• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tari Srimpi Ludiramadu SAWITRI S701008007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tari Srimpi Ludiramadu SAWITRI S701008007"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERUBAHAN BENTUK, FUNGSI,

DAN MAKNA TARI SRIMPI LUDIRAMADU

Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan

Mencapai Derajad Magister Program Studi

Kajian Budaya

Minat Utama : Perubahan Sosial Budaya

Oleh :

SAWITRI

S701008007

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

v

MOTTO

Berdirilah di jalan-Nya, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang yang

beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu.

(QS. AL. Mujadillah:11)

Cita-cita dapat terwujud berawal dari mimpi, dan dibarengi dengan doa dan usaha

yang tidak mengenal putus asa.

(Penulis)

“Makin besar dan mulia suatu tujuan yang akan dicapai, makin jauhlah jalannya

dan makin banyak rintangannya menuju kepada cita-citanya itu”

(3)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :

1. Drs. Narman, MM, Kepala Sekolah SMA N 1 Mojolaban

2. Drs. Djiwandono, M.Pd, dan Nurnaningsih, S.S, M.Hum selaku Kaprodi,

dan Sekprodi Bahasa dan Sastra Daerah Universitas Bangun Nusantara

Sukoharjo

3. Sukinem Yoko Suparto, Ibunda yang sangat saya cintai dan hormati serta

Ayah yang telah tiada

4. Agus Mariyadi, Varageta Leileta Ramadhani dan Nadeo Gibran Pandu

(4)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya,

penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Perubahan Bentuk, Fungsi dan

Makna Tari Srimpi Ludiramadu”, untuk memenuhi sebagian persyaratan

menyelesaikan studi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Sastra

dan Seni Rupa, Program Studi Kajian Budaya di Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak, niscaya penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh

karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.Pd, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Drs. Riyadi Santoso, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum, selaku Pembimbing I, yang dengan tekun

dan sabar telah memberikan pengarahan serta petunjuk yang sangat

berharga

4. Dr. Warta, M.Hum, selaku Pembimbing II, yang penuh perhatian dalam

memberikan bimbingan sejak awal hingga selesainya penulisan Tesis ini

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengampu Program Kajian Budaya

Pascasarjana Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

6. Wahyu Santoso Prabowo, S.Kar, M.S, memberikan informasi sejarah

asal-usul dan keberadaan Tari Srimpi Ludiramadu di era sekarang.

7. I Nyoman Chaya, S.Kar, M.S, dengan sabar memberikan data yang

(5)

commit to user

viii

8. I Nyoman Putera Adyana, S.Kar, M.Hum, dengan ikhlas memberikan data

yang membantu terselesainya tesis dan memberikan dorongan yang berarti

bagi penulis

9. Seluruh teman seperjuangan angkatan 2010 Program Studi Kajian Budaya

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10.Civitas Akademika Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

11.Sukinem Yoko Suparto, Ibundaku tercinta yang telah memberikan

dorongan

12.Agus Maryadi, Suamiku tercinta yang banyak berkorban demi

terselesainya studi penulis di Perguruan Tinggi

13.Anak-anakku tercinta Varagetha Leiletha Ramadhani, Nadeo Gibran

Pandu Ramadan

Dan segenap rekan yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu,

yang telah turut memberikan dorongan bagi terwujudnya tesis ini. Semoga amal

dan kebaikan beliau-beliau dapat berkenan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini jauh dari kata sempurna, maka

penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua

pihak. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis mahasiswa Program Studi

Kajian Budaya Universitas Sebelas Maret dan umumnya bagi pemerhati Seni

Tradisi.

Surakarta, Februari 2012

Sawitri

(6)

commit to user

ix

ABSTRAK

Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Tari Srimpi Ludiramadu (Sawitri,

2012, 246 halaman). Tesis, S.2, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Kajian Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta merupakan salah satu varian kebudayaan Jawa yang kaya akan bentuk seni tradisi klasik. Surakarta yang berdampak pada keberadaan seni tradisi keraton. Oleh sebab itu penelitian ini untuk mengetahui sejarah dan asal-usul Tari Srimpi Ludiramadu dan perubahan dalam masyarakat pendukungnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk, fungsi, dan makna sebelum berubah dan setelah mengalami perubahan termasuk faktor-faktor yang membuat dampak dalam perubahan. Selain itu juga untuk mengetahui proses perubahan dan mengetahui bentuk, fungsi, dan makna. Tari Srimpi Ludiramadu dalam rangka untuk pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dibidang seni, dan khususnya untuk melihat keanekaragaman budaya di Indonesia. Manfaat yang lain sebagai identifikasi diri dan sebagai komunikasi lewat kebudayaan.

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif yang dilandasi oleh tiga teori, yaitu estetika, teori perubahan sosial, dan teori struktural fungsional. Teori estetika digunakan untuk melihat masyarakat Jawa khususnya Surakarta melihat kebudayaan khususnya pada seni tradisional klasik lewat seni pertunjukan tari. Teori strauktural untuk melihat dan menjelaskan perubahan fungsi seni tradisi klasik pada masyarakat pendukungnya dan teori perubahan sosial budaya untuk mengungkap keberadaan seni tradisi keraton yang mengalami perubahan pada makna sehingga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap seni tersebut dan untuk memberikan warna penelitian kajian budaya (culture studies).

Untuk memperoleh data dilakukan tiga cara : observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Lokasi penelitian secara kewilayahan berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah khususnya Karesidenan Surakarta yang meliputi Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Boyolali, Karanganyar.

(7)

commit to user

x

Adapun faktor yang mempengaruhi dan berdampak pada perubahan pada faktor internal, penonton dan seniman serta faktor eksternal, politik, ekonomi, sosial, konotasi, dan teknologi sehingga keberlanjutan Tari Srimpi Ludiramadu tidak lepas dari kalangan pemerhati / pecinta budaya untuk berupaya melestarikan sehingga unsur pelaku seni, penonton, penyelenggaraan, dan tokoh masyarakat serta masyarakat Jawa sangat penting.

Seni Tradisional Klasik yang berwujud Tari Srimpi Ludiramadu kehadirannya selain untuk hiburanyang estetik (indah), namun juga untuk pengungkapan makna yang religius, sakral, magis tergantung masyarakat yang memaknai dan kembali pada individu masyarakat.

Perkembangan kehidupan Tari Srimpi Ludiramadu yang mengangkut pelestarian seni diawali pada tahun 1970. Adapun perkembangan yang berdampak perubahan menyangkut bentuk, fungsi, dan makna. Pada bentuk berdampak adanya perubahan bentuk penyajian, pengurangan seka ra n-seka ran, gerak. Bentuk sajian yang hadir untuk berbagai kepentingan dan fungsi yaitu pariwisata, materi kuliah, lomba, apresiasi seni, dan festifal. Pada fungsi sebagai hiburan untuk berbagai keperluan pada lingkup yang lebih luas. Pada makna, berdampak makna yang semakin menipis bahkan tidak bermakna, dengan hadirnya nuansa berbagai kepentingan pribadi dan golongan serta kalangan akademika.

(8)

commit to user

xi

ABSTRACT

The Change of Form, Function, and Meaning of Srimpi Ludiramadu Dance

(Sawitri, 2012, 246 pages). Thesis, S.2, Faculty of Letters and Fine Arts, Cultural Study, Surakarta Sebelas Maret University.

Surakarta is one variant of Javanese cultures rich of classical traditional art form. Surakarta affects the existence of court traditional art. For that reason, this research aims to find out the history and origin of Srimpi Ludiramadu Dance and the change of its supporting community.

This research aims to find out the form, function, and meaning before and after changing including the factors contributing to the change. In addition, it also aims to find out the process of change and to find out the form, function and meaning of Ludira Srimpi Dance in the attempt of developing insight into art field and particularly of seeing the cultural variability in Indonesia. Another advantage of this research is as self identity and as the communication means through culture.

This research employed a descriptive qualitative method based on three theories: esthetic, social change, and structural functional. The esthetic theory was used to see the Javanese society particularly Surakarta to see the cultural particularly the classical traditional art through dance performance art. The structural theory to see and to explain the change of classical traditional art function in its supporting community and the social cultural change theory to reveal the existence of court traditional art undertaking change of meaning thereby affecting the community’s perspective on the art and coloring the culture studies.

To collect the data, three methods were used: observation, interview, and library study. The research was taken place in Central Java Province, particularly Surakarta Residency including Sukoharjo, Sragen, Boyolali and Karanganyar Regencies.

(9)

commit to user

xii

court was more for practical, economic and profane needs so that there was no mystical and religious need. The change also occurred in duration of performance from 2-3 hours to only 15-18 minutes.

The factors affecting and contributing to the change included internal factor: spectator and artist, and external factors: political, economical, social, connotation, and technology so that the sustainability of Srimpi Ludiramadu Dance was not separated from the cultural lovers to attempt to preserve it so that art performer, spectator, organization, and public figure as well as Javanese society were very important.

