• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH JHON PITER MANALU NRP: E"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG

FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT

PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH

JHON PITER MANALU NRP: E051064055

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010 Jhon Piter Manalu NRP E051064055

(3)

ABSTRACT

JHON PITER MANALU, The Infuence of Conservation Campaign in People of Muller Mountain Range Function in Central Kalimantan. Under suvervision of ARZYANA SUNKAR and BURHANUDDIN MASY’UD.

The aim of this research was to increase public knowledge on the function of forest region and to encourage public behavior change from forest resources gatherers to plant cultivators and to promote stable ecological and hydrological systems and local culture. A conservation education activities was conducted to build supports for the local communities and biodiversity of Muller mountain range conservation area. Research findings suggest that : the community had some changes in knowledge, attitudes and behavior in supporting biodiversity conservation through native plant cultivation. This fact was illustrated by the following indicators: 1) there are public knowledge about forest resources and the impacts of its destruction by cultivating native plants as part of biodiversity conservation support. 2) communities have positives attitudes toward conserving forest resources showed by an increase responses of 21.93% and accept the cultivation of local species and other crops such as rubber, rattan but still not being a community mobilization because of doubts success and its not immediately being felt. 3) although direct gathering of plants from forest were still evident, however the villagers showed efforts by planting eaglewood (Aquilaria

malaccanensis) seedlings on their fields and yards. Recommendation following

this research was to encourage the acceleration of public support for biodiversity conservation of Muller Mountains Range to determine the status of public governance rights over forest areas. Assertiveness is a security status of the community in harvesting of forest products have been cultivated and triggered public participation to preserve the area by making a direct reduction in activities in the future.

Keywords : knowledge, attitude, behavior, biodiversity, conservation, Muller’s mountain Range.

(4)

RINGKASAN

Penelitian ini mengkaji 1) tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap fungsi kawasan hutan selain fungsi ekonomi dalam mendukung kegiatan konservasi kawasan Pegunungan Muller sesudah dan sebelum pendidikan konservasi dan 2) Faktor-faktor yang mendorong masyarakat menerima atau menolak kegiatan konservasi kawasan hutan sesudah dan sebelum pendidikan konservasi. Tujuan penelitian adalah untuk : 1) Mengetahui dan mengkaji pengetahuan masyarakat tentang fungsi kawasan hutan Pegunungan Muller sebelum kampanye dan sesudah kampanye; 2) Mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang fungsi kawasan hutan setelah kampanye konservasi; dan 3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan masyarakat Dayak dalam kegiatan konservasi sumberdaya kawasan hutan.

Penelitian dilaksanakan di 4 desa yaitu Desa Tubang Tujang, Desa Tumbang Keramu, Desa Tumbang Olong I dan Desa Tumbang Olong II di U’ut Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah dari Desember 2007 sampai Agustus 2009. Penelitian dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1) Tahap perencanaan yaitu kegiatan observasi, lokakarya multipihak, FGD dan survei awal yang dilakukan mulai Desember 2007 sampai Maret 2008; 2) Tahap pelaksanaan program dilakukan bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2009; dan 3) Tahap monitoring akhir dan evaluasi, yang dilakukan pada bulan Agustus 2009.

Perubahan tingkat pengetahuan masyarakat setelah kegiatan kampanye pendidikan konservasi dapat dilihat dari 3 aspek yaitu ekologi, ekonomi dan sosial (sanksi dan pembatasan akses). Perubahan pengetahuan terjadi dengan peningkatan sebesar 5,3%. Pengetahuan masyarakat pada isu dampak membakar dari aspek ekologi meningkat 10,3% namun aspek penegakan hukum tidak terlalu berpengaruh seperti pembatasan dan larangan kegiatan membakar lahan dalam membuka ladang ternyata hanya 3,8% masyarakat yang mau mengikuti peraturan, namun terdapat sebesar 7,5% diantaranya yang mau menerapkan sistem perladangan tanpa membakar.

Perubahan sikap setelah kampanye ditunjukkan dengan penurunan sebesar 20,88% yang sebelumnya diam saja saat melihat orang lain melakukan penebangan pohon di hutan dan 17,03% untuk pelaku perusakan hutan dengan aksi menebang sebesar-besaran. Perubahan lain meningkat dukungan dengan berani mengambil resiko lebih besar yaitu peningkatan 4,6% yang berani memberi peringatan pada pelaku penebangan hutan secara besar-besaran. Peranan lembaga adat ternyata berpengaruh pada perubahan sikap, yang ditunjukkan dengan peningkatan sikap penyelesaian masalah melalui hukum adat meningkat 9,04%, sebaliknya kepada lembaga pemerintahan desa terjadi penurunan drastis sebesar 38,81%.

Perubahan perilaku mengambil sumber daya hutan non kayu secara langsung masih terus berlangsung, namun telah terbangun upaya untuk melestarikan jenis tumbuhan lokal yang bernilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pengumpulan anakan tanaman gaharu dari hutan ke ladang dan pekarangan mereka. Namun karena manfaat langsung yang tidak segera dapat dirasakan dan status hak kelola kawasan yang belum jelas menjadi kendala dalam

(5)

mendorong perubahan massal gerakan budidaya gaharu di kawasan hutan Pegunungan Muller.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perubahan perilaku didominasi oleh keadaan ekonomi, sosial dan budaya (adat-istiadat) masyarakat dan tekanan luar seperti persaingan dan permintaan pasar yang meningkat pada sumberdaya hutan di kawasan ini. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pengetahuan masyarakat mengenai fungsi hutan meningkat dari aspek ekonomi sebesar 3,3% dan dari aspek ekologis sebesar 8,5%, perubahan jumlah masyarakat yang sebelumnya menyatakan tidak tahu menjadi dapat memberikan pendapat/menjawab juga meningkat sebesar 5,3%. Perubahan sikap masyarakat dalam mendukung upaya pelestarian sumber daya kawasan hutan juga meningkat yang ditunjukkan dengan menurunnya sikap ketidakpedulian sebesar 17,03% sampai 20,88% dalam hal mengambil resiko dan tanggungjawab dan menerima budidaya tanaman lokal (gaharu) dan tanaman tahunan (karet), hal ini didukung dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat pada lembaga adat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran sebesar 9,04%, namun terjadi penurunan tingkat kepercayaan pada lembaga pemerintahan desa sebesar 38,81%.

Beberapa hal yang disarankan dari penelitiian ini adalah kajian lanjut untuk mendorong percepatan dukungan masyarakat terhadap pelestarian keanekaragaman hayati kawasan Hutan Pegunungan Muller maka kegiatan yang sangat perlu dilakukan dengan kegiatan yang menghasilkan ketetapan status hak kelola masyarakat atas kawasan hutan. Ketegasan status menjadi jaminan masyarakat dalam melakukan pemanenan hasil hutan yang telah dibudidayakan dan memicu keikutsertaan masyarakat untuk melestarikan kawasan dengan berkurangnya aktifitas pengambilan langsung dimasa yang akan datang. Kegiatan peningkatan keterampilan masyarakat sebagai bentuk kegiatan alternatif untuk memanfaatkan sumberdaya hutan yang berlimpah namun bernilai ekonomi rendah menjadi lebih bernilai ekonomi tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumberdaya saja.

Kata Kunci: pendidikan konservasi, sumberdaya hutan, pengetahuan, sikap,

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

1. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan,

1. b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG

FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT

PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH

JHON PITER MANALU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller

Kalimantan Tengah

Mayor : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Nama : Jhon Piter Manalu

NRP : E051064055

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc. Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor/Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si NIP. 1955 0410 1982 03 2002 NIP. 1965 0122 1989 03 1002

(10)

PRAKATA

Puji syukur kepada Sang Khalik yang maha kasih atas berkat dan penyertaan-Nya semata penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul: “Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir. Arzyana Sunkar,MSc dan Bapak Dr.Ir.Burhanuddin Masy’ud, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan banyak masukan kepada penulis dalam penyelesaian penelitian ini, juga kepada Ibu Prof.Dr.E.K.S. Harini Muntasib,MS dan Bapak Prof.Dr. Bambang Hero Saharjo, MS yang terus mendorong penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Tidak lupa penulis juga menyampaikan hal yang sama kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama ini. Sebagai manusia biasa penulis tentunya tidak luput dari kealpaan, penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan tulisan ini dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan

Februari, 2010 Jhon Piter Manalu

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara tanggal 14 Oktober 1973 dari ayah J. Manalu dan ibu R. Siahaan. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan Ikatan Dinas di Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta lulus tahun 1994 dan ditempatkan di Palangka Raya, ditahun yang sama diterima di Universitas Palangka Raya melalui jalur UMPTN untuk melanjutkan pendidikan pada Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah. Tahun 2002 penulis berhasil menyelesaikan program sarjana (S1) dan tahun 2007 diterima pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan Program Sekolah Pasca Sarjana.

