• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Regulated Learning

Menurut Zimmerman (1989) dalam teori social kognitif terdapat tiga hal yang mempengaruhi seseorang melakukan SRL, yaitu:

a. Individu

SRL salah satunya dipengaruhi oleh proses dalam diri yang saling berhubungan. Proses diri atau personal diantaranya yaitu:

i. Pengetahuan yang dimiliki individu

ii. Tingkat kemampuan metakognisi individu iii. Tujuan yang ingin dicapai

iv. Keyakinan efikasi diri b. Perilaku

Fungsi perilaku adalah membantu individu menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam mengatur proses belajar. Ada 3 tahap perilaku yang berkaitan dengan SRL yaitu:

i. self observation yaitu tahap dimana individu melihat ke dalam dirinya

dan perilaku yang terkait dengan kemajuan yang telah dicapai ke arah belajar

ii. self judgement yaitu tahap dimana individu memperbandingkan performansi belajar yang telah dilakukannya dengan standar atau tujuan yang telah dibuat dan ditetapkan individu

iii. self reaction yaitu tahap yang mencakup proses individu dalam

menyesuaikan diri dengan rencana dalam belajar untuk mencapai tujuan atau standar yang telah dibuat dan ditetapkan. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan SRL maka dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

Behavior self reaction yaitu individu berusaha seoptimal mungkin

dalam belajar seperti memuji dan mengkriktik diri.

Personal self reaction yaitu individu berusaha meningkatkan

proses yang ada dalam dirinya pada saat belajar misalnya mengulang materi dan menghafalkan.

Environmental self reaction yaitu individu berusaha merubah dan

menyesuaikan langkah belajar sesuai dengan kebutuhan misalnya menyusun buku sedemikian rupa agar mudah dijangkau.

c. Lingkungan

Pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi SRL dapat berupa: i. Pengalaman sosial

Pengalaman sosial adalah pembelajaran dengan pengamatan langsung terhadap perilaku diri sendiri dan hasil yang diperoleh dari perilaku tersebut. Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa pengalaman

langsung dapat menjadi umpan balik mengenai kemampuan diri. Perasaan mampu tersebut bisa diasumsikan sebagai motivasi untuk melakukan strategi belajar. Pengalaman langsung yang bisa didapat dengan cara modelling dan persuasi verbal. Modelling bisa menjadi efektif jika model dianggap mirip dengan pengamat. Sedangkan metode persuasi verbal apabila berdiri sendiri sering kurang efektif untuk mendorong penggunaan strategi. Akan tetapi jika dikombinasikan dengan modelling menjadi perantara yang baik sehingga siswa dapat mempelajari berbagai ketrampilan akademis.

ii. Dukungan sosial

Menurut Sarafino (dalam Smet, 1994) dukungan sosial mengacu pada kenyamanan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain. Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

Jadi dukungan sosial dapat disimpulkan sebagai bentuk informasi verbal atau non verbal dan bantuan nyata yang menghasilkan kenyamanan, penghargaan akan kepedulian dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain.

Smet (1994) membedakan empat jenis dukungan sosial yaitu:

 Dukungan emosional yang mencakup empati, kepedulian, dan perhatian.

 Dukungan penghargaan yang mencakup ucapan penghargaan dan dorongan untuk maju.

 Dukungan instrumental yang mencakup bantuan langsung.  Dukungan informatif yang mencakup pemberian nasihat,

petunjuk, saran atau umpan balik.

Zimmerman (1989) mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yaitu dari orang tua, guru, teman dan dapat melalui berbagai bentuk informasi seperti literature dan bentuk informasi simbolik lainnya seperti diagram, gambar, dan formula.

iii. Struktur konteks belajar

Struktur konteks belajar adalahsegala sesuatu di sekitar pelajar yang dapat mendukung atau menghambat pembelajaran. Dalam setting pendidikan konteksnya adalah ruang kelas dan lingkungan universitas untuk memfasilitasi aspek-aspek pendidikan (Svoong, 2011). Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa struktur konteks belajar dapat berupa karakteristik tugas dan situasi akademik. Karakteristik tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik ada berbagai jenis yaitu tergantung dari tujuan yang akan dicapai, misalnya tugas meneliti,

tugas menyusun laporan (lisan/tulisan), tugas motorik, tugas di laboratorium, dan lain-lain (Djamarah & Zain, 2010). Sedangkan situasi akademik diartikan sebagai setiap kegiatan yang berlangsung dalam hubungan pendidikan. Situasi akademik terbentuk di atas hubungan sosial antara dua orang atau lebih, dimana keduanya membangun pendidikan dan saling mempengaruhi (Prayitno, 2009). C. Bertempat Tinggal di Kos dan di Rumah Bersama Orang Tua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kos atau yang sering disebut istilah ” in de kos” adalah tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dengan membayar setiap bulan). Kos pada dasarnya dapat dimengerti sebagai sebuah lingkungan yang diciptakan sebagai pengganti lingkungan keluarga, dimana interaksi yang biasa terjadi antar anggota keluarga digantikan oleh individu-individu yang tinggal di kos tersebut.