The existence of Classical Traditional Art in the form of Srimpi Ludiramadu Dance, in addition to be an esthetical (beautiful) entertainment, served to reveal the religious, sacred, and magic meanings depending on the community defining it and returned back to the individual society.

The development of Srimpi Ludiramadu Dance life pertaining to the art preservation was began in 1970. The development affecting the change of meaning, function, and meaning. In the term of form, it affected the change of presentation form, sekaran-seka ra n reduction, and movement. The presentation form present for a variety of interest and functions such as tourism, lecture material, competition, art appreciation, and festival. In the term of function, it served as an entertainment for a wide range of needs. In the term of meaning, the meaning of it increasingly attenuated, in the presence of nuance of various personal and class as well as academician interests.

(10)
(11)

commit to user

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Bentuk dan Strategi ... 39

3.2. Sumber Data ... 40

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4. Validitas Data ... 46

3.5. Teknik Analisis Data dan Penyajian Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1. Asal-Usul dan Proses Penciptaan Tari Srimpi ludiramadu ... 50

4.2. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna yang Lama ke makna yang Baru ... 52

4.3. Proses Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Lama ke Makna Yang Baru Tari Srimpi Ludiramadu ... 81

4.4. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Pada Tari Srimpi Ludiramadu ... 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 145

5.1 Kesimpulan ... 145

5.2 Saran ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... 150

GLOSARIUM ... 156

LAMPIRAN

NARA SUMBER

(12)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

(13)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 38

Gambar 2. Trianggulasi ... 47

Gambar 3. Bagan proses analisis data ... 49

Gambar 4. Gawang Srimpi Ludiramadu ... 91

Gambar 5. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ma ju Beksan ... 165

Gambar 6. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Seka ra n Jengkeng ... 165

Gambar 7. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Toleha n Menthang Asto ... 166

Gambar 8. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Gera k Engkyek Ludira ... 166

Gambar 9. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ga wa ng Gingsul ... 167

Gambar 10. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Kebyok Sa mpur ... 167

Gambar 11. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ma ju Beksan ... 168

Gambar 12. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Duduk Tra psila ... 168

Gambar 13. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Nekuk Sa mpur ... 169

Gambar 14. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ukel Sebla k Sa mpur ... 169

Gambar 15. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Mentha ng Asta ... 170

Gambar 16. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ridhong Sa mpur ... 170

Gambar 17. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Kipat Srisik ... 171

Gambar 18. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Beksa n La ra s ... 171

Gambar 19. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Ukel Adu Ma nis ... 172

Gambar 20. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Tra p Netra Kenseran ... 172

(14)

commit to user

xvii

Gambar 22. Posisi Tari Srimpi Ludiramadu Mundur Beksan ... 173

Gambar 23. Srimpi Lagudhempel sajian untuk wisatawan mancanegara di

Bangsal Smarakata Keraton Kasunanan Surakarta ... 174

Gambar 24. Srimpi Sanga pati yang dikenal sebagai “srimpi gelas” gaya

Kasunanan Suakarta ... 174

Gambar 25. Wireng Ba nda yuda sajian tari untuk wisatawan mancanegara di

Bangsal Smarakata Keraton Kasunanan Surakarta ... 175

Gambar 26. Wireng La wung sajian tari kemasan di Bangsal Smarakata

Keraton Kasunanan Surakarta ... 175

Gambar 27. Srimpi Ludira madu sekarang untuk paket wisata di Bangsal

Smarakata Keraton Kasunanan Surakarta ... 176

Gambar 28. Srimpi Ludira madu sekarang untuk penyambutan tamu untuk

upacara pernikahan di Pendopo ISI Surakarta ... 176

Gambar 29. Srimpi Ludira madu sekarang untuk penyambutan tamu untuk

upacara pernikahan di Pendopo ISI Surakarta ... 177

Gambar 30. Srimpi Ludira madu sekarang untuk Pager Ayu Pada saat pasrah

manten untuk upacara pernikahan di Pendopo ISI Surakarta ... 177

Gambar 31. Penari Srimpi Ludira madu sedang melakukan gerakan

jengkeng di depan para tamu undangan di Pendopo ISI

Surakarta ... 178

Gambar 32. Penari Srimpi Ludira ma du sedang berfoto bersama kedua

(15)

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Peneliti ... 162

Lampiran 2. Gambar Srimpi Ludiramadu di Keraton ... 165

Lampiran 3. Srimpi Ludiramadu Di Luar Keraton (Pembawaan dan Tugas Akhir Mahasiswa ISI Surakarta dan Siswa SMKN 8 surakarta) ... 168

Lampiran 4. Repertoar Untuk Paket Pariwisata di Keraton Kasunanan Surakarta ... 174

Lampiran 5. Diskripsi Karawitan Tari Srimpi Ludiramadu Utuh Sebelum Mengalami Perubahan ... 179

Lampiran 6. Diskripsi Tari Srmpi Ludiramadu setelah mengalami Perubahan (Pemadatan) ... 188

Lampiran 7. Diskripsi Karawitan Tari Srimpi Ludiramadu Padat ... 195

Lampiran 8. Rekapitulasi Makna dan Fungsi setelah Mengalami Perubahan ... 203

Lampiran 9. Rias dan Busana ... 218

Lampiran 10. Perubahan Fungsi ... 220

(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya di bidang kebudayaan yang berwujud

Tari, upacara tradisional peninggalan sejarah, peninggalan yang berwujud Tari

Tradisional Klasik banyak ragam : misal Bedhaya dan Srimpi yang di dalamnya

dengan berbagai ragam bentuk, fungsi, dan makna yang mencerminkan budaya

Indonesia yang kental dan mengakar pada keraton.

Kebudayaan merupakan suatu sistem dari tatanan kehidupan manusia,

karena kebudayaan suatu masyarakat dengan anggota masyarakatnya sendiri

tidaklah terpisahkan sebagai salah satu hasil dari kebudayaan suatu masyarakat

adalah kesenian, karena hasil dari masyarakat adalah kesenian itu sendiri tentunya

tidaklah terlepas dari berbagai segi tata kehidupan manusia dan masyarakat.

Dalam hal ini Umar Kayam menjelaskan sebagai berikut :

“Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri masyarakat yang menyangga kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan demikian juga kesenian-mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru”. (Umar Kayam, 1981:38)

Kesenian dapat dipahami dalam konteks makna sosial yang terkandung

didalamnya yang mencerminkan keserasian antara kesenian dengan nilai-nilai

yang mendasar atau pandangan hidup masyarakat sebagai mana keberadaan tari

(17)

commit to user

2

bersifat sakral atau hubungan manusia dengan sesuatu yang dikeramatkan atau

disakralkan / suci maupun profan atau hubungan manusia dengan manusia lain.

Keanekaragaman khasanah kesenian yang berwujud seni tradisi keraton

yang mengandung sifat-sifat sakral pada dasarnya terkait dengan adanya

ungkapan-ungkapan yang tercipta pada peristiwa-peristiwa upacara yang masih

dipengaruhi budaya keraton dan adanya kepercayaan lama.

Tari Tradisional yang kita kenal sekarang terdiri dari Tari Tradisional

Surakarta dan Yogyakarta. Menurut karya sastra yang menyertai asal-usul

penciptaannya selalu dikembalikan kepada raja-raja yang berkuasa pada saat itu,

seperti panembahan senopati, Sultan Agung, Hamengku Buwana dan

Mangkunegaran Pakubuwana. Hal in sangat erat kaitannya dengan ciptaan tari

yang diciptakan oleh raja memiliki kedudukan yang lebih tinggi, karena dipercaya

kedudukan raja bersifat sama seperti dewa, yang berkuasa pada negara

makrokosmos dan mikrokosmos (Deliar Noer Penter, 1982:16).

Semua hasil karya seni penciptaannya dikembalikan kepada raja karena

raja adalah pusat kekuasaan, raja di atas segalanya. Raja sebagai tokoh besar

dinasti Mataram Baru, dianggap sebagai pencipta Tari Tradisional Jawa yang kita

kenal sekarang salah satunya Tari Srimpi Ludiramadu (Wahyu Santoso Prabowo,

1990:2).

Tari Srimpi Ludiramadu merupakan salah satu karya seni yang lahir pada

masa pemerintahan Paku Buwana IV (1618-1748) Jawa atau 1790-1820 Masehi).

Tari ini diciptakan oleh Hamengkunagara III (Putra Paku Buwana IV) setelah naik

(18)

commit to user

3

Secara implisit diungkapkan oleh pradja pangrawit bahwa tari Srimpi Ludiramadu

diciptakan oleh Hamengkunagara III penciptaannya diawali dengan penciptaan

Gendhing Ludiramadu dan dianggap sebagai tari Srimpi yang pertama di Keraton

Kasunanan Surakarta (PrajaPangrawit 1990:110-111).