Pengalaman kerja penulis dimulai sebagai staf observasi data di Stasiun Meteorologi Palangka Raya sejak tahun 1994 dan aktif dalam kegiatan Lembaga Penelitian Kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup (Walhi) tahun 1996 sampai tahun 2000, Care International Kalimantan Tengah dalam program Sistem Peringatan Dini Bahaya Kebakaran (Early Warning System Fire Danger Rating System/EWS-FDRS) tahun 2005. Sejak tahun 2006 bergabung dengan Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (eLPaM) dan aktif dalam Pokja PIL (Pusat Informasi Ligkungan Hidup) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Badan Lingkungan Hidup Provinsi.

(12)

DAFTAR ISI

Sampul ... i

Pernyataan Mengenai Tesis dan Sumber Informasi ... ii

Abstrak ... iii

Ringkasan ... iv

Halaman Judul ... vii

Lembar Pengesahan... ix

Prakata ... x

Riwayat Hidup ... xi

Daftar Isi ... xii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah Penelitian... 4

1.3. Kerangka Pikir Penelitian... 6

1.4. Tujuan Penelitian... 7

1.5. Manfaat Penelitian... 7

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perubahan Sosial ... 8

2.2. Membangun dukungan Konservasi melalui Pemasaran Sosial ... 11

2.3. Produk Sosial... 13

2.4. Pendidikan Konservasi ... 15

2.5. Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi ... 16

2.6. Budidaya Tanaman Lokal... 17

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Karakteristik Demografi Kawasan Pegunungan Muller ... 19

3.1.1. Pegunungan Muller ... 19

3.1.2. Kawasan Kerja Kampanye ... 20

a. Demografi dan Populasi... 20

b. Ekonomi dan Sosial Budaya... 21

3.2. Potensi Sumber Daya Kawasan ... 22

3.3. Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan... 23

3.4. Iklim dan Cuaca ... 24

3.5. Nilai Penting Kawasan ... 24

3.5.1. Konservasi Kawasan Target ... 24

3.5.2. Keanekaragaman Hayati... 25

3.6. Permasalahan Konservasi... 27

3.7. Kearifan Lokal Masyarakat Dayak... 28

(13)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Metode Penentuan Lokasi ... 31

4.2. Penentuan Responden ... 31

4.3. Parameter Penelitian ... 32

4.4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

4.5. Alat dan Bahan... 34

4.6. Bentuk dan Tahapan Pengumpulan Data ... 35

4.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 37

4.8. Metode Analisis Data... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Program Kampanye Pendidikan Konservasi ... 42

5.2. Perubahan Pengetahuan, Sikap dam Perilaku Masyarakat Pasca Pelaksanaan Pendidikan Konservasi... 44

5.2.1. Perubahan Pengetahuan ... 44

5.2.2. Perubahan Sikap... 49

5.2.3. Perubahan Perilaku... 56

5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat... 57

VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Pemikiran Kegiatan Penelitian ... 7

Gambar 2. Tipe Produk Sosial ... 14

Gambar 3. Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah ... 19

Gambar 4. Tata Guna dan Tutupan Lahan Kawasan Pengunungan Muller ... 20

Gambar 5. Prosedur dan Tahapan Kegiatan Pendidikan Konservasi ... 38

Gambar 6. Gambaran Umum Perubahan Pengetahuan Masyarakat Setelah ... Kegiatan... 47

Gambar 7.a.b.Perubahan Sikap pasca Pendidikan Konservasi... 52

Gambar 8 Gambaran Umum Perubahan Sikap Masyarakat setelah kegiatan ... 55

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah penduduk per desa dan kondisi perekonomian ... 21

Tabel 2 Luas kawasan dan kondisi lahan di Kec. U’ut Murung ... 23

Tabel 3 Jumlah responden per Desa... 32

Tabel 4 Program pendidikan konservasi yang dilaksanakan ... 42

Tabel 5 Perubahan pengetahuan masyarakat tentang konservasi kawasan... 45

Tabel 6. Perubahan pengetahuan mayarakat ... 47

Tabel 7. Tanggapan terhadap Peraturan Gubernur tentang larangan membakar ... 48

Tabel 8. Perubahan sikap masyarakat ... 49

Tabel 9. Perubahan sikap dalam bentuk dukungan pelestarian sumber daya ... 50

Tabel 10 Perubahan sikap masyarakat pada pelaku perusakan... 51

Tabel 11 Perubahan sikap masyarakat pada perilaku konservasi ... 53

Tabel 12 Perubahan sikap masyarakat terhadap aksi/tindakan konservasi... 54

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Matriks Analisis Stakeholders... 64

Lampiran 2 Gambar Konsep Model ... 66

Lampiran 3a Panduan Pertanyaan FGD Kelompok Masyarakat ... 67

Lampiran 3b Panduan Pertanyaan FGD Kelompok Pemerintah Daerah... 68

Lampiran 4 Kuesioner Survei ... 69

Lampiran 5a Daftar Rincian Kegiatan Pendidikan Konservasi ... 68

Lampiran 5b Uraian Kegiatan Kampanye Pendidikan Konservasi... 74

Lampiran 6 Tabel Hasil Rekapitulasi Pendapat Responden ... 82

Lampiran 7 Matriks FGD... 83

(17)

1.1. Latar Belakang

Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu yang berlebihan (MacKinnon et al. 2000). Walaupun secara prinsip hutan memiliki banyak fungsi untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, ekologi, budaya dan spiritual bagi generasi sekarang dan yang akan datang (Sumarwoto 2008) namun pengambilan sumber daya hutan bukan kayu seperti gaharu, damar, madu dan rotan yang berlebihan tanpa memperhitungkan suksesi atau kesinambungan jenis tanaman tersebut, akan mengancam keberadaannya menuju kepunahan (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Salah satu kawasan yang mengalami pengambilan sumber daya hutan bukan kayu yang berlebihan adalah Pegunungan Muller-Schwanner di Kalimantan Tengah, tetapi hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai dampak kerusakan hutan terhadap masyarakat yang memiliki ketergantungan tinggi pada hutan (Uluk et al. 2001) di kawasan ini.

Pegunungan Muller-Schwanner adalah kawasan yang tepat berada ditengah-tengah Pulau Kalimantan yang merupakan gudang plasma nutfah dan ditetapkan sebagai kawasan pengelolaan lestari dan cagar biosfer. Kawasan ini menyimpan banyak keanekaragaman hayati yang sebagian besar belum dikaji manfaat dan kegunaannya dalam bidang ilmu terapan (LIPI 2005). Berdasarkan penelitian LIPI antara tahun 2003-2004 diketahui sedikitnya terdapat 1100 jenis tumbuhan dan 682 jenis hewan dengan jenis endemik sebanyak 11 jenis burung, 14 jenis ikan, 6 jenis primata dan 10 jenis mamalia (LIPI 2005).

Sebelum kondisi krisis keanekaragaman hayati terjadi sebagai akibat dari tekanan kegiatan manusia maka perlu segera dilakukan upaya pelestarian atau konservasi (Primack et al. 1998) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan masyarakat sekitarnya (Harini dan Masy’ud 2004). Salah satu langkah yang harus dilakukan guna mendukung kesinambungan ekonomi masyarakat sekaligus menghindari kepunahan jenis adalah dengan

(18)

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003). Menurut Margoluis dan Salafsky (1998) beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kawasan adalah: 1) faktor langsung, 2) faktor tidak langsung dan, 3) pengaruh faktor lainnya. Salah satu faktor langsung yang mempengaruhi kondisi kawasan hutan Pegunungan Muller adalah masyarakat sekitar hutan. Kawasan ini sejak dahulu sudah menjadi penyanggah kehidupan penduduk sekitarnya dan seiring pertambahan penduduk setelah pemekaran wilayah kabupaten dan kecamatan serta peningkatan kebutuhan manusia pada masa kini, mengakibatkan kawasan ini menjadi tujuan eksploitasi. Hal ini ditunjukkan dengan kegiatan perburuan dan pengambilan langsung hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu oleh masyarakat setempat dan pendatang baru juga meningkat. Intensitas eksploitasi sumberdaya hutan yang semakin meningkat menyebabkan menurunnya masa istirahat lahan yang berakibat pada menurunnya kualitas hasil panen dan menurunnya daya dukung lahan (wawancara FGD 2008).

Salah satu kelompok yang paling rentan terhadap efek pengelolaan lingkungan hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Pengetahuan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan diwariskan secara turun-temurun yang biasanya diikuti dengan aturan yang bertujuan mempertahanankan fungsi sumberdaya hutan dan sungai untuk menjamin hasil hutan berupa bahan makanan dan buruan terus-menerus mudah didapatkan (Uluk

et al. 2001). Dengan menurunnya keanekaragaman hayati sebuah kawasan maka

semakin rendah pula daya dukung kawasan terhadap kehidupan (Soerjani et al. 2008).

