lebih tinggi. Perseroan berencana untuk meningkatkan volume produksi melalui peningkatan tingkat utilisasi, dalam kapasitas aset yang telah ditentukan, dengan

meminimalkan downtime fasilitas, yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Program pemeliharaan yang telah dijadwalkan seperti TAM dan SDM serta penghentian pabrik yang tidak direncanakan dapat berdampak pada tingkat utilitas Perseroan, yang dapat mengakibatkan fluktuasi produksi. Pada 2014, 2015 dan 2016, dan periode tiga bulan yang berakhir 31 Maret 2017 jumlah produksi olefin, polyolefin, styrene monomer serta produk turunannya, dan butadiene serta produk turunannya oleh Perseroan adalah 2.440 KT, 1.763 KT, 2.919 KT dan 796 KT.

Perseroan diwajibkan melakukan TAM, yang mencakup sertifikasi katup pengaman, perbaikan dan pemeliharaan besar, pembaharuan dan penggantian berskala besar terjadwal sehubungan dengan pabrik Perseroan, untuk memaksimalkan tingkat operasional melalui modernisasi pabrik. Selama periode TAM, Perseroan menutup fasilitas terkait selama 35 sampai dengan 45 hari, tergantung produk, yang berakibat menurunnya produksi produk selama periode tersebut.

Perseroan dijadwalkan untuk melakukan TAM setiap lima tahun pada pabrik naphtha cracker, yang biasanya berlangsung selama 45 hari. Pada September hingga Desember 2015, Perseroan melakukan TAM dan pelaksanaan tie-in yang terjadwal, yang berakibat pada penghentian fasilitas cracker selama 85 hari dan membatasi kapasitas produksi Perseroan pada tahun 2015. Masa shutdown tersebut lebih lama daripada rata

– rata karena TAM dilakukan bersamaan dengan proyek perluasan naphtha cracker. Setelah TAM selesai, kapasitas nameplate naphtha cracker Perseroan meningkat menjadi 860 KTA. Kapasitas tingkat penggunaan naphtha cracker Perseroan pada tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2015 dan kuartal pertama tahun 2016 berada pada tingkat yang cukup rendah, yaitu masing-masing 56,5% dan 64,7%, yang secara garis besar menggambarkan pelaksanaan TAM dan tie-in pada naphtha cracker dan peningkatan produksi secara bertahap setelah diselesaikannya pekerjaan perluasan pada akhir tahun 2015. Tabel di bawah ini menggambarkan tingkat utilisasi naphtha cracker Perseroan yang mencerminkan dampak TAM terhadap produksi Perseroan: Naphtha 1Q2014 2Q2014 3Q2014 4Q2014 1Q2015 2Q2015 3Q2015 4Q2015 1Q2016 2Q2016 3Q2016 4Q2016 Tingkat kapasitas utilitasi 96,9% 98,2% 97,3% 81,7% 73,8% 66,3% 76,0% 10,5% 64,7% 92,2% 98,8% 103,1% Kapasitas nameplate (KTA) 600 600 600 600 600 600 600 600 860 860 860 860

Perseroan dijadwalkan untuk melakukan TAM berikutnya pada tahun 2020. Setelah peninjauan ulang atas prosedur TAM. Perseroan memperkirakan TAM membutuhkan penghentian produksi selama maksimal sekitar 45 hari.

Dua pabrik styrene monomer Perseroan, masing-masing memerlukan SDM setiap dua tahun sekali yang berlangsung selama 26 hari hingga 30 hari. Pada Desember 2016, Perseroan melakukan SDM terjadwal yang berakibat pada penghentian pabrik styrene monomer selama 30 hari. Perseroan melakukan SDM untuk pabrik butadiene pada waktu yang bersamaan dengan TAM untuk pabrik naphtha cracker, dimana selama periode tersebut Perseroan menghentikan produksi butadiene untuk jangka waktu hingga 40 hari.

Kegiatan-kegiatan operasional Perseroan bergantung pada faktor-faktor produksi dan faktor-faktor lain di luar kendali Perseroan yang mungkin menyebabkan penutupan dan penghentian tidak terjadwal. Pada tahun 2015, Perseroan mengalami penghentian tidak terjadwal dikarenakan Perseroan menjalankan beberapa mesin untuk waktu yang lebih lama dari biasanya guna mensejajarkan penghentian terjadwal yang berkaitan dengan TAM terjadwal dan pengerjaan tie-in peningkatan kapasitas cracker menjelang akhir tahun 2015. Penghentian tidak terjadwal, TAM, dan tie-in perluasan tersebut, menyebabkan penurunan tingkat utilisasi naphtha cracker Perseroan dari 93,5% pada tahun 2014 menjadi 56,5% pada tahun 2015.