Karya Seni Tari, Karawitan, Sastra, Kriya diciptakan Hamengkunagara III

dan karya tari memiliki ciri dan karakter hampir sama. Hal tersebut tidak jauh

menyimpang dari pemaparan Herbert Read bahwa karya seni terpengaruh tiga hal,

yaitu periode, generasi dan individu seniman (Read 1973:40). Tari Srimpi

Ludiramadu secara konvensional diyakini sebagai salah satu karya

Hamengkunagara III. Kemungkinan memiliki ciri dan sifat yang secara umum

melekat pada karya seni yang lahir pada masa Paku Buwana IV. Diungkapkan

oleh Pradjapangrawit bahwa hampir sebagian besar karya Hamengkunagara III

yang lahir pada masa Pakubuwana IV memiliki rasa halus, gecul dan prenes

(lincah, kenes) disini seperti watak kijang yang lincah. Hal ini cenderung

dipengaruhi oleh individu seniman (Hamengkunagara III) (Pradjapangrawit

1990:110).

Hasil kebudayaan apalagi yang berhubungan dengan karya selalu

berkembang menyesuaikan ruang dan waktu. Tari Srimpi melewati perjalanan

sejarah melewati waktu ke waktu hingga zaman kemerdekaan bahkan kini telah

memasuki era modern dimana perkembangan dinamika, kehidupan berbudaya

mengalami perubahan yang begitu drastis memberi dampak terhadap

perkembangan segi-segi kehidupan budaya yang senantiasa harus tunduk pada

(19)

commit to user

4

Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing sekalipun suatu kebudayaan dalam masyarakat tertentu, pasti akan berubah dengan berlalunya waktu. Dalam setiap kebudayaan selalu ada kebebasan tertentu pada para individu memperkenalkan varisai dalam cara-cara berlaku dan variasi itu yang pada akhirnya dapat menjadi milik bersama dengan demikian di kemudian hari menjadi bagian dari kebudayaan (Ihromi, 1981:32).

Seni tradisi sebagai bentuk karya seni warisan budaya telah mengalami

proses perjalanan yang panjang sudah barang tentu dalam perjalanannya banyak

mengalami perubahan an perkembangan sesuai dengan zaman. Seperti disebutkan

Humardani dalam buku “kumpulan kertas tentang tari”:….

Kesenian kita, juga tari tradisi sekarang, yaitu kegiatan kita dalam kehidupan kesenian sekarang, demikian adalah dan tidak dapat lain dari kegiatan budaya kita sekarang, yaitu kami dan kontemporer sifatnya.

Kesenian sebagai wujud garap medium merupakan sarana bagi seniman

dalam menyampaikan pesan atau pengalaman jiwa kepada orang lain. Dengan

demikian wujud/bentuk dan kehidupannya tidak akan dapat dipisahkan dengan

manusia sebagai pelaku budaya pada zamannya.

Seperti halnya pada tari tradisi sebagai salah satu cabang seni tradisi,

keberadaan dan kehidupannya akan selalu menyesuaikan dengan kehidupan

manusia pada zamannya. Bertolak dari pemikiran tersebut diatas tari tradisi yang

hidup sekarang merupakan kesinambungan atau kelanjutan dari tradisi masa

lampau dalam hal ini adalah tari tradisi kraton untuk itu pengkajian atau

pembahasan masalah tari tradisi baik dari segi konsep maupun wujud garapnya

tidak akan dapat dilepaskan dari akarnya, yaitu tradisi masa lampau.

Kehidupan Tari tradisi kita mengenal bentuk, jenis garap, fungsi yang ada

(20)

commit to user

5

dilingkungan kraton. Tari Srimpi yang ditarikan empat orang penari putri dengan

rias dan busana sama yang merupakan kerabat keraton, disebutkan Nanuk Rahayu

dalam buku laporan penelitian tentang “Tari Tradisi Keraton”. Pada perjalanan

waktu Tari Srimpi kini menyebar dan hidup subur diluar tembok keraton, bahkan

kini banyak srimpen yang disusun oleh seniman-seniman muda diluar tembok

keraton tembok keraton diantaranya Srimpi Singasari disusun Dwi Maryani,

Srimpi Rarasati disusun Dewi Kristianti, Srimpi Jayaningsih, disusun oleh

Sunarno dan lain-lain.

Seni yang awalnya hidup didalam tembok keraton menyesuaikan zaman

karena seni cenderung fleksibel sehingga bentuk, fungsi dan maknapun

mengalami berbagai perubahan begitu juga perkembangan yang terjadi pada

Srimpi Ludiramadu yang banyak mengalami perubahan.

Kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa setiap karya seni tidak dapat

diepaskan dengan lingkungan sosial budaya. Dengan kata lain bahwa antara

senman, kaya seni dan masyarakat ada pengaruh timbal balk dan tak dapat

dipisah-pisahkan. Hal ini juga berlaku dalam dunia pewayangan. Dapat dikatakan

bahwaseni selalu menyertai perjalanan hidup manusia sepanjang sejarah tidak

mungkin ditemuan kehidupan masyarakat tanpa seni, demkan ula seni tanpa

makna sosial, sampai dengan saat ini (Read dalam Sutopo, 1991:2.)

Perkembangan Seni Tari Keraton dewasa ini menunukkan kecenderungan

lebih subur ke arah hiburan dibanding dengan aspek siritual (kejiwaan yang

(21)

commit to user

6

dimulai sejak + setelah 1945 dan sekitar tahun 1970 pemerintahan tidak lagi

ditangan raja melainkan pemerintah /walikota.

Modernisasi merupakan proses yang mengadaptasi institusi-institusi yang

berkembang dalam sejarah kepada fungsi-fungsi yang berubah dengan cepat yang

mencerminkan pertumbuhan pengetahuan manusia, suatu hal yang belum pernah

terjadi sebelumnya (Notosusanto, 1985:51) berbagai masalah timbul akibat proses

modernisasi. Dalam warisan budaya tradisioal tejadi perongrongan, sehingga

menimbulkan ketidakpastian fundamental dibidang norma dan nilai. Oleh sebab

itu masyarakat yang mengalami perubahan sosial yang cepat menyebabkan

warganya kehilangan identitasnya, atau menurut Sartono Kartodirjo masyarakat

kita sedang kebingungan.

Pergaulan kebudayaan makin hari semakin komplek dan cenderung

mengarah globalissi sehingga muncul kekhawatiran bahwa bentuk-bentuk

kesenian tradisional kemungkinannya akan tenggelam dilanda arus informasi,

komunikasi, dan globalisasi yang pada gilirannya bangsa itu akan kehilangan jati

dirinya. Produk karya seni berbeda dengan produk jasa atau barang-barang

komoditi. Kalau produk jasa/industri harus selalu berotientasi atau menurti selera

pasar global, apakah karya seni termasuk seni Tari Tradisi harus demikian. Seni

Tari Tradisi merupakan pengungkapan ekspresi jiwa manusia yang mendalam

yang diwujudkan dalam gerak.

Perubahan itu disebabkan faktor-faktor modernitas dan globalisasi selain

itu faktor seniman sendiri yang menghendaki perubahan karena kebutuhan misal

(22)

commit to user

7

kesenian, apresasi seni, upacara penyambutan tamu (upacara perkawinan),

pariwisata budaya. Pemadatan yang dilakukan oleh ASKI dan PKJT atas prakarsa

Humardani. Perubahan yang terjadi dapat diamati pada bentuk, fungsi, makna Tari

Srimpi Ludiramadu yang berubah pada susunan tari, susunan karawitan, dan

waktu penyajian, seperti diungkap oleh Nanuk, bahwa perubahan menyebabkan

operubahan bentuk yaitu penggunaan vokabuler gerak, susunan tari, dan beberapa

unsur garab lainnya perubahan yang melekat pada penggunaan vokabuler gerak

meliputi vokabuler gerak pada susunan tari, penggarapan volume, tempo, irama

dan tekanan gerak tari. Hal ini akan berkaitan dengan penggarapan karawitan tari

dan waktu penyajiannya, walaupun penyajian tidak semua gerak berubah

(1982:22).

Kemajuan teknologi komunikasi membuat jarak dunia semakin kecil dan

kebudayaan-kebudayaan yang semula tumbuh dan berkembang di lingkungannya

sendiri tetapi sekarang terjadi percampuran dan silang budaya. Hal itu terjadi oleh

karena pengaruh kebudayaan industri yang progresif berdasarkan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknlogi.

Kehidupan kesenian juga tidak luput dari pengaruh kebudayaan modern,

dan tidak jarang bentuk-bentuk kesenian diciptakan untuk keperluan pasar, artinya

kesenian itu disajikan mementingkan unsur hiburan dangkal. Demikian pula

dalam pertunjukan Tari Tradisional itu juga terjadi. Pertunjukan Tari Tradisi

sekarang ini ada kecenderungan mengikuti selera pasar dan cenderung pada

hal-hal yang glamor (mewah/wah) dan mengabaikan nilai estetis (keindahan). Kita

(23)

commit to user

8

hidupnya, namun demikian mereka perlu mengembangkan wawasan seni yang

positif, yaitu bahwa seni merupakan ekspresi jiwa yang estetis.

