• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Bentuk, Fungsi, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Bentuk, Fungsi, dan

yang Lama ke makna yang Baru

4.2.1 Faktor Ekonomi

Faktor yang mendorong perubahan yang dikehendaki oleh keluarga keraton (Raja), abdi dalem dikarenakan banyak hal. Apalagi masa pemerintahan tidak lagi di tangan Raja, setelah tahun 1945 kekuasaan Raja dialihkan ke Republik (walikota) sebagai pemerintah baru.

Pada saat itu keadaan di keraton terjadi konflik internal yang membuat kekuasaan Raja berpindah ke Republik Indonesia. Di keraton ada 2 kubu yang masing-masing mempunyai alasan untuk bergabung ke Republik Indonesia atau Raja tetap memiliki kekuasaan pemerintahan yang disebut DIS (Daerah Istimewa Surakarta) seperti di Yogyakarta, ada juga yang ingin begabung dengan Republik

commit to user

53

Indonesia, pada akhirnya presiden Soekarno memutuskan untuk menonaktifkan Raja untuk memerintah, hanya keraton sebagai pusat kebudayaan. Keadaan keraton semakin tidak dapat dikendalikan menyebabkan ekonomi keraton morat-marit. Pemerintah hanya memberikan subsidi untuk menyelenggarakan acara-acara keraton tidak lagi memiliki kekuasaan untuk mengelola keuangan atau pemerintahan.

Pemasukan dari pabrik tebu, pajak (upeti) yang berupa bahan pangan (padi, jagung, sayuran dan ua ng kepeng / rupiah) dari rakyat (Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Boyolali, Karanganyar) otomatis terhenti. Pengelolaan pabrik tebu dan hasil sebagian diserahkan ke pemerintah Republik Indonesia. (Wahyu Santoso Prabowo, wawancara, 5 Desember 2011).

Dengan keadaan keraton yang tidak kondusif mempengaruhi regenerasi penari keraton. Putri keraton sdikit yang berlatih menari disebabkan keadaan keuangan di keraton gonjang-ganjing, banyak yang putri keraton yang bekerja tidak hanya menjadi putri keraton saja. Masuknya penari di luar tembok keraton untuk memenuhi jumlah penari keraton yang sangat sedikit jumlahnya pada akhirnya regenegarasi penari keraton sedikit mengalami kesulitan. Pada saat keraton menerima tamu dari luar (Belanda, Inggris, Amerika, Jepang). Untuk penyambutan tamu pihak keraton menyajikan Tari Srimpi Ludiramadu dan mengambil penari dari luar (rakyat biasa) yang diambil dari mahasiswa STSI yang sekarang bernama ISI Surakarta.

Keadaan ekonomi keraton berpengaruh pada perubahan bentuk, fungsi, dan makna. Keraton sekarang tidak cukup uang untuk memberikan kesejahteraan

commit to user

54

bagi a bdi da lem (pesuruh atau pembantu) dan juga kerabat keraton sebagai penari keraton. Putra dan putri raja tidak semua menekuni tari sebagai mata pencaharian karena tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga kekurangan penari mengambil penari dari luar keraton yang sama sekali tidak ada hubungan persaudaraan ataupun aliran darah dengan keraton.

4.2.2 Faktor sosial berpengaruh juga pada perubahan bentuk, fungsi, dan

makna Tari Srimpi Ludiramadu.

Pihak keraton merasa sangat membutuhkan pihak luar dalam membantu melestarikan budaya Jawa karena keraton tidak mampu untuk melakukan sendiri. Rasa prihatin yang ada di benak Raja bahwa penari keraton sedikit dikhawatirkan masyarakat umum tidak mengetahui kesenian tradisi keraton, khususnya tari keraton yang berbentuk Srimpi. Keinginan raja setelah tidak memerintah ingin membaur dan dekat dengan rakyat dan mengenal masyarakat di luar tembok keraton. (Wahyu Santoso Prabowo, wawancara, 5 Desember 2011).

