• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pengetahuan, Sikap dan

Masy’ud (2001) menyatakan bahwa salah satu permasalahan lingkungan hidup yang berdampak terhadap kehidupan manusia adalah deforestasi, peladang berpindah dan penggunaan sumber daya secara berlebihan. Tujuan kegiatan pendidikan konservasi dengan metode kampanye adalah untuk mengurangi ancaman (penggunaan sumber daya hutan secara berlebihan dan kegiatan peladang berpindah) terhadap kawasan hutan. Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa masyarakat di kawasan hutan Pegunungan Muller telah memiliki pengetahuan tentang fungsi kawasan dan manfaatnya bagi mereka. Masyarakat Dayak mengganggap hutan sebagai rumah dan tempat hidupnya (Nilasari 2003). Sikap positif yang terbangun dari peningkatan pengetahuan masyarakat ditunjukkan oleeh peningkatan rasa memiliki dan tanggungjawab dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya kawasan hutan. Namun ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan di kawasan ini menyebabkan masyarakat sulit menentukan sikap untuk melestarikan kawasan dengan tingginya persaingan dengan masyarakt pendatang dan permintaan yang terus meningkat menyebabkan pengambilan sumberdaya hutan semakin tidak terkendali.

Dari uraian di atas terlihat bahwa ada faktor-faktor lain yang memperlambat perubahan pengetahuan, sikap dan masyarakat dalam menerima isu konservasi di kawasan mereka. Beberapa faktor luar yang dapat dilihat oleh penulis sebagai hambatan dalam menjalankan penelitian tujuan penelitian adalah: 1) desakan/dorongan pasar yang terus meningkat pada sumberdaya hutan kayu dan non kayu di kawasan ini; 2) simpang siurnya informasi yang diterima masyarakat dari berbagai pihak terutama dari kelompok korporasi; 3) budaya masyarakat Dayak yang agak tertutup pada pendatang baru; 4) sifat konsumtif masyarakat terhadap barang-barang mewah (tv, video, parabola, lemari es, dll) meskipun tidak tersedia sarana listrik.

Salah satu kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di kawasan ini adalah perburuan gaharu (Aquilaria malaccanensis), hal ini terungkap dari tahap perencanaan kegiatan yaitu kegiatan lokakarya multi pihak, FGD dan pada kegiatan diskusi kampung. Intervensi yang dilakukan pada implementasi

kampanye konservasi di kawasan ini dengan mengacu pada teori perubahan perilaku yang mensyaratkan beberapa hal, maka program pembudidayaan tanaman lokal seperti gaharu diperkenalkan kepada masyarakat dengan penyampaian informasi terkait praktek budidaya gaharu di tempat lain dengan cara pemutaran film yang memperlihatkan keberhasilan usaha budidaya gaharu inokulasi meskipun hasil yang diperlihatkan tidak setara dengan jenis gaharu hutan. Kegiatan ini dapat membangun keyakinan masyarakat pada komoditi gaharu mengingat kondisi yang semakin sulitnya mereka mendapatkan gaharu hutan dalam tahun-tahun terakhir.

Namun program ini tidak serta merta mendapat tanggapan positif karena keraguan akan manfaat yang akan didapatkan nantinya yang dipengaruhi budaya setempat dengan anggapan bahwa tumbuhan ini memiliki nilai magis (pengalaman para pemburu gaharu bahwa tidak semua pohon tua akan memiliki kandungan resin yang tinggi). Masalah lain yang menjadi kendala adalah hak kepemilikan lahan karena persepsi masyarakat yang terbangun selama kegiatan kampanye bahwa jenis tanaman ini yang belum merupakan jenis tanaman budidaya atau tanaman perkebunan, kayu gaharu terdaftar sebagai kayu hutan yang masuk daftar CITES Appendiks II. Untuk mendorong perubahan perilaku konservasi dengan mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan Pegunungan Muller dari pengambilan gaharu terus–menerus maka disusun kegiatan tambahan dalam bentuk penetapan kawasan desa sesuai peruntukan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masyarakat dengan kegiatan pemetaan partisipatif. Kegiatan ini menjadi pemicu awal keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya pelestarian kawasan hutan Pegunungan Muller yang menghasilkan daftar jenis tumbuhan yang berguna bagi masyarakat setempat sebagai sumber makanan dan obat. Hasil lanjutan dari kegiatan pemetaan ini adalah kesepakatan untuk membuat kawasan kawasan kebun kayu adat yang ditetapkan tepat di hulu sumber air bersih desa Tumbang Olong II sebesar 150 hektare.