Dengan adanya perubahan bentuk, fungsi, dan makna Tari Srimpi

Ludiramadu sehingga banyak pertanyaan yang perlu diungkap pada Tari Srimpi

Ludiramadu mengalami berbagai hal dengan faktor-faktor yang mendrong terjadi

perubahan pada bentuk, fungsi, dan makna sebagaimana disebutkan

pradjapangrawit. Dalam Tari Srimpi Ludiramadu memiliki sifat dan watak alus,

gecul, prenes, Wedha pradanggo. (Pradjapangrawit 1990:110)

Sehubungan dengan hal di atas, perlu adanya studi yang membahas Tari

Srimpi Ludiramadu mengalami perubahan disebabkan aspek-aspek apa saja dan

bentuk, fungsi, dan makna setelah mengalami perubahan apakah mempengaruhi

kelangsungan dan perkembangan pada Tari Srimpi Ludiramadu. Fenomena yang

terjadi dalam jagad seni tari tradisi sekarang ini mengisyaratkan adanya

pergeseran cara pandang masyarakat baik para seniman dan penari serta pelaku

budaya.

Bertolak dari latar belakang penulisan di atas, penulis ingin mengetahui

lebih mendalam mengenai perubahan bentuk, fungsi dan makna Tari Srimpi

Ludiramadu yang dipengaruhi berbagai aspek perubahan. Perubahan yang dialami

Tari Srimpi Ludiramadu membuat keeksisan dan keberadaan Tari Srimpi

Ludiramadu diharapkan menjadi lebih baik atau sama sekali tidak memiliki

(24)

commit to user

9

1.2Masalah Penelitian

1.2.1. Identifikasi Masalah

Penelitian Tari Srimpi Ludiramadu sebenarnya sudah banyak yang menulis

yang dihasilkan oleh para ilmuan. Perhatian para ilmuan pada umumnya masih

ditujukan pada perubahan bentuk tarinya. Akan tetapi untuk mengungkap

pengetahuan pada Tari Srimpi Ludiramadu serta perubahan pada bentuk, fungsi,

dan makna yang tersimpan dalam kebudayaan Jawa yang ditulis pada gendhing

srimpi ludiramadura dan dinamai srimpi ludiramadu masih sedikit.

Analisis mengenai bentuk, fungsi, dan makna salah satu usaha untuk

menutupi kekurangan dari berbagai penelitian Tari Srimpi Ludiramadu yang

mengalami perubahan bentuk, fungsi, dan makna untuk melihat seberapa

pengaruh dalam perubahan yang terjadi pada makna yang terkandung dalam mitos

Tari Srimpi yang sakral di keraton dengan melakukan pendekatan pada bentuk,

fungsi, dan makna. Bahwa disini perubahan sosial budaya dapat diungkap dengan

perubahan makna yang terjadi pada bentuk gerak, rias, costum, perubahan fungsi

pertunjukan, dan juga tanggapan masyarakat mengenai makna itu di era yang

sekarang.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, permasalahan yang berkaitan dengan

Tari Srimpi Ludiramadu yang sesungguhnya ada perubahan pada bentuk, fungsi,

dan makna dan disitu secara tidak sadar masyarakat Jawa merubah semua makna

(25)

commit to user

10

menggunakan analisis makna yang berhubungan dengan mitos dari Roland

Barthes dan perubahan pada segi sosial budaya oleh William, sehingga penelitian

ini lebih ditekankan pada analisis yang berhubungan pada bentuk, fungsi, dan

makna yang menggunakan teori perubahan sosial budaya, estetika, mitos,

struktural fungsional, dan perubahan oleh Micheal Foucault.

1.2.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah asal-usul dan proses penciptaan Tari Srimpi Ludiramadu?

2. Bagaimanakah faktor-faktor yang mendorong perubahan pada bentuk, fungsi

dan makna dari lama yang ke baru?

3. Bagaimanakah proses perubahan bentuk, fungsi, dan makna Tari Srimpi

Ludiramadu?

4. Bagaimanakah tanggapan masyarakat terhadap perubahan bentuk, fungsi, dan

makna Tari Srimpi Ludiramadu

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan

budaya pada masyarakat tradisi yang keberadaan di keraton yang mengalami

perubahan bentuk, fungsi, dan makna sering perkembangan waktu sekarang dalam

(26)

commit to user

11

resepsi pernikahan, pertunjukan tari. Pada dasarnya seni tradisi untuk dapat

menemukan dan memperjelas perubahan dalam rangka memperkaya budaya

nasional sebagai bagian dari kerja keilmuan dalam upaya mencari dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang kebudayaan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian dengan arah kajian budaya (culture studies) ini

bertujuan untuk menemukan jawaban atas rumusan masalah yang ada dalam

penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1.3.2.1. Untuk mengetahui asal-usul dan proses penciptaan Tari Srimpi

Ludiramadu

1.3.2.2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mendorong perubahan bentuk,

fungsi dan makna yang baru

1.3.2.3. Untuk mengetahui proses perubahan bentuk, fungsi, dan makna yang baru

1.3.2.4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap perubahan bentuk,

fungsi, dan makna Tari Srimpi Ludiramadu.

1.4Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan digunakan adalah sebagai berikut:

Pertama, menjelaskan dasar pemikiran yang menjadi tonggak yang

diperlukan dalam penelitian dan merupakan landasan untuk pembahasan bab-bab

berikutnya. Pembahasan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

(27)

commit to user

12

belakang masalah dijelaskan alasan-alasan mengapa perubahan bentuk, fungsi,

dan makna Tari Srimpi Ludiromadu dapat dipaparkan latar belakang masalah

dengan menjelaskan perubahan bentuk, fungsi, dan makna Tari Srimpi

Ludiromadu perlu diteliti. Dari latar belakang yang ada kemudian dirumusan

masalah selanjutnya menentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai sesuai

rumusan masalah yang ada. Manfaat penelitian berisi harapan semoga hasil

penelitian ini dapat bermanfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya kajian budaya. Dalam sistimatika tulisan berisi tentang rincian isi yang

akan disajikan dalam penulisan.

Kedua, pada bab dua, tinjauan pustaka terdiri dari kajian pustaka,

penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran. Kajian pustaka merupakan

konsep-konsep teori sesuai dengan perubahan bentuk, fungsi, dan makna dalam penelitian

ini. Penelitian terdahulu berisi perbandingan penelitian dengan tema yang sama

mengenai Tari Tradisional Srimpi Ludiramadu namun berbeda fokus masalahnya

berbeda kerangka pemikiran menjelaskan arah dan kerangka pemikiran dalam

penelitian ini.

Ketiga, pada bab tiga, metode penelitian dari bentuk dan strategi, sumber

data, teknik pengumpulan data, validitas data, teknik analisis dan penyajian data.

Bentuk yang diambil adalah diskriptif dengan strategi stulegi studi kasus tunggal.

Dalam sumber data akan dijelaskan data diperoleh dari sumber mana saja dan

bagaimana teknik pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini. Setelah data

(28)

commit to user

13

Keempat, pada bab empat, hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang

hasil penelitian yakni gambaran umum Tari Srimpi Ludiramadu, pencipta tari,

sejarah penciptaan tari, faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan masyarakat.

Data-data tersebut kemudian dianalisis menggunakan konsep teori sesuai dalam

bab dua tinjauan pustaka.

Kelima, pada bab lima, penutup berisi kesimpulan dari pembahasan bab

sebelumnya. Saran disampaikan dengan harapan dapat bermanfaat bagi

pengembangan seni dan budaya Jawa.

Halaman berikutnya daftar pustaka dan lampiran dimana dalam halaman

tersebut dituliskan sumber-sumber rujukan yang diambil dalam penelitian ini,

lampiran pendukung penelitian yang berupa dokumentasi/foto yang berkaitan

(29)

commit to user

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

Kajian tentang Tari Srimpi Ludiramadu yang dilakukan dalam disiplin

ilmu kajian budaya merupakan kajian mengenai perubahan bentuk, fungsi, dan

makna sebagai sebuah simbol budaya masyarakat di luar keraton. Dalam kajian

ini tidak mengandalkan pengertian srimpi, bentuk srimpi secara umum atau

perwujudan srimpi dalam bentuk penyajian saja, tetapi dikembangkan lebih lanjut

pada pemahaman konsep-konsep yang menyertai dan teori-teori yang digunakan.

2.1.1. Makna Simbolik Tari Srimpi Bagi Masyarakat Tradisi

Geertz dalam studinya tentang konsep kebudayaan menunjukkan dengan

cukup konsisten bahwa konsep kebudayaan selalu terdiri dari dua bagian utama

yaitu kebudayaan sebagai sistem pengetahuan, sistem makna dan sistem nilai.