Keterbukaan Raja dan keluarga membuka diri, dalam menggali kesenian tradisi, yang diawali pada tahun 1970 dengan memanggil pengelola ASKI Surakarta Gendhon Humardani untuk ikut dalam melestarikan kesenian tradisi dan memberikan tempat untu latihan tari yang berbentuk (wireng, srimpi), kecuali bedha ya keta wang srimpi digali pada tahun 1971 di Sasana Mulyo, PKJT (Pusat Kesenian Jawa Tengah), pada masa pemerintahan Paku Buwana XXII, dan sitinggil diserahkan untuk kampus ASKI (Akademi Seni Karawitan Indonesia) yang sekarang menjadi ISI Surakarta (Institut Seni Indonesia Surakarta).

commit to user

55

4.2.3 Faktor seniman keraton

Perubahan pada Tari Srimpi Ludiramadu juga dipicu oleh kreativitas yang berkembang dari seorang seniman untuk berkreasi dan menciptakan kebudayaan atau karya yang baru karena sudah dipengaruhi oleh tempat individu hidup dan bekerja (Selo Soemardjan, 1983:91) demikian halnya Tari Srimpi Ludiramadu juga mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Faktor pihak keraton, seniman keraton yang terbuka dalam pembaharuan dengan kekuasaan tidak lagi ditangan raja, seniman keraton lebih bebas berkreasi, berimajinasi dengan pengungkapan jiwa yang disesuaikan dengan kepribadian, selera, tujuan dan sistem nilai yang dianut dengan pengungkapan pada karya disini gerak Tari Srimpi Ludiramadu menyesuaikan seniman yang menggali. (Nanuk Rahayu, wawancara, 6 Desember 2011).

4.2.4 Faktor politik

Perkembangan kebudayaan yang terjadi tidak lepas adanya beberapa sejarah masyarakat, warisan dan dasar politik didalam negara, ma n-power dengan mentalitasnya (Phil Astrid, 1977:223) Peralihan Pemerintaan dari tangan Raja ke tangan negara republik Indonesia mempengaruhi keberadaan kesenian tradisi disini Tari Srimpi Ludiramadu tidak dipergunakan untuk upacara wetona n Raja hanya digunakan misal ada tamu kerajaan, misi kesenian ke Inggris, Belgia, Perancis, Arab, Singapura, Jepang, Amerika (Wahyu Santoso Prabowo, wawancara, 6 Desember 2011).

Keluarga keraton disibukkan dengan kegiatan di luar keraton misal : Kepartaian sebagai anggota DPRD, DPR, Pegawai Negeri Sipil bahkan

commit to user

56

usaha/bisnis dibidang lain selain keraton. Usaha untuk tetap mempertahankan kesenian tradisi tetap berada didalam keraton dan bersifat adi luhung menjadi pudar. Keadaan politik mempengaruhi kekuasaan Raja yang tidak memiliki kuasa penuh menjalankan roda pemerintahan dan hanya sebagai cagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya (Wahyu Santoso Prabowo, wawancara, 6 Desember 2011).

4.2.5 Faktor pariwisata budaya

Pariwisata budaya pada tahun 1970-an yaitu dunia kepariwisataan menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan industri yang paling cepat berkembang terkait dengan masalah itu pemerintah Indonesia telah menentukan sikap pada tahun 1978 untuk mengembangkan kepaiwisataan. Hal tersebut dikuatkan dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, tentang Garis Besar Haluan Negara, khususnya dalam melaksanakan pembangunan lima tahun keenam. Disini disebutkan bahwa :

Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara, serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional.

Dalam pembangunan kepariwisataan harus dijaga dan tetap terpeliharanya kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Kepariwisataan perlu ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan sektor lain yang terkait dalam suatu keutuhan usaha kepariwisataan yang saling menunjang dan saling menguntungkan, baik yang berskala kecil, menengah, maupun besar.

Pengembangan pariwisata nusantara dilaksanakan sejalan dengan upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan jiwa, semangat, dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam bentuk penggalakan pariwisata remaja dan pemuda dengan lebih meningkatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kepariwisataan. Daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan wisata mancanegara perlu ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan benda dan khazanah bersejarah yang menggambaran

commit to user

57

ketinggian budaya dan kebesara bangsa, serta didukung dengan promosi yang mengikat. (Soedarsono, 1989 / 1990:14).

Pada tahun 1990 terkena dampak globalisasi yang terkena dampak tidak hanya bidang pemerintahan, ekonomi, sosial masyarakat, bahkan kebudayaan tidak luput terkena dampak globalisasi. Hal ini dikenal dengan kebudayaan mengalami modernitas budaya. Kesenian tradisi keraton ikut mengalami misal wireng, bedha ya bahkan Tari Srimpi Ludiramadu. Keraton memiliki cara untuk tetap melestarikan kesenian tradisi walaupun wujud tari tidak sama persis seperti yang berada di dalam keraton/masa lampau. Keraton membuat paket budaya dengan memadukan tari dan kuliner khas Jawa misal Serabi Notosuman, ledre, tiwul sampai alat transportasi Jawa (Andong). Pemerintah juga mengadakan transportasi untuk mengelilingi cagar budaya di Surakarta. Alat transportasi selain sepeda ontel, bis kota Trans yang bernuansa batik sampai sepur lokomotif khas tempo dulu.