Membangun sebuah kemitraan dalam pengelolaan sumberdaya lingkungan hidup akan melibatkan banyak kelompok seperti pemerintah, akademisi, LSM, dunia usaha dan masyarakat serta kelompok komunikator. Kemitraan yang terbangun hanya dapat dipertahankan dengan proses komunikasi yang menyambungkan seluruh kelompok yang terlibat dan sistem yang dibangun dapat dikomunikasikan dengan baik untuk melakukan identifikasi, penentuan masalah dan penyelesaian serta pemilihan strategi yang akan diwujudkan oleh tiap kelompok (Djajadiningrat 2001). Penerimaan sebuah kelompok pada kelompok

(19)

lain tergantung pada persepsi yang timbul dalam pemikiran setiap kelompok yaitu, persepsi adalah proses yang dilalui untuk menerima, memilah, mengorganisir dan menafsirkan informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti tentang sesuatu hal (Andreasen 1995; Weinreich 1999; Kotler et al. 2006).

Pemerintah menyadari bahwa kerusakan lingkungan hidup (hutan) dan penyusutan keanekaragaman hayati di Indonesia harus segera diatasi. Keterbatasan pemerintah dalam pendanaan, luasan dan perbedaan karakteristik kawasan, maka pemerintah mengupayakan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan konservasi. ”Guna mendorong peranserta masyarakat dalam konservasi, pemerintah melaksanakan berbagai kegiatan yang berdayaguna dan berhasil guna” (UU No. 5 Tahun 1990, pasal 37 butir 1). Upaya tersebut hanya dapat dilakukan dengan pola keterbukaan dalam perwujudan peran dan hak masyarakat sekitar sumberdaya (hutan) dalam pengelolaannya. Penguatan kontrol masyarakat hanya dapat diwujudkan melalui partisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya tersebut (Primack et al. 1998).

Guna mempertahankan keanekaragaman hayati yang dimiliki kawasan ini maka perlu dilakukan suatu upaya bersama masyarakat setempat untuk melestarikan sumberdaya alam hutan Pegunungan Muller dengan gerakan penyadaran. Salah satu bentuknya adalah kegiatan pendidikan konservasi dengan metode kampanye konservasi melestarikan alam. Program kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kawasan dan mendorong perubahan perilaku masyarakat dari pengumpul hasil hutan menjadi kelompok pelaku budidaya tanaman yang memiliki nilai ekonomi sekaligus mendorong pemantapan fungsi ekologis, hidrologis dan budaya masyarakat setempat. Jenis komoditi ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat lokal sejak abad ketujuh (Mackinon 2000). Gaharu adalah salah satu sumber mata pencaharian masyarakat lokal yaitu masyarakat Dayak (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Motif ekonomi yang juga terbangun bersama program kampanye konservasi melalui kegiatan budidaya tanaman lokal diharapkan menjadi insentif bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati secara terus-menerus.

(20)

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Pegunungan Muller yang terletak di tengah-tengah jantung Borneo adalah satu dari sedikit kawasan hutan hujan tropika yang tersisa di Indonesia. Topografi kawasan ini didominasi daerah pegunungan tinggi dengan kemiringan terjal. Hutan dalam kawasan pegunungan Muller dan sekitarnya sepantutnya dilindungi karena berperan sebagai fungsi cadangan air di masa yang akan datang. Kawasan ini terletak di tiga provinsi yaitu provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah yang menjadi menara air tidak hanya bagi ketiga provinsi tersebut di atas tetapi juga negara tetangga Sabah dan Sarawak. Hampir semua sungai-sungai besar di Kalimantan berhulu dari Pegungungan Muller ini seperti Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kapuas dan Sungai Mahakam. Di samping itu kawasan Pegunungan Muller menyimpan kekayaan biodiversitas dan misteri alam yang belum banyak terungkap. Hal ini menjadi alasan dalam pengusulan kawasan Pegunungan Muller menjadi Alam Warisan Dunia (LIPI 2005).

Guna mendorong pengelolaan suatu kawasan hutan alam yang memiliki biodiversitas tinggi secara terus menerus, dibutuhkan tidak hanya informasi dan data mengenai keanekaragaman hayati dan fungsi kawasan saja. Diperlukan dukungan dari masyarakat sekitar kawasan yang menjadi kelompok paling berkaitan langsung. Kajian sosial masyarakat, terutama yang berkaitan dengan aktifitas pengelolaan kawasan oleh masyarakat setempat perlu digali dan didorong untuk menghindari konflik kepentingan dalam mengelola kawasan. Kelompok masyarakat Dayak di kawasan ini sejak abad ke 7 telah melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya kawasan berupa sumber daya hutan kayu dan non kayu (Soehartono dan Mardiastuti 2003).

Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah yang telah mengenal berbagai jenis tumbuhan hutan di sekitar kawasan mereka, sebagian juga telah mengenal berbagai jenis tanaman berkayu bermanfaat. Sebagian besar belum dibudidayakan (wild-species), setengah dibudidayakan (semi-cultivated species) dan dibudidayakan sepenuhnya (cultivated species). Jenis tumbumhan yang dibudidayakan didominasi jenis pohon penghasil buah-buahan yang sebagian

(21)

besar juga dikombinasikan dengan tanaman dan hewan y

bekas lahan ladang atau di sekitar perkampungan (Arifin et.al 200 Pengetahuan tentang pemanfaatan jenis pohon dan tumbuha didapat secara turun-temurun terlihat dari kemampuan masyara

jenis tumbuhan yang berguna bagi mereka dengan sistem penamaan yang berbeda pada tiap tingkatan umur tumbuhan tertentu. Berbagai jenis pohon

yang berada di hutan, telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh berbagai keperluan seperti pemenuhan kebutuhan domes

ang bermanfaat tersebar

di 3)

n hutan yang kat mengenali

dan tumbuhan mereka untuk tik rumah tangga dan kegiatan upacara adat yang menggunakan kayu khusus dan dinyatakan sebagai kayu adat seperi ulin (Eusyderoxylin swageri), rotan (Daemonorops sp).

Ketergantungan masyarakat lokal di kawasan Pegunungan Muller terhadap sumberdaya hutan sangat tinggi, hal ini terlihat dari kondisi perekonomian masyarakat yang sangat tergantung dari kegiatan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, gaharu dan komoditi yang bernilai ekonomis lainnya. Tingginya permintaan pasar dan meningkatnya harga komoditi hasil hutan, mendorong peningkatan intensitas kegiatan perburuan hasil hutan yang berakibat pada penurunan keanekaragaman hayati kawasan Pegunungan Muller.

Usaha budidaya tanaman yang dilakukan masyarakat Dayak di kawasan ini umumnya didominasi jenis tanaman padi dan buah-buahan seperti durian, rambutan, cempedak yang dilakukan di ladang dan pekarangan rumah mereka. Kegiatan pelestarian jenis tanaman oleh masyarakat lokal hanya pada jenis tanaman yang berperan dalam kegiatan budaya adat dan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur. Meskipun kehidupan ekonomi mereka sangat tergantung pada jenis tanaman lokal yang sudah semakin sulit didapatkan, namun belum terpikirkan cara untuk membudidayakannya. Pada penelitian ini permasalahan yang dikaji adalah 1) tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap fungsi kawasan hutan selain fungsi ekonomi dalam mendukung kegiatan konservasi di kawasan Pegunungan Muller sesudah dan sebelum kampanye konservasi. 2) Faktor-faktor yang mendorong masyarakat menerima atau menolak kegiatan konservasi kawasan hutan sesudah dan sebelum kampanye konservasi.

(22)

1.3. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian didasarkan pada kondisi hutan di kawasan Pegunungan Muller setelah penetapan kawasan ini menjadi bagian dari kawasan pengelolaan lestari HoB (Heart of Borneo). Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam mendukung program ini maka diperlukan peningkatan pengetahuan masyarakat lokal tentang kawasan dan fungsinya bagi mereka dan orang lain yang tinggal di luar kawasan Jantung Borneo. Dengan peningkatan pengetahuan terkait fungsi kawasan maka diharapkan timbul sikap untuk mendukung program ini dan selanjutnya akan dapat mendorong perubahan perilaku menjadi mendukung kegiatan pelestarian sekaligus memberikan umpan balik berupa insentif ekonomi dalam kegiatan pengelolaan kawasan yang memiliki nilai ekonomi bagi mereka. Keberadaan hutan bagi masyarakat setempat sebetulnya sangat penting, karena hutan bagi mereka bukan hanya sekedar karena peran ekologis, tetapi lebih jauh merupakan bagian dari kehidupannya.

Kawasan hutan Pegunungan Muller yang memiliki sumberdaya dan keanekaragaman hayati berlimpah sebagai penyokong kehidupan masyarakat lokal mendapatkan tekanan yang terus-menerus baik oleh masyarakat sekitar dan luar kawasan yang mengakibatkan fungsi dan hasil sumberdaya yang dimiliki kawasan menurun. Pendidikan konservasi melalui aktifitas kampanye konservasi bangga melestarikan alam diharapkan mampu mendorong peningkatan pengetahuan, kepedulian dan peran serta masyarakat pada kawasan ini. Meskipun mereka sadar akan arti penting hutan dalam kehidupannya, namun mereka belum tahu betul cara mengelola hutan secara berkelanjutan.