Bagian pertama dinamakan aspek kognitif kebudayaan, sedangkan bagian lainnya

dinamakan aspek evaluatif kebudayaan.

Aspek kognitif ini sebagai sebuah bentuk sentasi dinamakan model of,

sedangkan aspek representasi dinamakan model for. Model yang pertama model of

mempresentasikan kenyataan yang ada, seperti halnya dalam hal ini adalah Tari

Srimpi Ludiramadu di keraton Surakarta yang memiliki struktur gerak, pola lantai,

costum, rias adalah rias pada Tari Tradisi Jawa yang memerankan gerak adalah

manusia. Sebaliknya sistem nilai atau evaluatif berupa model for tidak

(30)

commit to user

15

yang masih harus dibentuk atau diwujudkan dalam arti sebuah Tari Srimpi

Ludiramadu dalam kelompok seniman, koreografer atau kesenian sebagai

pariwisata budaya, apresiasi seni, yang harus dibanun atau diwujudkan.

Disini suatu struktur non simbolis atau struktur fisik (Tari Srimpi

Ludiramadu) harus disesuaikan dengan struktur simbolis berupa pariwisata

budaya, festifal seni, apresiasi seni bukan pada kapasitas penghayatan seni

melainkan disesuaikan seniman dan koreografer yang menata dan yang

menggunakannya. Sistem simbol memungkinkan interpretasi. Adapun titik

pertemuan antara pengetahuan dan nilai yang dimungkinkan oleh simbol

dinamakan makna (system of mea ning). Melalui makna sebagai suatu instansi

perantara maka sebuah simbol dapat menerjemahkan seperangkat nilai menjadi

suatu sistem pengetahuan (Geertz, pengantar Kleden, 2008: XIV-XV).

Kata simbol berasal dari kata Yunani symbolis yang berarti tanda atau ciri

yang memberitahukan sesuatu hal kepada orang lain (Herusatoto, 2000:17). Lebih

lanjut Herusatoto mengartikan sim dapat diartikan penyatuan dua hal yang lebih

menjadi satu. Dalam simbolisme subyek menyatukan dua hal yang menjadi satu.

Simbul dan simbolisasi dapat diartikan dua macam pemikiran yang menjadi satu

yang imanen (Van Peursen, 1976). Dirasa pada diri manusia serba terkurung,

masih terpengaruh unsur lain. Di pihak lain ada pemikiran yang mengatakan

bahwa simbol itu transenden dan dalam dialog dengan yang lain akan ditemukan

jawaban. Menurut pandangan pihak ini simbol tidak hanya berdimensi horisontal

imanen melainkan juga berdimensi transjenden, dapat dikatakan wilayah simbol

(31)

commit to user

16

Berapa pakar antropologi termasuk Hans J. Daeng (2000) menyetujui

pendapat Ernst (assier bahwa manusia-manusia disebut a nima l symbolicum. Hal

ini karena manusia sesuai struktur anatominya mempunyai reseptor dan sistem

efektor. Sistem reseptor berfungsi menerima rangsangan dari luar. Sedangkan

sistem efektor berfungsi sebagai pareaksi terhadap rangsangan dari luar. Kedua

sistem itu dalam satu ikatan yang sama disebut lingkaran fungsional binatang.

Lingkaran fungsional itu dapat berubah secara kuantitatif maupun kualitatif.

Faktor itulah yang membedakan manusia dengan binatang.

Oleh karena itu manusia dalam kehidupannya banyak menggunakan

simbol-simbol (Sumiyati, 1989:2). Micheal Faucault menekankan pada bahwa

manusia berkomunikasi dengan sesama menggunakan tanda-tanda dan kode-kode

yang tersusun secara realitas yang diciptakan oleh penari, pencipta tari, penonton,

dan penghayat. Memahami suatu karya tidak akan terlepas dari bentuk karya itu

sehingga digunakan untuk komunikasi dengan sesama dan sebagai penunjuk yang

berisikan tentang pengetahuan, (dalam Budiman, 2004:55-57)

Perubahan juga dipopulerkan oleh Micheal Foucault dalam pandangannya

perubahan yang diterima oleh masyarakat merupakan sebuah kebenaran

(Foucault, 2002:143) secara umum manusia berada dibawah kekuatan kekuasaan

yang lebih tinggi dan bagai terpenjara adanya aturan-aturan sebagai pengontrol

dari masyarakat. Kata perubahan memiliki prospektif yang sangat beragam terkait

dengan disiplin tertentu karena adanya pandangan yang berbentuk kekuasaan

sehingga mampu untuk mentransformasi keyakinan dari masyarakat bahwa

(32)

commit to user

17

telah menyatukan perubahan yang ada dimasyarakat yang juga yang terjadi pada

kalangan penguasa sehingga dapat merubah pandangan masyarakat sehingga

makna obyek nanti akan berpengaruh pada perubahan sosial masyarakat hal ini

sebagai struktur yang bergerak dalam praktek sosial budaya sehingga adanya

kekuasaan yang mengontrol pergerakan sosial budaya masyarakat. Hal ini

disebabkan adanya kebenaran yang diyakini yang membentuk individu-individu

yang saling mempengaruhi dan akhirnya perubahan itu benar-benar fakta dan

patut untuk ditiru dan dijalankan di masyarakat.

Perubahan sesuai dengan perkembangan manusia atau masyarakat

disesuaikan dalam alam pikiran anggota kelompok, perubahan pada perilaku pada

awalnya dilarang tetapi pada suatu saat kemudian diperbolehkan. Proses

perubahan berawal adanya daya pikir dan motivasi anggota kelompok sosial

dalam usaha menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan menjelaskan tentang

fungsi kebudayan bagi masyarakat sebagai hasil karya dari perilaku, nilai-nilai,

kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada dibalik perilaku

manusia yang tercermin dalam perilaku kebudayaan William A Haviland,

(1988:331). Dalam pandangan Soedarsono 1989-1990 bahwa perubahan yang

dialami pada seni pertunjukan Jawa merupakan masa transisi beranjak pada segi

masa lampau yang dikemas terkait dengan usaha pengembangan budaya untuk

keberadaan kebudayaan agar tetap lestari walaupun mempengaruhi perubahan

pada bentuk, fungsi, dan makna pada tari tradisi Jawa cenderung sebagai satu

(33)

commit to user

18

Karya Tari Srimpi Ludiramadu menggambarkan putri yang memiliki watak

seorang prajurit. Ditarikan empat orang gadis yang menggunakan busana yang

sama dan melakukan gerak yang sama pula, Tari Srimpi Ludiramadu berwatak

prajurit : “beksa n engga l wa u ka pa ringa n na ma beksan srimpi, punika

a gga mba ra ken putri a wata k pra jurit.” (Praja Pangrawit, 1965:24). Terjemahan

dari serat : tari diberi nama srimpi, menggambarkan empat penari putri yang

berkarakter prajurit.

Tari Srimpi Ludiramadu berkarakter agung, berwibawa dan halus menurut

pendapat Tasman juga memiliki rasa sigra k, gagah dan prenes. Penyusunan Tari

Srimpi Ludiramadu, Hamengkunagara III dibantu oleh abdi dalem La ngen

Mata ya Kadipaten. Hamengkunagara III secara langsung memberikan contoh dan

tuntunan pada proses latihan Tari Srimpi Ludiramadu dalam Soemantri

Soemosapoetra, (1956:25).

Bentuk merupakan isi dari tari misal bentuk gerak, bentuk rias, kostum dan

juga pada bentuk pola lantai penari serta tempat yang digunakan untuk menari

pada Tari Srimpi Ludiramadu. Pada Tari Srimpi Ludiramadu bahwa tari ini hidup

dan berkembang pada lingkungan keraton sejajan dengan tari-tari srimpi yang

lainnya misal :

1. Srimpi Ludira madu

2. Srimpi Dhempel

3. Srimpi Gandha kusuma

4. Srimpi Anglir Mendung

(34)

commit to user

19 6. Srimpi Bonda n

7. Srimpi Ta meng Gita

8. Srimpi Ga mbir Sa wit

9. Srimpi Glondongpring

10.Srimpi Sangupati

Pada Tari Srimpi Ludiramadu terdapat pada buku serat pasinden bedha ya

srimpi oleh sastra kartika (1985:419) dapat diungkap srimpi-srimpi yang sering

dipentaskan untuk pelestarian dan pengembangan karya seni tari tradisi. Nama

Srimpi diambil dari nama gendhing (iringan yang mengiringnya), ada juga

pinciptaanya misal srimpi ludiramadu dengan gendhing ludiramadura, srimpi

dhempel gendhing dhempel, srimpi lobong dengan gendhing lobong dan Srimpi

Glondong Pring dengan gending juga glondong pring dan lain sebagainya.