Tari Srimpi Ludiramadu sekarang digunakan sebagai paket pariwisata budaya berpengaruh pada perubahan bentuk, fungsi, dan makna pada Tari Srimpi Ludiramadu. Pengembangan warisan budaya keraton menjadi kemasan atraksi dan objek wisata budaya salah satu alternatif yang memungkinkan diperolehnya sumber dana untuk kegiatan pelestarian dan pengembangan warisan budaya secara berkelanjutan.

Wisata budaya berbentuk pertunjukan pada tari dilaksanakan pada malam hari yang dinikmati oleh wisatawan mancanegara yang dikelola yayasan pawiyatan keraton Kasunanan Surakarta yayasan ini dipimpin oleh G.R.Ay. Koesmurtiyah Wirabhumi, Putri Paku Buwana XII. Wisata budaya yang diadakan

commit to user

58

pada malam hari sangat diminati para wisatawan dari Perancis, Inggris, Spanyol, Italia, Belanda, Amerika dan lain-lain. (dalam Wahyu Santoso Prabowo 1983:80)

Keraton melakukan pelestarian dengan paket pariwisata dipadukan dengan makanan keraton yang disukai Raja-Raja pada jaman dulu. Sebelum menikmati Tari mereka disambut oleh pemandu wisata dan tuan rumah (keluarga keraton/kerabat keraton) menuju Sasana Handrawina untuk makan malam dengan makanan khas keraton misal : Ga ra ng a sem, a ya m ba ka r, Mangut, dan makanan berbentuk sera bi, ledre, tiwul dan lain-lain setelah itu baru ke Ba ngsa l Sma ra kata melihat pementasan Ta ri Srimpi, Wireng.

Kunjungan wisata malam hari di keraton diselenggarakan satu kali dalam seminggu yaitu pada hari Rabu malam dengan rata-rata kunjungan lumayan banyak, menghasilkan pemasukan bagi keraton dan kelangsungan pelestarian hasil kebudayaan tetapi dibalik itu semua Tari Srimpi Ludiamadu perubahan dalam bentuk, fungsi, dan makna karena menyesuaikan paket wisata budaya yang dibilang sekedar untuk hiburan / refresing sehingga tidak membutuhkan waktu lama tetapi para wisatawan hanya mengetahui gleger (bentuk global) Tari Srimpi mereka tidak mengerti bahwa Tari Srimpi Ludiramadu memiliki fungsi yang sakral, magis, religius pada zaman dulu.

Penyingkatan waktu atau durasi yang dilakukan untuk pariwisata budaya berpengaruh pada perubahan bentuk, fungsi, dan makna karena untuk pariwisata Tari Srimpi Ludiramadu dipentaskan hanya + 15 menit saja. Supaya penonton / wisatawan mancanegara tidak jenuh untuk melihatnya tetapi merasa terhibur dan berkesan sehingga lain waktu bersedia untuk datang lagi ke Solo / Surakarta.

commit to user

59

Kesadaran wisatawan Mancanegara dengan kebutuhan Budaya dan Rekreasi perkembangan peradaban manusia menjadikan manusia sadar akan kekurangan-kekurangannya dan mengagumi berbagai kegiatan kebudayaan baik kegiatan, kebudayaan di daerahnya maupun di luar daerah. Sehingga manusia berusaha melakukan mobilitas untuk minat nengunjungi kebudayaan orang lain serta melakukanaya dengan berrekreasi. Lalu suburlah, kini manusia melakukan kunjungan-kunjungan kebudayaan lain dan rekreasi yang kedikenal dengan Istilah. tourisme atau. pariwisata (dalam arti luas).