Untuk mendorong peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat secara positif terhadap kawasan dilakukan kegiatan-kegiatan yang dibangun bersama masyarakat dengan mengadopsi kepentingan ekonomi, sosial dan budaya setempat. Implementasi kampanye konservasi adalah dengan menggunakan teknik pemasaran sosial dengan menekankan pada pesan konservasi hutan di kawasan ini guna mendukung kehidupan masyarakat sekitar kawasan dan luar kawasan maka disusun sebuah konsep berfikir seperti yang terlihat pada Gambar 1.

(23)

Gambar 1. Alur pemikiran kegiatan penelitian kampanye konservasi.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui dan mengkaji pengetahuan masyarakat tentang fungsi kawasan hutan Pegunungan Muller sebelum kampanye konservasi.

2. Mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang fungsi kawasan hutan sebelum dan setelah kampanye konservasi.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan masyarakat Dayak dalam kegiatan konservasi sumberdaya kawasan hutan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi semua pihak yang terkait pengelolaan kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah untuk membangun dukungan masyarakat dalam Program Konservasi Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) dengan pendekatan pemasaran sosial. Penelitian ini juga diharapkan menjadi informasi dan kajian baru bagi pelaksanaan kegiatan pendidikan konservasi dimasa yang akan datang dari aspek sosial dan budaya lokal masyarakat Dayak.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perubahan Sosial

Pemasaran sosial adalah aplikasi program yang disusun secara sistematis untuk memecahkan persoalan sosial di masyarakat (Rogers 1995). Pemasaran sosial dapat pula dikatakan sebagai penerapan dari metode memasarkan produk atau jasa dalam bentuk pengelolaan program sosial dengan suatu pendekatan yang terencana untuk memecahkan persoalan tertentu yang terjadi dalam suatu komunitas masyarakat tertentu (Kotler dan Roberto 1989). Dalam hal kegiatan konservasi maka pemasaran sosial direncanakan dengan menggali semua pengetahuan lokal dan perilaku tertentu pada masyarakat setempat yang mendukung kegiatan pengelolaan lingkungan atau konservasi. Semua bentuk kegiatan yang memang terpola sebagai bagian dari perilaku masyarakat baik yang mendukung atau bertentangan dengan prinsip konservasi diangkat dan susun menjadi tawaran baru dalam bentuk produk pemasaran sosial konservasi.

Kotler dan Roberto (1989) menguraikan hal-hal yang terkait karakteristik kelompok sasaran untuk mendorong keberhasilan pendidikan konservasi adalah: a. Sosiodemografi meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, agama, kelas sosial, suku, status pernikahan, jumlah anggota keluarga dan lain sebagainya.

b. Psikologis meliputi sikap, nilai, norma, motivasi, kepribadian, orientasi sikap dan orientasi ekonomi serta perilaku gaya hidup.

c. Perilaku meliputi pola perilaku, kebiasaan dan cara mengambil keputusan. Pelaku pemasaran sosial juga harus dapat mengidentifikasi kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok sasaran untuk menetralisir penolakan dan pengalangan dukungan untuk mencapai tujuan perubahan. Kotler et al. (2006) memberikan perhatian khusus pada beberapa kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok sasaran seperti : 1) kelompok pemberi izin atau lembaga yang berwenang memberi izin yang diperlukan dalam merancang, memulai dan melaksanakan aktivitas pemasaran sosial di lapangan seperti unsur pemerintah dan pengambil kebijakan umum; 2) kelompok pendukung berupa individu atau kelompok

(25)

dukungan diperlukan dalam program pemasaran sosial seperti lembaga adat, kepala adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan kelompok sosial ekonomi masyarakat berupa koperasi dan sebagainya; 3) kelompok penentang adalah kelompok atau lembaga yang perlu didekati, supaya dapat mendorong percepatan penerimaan pemasaran sosial kelompok ini biasanya adalah kaum mapan secara ekonomi dan sosial dengan anggapan bahwa perubahan dapat saja membuat mereka tidak semakin baik tapi malah sebaliknya seperti aturan dan larangan merubah adat dan kebiasaan masyarakat adat.

Untuk mencapai hasil yang memuaskan pada program pendidikan konservasi dengan metode kampanye pemasaran sosial maka program tersebut harus mengenali kebiasaan mayarakat yang selaras dengan konservasi dan menghilangkan kendala serta dapat memanfaatkan hal-hal yang mendorong percepatan penerimaan pesan oleh masyarakat sasaran. Untuk mendapatkan sebuah perubahan yang berarti maka pelaku pemasaran sosial. wajib mengetahui

1) siapa kelompok sasarannya, misalnya kelompok pemburu, penebang kayu atau

petani; 2) bagaimana kondisi dan motivasi yang dapat merubah kelompok masyarakat sasaran, misalnya kondisi alam atau hasil hutan yang semakin sulit didapatkan; 3) apa yang harus dilakukan dan dapat memilih mana yang paling memberikan perubahan berarti seperti sumber-sumber yang memang dimiliki sebelumnya atau telah ada pada kelompok masyarakat sasaran atau hal-hal yang memang sudah dikenal masyarakat dengan baik sebelum program dirancang.

Andreasen dan Alan (1995) menekankan bahwa proses perubahan seseorang atau kelompok dari sebuah kebiasaan lama menuju hal baru, umumnya akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Pre-contemplation, yaitu tahapan dimana kelompok sasaran masih memerlukan informasi dan pembuktian hal yang disampaikan dan menarik perhatian.

2) Contemplation, yaitu tahapan dimana masyarakat sasaran mulai memikirkan dirinya dan kelompoknya serta hubungannya dengan pesan yang diterima. 3) Action, adalah tahapan dimana hal yang mengubah tingkah laku mulai terlihat.

Pesan harus terus-menerus diupayakan untuk mengurangi kendala yang mungkin terjadi sebagai penghambat, dengan adanya perubahan ini pesan

(26)

harus dapat pula diteruskan oleh orang yang menjadi panutan atau tokoh yang mereka kenal.

4) Maintenance adalah usaha untuk mempertahankan pesan agar tetap dilakukan tahapan ini sangat terkait dorongan reward atau hasil yang didapat memberikan perubahan yang baik bagi mereka.

Kotler dan Roberto (1989) mengungkapkan bahwa pendidikan konservasi dengan metode kampanye perubahan sosial adalah usaha yang disusun oleh agen perubahan dengan tujuan untuk mempengaruhi atau merubah perilaku kelompok sasaran, dari kebiasaan lama pada sebuah kebiasaan lain yang baru dengan ajakan, saran dan contoh tertentu. Beberapa hal yang penting dalam kampanye perubahan perilaku ialah:

a. Sebab-akibat : yaitu tujuan sosial yang diyakini oleh agen perubahan dapat menghasilkan jawaban yang diinginkan atas suatu masalah sosial.

Tujuan kampanye perubahan sosial meliputi:

• Peningkatan kesadaran/pengetahuan/kognitif misalnya penyebaran informasi tentang bahaya banjir dan tanah longsor pada areal hutan yang mengalami degradasi vegetasi.

• Ajakan untuk melakukan suatu aksi tunggal pada suatu waktu tertentu, misalnya melakukan penanaman pohon dalam mendukung program one

man one tree.

• Mengubah perilaku/aksi berulang seperti meninggalkan perilaku lama, mencoba mempraktekkan perilaku baru dan mempertahankan pola perilaku baru misalnya merubah perilaku membuang sampah sembarangan, memilah dan mengolah sampah rumah tangga, menanam tanaman obat keluarga (toga).

• Mengubah nilai, misalnya mengubah nilai agama atau budaya yang dianggap hal yang pali atau tabu. Umumnya, orang akan menolak pesan yang bertentangan dengan nilai-nilainya. Seorang agen perubahan dapat memberdayakan hukum dan sanksi legal untuk mempromosikan sikap, perilaku dan nilai baru yang harus diadopsi oleh kelompok sasaran. Setelah jangka waktu tertentu, kepatuhan pada hukum baru akan menghasilkan perubahan sikap, perilaku dan nilai yang diinginkan.

(27)

b. Agen perubahan yaitu individu, organisasi, pemerintah atau gabungan ketiganya yang berupaya mewujudkan perubahan sosial.

c. Kelompok sasaran yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang menjadi sasaran upaya perubahan.

d. Saluran komunikasi dan distribusi terbangun bilamana terjadi pertukaran pengaruh dan tanggapan secara dua arah antara agen perubahan dan sasaran. e. Strategi perubahan yaitu arah program yang diadopsi oleh agen perubahan

untuk mempengaruhi sikap dan perilaku sasaran, meliputi dari segi teknologi, ekonomi, politik, pendidikan dan pemasaran sosial.