Penari Srimpi ada empat penari yang memiliki nama masing-masing yaitu

Ba ta k, Gulu, Dha dha dan Buncit. Nama tersebut menurut pandangan orang Jawa

ada kaitan dengan bagian tubuh manusia. Ba ta k digambarkan sebagai kepala yang

mewujudkan pikir dan jiwa, Gulu menunjukkan bagian leher; Dha dha

menunjukkan bagian dada dan buncit menunjukkan bagian organ bawah yaitu

dubur atau anus (organ pengeluaran).

Manusia hidup pada kenyataannya dipengaruhi empat nafsu yang saling

berebut. Adakalanya nafsu supiah mempengaruhi nafsu aluamah, nafsu aluamah

mempengaruhi nafsu mutmainah, nafsu-nafsu tidak ada yang kalah dan tidak ada

yang menang. Di dalam makalah Koes Murtiah 23 Juli (1991:3) menyebutkan

(35)

commit to user

20

mungkin harus dapat mengendalikan nafsu yang kurang baik agar tidak

mempengaruhi hidup manusia.

Perilaku yang kurang baik pada Tari Srimpi Ludiramadu pada saat gerakan

perang, panahan, menggambarkan bahwa manusia terpengaruh nafsu yang kurang

baik, manusia harus berusaha menambah keyakinan serta kepercayaan, bahwa

sesungguhnya manusia harus dapat berperilaku seimbang sehingga tidak dikuasai

hawa nafsu jahat.

Di samping itu jumlah empat pada penari srimpi juga bisa dihubungkan

dengan kelahiran manusia, menurut kepercayaan orang Jawa/falsafah Jawa bahwa

pajupat diartikan dengan yang mengelilingi hidup manusia, pancer atau yang ada

di tengah / pusat diartikan manusia. (Nanik Sri Hartini, 1988:10-11). Sebetulnya

manusia sejak lahir dan menghirup udara yang pertama kali ia tidak sendiri tetapi

sudah memiliki saudara; yaitu :

1. Ka kang ka wah, sebagai saudara tua atau kakak karena lahir terlebih dahulu.

2. Adi a ri-a ri, adalah adik, karena ari-ari lahir setelah bayi

3. Getih putih (darah putih)

4. Getih a ba ng (darah merah)

Jumlah empat pada srimpi ludiramadu bahwa empat melambangkan napsu

yang terdapat dalam diri manusia, yaitu :

1. na fsu a ma ra h : manusia memiliki sifat mudah marah sulit mengendalikan

emosi sehingga grusa grusu (tergesa-gesa) memutuskan berbagai hal atau

(36)

commit to user

21

2. na fsu a lua ma h : manusia biasa sulit menyeimbangkan kehidupan didunia dan

akhirat. Kebutuhan di dunia kadang lebih dipentingkan dibanding kehidupan

di alam kela nggenga n (kekal). Nafsu serakah pada diri manusia sulit

dikendalikan apalagi minimnya iman pada diri manusia

3. na fsu supiah : manusia memiliki sifat pelupa (lupa dengan yang menciptakan /

Tuhan akhirnya bersikap sombong, congkak selalu merasa dirinya pintar,

cantik, yang paling kaya, dan lain-lain).

na fsu mutmainah : manusia harus memiliki sifat mutmainah sebagai penyeimbang

sikap-sikap yang diatas sehingga kehidupan akan seimbang dan manusia akan

sabar dengan segala cobaan, rintangan dan berbagai permasalahan yang dihadapi

sehingga hidup didunia dipersiapkan dengan baik apalagi kehidupan yang akan

datang (akhirat).

2.1.2. Tari Srimpi Ludiramadu Bagian Konsep Tradisi Besar

Konsep tradisi besar menurut Umar Kayam dalam Anis Sujana, 2007

menggambarkan sebagai kebudayaan yang berada didalam keraton yang

menciptakan karya-karya dan kebudayaan adalah Raja dan kerabat keraton atau

putra-putri raja (Sujana, 2007:263). Tari Srimpi Ludiramadu masuk pada budaya

keraton yang tradisi besar karena kebudayaan yang berasal dari raja dan hidup dan

proses penciptaan tari ada di keraton.

Tari srimpi dikatakan budaya keraton karena yang menciptakan Tari

Srimpi Ludiramadu adalah hasil karya Hamengkunagara III lahir pada

pemerintahan Paku Buwana IV. Pada masa itu beliau belum naik tahta sehingga

(37)

commit to user

22

secara eksplisit menyebutkan sebelum menjadi raja, Hamengkunagara III banyak

menciptakan karya seni : “Ingkang Sinuhun wau wiwit ka la dereng jumeneng nata

sa mpun kathah iya san-iya sa n uta wi a nggitan da lem”. Terjemahan : sinuwun

memiliki bakat dalam penciptaan seni tari, rupa, sastra sebelum naik tahta menjadi

raja dan kemampuan sudah kelihatan dari karya-karya yang diciptakannya.

(Pradjapangrawit, 1990:11). Ungkapan ini secara lisan dikuatkan oleh

K.R.T.Hardjonagoro yang menyatakan bahwa hampir sebagian besar karya Paku

Buwana V. Karya-karya Hamengkunagara III lahir pada masa pemerintahan Paku

Buwana IV : artinya, karya-karya tersebut diciptakan oleh Paku Buwono V

semasa menduduki jabatan Pa ngera n Adipati Anom / Putra Ma hkota (Wahyu

Santoso Prabowo, Wawancara 5 Desember 2011). Berdasarkan pernyataan

tersebut pada pemaparan selanjutnya penulis cenderung menggunakan sebutan

Hamengkunagara III setelah menjadi raja dengan gelar Paku Buwana V.

Kegiatan berkesenian Hamengkunagara III dapat terungkap di

Wedha pra da ngga sebagai berikut :

Kacariyos kala raksih jumeneng kanjeng gusti pangeran adipati anom, saben pasewakan ing dinten senen miwah kemis, saderengipun miyos dalem, kanjeng gusti kapareng lenggah ing bangsal pradangga nunggil abdi dalem niyaga, lajeng angasta rebab utawi sanesipun ingkang dados kepareng dalem. Cakipun alus ang rawit sarwa miraos. Ananging manawi ingkang rama (sampeyan balem ingkang dinuhun Paku Buwana IV) sampun katinga/lenggah ing kajogan prabasuyaso, kanjeng gusti wau anggenipun angasta (nabuh) lajeng kadamel-damel radi kaduk sembrana. Yen nuju ngasta bonang lajeng dipun imbalkacengkukaken ngantos gobyog sangat, adamel cingakipun ingkang sami sowan ing plataran, sami noleh tumuju ing bangsal pradangga. Sareng mangertos yen ingkang ngasta bonang kanjeng gusti, lajeng sami tumungkul ajrih (Pradjapangrawit, 1990:1170.

(38)

commit to user

23

Pangeran muda selalu duduk ditempat pangrawit (nayogo) dan memegang rebab dan alat musik yang lainnya. Kemampuan memainkan alat-alat karawitan Jawa dibuat sedikit salah dan ceroboh disaat ayahanda Pakubuwana IV sudah duduk dikursi singgasana/kursi kebesaran. Pangeran megang bonang dipukul keras sampai orang lain kaget bahkan jantungan, ternyata setelah dilihat pangeran muda yang memainkan, abdi dalem tidak berani menasehati.

Pada sumber yang sama karya Hamengkunagara III memiliki corak ini

dipandang sebagai corak baru pada masa pemerintahan Paku Buwana IV.

Kemudian dianut pada periode berikutnya. Misalnya, bentuk garap imba l

(pergantian) pada instrumen bonang yang kemudian dijadikan pa nuta n pada

bentuk kesenian periode berikutnya, oleh Pradja Pangrawit diungkapkan sebagai

berikut :

Ingkang punika mula bukanipun wonten lagu bonangan imbal (imbal-imbalan) saha gendhing geculan sarta bonang imbal-imbalan wau kaangge nabuhi nayuban (lelangen tayuban) (1990:118)

Terjemahan : beberapa kali dibunyikan iringan yang lucu disertai bonang

yang berulang-ulang dipukul menyerupai iringan tayuban (tari

tayub/ngibing).

Diungkapkan oleh Wahyu Santoso Probowo bahwa Hamengkunagara III

memberikan sentuhan kebaharuan pada hampir setiap karya seni pada masa

pemerintahan Paku Buwana IV. Hal ini tampak pada karya Hamengkunagara III,

karawitan, tari, sastra ataupun kriya (1965:98). Pemaparan tersebut ditegaskan

oleh Dipokusumo bahwa pada masa pemerintahan Paku Buwana IV hampir

seluruh kriya seni yang ada adalah karya Hamengkunagar III. Bahkan karya Paku

Buwana IV mendapat pengaruh dari karya Hamengkunagara III dan juga karya

Hamengkunagara III dipersembahkan sebagian besar untuk Paku Buwana IV

(39)

commit to user

24

Penciptaan karya seni Hamengkunagara III dalam bentuk gendhing

(iringan gamelan Jawa), misal : Sendhon, Ba nca k, Sa ntiswa ra (gendhing treba ng),

gendhingga mbir sa wit (Pradja Pangrawit, 1990:113).