Hal inilah yang melatar belakangi lahirnya kegiatan berpariwisata. Baik berpariwisata yang bersifat rekreasi ngenggar-enggar pengga a lih, wisata olahraga, wisata pendidikan, study tour, wisata ritual seperti Waisak di Mendut, do'a Rosari di Goa Maria Sendangsono , Yakowiyu di jatinom Klaten, sekaten di Keraton, dan lain-lain. Juga wisata yang bersifat politis seperti kegiatan-kegiatan pergelaran dan workshop kesenian yang dimaksudkan terjadi diplomasi budaya, sehingga masyarakat suatu negara dapat mengenali perilaku dan karakter peradaban bangsa lain. Dengan demikian. luas pulalah kepariwisataan dewasa ini.

Pengertian mengenai istilah pariwisata, tetapi menurat peneliti, yang paling penting dan umum mengenai pariwisata adalah suatu kegiatan manusia yang berhubungan dengan mobilitas / perjalanan / berpergian dengan harapan dan tujuan (baik tujuan utama maupun tujuan sampingan) untuk mendapatkan kepuasan dan kebabagiaan. Jadi yang jelas pasti berhubungan dengan perjalanan dan usaha mencari kenikmatan dari perjalanan itu. Dengan demikian berbagai motivasi tujuan mobilitas manusia dapat pula menjadi dorongan tujuan

commit to user

60

kepariwisataan, baik sebagai tujuan utama maupun sampingan seperti telah disebutkan diatas.

Pengertian wisatawan di negeri kita ini mengalami berbagai perubahan dan perkembangan. Hal ini dapat terjadi karena sifat dari suatu perjalanan kepariwisataan itu sendiri mengalami perkembangan. Pemerintah Republik Indonesia menanggapi masalah-masalah kepariwisataan sebagai hal yang serius, sebab pemerintah sadar bahwasanya kepariwisataan pada suatu ketika dapat dijadikan sebagi suatu industri yakni "Industri Pariwisata".

Kita dapat menafsirkan pengertian industri disini yakni suatu badan usaha yang berorientasi pada suatu produksi tertentu dan merupakan penawaran jasa yang harus ditanggapi dengan hal keuntungan. Jadi suatu kesadaran untuk menggarap pariwisata untuk kepentingan ekonomi negara.

Oleh karena itu pemerintah menurunkan keputusan-keputusan resmi mengenai pengertian wisatawan tersebut. Pada tahun 1969 pemerintah menurunkan Intruksi Presiden Republik Indonesia No. IX menyebutkan bahwa, "Wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan” (Prayoga 197 6; 9).

Adapun batas pengertian mengenai wisatawan secara internasional telah dibicarakan di Perserikatan Bangsa-Baagsa (PBB) yang diadakan di Roma (Italia) tahun 1965. Pembicaraan itu atas usulan I.U.O.T.O (The International Union of Official Travel Organization) guna menemukan keseragaman pengertian

commit to user

61

Perkembangan berikutnya pada tahun 1968 batasan mengenai (tourist) sedikit mengalami perubahan yakni istilah. pengunjung (visitor). Pengertian tersebut sudah mencakup setiap orang yang berkunjang ke negara lain (bukan negara tempat mereka tinggal) dengan maksud bekerja untuk mendapatkan upah (Prayoga 1976: 10).

Pengertian pengunjung dibedakan dalam dua kategori wisata wa n (tourist)

dan pelancong (excurtourst), Yang dimaksud dengan wisatawan ialah,

pengunjung sementara yang tinggal lebih dari 24 jam guna menikmati perjalanan. Kategori wisatawan ini ialah yang bersifat pesiar yakni untuk keperluan rekreasi hiburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olah raga. Ada pula yang bersifat hubungan yaitu hubungan dagang, sanak keluarga, handai tolan, konperensi, misi atau bentuk-bentuk diplomasi budaya lewat pertunjukan-pertunjukan bersama dan latihan bersama. Sedangkan yang dimaksud dengan pelancong adalah pengunjung sementara yang tinggal kurang dari 24 jam dan pengunjung tersebut berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain termasuk pengunjung dalam pesiar walaupun pengunjung tersebut lebih dari 24 jam.

Karaton Kasunanan dan Pura Mangkunagaran masing-masing mempunyai dua jenis kunjungan wisata yaitu, kunjungan wisata siang hari dan kunjungan wisata malam hari. Kunjungan wisata siang hari adalah wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Kunjungan wisata malam hari diselenggarakan khusus untuk wisatawan mancanegara. Oleh karena pusat perhatian pada penelitian ini adalah tari kemasan wisata untuk wisatawan mancanegara, maka sebagai bahan utama pembicaraan pada bab ini adalah jenis kunjungan wisata yang kedua, yakni

commit to user

62

kunjungan wisata malam hari. Sebagai tempat kunjungan wisata, masing-masing istana mempunyai kesamaan pengelolaan di samping terdapat juga perbedaan-perbedaannya. Hal tersebut akan diuraikan seperti di bawah ini.