e) Rencana debottlenecking dan Perluasan

Kemampuan Perseroan untuk meningkatkan produksi dan penjualan akan bergantung pada kemampuan dalam melaksanakan debottlenecking dan rencana perluasan. Sebagai contoh, proyek perluasan cracker yang telah selesai pada bulan Desember 2015 meningkatkan kapasitas produksi hingga 43%, yaitu ethylene (dari 600 KTA menjadi 860 KTA), propylene (dari 320 KTA menjadi 470 KTA), pygas (dari 280 KTA menjadi 400 KTA) dan mixed C4 (dari 220 KTA to 315 KTA). Perseroan berharap rencana debottlenecking dan perluasan tersebut dapat meningkatkan kapasitas produksi melalui pemasangan peralatan dan mesin-mesin baru dalam fasilitas produksi yang ada saat ini.

s

Perseroan saat ini sedang melakukan proyek perluasan butadiene, proyek perluasan polypropylene, peningkatan kapasitas naphtha cracker, dan konstruksi pabrik polyethylene baru. SRI, perusahaan patungan antara anak perusahaan Perseroan, SMI, dan Michelin, telah memulai pembangunan pabrik karet sintetis baru untuk memproduksi synthetic butadiene rubber di Cilegon, Banten, pada November 2015. Sebagai tambahan, Perseroan memiliki proyekyang sedang dalam tahap perencanaan yaitu proyek perluasan pabrik polypropylene dan konstruksi pabrik MTBE dan butene-1 baru. Perseroan berharap pembangunan dan penyelesaian pabrik tersebut akan memungkinkan Perseroan untuk memproduksi tambahan produk hilir yang memiliki nilai tambah yang besar.

f) Bea masuk

Hasil usaha Perseroan selama ini dalam beberapa hal telah dipengaruhi oleh bea masuk yang dikenakan terhadap produk impor petrokimia ke Indonesia. Per tanggal 1 Maret 2017, impor naphtha, ethylene, propylene, styrene monomer, dan butadiene tidak dikenakan bea masuk. Impor polyethylene dan polypropylene dikenakan bea masuk sebesar 5% sampai dengan 15% dari harga impor jika diimpor dari negara-negara di luar ASEAN dan tidak dikenakan bea masuk jika diimpor dari negara-negara ASEAN. g) Peraturan lingkungan hidup

Hasil operasional Perseroan dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, termasuk peraturan emisi gas rumah kaca, serta risiko dan sasaran lingkungan pada umumnya. Perseroan telah melakukan investasi, dan akan tetap melakukan investasi, finansial dan teknis dengan jumlah signifikan untuk mencapai dan menjaga pemenuhan persyaratan lingkungan. Dari waktu ke waktu, Perseroan juga melakukan remediasi dan penonaktifan harga pada fasilitas produksi saat ini dan terdahulu, serta pada fasilitas di lokasi lainnya. Peraturan lingkungan hidup dapat memiliki dampak terhadap pasar dimana Perseroan beroperasi, dan juga terhadap posisi Perseroan dibandingkan dengan pesaingnya.

h) Faktor Musiman

Perseroan mengalami tingkat penjualan yang lebih rendah selama hari raya keagamaan, khususnya selama Hari Raya Idul Fitri atau libur Lebaran di Indonesia.Selama perayaan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia, hanya angkutan bahan makanan dan penumpang saja yang pada umumnya diperbolehkan melalui jalan-jalan umum. Perseroan tidak dapat mengirimkan produk-produknya kepada pelanggan dalam negeri selama kurang lebih 14 hari selama masa Hari Raya Idul Fitri ini. Tingkat produksi polyethylene dan polypropylene tidak berkurang, sehingga tingkat persediaan meningkat selama dua minggu pada masa hari raya ini.Kurang lebih dua minggu sebelum hari raya, permintaan terhadap produk-produk Perseroan meningkat, sedangkan Perseroan mengalami penurunan penjualan selama kurang lebih dua minggu selama libur hari raya. Karena Hari Raya Idul Fitri berganti setiap tahun, sepanjang Lebaran tidak jatuh pada kuartal yang sama, hasil usaha Perseroan akan mencerminkan akibat dari faktor musiman ini. Sebagai contoh, libur Lebaran 2017 jatuh pada kuartal kedua 2017, di mana libur Lebaran 2016 jatuh pada kuartal ketiga 2016. Sebagai hasilnya, Perseroan memperkirakan volume penjualan selama kuartal kedua 2017 akan lebih rendah dari volume penjualan Perseroan pada kuartal kedua 2016, yang pada gilirannya, akan mempengaruhi pendapatan bersih dan laba kotor Perseroan.

Dalam dokumen Prospektus Penawaran Umum Terbatas II (Halaman 41-45)