Hamengkunagara III selain menciptakan karya yang erupa tari keraton

juga menciptakan karya-karya yang lain berupa sastra, keris, gendhing-gendhing

tari sampai tari-tari yang bersifat lucu dan gejul. Karya-karya Hamengkunagara

yang sampai sekarang diyakini memiliki kreativitas yang sangat tinggi karena

diciptakan oleh putra raja, karya-karyanya sebagai berikut:

1. Sastra : Serat Centhini / Suluk Temba ng Ra ra s (Ajaran Agama Islam dan

berbagai budaya tradisi Jawa yang meliputi ngelmu (ilmu), gendhing

(iringan), beksa n (tari), masakan, petung Ja wa (perhitungan hari), legenda

(cerita).

2. Kriya (Undhagi dan Tosa n Aji : Keris/Tosan Aji, topeng, perahu dengan

hiasan canthik berwujud patung muka Ra ja ma la setelah selesai, diberi nama

Kyai Ra ja ma la dan perahunya disebut Pera hu Ra ja ma la.

3. Ka ra wita n (gendhing-gendhing)/iringan : Gendhing ga mbirsa wit Pa ncera na

pelog nem, Ayun-a yun pelog nem, sumya r pelog ba rang, La drang Ma nis

pelog lima, Gegot pelog nem, Bribil slendro ma nyura, loro-loro slendro

ma nyura .

Gendhing Treba ng : kemba ng ga ya m pelog lima, kaum dha wuk pelog ba ra ng,

kidung-kidung pelog barang, dan ka yon pelog ba ra ng. Gendhing treba ng

disebut santi swara

(40)

commit to user

25

2.1.3. Tari Srimpi sebagai Tari Sakral

Tari memiliki makna yang sakral karena hidup dan berkembang pada

wilayah keraton dan digunakan untuk upacara pada acara-acara penting di

keraton, dibilang sakral karena pementasannya selalu menggunakan ritual sesaji

yang lengkap misalnya pisang, sa mba l goreng, nasi wuduk, tumpeng, cenggereng,

ja da h wa jik, ingkung, dan lain-lain.

Di tempat pertunjukan diberi tempat tungku berbentuk kembang setaman

dan juga dupa. Sebelum pertunjukan dimulai ada pawang yang berasal dari

keraton menyalakan dupa itu supaya upacara yang ada dikeraton yang

menggunakan Tari Srimpi Ludiramadu dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Kesakralannya dikarenakan bahwa tari ini hasil karya putra raja sehingga

makna yang ada dalam tari memiliki makna yang sangat dalam. Kesakralan juga

dikarenakan pada waktu pementasan raja jumeneng di singgasananya sehingga

pada saat pementasan keadaannya hening (sunyi senyap) hal ini membuat kesan

suasananya terkesan magis.

2.1.4. Fungsi Tari Srimpi Ludiramadu bagi Keraton

Dalam Keraton Surakarta tari srimpi digunakan untuk wetonan raja

ingkang sinuwun sehingga menggunakan prosesi secara lengkap dan sesaji

lengkap. Wetonan bagi pihak keraton suatu prosesi yang mutlak di laksanakan

karena untuk memperingati hari kelahiran raja ke dunia fana. Sehingga harus

selalu di peringati untuk tidak lupa akan kelahiran dan umur yang sudah diberikan

kepada-Nya dan sebagai ucapan rasa syukur diberikan nikmat kesehatan yang

(41)

commit to user

26

Bentuk sesaji dalam wetonan: sesuai guda ngan / urap yang terdiri sayuran

kangkung, kenikir, kacang panjang, thokola n (kecambah), wortel, buncis,

mba yung dan lain-lain, ayam Jawa (ingkong) harus ayam jantan, telur, jenang

a ba ng (merah) dan putih (warna putih), tumpeng menyesuaikan jenis kelamin

laki-laki berbentuk kerucut dan perempuan berbentuk ceper (leter), memakai alas

dan pisang diletakkan di nampan atau (tampah) selain itu menggunakan sesaji nasi

uduk, golong asahan, sa mbel goreng, peyek, serundeng, kerupuk, lentho, a pem

ja wa dan lain-lain.

Berfungsi juga untuk penyambutan tamu kerajaan Tari Srimpi Ludiramadu

merupakan Tari Klasik keraton yang juga berfungsi untuk penyambutan tamu

kerajaan misalkan ada tamu dari kerajaan Malaysia, Belanda bahkan dari kerajaan

Yogyakarta ataupun tamu-tamu penting misalnya: Presiden, Menteri pejabat

pemerintah, Walikota.

2.1.5. Perubahan Makna dan Fungsi Tari Srimpi Ludiramadu

Kebudayaan tidak dapat terlepas dari ruang dan waktu kebudayaan itu

diciptakan, dilestarikan, atau bahkan dirubah (Abdullah, 2006:4). Yang bertujuan

untuk orientasi nilai baru dalam bentuk lain yang berhubungan dengan tata ruang

yang telah menunjukkan pergeseran kekuasaan dan kepentingan. Kalau

kebudayaan sebenarnya memiliki kedudukan yang mapan dan bagus sehingga

memiliki kekuatan dominan sehingga dapat sebagai penentu karakter dari suatu

bentuk ruang sosial, negara pada akhirnya dapat beralih fungsi dan juga sebagai

pengambil peran dengan redivinsi ruang untuk mendukung suatu hubungan

(42)

commit to user

27

of loca lity, yaitu suatu proses pendefisian ulang ruang atau bahkan pembangunan

ruang dengan tujuan-tujuan untuk menjamin pelestarian dari kekuasaan kelompok

yang memerintah.

Dalam perubahan kekuasaan membuat mementingkan kepentingan

perseorangan / individual dan kelompok, sehingga berakibat hasil karya

kebudayaan dimanfaatkan untuk kepentingan legitimasi oleh pihak-pihak yang

berkepentingan. Simbol-simbol kebudayaan-kebudayaan kemudian, tidak lagi

mendapatkan suatu pengaruh generiknya sebagai pedoman atau acuan bagi

tingkah laku. Simbol dan maknanya menjadi suatu obyek yang kehadirannya

dihasilkan suatu proses negosiasi yang melibatkan sejumlah konsultasi dengan

kepentingan masing-masing. Menurut Friedman dan Miller, (dalam Abdullah,

2006:5) Kebudayaan yang dibentuk kemudian dilihat sebagai budaya diferensial

yang tumbuh akibat dari adanya intraksi yang terus menerus mengalami

perubahan. Manusia dalam hal ini dapat dikatakan sebagai aktor yang menentukan

pilihan-pilihan dan mebuat keputusan-keputusan untuk dirinya sendiri pendapat

ingold (dalam Abdullah, 2006:5). Di sisi lain harus diperhatikan secara seksama

bahwa di satu sisi pilihan-pilihan yang tersedia selalu sesuai dengan yang

dibutuhkan dan diharapkan, dan disisi lain keputusan harus tunduk dikarenakan

tekanan. Dalam hal ini kelas, usia, status, gender, adalah suatu pokok sebagai

pusat untuk yang perlu diperhatikan, sehingga makna kebudayaan menjadi suatu

yang batas-batasnya tidak tegas tergantung pada posisi struktur masing-masing

(43)

commit to user

28

Kebudayaan tidak dapat lari dari kenyataan bahwa zaman akan terus

berkembang kearah yang modern tidak berhenti pada satu titik saja, terjadi

perubahan pada bentuk, fungsi dan makna yang awalnya berbentuk dengan durasi

waktu + 2 jam, costum pakem, rias alat dan bentuk tradisi ditentukan, sekarang

terjadi perubahan menjadi menyesuaikan fungsinya dan maknapun disesuaikan

pada siapa dan kebutuhan apa makna digunakan. Tari Srimpi berfungsi sebagai

wetonan dan penyambutan tamu beralih menjadi pariwisata budaya, apresiasi,

pertunjukan, festifal bahkan untuk upacara mantenan (mantu) bahkan Tari Srimpi

dengan garab iringan, costum, rias membuat seni tradisi yang menghibur.

Pada dasarnya bentuk gerak pada tari tradisi memiliki gerak yang

diciptakan sesuai dengan kebutuhan sehingga dipengaruhi oleh materi, energi, dan

waktu. Menurut Tasman (1996:70) ciri gerak antara lain:

2.1.4.1. Perpindahan materi yang mengandung energi dalam suatu ruang dalam

ukuran waktu.

2.1.4.2. Dorongan energi pada suatu materi dalam ruang dan waktu

2.1.4.3. Penggunaan ruang oleh suatu materi yang berenergi dalam ukuran waktu

2.1.4.4. Cara menggunakan waktu dan ruang oleh suatu materi yang bertenaga

Perwujudan kebudayaan, kesenian tradisional juga memiliki peranan atau

fungsi yang penting dalam masyarakat pendukungnya. Dengan mengetahui fungsi

akan diketahui pula peranannya. Kesenian tradisional memiliki fungsi yang

berbeda-beda. Perbedaan itu berhubungan erat dengan sejarah kesenian itu

(44)

commit to user

29

untuk kepentingan upacara keagamaan, upacara tradisi, seni pertunjukan atau

untuk hiburan.