Menurut Santrock (2002) kemandirian untuk jauh dari pengawasan orang tua menjadi sesuatu yang sangat dinikmati oleh para remaja. Teman sebaya merupakan suatu hal penting yang tidak dapat diabaikan di masa-masa remaja. Demikian pula yang terjadi pada mahasiswa semester awal yang termasuk dalam rentang usia remaja akhir (Basrowi, 2008). Hidup menjadi anak kos memiliki kecenderungan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini disebabkan keterpisahan dirinya dengan orang tua, sehingga mengharuskan mereka mencari cara, dalam arti kreatif, bagaimana menghadapi berbagai tantangan serta persoalan yang ada seorang diri (Waas, 2010).

Dalam kaitannya dengan proses pengaturan belajar, kondisi tersebut secara faktor personal menyebabkan mahasiswa kos memiliki kemampuan untuk menetapkan tujuan belajar yang jelas dan didasarkan oleh kesadaran dirinya dan memiliki efikasi diri yang tinggi dalam untuk menyelesaikan tugas akademik. Hal tersebut kemudian menyebabkan mereka menggunakan segala kemampuannya untuk mengatur proses belajar. Dalam lingkungan kos memungkinkan mereka mengalami proses modeling karena menurut (Sudrajat, 2008) lingkungan senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikuti apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Lingkungan kos memiliki potensi untuk melakukan modeling dan persuasi verbal karena mereka tinggal bersama dengan mahasiswa lain yang memiliki kesamaan untuk melakukan kegiatan belajar. Dari situ mereka memiliki kesempatan untuk mencari model yang dianggap sesuai dengan dirinya untuk mengadopsi perilaku belajar yang mendukung dalam pencapaian tujuan belajar.

Lingkungan kos juga mempunyai kondisi dan situasi yang lebih menguntungkan dalam kegiatan pendidikan yaitu dalam hal dukungan sosial dalam hal dukungan instrumental dan dukungan informatif dari teman sebaya sehingga mereka bisa mendapatkan bantuan dan feedback secara langsung dari teman. Mereka memiliki waktu yang lebih longgar dan fleksibel untuk belajar, selain itu mereka juga lebih memungkinkan untuk membentuk kelompok-kelompok belajar, baik dengan siswa seangkatan ataupun dengan kakak

tingkatnya yang lebih senior untuk mendukung pemberian dukungan sosial tersebut (Hidayatullah, tanpa tahun).

Sedangkan bertempat tinggal di rumah bersama orang tua didefinisikan bagi mereka yang masih tinggal bersama dengan keluarga. Menurut Sutjipto (dalam Slameto, 1988) keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Peran keluarga atau sering disebut dengan faktor keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar.

Menurut Kartono (1985), membiasakan anak-anak untuk belajar di rumah merupakan hal yang penting. Salah satu kegiatan bimbingan yang dapat dilakukan oleh orang tua, yaitu mengawasi penggunaan waktu belajar dan kegiatan belajar di rumah. Dengan mengawasi penggunaan waktu belajar maka orang tua dapat mengetahui apakah anaknya menggunakan waktu belajar dengan teratur. Orang tua perlu mengawasi kegiatan belajar anak-anaknya di rumah karena dengan mengawasi kegiatan belajar anaknya, mereka dapat mengetahui apakah anaknya belajar dengan sebaik-baiknya. Pengawasan yang diberikan orang tua dimaksudkan sebagai penguat disiplin supaya pendidikan anak tidak terbengkalai.

Dilihat dari faktor personal, kegiatan pengawasan dari orang tua menyebabkan individu memiliki rasa ketergantungan dalam belajar sehingga tujuan belajar atas kesadaran diri sendiri kurang begitu kuat. Hal ini menyebabkan secara faktor perilaku mereka kurang optimal untuk menggunakan kemampuannya dalam proses belajar. Dari segi faktor lingkungan mahasiwa yang tinggal bersama orang tua memiliki keterbatasan dalam hal modeling dan persuasi

verbal karena mereka tinggal dengan orang tua yang notabene memiliki tugas dan tanggungjawab yang berbeda dengan dirinya sehingga mereka tidak bisa mendapatkan model perilaku dan arahan secara langsung tentang materi kuliah ketika melakukan pengaturan proses belajar. Dalam segi dukungan sosial, orang tua lebih banyak memberikan dukungan emosional dan dukungan penghargaan secara langsung dalam aktivitas belajar.

D. Dinamika Perbedaan Self Regulated Learning antara Mahasiswa yang