Dengan tidak menutup kemungkinan bantuan dari berbagai pihak, pelestarian semua warisan budaya keraton merupakan tanggung jawab langsung keluarga dan kerabat keraton. Hal ini menyangkut berbagai upucara adat

tatacara, fisik bangunan, dan kelangsungan kehidupan keseniannya.

Pengembangan warisan budaya keraton menjadi kemasan atraksi dan objek wisata budaya, merupakan salah satu alternatif yang memungkinkan diperolehnya sumber dana untuk kegiatan pelestarian dan pengembangan warisan budaya tersebut secara berkelanjutan.

Wisata kunjungan malam hari untuk wisatawan mancanegara adalah salah satu kegiatan yang dikelola oleh Yayasan Pawiyatan Karaton Kasunanan Surakarta. Yayasan ini dipimpin oleh G.R.Ay. Koesmurtiyah Wirabhumi, putra Paku Buwana XII. Membicarakan kesenian, utamanya tari-tari keraton, tidak akan lengkap tanpa menbicarakan peran sertanya. Koesmurtiyah dikenal sebagai penari bedha ya dan srimpi yang andal. Penguasaannya terhadap sejumlah tari bedha ya dan srimpi menjadikan dia sebagai nara sumber primer untuk berbagai bentuk penelitian, khususnya tentang tari tradisional keraton. Kepakarannya di bidang tari keraton khususnya tarian putri, dapat dilihat pada hari latihan yang diadakan pada setiap hari Rabu, Sabtu, dan Minggu, dari pukul 14.00 sampai 16.00 di Bangsal Surakarta. Dalam waktu la tiha n ga ringa n (latihan tanpa karawitan), dia melatih secara langsung penari yunior dengan bantuan para penari

commit to user

63

dan mantan penari senior (perlu diketahui bahwa dilingkungan tradisi keraton, bila mana seseorang penari yang kemudian menikah, maka status kepenariannya secara otomatis ditanggalkan). Apabila tari bertemu dengan karawitan, peran dia berfungsi ganda yaitu tebagai pengepra k. Pengepra k adalah orang yang bertugas memukul alat yang terdiri atas kotak, ukuran kecil terbuat dari kayu yang salah satu sisinya terbuka, dan pada salah satu sisi papannya tergantung dua atau tiga lempengan logam yang ditumpuk. Alat ini disebut kepra k.

Fungsi kepra k pada sajian tari-tarian istana kalau tidak dapat disebut vital adalah sangat penting. Pada kepra k bergantung aba-aba atau tanda tentang dimulai dan akhir dari suatu gerak tari, berfungsi sebagai ilustrasi setiap gerak tari,

memberi tanda kepada pengra wit (pemain gamelan) untuk memulai atau

mengakhiri suatu gendhing, dan juga memegang peranan untuk memperlambat dan mempercepat la ya (irama) gendhing. Untuk pentas formal, peran dia sebagai pengepra k didelegasikan kepada salah seorang mantan penari senior yang juga berkedudukan sebagai salah satu pembantu pelatih tari di keraton.

Kesadaran yang tinggi dari pihak keraton tentang industri pariwisata, khususnya kunjungan malam hari, telah dipersiapkan dengan maksimal guna menarik minat wisatawan pada kunjungannya yang pertama dan demi kunjungan-kunjungan yang akan datang. Persiapan tersebut meliputi kendaraan jemputan, menu makan malam berikut makanan kecil beserta minuman dingin atau panas, dan penempatan tempat duduk wisatawan.

Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke keraton datang dari negara Perancis, Inggris, Spanyol, Amerika, Malaysia, Jepang, Australia, Singapura, dan

commit to user

64

Italia. Jumlah mereka antara 20 orang hingga 30 orang. Mereka kebanyakan terbang dengan pesawat maskapai Air Silk menuju Indonesia turun di Bandara Polonia Medan. Perjalanan mereka sampai di Surakarta ditangani oleh biro perjalanan Nataya Tours and Travel. Di Surakarta mereka bermalam di Hotel Sahid Raya yang mempunyai kualifikasi bintang empat.

