• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut LIPI (2005) ekosistem yang terbentuk di kawasan Pegunungan Muller adalah ekosistem hutan hujan tropis dengan tipe riparian, hutan alluvium, hutan campuran dipterocarp, hutan pegunungan, hutan kerangas, hutan batu berkapur sampai ketinggian 1600 m DPL, hutan sekunder. Kawasan ini memiliki peran sangat penting mengingat kawasan ini adalah hulu dari 3 sungai besar di Kalimantan yaitu : Sungai Barito di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Sungai Mahakam di Kalimantan Timur dan Sungai Kahayan di Kalimantan Tengah dan Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Kondisi disekitar kawasan ini akan sangat mempengaruhi kawasan lain (hilir) disekitar Daerah Aliran Sungai di Kalimantan. Peran penting ini menjadi alasan utama dalam mempertahankan kondisi kawasan ini agar tetap baik, selain kawasan ini adalah salah satu sisa hutan di dunia yang masih relatif terjaga keasliannya dari kondisi dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya (WWF 2004).

Terbentuknya Tim Penyiapan dan Pengusulan Perubahan Status Pegunungan Muller menjadi calon World Natural Heritage berdasarkan SK Menko Kesra no. 14/Kep/Menko/Kesra/V/2002 dengan beberapa persiapan yang telah dilakukan sejak tahun 2003 sampai dengan 2004 melalui ekspedisi dan sosialisasi mengenai World Heritage dan publikasi ilmiah dari hasil penelitian “Arthropoda Tanah di Gunung Gunting dan Takori” di Jurnal Berita Biologi tahun 2004 yang mengangkat Pegunungan Muller menjadi warisan alam dunia kelima yang dimiliki Indonesia setelah Taman Nasional Ujung Kulon, Pulau Komodo, Daerah Aliran Sungai Membramo dan Pegunungan Lorentz (WWF 2004).

3.5.2. Keanekaragaman Hayati

Kondisi keanekaragaman hayati suatu kawasan tentunya akan sangat dipengaruhi oleh aktifitas masyarakat yang menetap di kawasan tersebut. Nilasari (2003) menguraikan bahwa pada dasarnya masyarakat Dayak mempunyai sistem pengetahuan yang baik mengenai keanekaragaman sumber daya tumbuhan dan kondisi lingkungannya. Hal ini yang ditunjukkan dengan cara mereka mengenal keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut dan cara pemanfaatannya. Mereka mendiskripsi bagian-bagian tumbuhan dengan baik, dan memberikan penamaan di setiap bagian tumbuhan yang penting bagi mereka. untuk membedakan jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Disamping itu mereka juga mengenal keanekaragaman dan kondisi lingkungan di sekitar mereka. Sebagai contoh mereka mampu membedakan dengan baik berbagai macam bentuk tipe ekosistem yang ada, baik yang asli maupun tipe ekosistem buatan.

Khusus mengenai pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuhan, mereka mempunyai pengetahuan untuk mendiskripsi dan mengklasifikasi keanekaragaman tumbuhan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh pengetahuan mereka dalam mengenali berbagai jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya. Mereka mengetahui dengan mudah perbedaan jenis tumbuhan yang satu dengan yang lainnya. Mereka juga memberikan nama untuk setiap jenis tumbuhan terutama bagi jenis tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang tidak berguna sebagian besar diantara mereka tidak mengetahui namanya, kecuali jenis-jenis tumbuhan gulma yang tumbuh di kawasan usahataninya. Pengetahuan yang mereka miliki tersebut umumnya berasal dari penuturan orang tua mereka, tukar pikiran dengan anggota masyarakat lainnya dan hasil pengalamannya sendiri atau hasil penggalian sendiri. Pengetahuan tersebut bersifat turun-menurun yang disampaikan secara lisan dan umumnya hanya diturunkan kepada keturunannya atau dengan melakukan pertukaran pengetahuan dengan anggota kelompoknya.