Selanjutnya dalam kampanye perubahan sosial sangat memerlukan perhatian khusus pada faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan agar dapat mendorong individu dan kelompok sasaran terus-menerus mau melakukan kegiatan yang dikampanyekan sebagai wujud kesuksesan kampanye. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan kampanye perubahan sosial (Kotler dan Roberto 1989) adalah sebagai berikut:

a. Faktor kelompok sasaran, misalnya sikap apatis dan defensif terhadap pesan yang disampaikan.

b. Faktor pesan, misalnya pesan yang disampaikan harus memuat manfaat yang menguntungkan bagi kelompok sasaran dengan cara yang menarik perhatian. c. Faktor media, misalnya menggunakan media pada waktu yang tepat, sehingga

sasaran dapat optimal menerima pesan kampanye.

d. Faktor mekanisme tanggapan, misalnya dengan menyediakan cara mudah dan nyaman bagi kelompok sasaran yang telah termotivasi, untuk secara positif menanggapi dan melakukan aksi tindak lanjut sesuai pesan yang dimaksud dalam kampanye.

2.2. Membangun dukungan Konservasi melalui Pemasaran Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007) disebutkan bahwa pemasaran adalah proses, cara dan perbuatan memasarkan barang atau jasa termasuk menyebarluaskan ide, barang dan jasa tersebut ke tengah-tengah masyarakat. Pemasaran sosial adalah cara untuk mengubah perilaku melalui pendekatan tradisional yang menggunakan segala modal sosial yang ada di

(28)

masyarakat kemudian menggabungkannya dengan teknologi modern dalam komunikasi, ketrampilan dan seni pemasaran (Kotler dan Roberto 1989). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasaran sosial yang berhubungan dengan kegiatan konservasi adalah bentuk, perencanaan dan pengendalian program yang dapat diukur tingkat keberhasilan atau efektifitasnya, karena dalam kegiatan kampanye konservasi produk yang dipasarkan tidak berbentuk barang yang langsung memiliki efek dalam waktu singkat.

Menurut Kotler dan Roberto (1989) pemasaran sosial juga menggunakan konsep dan prinsip pemasaran komersial layaknya sebuah produk atau barang yang ditawarkan dengan konsep pembauran dalam memperkenalkan dan memasarkan ide, perilaku dan objek yang dapat dilihat. Ke-empat konsep tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Product adalah ide, perilaku dan obyek fisik yang ditawarkan oleh agen perubahan pada kelompok sasaran,

b. Price adalah pengorbanan yang harus dikeluarkan berupa, uang, waktu, tenaga, upaya serta tuntutan psikologis oleh kelompok sasaran dalam menerima produk,

c. Place adalah sarana yang digunakan dalam penyampaian produk kepada kelompok sasaran, (dalam program kampanye konservasi place berupa alat penyampai produk seperti media massa elektronik seperti radio, dan media cetak seperti bahan-bahan kampanye yang berisi pesan)

d. Promotion adalah sarana untuk memperkenalkan produk (pesan) kepada kelompok sasaran melalui diskusi, interaksi, iklan layanan masyarakat dan kegiatan lain yang bertujuan menyampaikan pesan konservasi.

Dalam menyampaikan pesan konservasi dengan metode pemasaran sosial terdapat beberapa saluran yang memang sudah dikenal masyarakat sebagai bagian dari budaya mereka. Hal ini harus mendapat perhatian karena saluran tersebut sudah terbangun di masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut yang terwujud dalam komponen individu dan modal sosial seperti:

1. Rapat kampung atau sarasehan yang memberikan kesempatan bertatap muka, saluran ini dapat berupa individu yang memanfaatkan pertemuan dalam

(29)

penyampaian ide, gagasan dan pesan kampanye. Biasanya saluran ini sangat efektif dalam penyampaian pesan.

2. Tokoh kampung atau pemuka masyarakat yang memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya dianggap pantas untuk dijadikan teladan. Informasi dari sumber yang dapat dipercaya akan mempengaruhi keyakinan, opini, sikap dan tingkah laku melalui pendalaman masalah. Sekali penerima mendalami sebuah opini atau sikap, maka opini atau sikap itu akan tercakup dalam sistem keyakinannya dan dapat bertahan walaupun sumber pesan sudah dilupakan. Pesan melalui orang seperti ini akan cepat diterima secara komunal.

Dalam implentasi pendidikan konservasi sebaiknya memperhatikan saluran komunikasi ini yang biasanya dimiliki oleh tokoh adat, tokoh agama, seniman dan aktifis masyarakat. Kelompok ini akan sangat efektif sebagai duta penyampaian pesan terutama bila intensitas penyampaian pesan tidak cukup banyak dan keterbatasan waktu dalam implementasi program serta perbedaan tingkat kemampuan menerima dari masing-masing individu. Kelompok ini juga dapat dipakai untuk memelihara pesan terutama pada saat diskusi antar masyarakat yang biasanya seringkali merka tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapat atau bertanya kepada orang yang belum dikenal baik.

Prosedur kegiatan umum yang diperlukan dalam membangun sebuah program pemasaran sosial konservasi, karena produk yang diberikan adalah ide yang tidak serta-merta dapat dirasakan manfaatnya dalam waktu singkat, namun demikian hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemasaran sosial adalah

1) pendefenisan masalah yang jelas dan terukur; 2) menetapkan penilaian

kelompok sasaran yang akan diubah; 3) membagi kelompok sasaran dalam segmen; 4) menetapkan kelompok sasaran yang akan diubah; 5) menetapkan pembauran kelompok sasaran, 6) menetapkan program, dan; 7) evaluasi terhadap pelaksanaan program.

2.3. Produk Sosial

Produk sosial dalam pemasaran sosial dibedakan berdasarkan :

1. Tingkat tekanan pasar (difficulty of market peneteration) yaitu kemampuan produk sosial memberikan tingkat kepuasan lebih yang tidak dimiliki produk lain dan atau setidaknya memenuhi kebutuhan dasar saat ini. Dalam kegiatan

(30)

kampanye konservasi produk seperti ini adalah produk sosial yang paling sulit dipasarkan kepada kelompok sasaran.

2. Beban kompleksitas pasar (complication of marketing task) yaitu tingkat kerumitan dalam memasarkan produk sosial berupa ide dan sekaligus praktek sosial yang berwujud dan tidak berwujud dalam objek fisik.

3. Berdasarkan obyek akhir yang diadopsi (object/end-result of adoption) berupa ide, aksi perseorangan, praktek prilaku (ulangan aksi yang terus-menerus dan menghasilkan pola tertentu) dapat diuraikan dalam Gambar 2 berikut :

Gambar 2. Tipe produk sosial (Sumber: Kotler dan Roberto 1989).

Selanjutnya Kotler dan Roberto (1989) menguraikan bahwa ide dibangun dari 3 unsur yaitu: 1) kepercayaan berupa gambaran terhadap kenyataan tanpa perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu; 2) sikap berupa hasil evaluasi positif ataupun negatif terhadap orang atau agen, pelaku, ide dan kejadian atau peristiwa dan situasi tertentu; dan 3) nilai) berupa pemahaman benar-salah terhadap orang, ide maupun keadaan. Kepercayaan adalah suatu hal yang disadari atau tidak tergambar dari perkataan dan berwujud tindakan untuk mengambil atau memilih. Sikap adalah tanggapan terhadap sesuatu hal yang didasari pada rangkuman kepercayaan terus-menerus terhadap suatu obyek atau situasi yang selanjutnya mempengaruhi seseorang dalam menanggapi suatu hal.

Nilai adalah hal yang mendasari dan mendorong seseorang untuk bersikap dan berharga dalam suatu usaha pencapaian yang berorientasi pada sistem kepercayaan secara menyeluruh pada suatu hal. Umumnya orang akan memilih untuk mengikuti kegiatan tertentu dan berperilaku terus menerus jika: 1) mereka tahu memahami benar kegiatan dan manfaatnya serta mengerti implikasi tingkah laku alternatif yang kurang berkelanjutan; 2) kendala yang mereka hadapi untuk

(31)

melaksanakan kegiatan atau tingkah laku baru sudah teratasi atau terkurangi;

3) mereka mengerti bahwa manfaat kegiatan yang baru atau perubahan dari

tingkah laku lama akan memberi manfaat lebih daripada terus bertahan dengan tingkah laku yang ada.

2.4. Pendidikan Konservasi

Program pendidikan konservasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kampanye konservasi bangga yang diperkenalkan oleh Rare. Metode kampanye ini adalah metode pendidikan konservasi yang digabungkan dengan teknik pemasaran sosial dengan tujuan merubah perilaku kelompok sasaran kampanye. Program ini dirancang untuk mempercepat perubahan perilaku masyarakat, yang diawali dengan berbagai kegiatan untuk peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat sasaran dalam pengelolaan kawasan hutan sekitar mereka.