Seni memiliki fungsi yang beraneka ragam untuk kehidupan manusia

bahkan bangsa dan negara dan untuk kesejahteraan masyarakat. Seni berfungsi

menurut Meriem dalam Jazuki (1994:95) membagi fungsi seni menjadi beberapa

bagian, yaitu : (1) Sebagai sarana upacara; (2) Sebagai respon fisik; (3) sebagai

hiburan; (4) sebagai sarana komunikasi; (5) untuk persembahan; (6) enjaga

keseimbangan membuat harmonisasi dari segi norma dalam masyarakat; (7)

pondasi kehidupan institusi sosial; (8) kestabilan budaya; (9) integrasi

kemasyarakatan.

Tari tradisi sebagai apresiasi seni, seni pertunjukan, festifal, dan pariwisata

dengan mempertimbangkan nilai estetis.

Unity atau keutuhan adalah menunjukkan adanya sesuatu yang utuh, yaitu

adanya hubungan yang berarti, bermakna antara semua unsur-unsurnya, yang satu

memerlukan kehadiran yang lain, dan saling mengisi.

Intensity atau penonjolan pada bentuk karya seni mempunyai maksud

mengarahkan perhatian orang yang menikmatinya kesuatu hal yang dipandang

lebih penting dari yang lain. Penonjolan dapat dicapai dengan cara misalnya

mengeraskan suara pada musik dan melakukan perubahan kecepatan gerak pada

sebuah tari. Dengan terarah, yang akan menimbulkan suatu daya tarik atau

kekuatan pada karya. Kekuatan atau penonjolan ini yang akhirnya akan

(45)

commit to user

30

Complexity atau kerumitan yang ada pada suatu karya seni menurutnya

juga merupakan salah satu yang menyebabkan karya seni menjadi lebih bermutu.

Kerumitan dapat dihadirkan dengan cara diantaranya membuat adanya hal-hal

yang menjadikan sesuatu menjadi kontras, seperti kuat dan tidak kuat, seimbang

dan tidak seimbang. Keseimbangan dalam bentuk karya seni terjadi oleh adanya

dua bagian yang sama seperti misalnya tubuh manusia, pinang dibelah dua, sayap

kupu-kupu dan sebagainya. Keseimbangan semacam ini dapat memberikan rasa

tenang juga memberi kesan stabil. Sebalinya kerumitan juga dapat dihadirkan oleh

adanya ketidak seimbangan, yang menimbulkan kesan tidak stabil dan ada rasa

dinamis, seolah-olah akan berubah, berkesan akan bergerak. Dengan faktor inilah

ketidakseimbangan juga mempunyai daya tarik bagi orang yang menyaksikannya.

De Witt H. Parker (1945) menyebutkan, keseimbangan sebagai sebuah prinsip

bentuk estetik adalah persamaan dari elemen-elemen yang bertentangan atau

berlawanan.

Dalam keseimbangan yang dimaksud, walaupun elemen-elemen tersebut

bertentangan, namun yang satu memerlukan kehadiran yang lain dan secara

bersama-sama menciptakan kesatuan. Seperti halnya dalam tari berpasangan yang

masing-masing bergerak ke arah yang berlawanan, dan bertentangan, perbedaan

ini untuk mencapai keseimbangan dalam ruang.

Unsur penonjolan atau intensity yang dapat memberikan kekuatan pada

karya seni yang dikemukakan monroe ini digunakan untuk mengkaji nilai estetik

yang ada pada seni Tari Srimpi Ludiramadu. Unsur keutuhan (unity) dan unsur

(46)

commit to user

31

Ludiramadu dari yang sebelum berubah sampai yang sudah mengalami perubahan

pada vokabuler-vokabuler gerak, perubahan sekaran-sekaran gendhing,

pengurangan pada waktu pertunjukan, rias dan busana yang sudah menyesuaikan

pada kebutuhan pertunjukan untuk pariwisata budaya, untuk misi kesenian, untuk

festifal, untuk resepsi dalam pernikahan dan lain-lain.

Perubahan yang terjadi pada tari juga dapat diungkap menggunakan teori

tentang mitos menurut Barthes, pengertian mitos yang ada dalam Tari Srimpi

Ludiramadu yang diungkapkan dalam simbol-simbol memang memiliki tugas

untuk memberikan justifikasi alamiah kepada maksud-maksud historis, tetapi

masyarakat sebagai pengguna, pelaku, pencipta diberikan hak untuk memberikan

makna dan menggunakan makna, sehingga masyakakat pengguna dan penikmat

Tari Srimpi Ludiramadu diberikan wewenang untuk memaknai makna yang ada

dalam Tari Srimpi Ludiramadu. (Barthes, 1972:155).

Hal itulah yang menjadi dasar tanda merupakan yang bergerak dan

dipahami dari benda yang dikonsepkan untuk memahaminya. Pemaknaan tanda

dari Saussure dengan mengacu pada “oposisi” (baik x buruk) dari setiap benda

akan menentukan eksistensinya cara ini dapat dimungkinkan terjadi interpretasi

yang hanya dugaan semata. Semiotika menjadi ilmu yang sangat luas karena

tanda-tanda dapat bergerak kemana saja. Disekeliling kehidupan, akan ditemukan

banyak sekali tanda bergerak, sejauh manusia itu mencermatinya. Apapun bisa

menjadi tanda ketika adanya hubungan fenomena dengan fenomena lain

(47)

commit to user

32

Masyarakat merupakan yang menciptakan tanda sehingga akan terbentuk

tanda baru Ferdinand de Saussure (1993:146) memahami bahwa bahasa yang ada

pada Tari Srimpi Ludiramadu yang akan tercipta makna merupakan warisan yang

akan selalu turun temurun sebagai bahasa primer dan juga bahasa sekunder.

Seiring dengan perkembangan jaman akan selalu berubah-ubah menyesuaikan

adanya panata sosial, kesepakatan pada masyarakat akhirnya akan merubah

pemikiran masyarakat dan terjadinya perubahan pada sosial budaya masyarakat.

Karya tari merupakan realitas yang telah direkonstruksi oleh pencipta

kekuatan tanda-tanda yang diungkapkan oleh makna sehingga dapat ditelaah

secara mendalam sehingga dapat mengacu pada teori sosial dalam masyarakat.

Sebuah karya tari juga akan memunculkan makna yang baru sebagai upaya

persebaran pengetahuan sebagai kebebasan penonton, penghayat, dan masyarakat

pada umumnya yang sama sekali tidak tahu tentang kebudayaan keraton

khususnya tari keraton. Hal ini dapat diungkap dengan teori semiotika tanda.

Teori struktural fungsional Talcot Persons, digunakan untuk melihat

keberadaan bentuk dan fungsi seni Tari Tradisional Klasik pada masyarakat

pendukungnya. Teori sistem sosial ini menganggap, masyarakat merupakan

sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling

berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan, Herbert Spenser menyebut

masyarakat adalah laksana organisme hidup, untuk itu Spenser membahas

masyarakat sebagai suatu organisme hidup sebagai berikut :

Gambar

Tabel 1. Paket pariwisata budaya  ......................................................................
Gambar Srimpi Ludiramadu di Keraton  ...............................  165
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
gambar (Sutopo, 2006:75). Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah commit to user
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terlihat pada bentuk tari Gatotkaca gaya Sumedang lebih sederhana, baik dari segi struktur gerak, rias serta busana yang digunakan.Fungsi dari tari Gatotkaca gaya

Adapun tujuan dari penelitian ini ialahu ntuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan fungsi pada bangunan rumah- toko dan untuk mengetahui pengaruh perubahan

Aspek Kajian Capaian/Kondisi Saat ini Standar yang Digunakan INTERNAL Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan SKPD Permasalahan (KEWENANGAN SKPD) EKSTERNAL (DILUAR

Pada perubahan akibat pergeseran, berdasarkan faktor fungsi terdapat 4 unit yang mengalami pemindahan, diantaranya unit MF02, MF08, AH dan AE, berdasarkan

Identifikasi perubahan dimaksudkan untuk dapat menggambarkan secara umum perubahan-perubahan yang terjadi pada unit hunian susun.Identifikasi perubahan didasarkan

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi peran wanita tani dalam penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu PTT

Namun dalam pemberitaan Eramuslim terdapat pergeseran pada makna Konotasi bahwa Yahudi merupakan suatu komunitas agama yang bertujuan untuk membawa kerusakan di dunia dan apa yang

Variabel Faktor Internal dan variabel Faktor Eksternal menunjukan bahwa variabel yang lebih dominan mempengaruhi hasil belajar peserta didik adalah faktor eksternal seperti lingkungan