Secara umum Pegunungan Muller dengan ekosistem hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. MacKinnon et al. (2000) menjabarkan beberapa jenis flora dan fauna umum di Pulau Kalimantan. Sebagai contoh; jenis burung di atas tajuk, yaitu enggang gatal birah (Anthracoceros

malayanus) dan rangkong badak (Buceros rhinoceros). Dua jenis enggang ini

memiliki habitat di daerah hutan primer dataran rendah dan dominan berada di atas tajuk dalam aktivitasnya. LIPI (2005) dalam laporan akhirnya menguraikan beberapa jenis burung pada tajuk adalah burung rimba murai coklat (Alcippe

bruneicauda) dan cekup perepat (Gerygone sulphurea), cipoh kacat (Aegithina tiphia), cipoh jantung (Aegithina viridisima), burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja), burung madu polos (anthreptes simplex), cica daun kecil (Chloropsis cyanopogon). Jenis burung di tempat terbuka, yaitu walet sarang putih (Colocalia fuciphaga), walet sarang hitam (Colocalia maxima), gagak kampung (Corvus macrorhyncos), layang-layang api (Hirundo rustica) dan layang-layang batu

(Hirundo tahitica), bondol kalimantan (Lonchura fuscans), ciung air koreng (Macronus gularis). Jenis burung di lantai hutan, yaitu sempidan biru (Lophura

ignita), taktarau melayu (Eurostopodus temminckii), uncal kouron (Macropygia ruficeps), tokhtor sunda (Carpococcyx radiceus), bubut besar (Centropus chinensis).

Beberapa jenis burung endemik yang teridentifikasi antara lain bondol kalimantan (Lonchura fuscans) dan paok kepala biru (Pitta baudi). Sedangkan beberapa jenis burung langka antara lain tokhtor sunda (Carpococcyx radiceus), sempidan biru (Lophura ignita), ibis karau (Pseudibis davisoni), dan cucakrowo

(Py mukan murai

is), tiung atau

) habitat hutan an jenis-jenis itar lebih dari kempas (Koompasia excelsa) yang merupakan rumah bagi lebah liar penghasil madu. Sepanjang sungai didominasi oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), jenis merbau (Palaquium sp), dan jenis-jenis pelawan (Tristania obovata) yang kulit luarnya berwarna jingga terkelupas. Selain burung, jenis mamalia juga terdapat di daerah Pegunungan Muller ini, mengingat sebagian peranannya sebagai pemencar

cnonotus zeylanicus).Beberapa jenis burung komersial sering dite

batu (Copsychus malabaricus), kacer atau kucica (Copsychus saular

beo (Gracula religiosa), serindit (Loriculus galgulus), pialing (Psittinus cyanurus atau burung nuri tanau.

Keberadaan jenis burung-burung ini ditunjang oleh kondisi yang masih relatif baik. Hutan di hulu Barito masih terlihat menyimp dari famili dipeterocarpaceae yang memiliki tajuk tinggi sampai sek

dan penyebar biji-bijian di dalam hutan tropis. Jenis-jenis ini memang merupakan jenis arboreal (hidup di atas pohon) dan menyukai hutan primer sehingga mudah dijumpai di kaki Pegunungan Muller yang memiliki hutan relatif bagus. Jenis primata yang terlihat dan terdengar suaranya adalah owa (Hylobates muelleri), lutung merah (Presbytis rubicunda), dan monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis).

Owa ditemui di hulu Sungai Barito (Tumbang Keramu-Tumbang Topus), Pegunungan Muller, dan Sungai Sebunut (anak Sungai Mahakam). Jenis endemik Kalimantan ini biasanya mudah ditemukan di hutan dataran rendah. Jenis lain yang biasa terlihat di sekitar Pegunungan Muller adalah monyet beruk (Macaca

nemestrina), lutung dahi putih (Presbytis frontata), lutung banggat (Presbytis hosei), dan kukang (Nycticebus coucang).

Jenis mamalia terestrial (hidup di daratan) yang paling banyak dijumpai adalah babi hutan (Sus barbatus), payau (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus

muntjac), pelanduk (tragulus javanicus) dan sejenis musang. Jenis mamalia besar

pernah ada di antaranya adalah behuang atau beruang (Helarctos malayanus), kuleh atau macan dahan (Neofelis nebulosa), sapi hutan atau banteng (Bos

javanicus), dan tomora atau badak (Dicerorhinus sumatrensis). Sungai Barito dan

Pegunungan Muller adalah laboratorium alam yang punya keragaman jenis dan endemisitas tinggi (LIPI 2005).

Dokumen terkait