Metode kampanye ini diperkenalkan di Indonesia dalam 3 tahun terakhir pada beberapa kawasan seperti Gunung Leuser Nanggro Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Pulau Siberut Sumatera Barat, Pantai Berau Kalimantan Timur dan Kepulauan Togean di Sulawesi Utara, Kepulauan Komodo di NTT, Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat Papua Barat dan beberapa kawasan tahura dan taman nasional di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satu kunci sukses kampanye ini adalah pelibatan dan pembentukan komitmen pada kelompok masyarakat seperti: masyarakat awam, aparatur pemerintahan desa, kecamatan dan kabupaten, kelompok agamawan dan usahawan. Pesan kampanye dan bentuk kampanye yang dilaksanakan membawa pesan khusus terkait isu lingkungan yang terjadi pada masing-masing kawasan. Isu yang paling sering diangkat dalam kampanye adalah kehutanan dan kelautan didasarkan pada kondisi kawasan dan ancaman kerusakan lingkungan pada kawasan kampanye.

Metode kampanye ini umumya memperkenalkan program dengan ikon tertentu untuk melekatkan ingatan masyarakat dengan spesies tertentu yang terkait erat dengan kampanye, dirancang bersama masyarakat menjadi ikon sebagai flagship spesies. Beberapa contoh flagship spesies sebagai ikon dalam kampanye bangga adalah: 1) ikan kerapu di pulau Togean; 2) harimau sumatera di Nanggro

(32)

Aceh Darussalam; 3) penyu di Pantai Berau Kalimantan Timur dan berbagai jenis burung pada beberapa kampanye terkait isu konservasi hutan RARE (2007).

2.5. Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi

Konservasi atau pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Konservasi sumberdaya hutan adalah upaya pelestarian sumberdaya hutan untuk menjamin kesinambungan ketersediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan hutan Kementerian Lingkungan Hidup (2002).

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilalui seseorang untuk menerima, memilah, mengorganisir dan menafsirkan informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti tentang dunia. Persepsi dapat pula diartikan sebagai pengalaman, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengertian sendiri dalam memandang sebuah persoalan (Rakhmat 2005). Atkinson dan Hilgard (1991) dalam Hadi (2001) menyatakan bahwa sebagai suatu cara pandang atau penilaian, persepsi termasuk proses komunikasi yang timbul karena adanya respon dalam bentuk interpretasi, penilaian, harapan atau aspirasi seseorang terhadap obyek. Berdasarkan pengertian persepsi di atas, maka proses pembentukan persepsi merupakan proses yang terjadi pada diri individu yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat dapat diartikan dua konsep, yaitu: 1) masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama, dan;

2) masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan

(33)

Yang dimaksudkan dengan persepsi masyarakat terhadap konservasi dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai tanggapan masyarakat tentang pentingnya upaya konservasi hutan sebagai bagian dari sumber kehidupan mereka. Persepsi masyarakat umumnya timbul dalam tahap-tahap proses adopsi atau penerimaan ide yang dimulai dari penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku Departemen Kehutanan (2000) yaitu: 1) kelompok sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi (awareness); 2) adanya minat yang ditandai dengan keinginan bertanya dan ingin tahu lebih banyak tentang inovasi yang disampaikan (interest); 3) menanggapi atau memberikan penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat dari inovasi (evaluation); 4) timbulnya keinginan untuk melakukan atau mencoba dalam skala kecil (trial), dan; 5) siap untuk menerapkan dengan penuh keyakinan dalam skala yang lebih besar (adoption).

2.6. Budidaya Tanaman Lokal

Percepatan adopsi masyarakat terhadap inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1) inovasi yang ditawarkan yaitu bersifat intrinsik atau melekat pada inovasinya; 2) inovasi baru harus memiliki keunggulan teknis, ekonomis dan budaya; mudah tidaknya dikomunikasikan dan diamati; serta sifat ekstrinsik yang mencakup kesesuaian lingkungan setempat dan tingkat keunggulan relatif dibanding teknologi yang ada sebelumnya. Inovasi secara umum dipahami dalam konteks peribahan perilaku. Inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik dinamis dan berkembang. Inovasi merupakan gagasan atau sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru dalam perspektif individu maupun komunal yang merupakan satu rangkaian kegiatan proses pembuatan, penawaran jasa atau barang baru dengan beberapa kelebihan dalam hal kemudahan dan peluang pemanfaatnya (Rogers 1995).

Sejak abad ke 7, masyarakat Dayak telah melakukan budidaya tanaman lokal buah-buahan di ladang dan disekitar perkampungan mereka (MacKinnon 2000) seperti durian (Durio spp), nangka (Artocarpus intigra), rotan (Daemonorops sp) dan tumbuhan lain yang digunakan dalam upacara adat. Salah satu jenis tumbuhan lokal yang memiliki nilai ekonomi tingi dan berpotensi besar dalam jumlah maupun luas penyebarannya di kawasan ini adalah gaharu.

(34)

Secara umum masyarakat Dayak pedalaman mendapatkan sumber penghidupanya pada hasil berburu atau mengumpul gaharu (Aquilaria

malaccanensis) Soehartono dan Mardiasuti (2003). Kegiatan berladang

memerlukan modal awal berupa biaya dan tenaga yang cukup besar, modal untuk memulai kegiatan berladang biasanya dari hasil mendapatkan gaharu. Intensitas kegiatan mencari gaharu menjadi sangat tinggi karena perburuan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lokal terkadang, para pengumpul juga sering membawa orang luar (perantau baru) untuk berburu. Hal ini mengakibatkan keberadaan jenis penghasil gaharu alam semakin langka. Saat ini jenis A.

malaccensis telah masuk dalam kategori Appendiks II (langka) menurut CITES,

sehingga ekspor atau perdagangannya dipantau dan dibatasi oleh kuota. Sangat disayangkan sampai saat ini tidak ada sama sekali inisiatif masyarakat untuk membudidayakan tanaman ini.

(35)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Karakteristik Demografi Kawasan Pegunungan Muller 3.1.1. Pegunungan Muller

Sebagian besar dari kawasan Pegunungan Muller secara administratif berada di wilayah Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah, (Gambar 3) yang terletak di daerah khatulistiwa berada di bagian utara Kalimantan Tengah, yaitu pada posisi antara 113° 20`– 115° 55` BT dan antara 0°53`48” LS – 0° 46` 06” LU. Kabupaten Murung Raya berbatasan pada sebelah Utara dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, sebelah Timur dengan Kabupaten Barito Utara dan Provinsi Kalimantan Timur, sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Barito Utara Kabupaten Kapuas, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas dan Provinsi Kalimantan Barat.

Kabupaten Murung Raya adalah kabupaten pemekaran dari Kabupaten Barito Utara yang meliputi 5 wilayah kecamatan, yang terdiri dari 116 desa dan 2 kelurahan, Kecamatan U’ut Murung adalah pemekaran dari Kecamatan Sumber Barito dengan luas 1.227 Km², Kecamatan Sumber Barito dengan luas 17.083 Km², Kecamatan Murung dengan luas wilayah 730 Km², Kecamatan Laung Tuhup dengan luas 3.111 Km², Kecamatan Tanah Siang dengan luas 1.549 Km².

Gambar 3. Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah

(36)

Penggunaan lahan dan penutupan lahan pada kawasan Pegunungan Muller didominasi oleh cagar alam dan hutan lindung serta kawasan hutan produksi terbatas (Gambar 4). Untuk kepentingan fokus pendidikan konservasi, maka kawasan target dibatasi pada bagian Hulu Pegunungan Muller di 4 (empat) desa yaitu Desa Tumbang Tujang, Desa Tumbang Keramu, Desa Tumbang Olong I dan Desa Tumbang Olong II yang berbatasan langsung dengan kawasan ini di kecamatan U’ut Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah (Pemkab Mura 2006).

3.1.2. Kawasan Kerja Kampanye

a. Demografi dan Populasi

Masyarakat yang menjadi target dari program ini terdiri dari empat desa yaitu Tumbang Tujang, Tumbang Keramu, Tumbang Olong I, Tumbang Olong II di Kecamatan U’ut Murung Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah dengan Total luas 290.012 hektar, dengan jumlah penduduk 2.910 jiwa. Perincian jumlah penduduk di masing-masing desa, terlihat dalam Tabel 1.

Gambar 4. Tata Guna dan Tutupan Lahan Kawasan Pegunungan Muller Sumber : Pokja Heart of Borneo Kalimantan Tengah

(37)

Tabel 1. Jumlah Penduduk per Desa dan Kondisi Perekonomian Jenis Kelamin No DESA LK PR Total jlh Penduduk Jumlah KK Gakin 2005 % Gakin % kel petani Pra KS & KS 1 1 Tumbang Olong I, II 1.327 479 1.806 456 51 11,18 15 37 2 Tumbang Keramu 327 285 612 129 46 35,66 17 23 3 Tumbang Tujang 257 235 492 107 67 62,62 19 23

Sumber : BPS Kabupaten Murung Raya dalam Angka 2006b Kepadatan penduduk Kabupaten Murung Raya masih termasuk kategori jarang yaitu 3,65 atau 4 jiwa/ Km2. Kepadatan penduduk jika dibandingkan antar kecamatan, menunjukkan keadaan yang tidak merata. Kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Murung 29,88 jiwa/Km2, Kecamatan U’ut Murung 12,48 jiwa/Km2. Kecamatan U’ut Murung merupakan kecamatan yang paling jarang penduduknya hanya 0,91 jiwa/ Km2.