Keberangkatan wisatawan dari hotel Sahid Raya menuju keraton berkendaraan a ndhong (kereta rodo empat yang ditarik kuda) yang akan tiba pada pukul 18.00 WIB. Sesampainya di keraton, mereka disambut oleh pemandu wisata dan tuan rumah menuju Sasana Handrawina untuk makan malam. Waktu pementasan dimulai pukul 19.30 WIB. di Bangsal Smarakata. Apabila terjadi keterlambatan relatif lama, kedatangan wisatawan tidak langsung makan malam, melainkan setelah menyaksikan pementasan tari pertama yang biasanya disajikan tari srimpi. Pada saat penyajian tari srimpi ini wisatawan tidak mendapatkan jamuan yang berujud apapun. Hal ini juga berlaku bagi wisatawan yang datang tepat waktunya. Tata cara ini dimaksudkan agar wisatawan ikut menghormati sajian tari srimpi sebagai salah satu atribut kehormatan keraton. Sebelum dimulainya sajian tari yang kedua, wisatawan dijamu makanan kecil berikut minuman panas atau dingin. Sesaat sebelum tari pertama maupun tari kedua disajikan, terlebih dahulu dibacakan latar belakang tari bersangkutan oleh salah seorang yang telah ditunjuk pihak penyelenggara.

Untuk satu paket sajian seperti telah terurai di atas, setiap orang wisatawan mengeluarkan beaya sebesar $ 28 U.S - $ 35 U.S. Adapun honorarium untuk seorang penari sebesar Rp. 50.000,-, demikian juga para swarawati (pesindhen)

commit to user

65

dan pemain kendha ng (pengendha ng). Honorarium bagi pengra wit khusus untuk tindhih (pemimpin karawitan) sebesar Rp. 30.000,- dan pa ngra wit yang lain mendapat rata-rata Rp. 20.000,-. Pada era sekarang mengikuti perkembangan rupiah dan kurs dollar untuk honor penari dan pengra wit Rp. 200.000,- sampai Rp. 500.000,-

Dari hasil pengamatan, tari kemasan wisata di keraton didukung oleh para penari rata-rata berkualitas baik, demikian pula para pengra witnya . Sejumlah delapan puluh persen asal penari dari luar lingkungan tembok keraton. Khususnya para penari putra adalah para mahasiswa dan alumni Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta. Para pengra wit. pada umumnya telah mempunyai status sebagai a bdi-da lem keraton dengan masa kerja yang beragam.

Dalam mencapai hasil yang maksimal, dua atau tiga hari sebelum pentas diadakan latihan guna memenuhi target waktu 15 menit untuk satu sajian tari. Latihan ini hanya berlaku untuk tari srimpi yang penggarapannya lebih kompleks daripada tari-tari putra pada umumnya. Satu tarian srimpi paling tidak terdiri atas

tiga gendhing pokok yang memerlukan banyak waktu dalam memainkanya

ditambah dua bentuk pathetan. Adalah suatu kesulitan tersendiri ketika durasi tari srimpi yang sebenarnya rata-rata tiga-puluh hingga empat puluh menit beralih menjadi singkat dengan durasi waktu lima belas menit. Selain itu juga harus dipertimbangkan aspek rasa tari yang tetap kuat dengan ciri kelembutan gerak tarinya dan jauh dari rasa tergesa-gesa. Untuk itu, meskipun tari-tari srimpi tersebut telah dibakukan untuk sajian wisatawan, latihan sebelum pementasan tetap disyaratkan. Garap gendhitig tarian putra pada umumnya tidak serumit garap

commit to user

66

gendhing pada tari srimpi. Rata-rata tarian putra terdiri atas dua gendhing pokok yang relatif tidak memerlukan waktu yang lama untuk memainkannya, ditambah bentuk ada -ada atau pathetan.

Promosi budaya keraton telah sering dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Promosi yang dilakukan untuk masyarakat luar negeri antara lain ke negara Jepang, Hongkong, dan Amerika. Materi untuk lawatan ke luar negeri selain mementaskan tari-tarian keraton juga menggelarkan upacara adat pengantin keraton. Para bangsawan keraton cukup terbuka melihat perkembangan tari di luar tembok keraton. Sikap keterbukaan ini merupakan salah satu dukungan penyelenggaraan festival-festival kesenian. Kolaborasinya dengan pihak luar yang pernah dilakukan adalah berjudul Pa ssa ge Through the Gong (1993) dengan Sardono Dance Company. Karya tari ini untuk memenuhi undangan Next Wave

Dokumen terkait