Menurut Rogers (1995) ada tiga hal yang yang menjadi persyaratan agar tujuan pendidikan konservasi dapat berhasil: 1) adanya informasi yang relevan dan dapat terima masyarakat sebagai bagian dari persoalan mereka juga; 2) ada upaya penyampaian informasi yang sistematis dan dapat diterima sebagai bagian

dari penyelesaian masalah; 3) adanya hasil inovasi yang dapat memberikan keuntungan jika mereka menerapkannya. Meskipun ketiga hal tersebut telah dibangun dalam kegiatan kampanye ini, namun keberhasilan yang dicapai masih kecil dan lamban, hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan menghambat proses inovasi yang diperkenalkan. Diperlukan waktu yang lama untuk memutus tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan agar inovasi dapat diterima sepenuhnya.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian mengenai ”Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah” adalah sebagai berikut :

1. Masyarakat Pegunungan Muller memiliki pengetahuan tentang fungsi kawasan hutan dari aspek ekonomi sebesar 17,14%, aspek ekologi 29,63% dan aspek sosial (larangan/pembatasan akses pada hutan) 39,21%.

2. Perubahan pengetahuan masyarakat setelah pendidikan konservasi dari aspek sosial sebesar 54,6%, ekologi 28,3% dan ekonomi hanya 3%. Perubahan jumlah masyarakat yang sebelumnya menyatakan tidak tahu menjadi dapat memberikan pendapat/menjawab juga meningkat sebesar 5,3% walaupun aspek sosial merupakan komponen terbesar yang mengalami perubahan, namun hal ini tidak ditemukan pada semua isu (pertanyaan). Perubahan yang terjadi ditemukan terbesar pada pertanyaan tentang arti konservasi. Perubahan sikap masyarakat didominasi oleh aspek dalam mendukung upaya pelestarian sumber daya kawasan hutan juga meningkat yang ditunjukkan dengan menurunnya sikap ketidakpedulian sebesar 17,03% sampai 20,88% dalam hal mengambil resiko dan tanggungjawab dan menerima budidaya tanaman lokal (gaharu) dan tanaman tahunan (karet), hal ini didukung dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat pada lembaga adat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran sebesar 9,04%, namun terjadi penurunan tingkat kepercayaan pada lembaga pemerintahan desa sebesar 38,81%. Perilaku mengambil sumber daya hutan non kayu secara langsung masih terus berlangsung, namun telah terbangun upaya untuk melestarikan jenis tumbuhan lokal yang bernilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pengumpulan anakan tanaman gaharu dari hutan ke ladang dan pekarangan mereka. Karena manfaat langsung yang tidak segera dapat dirasakan maka perubahan massal belum terjadi pada kegiatan budidaya gaharu di kawasan hutan Pegunungan Muller.

3. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perubahan perilaku didominasi oleh keadaan ekonomi dan sosial masyarakat yang lebih konsumtif terhadap

barang-barang elektronik (tv, vidio, lemari es, dll) akibat tawaran dari pihak korporasi yang bekerjasam dengan koperasi desa. Faktor budaya (adat-istiadat) masyarakat yang tertutup terhadap orang asing yang baru dikenal. Faktor luar yang mendorong meningkatnya keinginan pemenuhan ekonomi dan sosial masyarakat akibat tekanan luar seperti persaingan dan permintaan pasar yang meningkat pada sumberdaya hutan di kawasan ini. Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi masyarakat adalah informasi yang disampaikan pihak-pihak yang berseberangan dengan pemikiran konservasi kawasan (korporasi) dengan memberikan isu bahwa konservasi akan membatasi akses masyarakat tehadap sumberdaya hutan.

4. Secara umum perubahan pengetahuan dan sikap yang terjadi setelah kegiatan pendidikan konservasi didominasi oleh aspek sosial, ekologi dan ekonomi. Perubahan perilaku umunya sangat dipengaruhi oleh aspek ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa efek pendidikan konservasi hanya dapat mendorong perubahan besar pada pengetahuan dan sikap. Untuk mendorong perubahan perilaku yang lebih besar diperlukan inovasi yang dapat mengurangi ketergantungan amsyarakat terhadap sumberdaya kawasan.

Dokumen terkait