Penduduk Kabupaten Murung Raya menyebar dalam suatu wilayah yang relatif luas, dengan ukuran jumlah penduduk relatif kecil. Pada umumnya penduduk bermukim di daerah pedesaan di sepanjang daerah aliran sungai yang ada di masing-masing kecamatan. Penyebaran penduduk antar kecamatan relatif merata, jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Murung yaitu 22 jiwa/Km2. Mayoritas penduduk lokal (lebih dari 90%) adalah suku Dayak

beragama Kaharingan, Kristen dan Islam. Penduduk pendatang umumnya dari suku Banjar dan Jawa umumnya beragama Islam.

Pertumbuhan penduduk Kabupaten Murung Raya sejak tahun 2000-2005 rata-rata 5,58% per tahun yang disebabkan oleh natalitas dan imigrasi. Laju pertumbuhan penduduk per kecamatan berkisar antara 3,56% hingga 9,20%. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Sumber Barito 9,20%, diikuti Kecamatan Murung 6,33% dan U’ut Murung 6,04%. Pertumbuhan penduduk terendah tercatat pada Kecamatan Laung Tuhup 3,56% dan Tanah Siang 4,08%.

b. Ekonomi dan Sosial Budaya

Dilihat dari besarnya kontribusi dari sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB kabupaten, maka perekonomian Kabupaten Murung Raya didominasi oleh tiga sektor yaitu: pertanian, pertambangan dan penggalian serta perdagangan. Pada tahun 2003 ketiga sektor tersebut mampu memberikan

(38)

kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Murung Raya masing-masing 41,21%; 21,04% dan 20,21%. Sedangkan kontribusi sektor-sektor lainnya hanya berkisar antara 0,25% hingga 5,66% (Pemkab Mura 2006).

Kegiatan pertanian masyarakat umumnya pertanian padi tadah hujan, perkebunan karet dan perladangan tanaman pangan lainnya. Sektor pertanian masih sangat tergantung pada hutan berupa hasil hutan kayu dan bukan kayu seperti madu, gaharu, rotan dan palem untuk kerajinan serta tanaman obat seperti

Spatholobus ferrugineu dan Drymis pyperita.

3.2. Potensi Sumber Daya Kawasan

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2005, Kabupaten Murung Raya memiliki luas hutan sebesar 1.235.937 Ha. Dari luasan tersebut, kawasan hutan dibagi menurut fungsinya yaitu:

ƒ Hutan Produksi dengan luas 226.115 ha (9,54%); ƒ Hutan Lindung dengan luas 541.415 ha (22,85%);

ƒ Hutan Suaka/Wisata (Pegunungan Muller) dengan luas 200.055 ha (8,44%); ƒ Hutan cadangan/Hutan Produksi yang dapat dikonversikan dengan luas 386.290

ha (16,30%), dan;

ƒ Hutan Produksi Terbatas dengan luas 1.016.125 ha (42,87%).

Besarnya potensi sumberdaya hutan yang tercermin dari luas kawasan hutannya menempatkan subsektor kehutanan sebagai subsektor andalan di Kabupaten Murung Raya sehingga merupakan salah satu pilihan investasi yang strategis dan potensial dalam mendukung pembangunan otonomi daerah. Kontribusi subsektor kehutanan ini terhadap PDRB sektor pertanian pada tahun 2005 sangat besar yaitu 19,84%. Subsektor kehutanan telah sejak lama menjadi tulang punggung bagi pendapatan daerah Kabupaten Murung Raya. Jenis kayu hutan alam yang banyak diproduksi oleh perusahaan pemegang HPH dan masyarakat di Kabupaten ini adalah kayu meranti (produksi tahun 2004 sebesar 218.901,3 M3), kayu indah (produksi tahun 2004 sebesar 261,33 M3) dan kayu rimba campuran (produksi tahun 2004 sebesar 9.479,24 M3).

Selain produksi kayu yang merupakan komoditas andalan Kabupaten Murung Raya, juga terdapat potensi hasil hutan ikutan seperti rotan, jelutung,

(39)

gaharu, kulit gemor dan sarang burung. Pengembangan potensi hasil hutan tersebut di atas di Kabupaten Murung Raya memiliki prospek yang baik. Selama ini komoditi-komoditi tersebut mendapat permintaan pasar yang terus meningkat baik hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sedangkan produktivitas komoditi perdagangan hasil hutan alam dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.

Pengambilan dan penjualan gaharu dilakukan secara tradisonal oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Dikawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah sebagian besar penduduk lokal adalah pemburu (pencari) gaharu. Pasar gaharu di wilayah ini adalah pasar tradisional, karena para pencari gaharu berhubungan langsung dengan pembeli pertama atau pengumpul yang biasanya hanya ada satu satu dua orang di tiap desa. Di tingkat masyarakat lokal penghasilan dari berburu (mencari) gaharu adalah sumber mata pencaharian disamping berladang, hal ini terjadi karena kegiatan mencari gaharu biasanya mendapatkan bantuan modal awal dari pengumpul tingkat desa.

3.3. Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan

Secara umum tanah yang dominan terdapat di Kabupaten Murung Raya terdiri dari 3 jenis yaitu : Podsolik seluas 30,17%, Oksisol (Laterik) seluas 61,98% dan Litosol seluas 7,85%. Jenis tanah Podsolik terdapat di Kecamatan U’ut Murung dan sedikit di Kecamatan Sumber Barito. Jenis tanah Oksisol (Laterik) banyak ditemukan di Kecamatan Sumber Barito dan sedikit di Kecamatan Tanah Siang. Sebanyak 57,69% dari jenis tanah sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk perkebunan kelapa, kelapa sawit, karet, tanaman pangan, persawahan dan permukiman. Luas kawasan dan kondisi lahan kawasan ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Kawasan dan Kondisi Lahan di Kecamatan U’ut Murung

DESA Luas desa/ Kelrhn /Ha Luas lahan sawah Ha Luas lahan bukan sawah Ha Luas Lahan pertanian (Ha) Luas ladang yg diusahakan Ha Luas lahan yg tidak diusahakan Ha Tumbang Olong I, II 126,1 0 126,1 1.025 217 124,8 Keramu 120,0 0 120,0 1.363 293 118,3 Tumbang Tujang 133,4 0 133,4 1.987 243 131,2 Jumlah : 379,5 0 379,5 4.375 753 374,3

(40)

3.4. Iklim dan Cuaca

Kabupaten Murung Raya termasuk daerah beriklim tropis yang lembab dan panas, karena secara geografis terletak di garis khatulistiwa dengan curah hujan yang cukup tinggi (berkisar dari 2.500 - 4.000 mm/tahun). Suhu pada siang hari rata-rata 26,5ºC, sedangkan pada malam hari rata-rata 23,2ºC. Curah hujan rata-rata 2.909 mm/tahun dan kelembaban nisbi sekitar 85% (BPS 2006a).

3.5. Nilai Penting Kawasan 3.5.1. Konservasi Kawasan Target

Menurut LIPI (2005) ekosistem yang terbentuk di kawasan Pegunungan Muller adalah ekosistem hutan hujan tropis dengan tipe riparian, hutan alluvium, hutan campuran dipterocarp, hutan pegunungan, hutan kerangas, hutan batu berkapur sampai ketinggian 1600 m DPL, hutan sekunder. Kawasan ini memiliki peran sangat penting mengingat kawasan ini adalah hulu dari 3 sungai besar di Kalimantan yaitu : Sungai Barito di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Sungai Mahakam di Kalimantan Timur dan Sungai Kahayan di Kalimantan Tengah dan Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Kondisi disekitar kawasan ini akan sangat mempengaruhi kawasan lain (hilir) disekitar Daerah Aliran Sungai di Kalimantan. Peran penting ini menjadi alasan utama dalam mempertahankan kondisi kawasan ini agar tetap baik, selain kawasan ini adalah salah satu sisa hutan di dunia yang masih relatif terjaga keasliannya dari kondisi dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya (WWF 2004).

Terbentuknya Tim Penyiapan dan Pengusulan Perubahan Status Pegunungan Muller menjadi calon World Natural Heritage berdasarkan SK Menko Kesra no. 14/Kep/Menko/Kesra/V/2002 dengan beberapa persiapan yang telah dilakukan sejak tahun 2003 sampai dengan 2004 melalui ekspedisi dan sosialisasi mengenai World Heritage dan publikasi ilmiah dari hasil penelitian “Arthropoda Tanah di Gunung Gunting dan Takori” di Jurnal Berita Biologi tahun 2004 yang mengangkat Pegunungan Muller menjadi warisan alam dunia kelima yang dimiliki Indonesia setelah Taman Nasional Ujung Kulon, Pulau Komodo, Daerah Aliran Sungai Membramo dan Pegunungan Lorentz (WWF 2004).

(41)

3.5.2. Keanekaragaman Hayati

Kondisi keanekaragaman hayati suatu kawasan tentunya akan sangat dipengaruhi oleh aktifitas masyarakat yang menetap di kawasan tersebut. Nilasari (2003) menguraikan bahwa pada dasarnya masyarakat Dayak mempunyai sistem pengetahuan yang baik mengenai keanekaragaman sumber daya tumbuhan dan kondisi lingkungannya. Hal ini yang ditunjukkan dengan cara mereka mengenal keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut dan cara pemanfaatannya. Mereka mendiskripsi bagian-bagian tumbuhan dengan baik, dan memberikan penamaan di setiap bagian tumbuhan yang penting bagi mereka. untuk membedakan jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Disamping itu mereka juga mengenal keanekaragaman dan kondisi lingkungan di sekitar mereka. Sebagai contoh mereka mampu membedakan dengan baik berbagai macam bentuk tipe ekosistem yang ada, baik yang asli maupun tipe ekosistem buatan.

Khusus mengenai pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuhan, mereka mempunyai pengetahuan untuk mendiskripsi dan mengklasifikasi keanekaragaman tumbuhan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh pengetahuan mereka dalam mengenali berbagai jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya. Mereka mengetahui dengan mudah perbedaan jenis tumbuhan yang satu dengan yang lainnya. Mereka juga memberikan nama untuk setiap jenis tumbuhan terutama bagi jenis tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang tidak berguna sebagian besar diantara mereka tidak mengetahui namanya, kecuali jenis-jenis tumbuhan gulma yang tumbuh di kawasan usahataninya. Pengetahuan yang mereka miliki tersebut umumnya berasal dari penuturan orang tua mereka, tukar pikiran dengan anggota masyarakat lainnya dan hasil pengalamannya sendiri atau hasil penggalian sendiri. Pengetahuan tersebut bersifat turun-menurun yang disampaikan secara lisan dan umumnya hanya diturunkan kepada keturunannya atau dengan melakukan pertukaran pengetahuan dengan anggota kelompoknya.

Secara umum Pegunungan Muller dengan ekosistem hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. MacKinnon et al. (2000) menjabarkan beberapa jenis flora dan fauna umum di Pulau Kalimantan. Sebagai contoh; jenis burung di atas tajuk, yaitu enggang gatal birah (Anthracoceros

(42)

malayanus) dan rangkong badak (Buceros rhinoceros). Dua jenis enggang ini

memiliki habitat di daerah hutan primer dataran rendah dan dominan berada di atas tajuk dalam aktivitasnya. LIPI (2005) dalam laporan akhirnya menguraikan beberapa jenis burung pada tajuk adalah burung rimba murai coklat (Alcippe

bruneicauda) dan cekup perepat (Gerygone sulphurea), cipoh kacat (Aegithina tiphia), cipoh jantung (Aegithina viridisima), burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja), burung madu polos (anthreptes simplex), cica daun kecil (Chloropsis cyanopogon). Jenis burung di tempat terbuka, yaitu walet sarang putih (Colocalia fuciphaga), walet sarang hitam (Colocalia maxima), gagak kampung (Corvus macrorhyncos), layang-layang api (Hirundo rustica) dan layang-layang batu

(Hirundo tahitica), bondol kalimantan (Lonchura fuscans), ciung air koreng (Macronus gularis). Jenis burung di lantai hutan, yaitu sempidan biru (Lophura

ignita), taktarau melayu (Eurostopodus temminckii), uncal kouron (Macropygia ruficeps), tokhtor sunda (Carpococcyx radiceus), bubut besar (Centropus chinensis).

Beberapa jenis burung endemik yang teridentifikasi antara lain bondol kalimantan (Lonchura fuscans) dan paok kepala biru (Pitta baudi). Sedangkan beberapa jenis burung langka antara lain tokhtor sunda (Carpococcyx radiceus), sempidan biru (Lophura ignita), ibis karau (Pseudibis davisoni), dan cucakrowo

(Py mukan murai

is), tiung atau

) habitat hutan an jenis-jenis itar lebih dari kempas (Koompasia excelsa) yang merupakan rumah bagi lebah liar penghasil madu. Sepanjang sungai didominasi oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), jenis merbau (Palaquium sp), dan jenis-jenis pelawan (Tristania obovata) yang kulit luarnya berwarna jingga terkelupas. Selain burung, jenis mamalia juga terdapat di daerah Pegunungan Muller ini, mengingat sebagian peranannya sebagai pemencar

cnonotus zeylanicus).Beberapa jenis burung komersial sering dite

batu (Copsychus malabaricus), kacer atau kucica (Copsychus saular

beo (Gracula religiosa), serindit (Loriculus galgulus), pialing (Psittinus cyanurus atau burung nuri tanau.

Keberadaan jenis burung-burung ini ditunjang oleh kondisi yang masih relatif baik. Hutan di hulu Barito masih terlihat menyimp dari famili dipeterocarpaceae yang memiliki tajuk tinggi sampai sek

(43)

dan penyebar biji-bijian di dalam hutan tropis. Jenis-jenis ini memang merupakan jenis arboreal (hidup di atas pohon) dan menyukai hutan primer sehingga mudah dijumpai di kaki Pegunungan Muller yang memiliki hutan relatif bagus. Jenis primata yang terlihat dan terdengar suaranya adalah owa (Hylobates muelleri), lutung merah (Presbytis rubicunda), dan monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis).

Owa ditemui di hulu Sungai Barito (Tumbang Keramu-Tumbang Topus), Pegunungan Muller, dan Sungai Sebunut (anak Sungai Mahakam). Jenis endemik Kalimantan ini biasanya mudah ditemukan di hutan dataran rendah. Jenis lain yang biasa terlihat di sekitar Pegunungan Muller adalah monyet beruk (Macaca

nemestrina), lutung dahi putih (Presbytis frontata), lutung banggat (Presbytis hosei), dan kukang (Nycticebus coucang).

Jenis mamalia terestrial (hidup di daratan) yang paling banyak dijumpai adalah babi hutan (Sus barbatus), payau (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus

muntjac), pelanduk (tragulus javanicus) dan sejenis musang. Jenis mamalia besar

pernah ada di antaranya adalah behuang atau beruang (Helarctos malayanus), kuleh atau macan dahan (Neofelis nebulosa), sapi hutan atau banteng (Bos

javanicus), dan tomora atau badak (Dicerorhinus sumatrensis). Sungai Barito dan

Pegunungan Muller adalah laboratorium alam yang punya keragaman jenis dan endemisitas tinggi (LIPI 2005).

3.6. Permasalahan Konservasi

Secara umum kondisi hutan di Kecamatan U’ut Murung yang menjadi kawasan penelitian ini didominasi oleh hutan (lebih dari 95%). Umumnya kurang dari 1% yang lahan yang digunakan sebagai ladang dan peruntukan lainnya (BPS 2006b). Namun demikian, permasalahan yang timbul dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah kegiatan pengambilan kayu dan bukan kayu serta aktifitas perladangan yang tidak mendukung kegiatan konservasi seperti penempatan ladang di bibir sungai, atau kawasan curam (kemiringan lebih dari 50%) dan kegiatan pengumpulan dan pengambilan satwa serta flora yang belum diatur berdasarkan tingkat ketersediaannya di hutan.

Gambar

Gambar 1. Alur pemikiran kegiatan penelitian kampanye konservasi.
Gambar 2.  Tipe produk sosial  (Sumber: Kotler dan Roberto 1989).
Gambar 3.  Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah
Gambar 4. Tata Guna dan Tutupan Lahan Kawasan Pegunungan Muller                                               Sumber : Pokja Heart of Borneo Kalimantan Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini keadaan di Rumah Sakit Umum Daerah Bima khususnya pelayanan rawat inap secara keseluruhan masih bersifat manual dari hasil observasi dan wawancara dengan

- Jika pasien terganggu secara emosional, lakukan penyapuan khusus dan pemberian energi pada sahasrara, solar plexus dan muladhara dengan menekankan pada tahap penyapuannya. -

Persaingan antarperusahaan sejenis yaitu persaingan industri permen yang ketat, perusahaan menghadapi jumlah pesaing yang semakin bertambah dan berkompetisi lebih

diketahui bahwa mineralisasi U yang ada di Sektor Lembah Hitam dijumpai sebagai isian fraktur (urat) atau kelompok urat dan sebagai isian matrik breksi tektonik, berasosiasi

6. Informed consent yang sudah di tanda tangani oleh pasien atau keluarga pasien disimpan dalam rekam medic.. Bila informed consent yang diberikan oleh pihak lain atau pihak ke

Antrian yang terjadi pada suatu pendekat adalah jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) yang merupakan jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1)

Sasaran utama pengelolaan anestesi untuk pasien dengan cedera otak adalah optimalisasi tekanan perfusi otak dan oksigenasi otak, menghindari cedera sekunder dan

Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan oleh penulis bahwa pendidikan vokasional merupakan kecakapan yang dapat membekali peserta didik dalam mengatasi