• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Lama ke Makna

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3. Proses Perubahan Bentuk, Fungsi, dan Makna Lama ke Makna

Baru Tari Srimpi Ludiramadu

Perkembangan kehidupan Tari Srimpi diawali pada tahun 1952 Tari Srimpi pertama kali dipentaskan atau dipergelarkan di luar keraton. Pergelaran tersebut diselenggarakan oleh Himpunan Budaya Surakarta agar Tari Srimpi dapat dilihat oleh kalangan masyarakat umum di luar keraton sehingga masyarakat mengetahui keberadaan Tari Srimpi Ludiramadu.

Seniman berkeinganan untuk membuang atau meninggalkan warisan tradisi itu untuk mencari bentuk baru. Dengan unsur-unsur tradisi itu berhasil berkreasi membuat pemadatan tari sebagai bentuk baru pertunjukan tari. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh (George Simmel, 1986:287) sebagai berikut :

Individu-individu kreatif yang merasa terkungkung tidak leluasa oleh bentuk-bentuk budaya yang sudah mapan tidak pernah dapat membuang begitu saja warisan budaya yang masih hidup dan mulai lagi dari permulaan salah satu alasan, terlepas dari bahwa itu tidak mugkin, adalah bahwa pertumbuhan dan perkembangan kehidupan subyektif individu dan kemampuan kreatifnya menurut individu itu untuk mendarah-dagingkan paling tidak beberapa elemen kebudayaan yang masih hidup. Seseorang yang kreatif mungkin akhirnya mengatasi atau malah menolak

bentuk-commit to user

82

bentuk kebudayaan yang masih hidup itu masih relevan sebagai titik tolak untuk menciptakan bentuk-bentuk yang baru. Dalam proses mendarah dagingkan dasar budaya yang masih hidup ini, seseorang mengambil resiko bahwa kreativitas subyektif dapat ditekan dan dipaksa untuk sesuai dengan bentuk-bentuk yang sudah ada.

Pemadatan tari juga merupakan salah satu wujud ungkapan ketidakpuasan terhadap Tari yang sudah ada yang berbentuk Tari ritual keraton dengan waktu + 90 menit bahkan + 120 menit pada warisan budaya leluhurnya. Tampaknya ia tidak begitu saja menerima warisan itu sebagaimana adanya, tetapi ia berusaha mengubah warisan itu agar dapat tetap hidup pada zamannya. Hal ini menunjukkan bahwa ia ingin memberikan sumbangan warisan budaya kepada zamannya dan generasi berikutnya. Seperti yang dikemukakan oleh (Duverger, 1981:356). “Tidak ada generasi yang puas dengan warisan pusaka (dalam hal ini kesenian) yang diterimanya dari masa lalu, dia membuat sumbangannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Brakel yang menyatakan bahwa :

Dewasa ini tari-tarian keraton oleh penari puteri itu pasti ditarikan pula diluar, oleh karena tari-tarian itu sekarang diajarkan di Akademi karawitan, Tari dan instansi pemerintah. Tetapi pengetahuan yang benar tentang tari-tarian keraton itu biasanya tetap berada ditangan para ahli, yang dididik erat hubungannya dengan keraton. Disamping itu komposisi posisi yang diubah untuk sesuatu konteks khusus dalam kehidupan keraton biasanya mengalami perubahan di sana sini yang sedikit banyak drastis, apabila komposisi tersebut hendak ditarikan dilingkungan yang lain (Clara Brakel, 1991:431).

Berbagai macam cara manusia untuk melestarikan karya seni diantaranya adalah menempatkan sebuah karyaseni itu di dalam murium dikemas rapi tidak ada orang yang boleh menyentuh karena akan berakibat fatal terhadap karya seni tersebut. Ini dilakukan kepada karya seni yang bersifat statis, seperti karya-karya seni rupa. Namun, berbeda dengan pelestarian terhadap karya seni tari, karawitan

commit to user

83

dan pedalangan. Pelestariannya justru dengan melibatkan diri, menyerahkan kreativitas kita untuk meneruskan perjalanan karya seni tersebut, dalam hal ini seni tradisi termasuk pemadatan tari juga bisa dikatakan sebagai usaha pelestarian terhadap karya seni tradisi seperti yang dikemukakan oleh Humardani yang ditulis oleh Ristopo sebagai berikut:

“…. Pemadatan Seni Tradisi adalah suatu tingkat komposisi tari. Pemadatan Seni Tari sewajarnya adalah pemadatan pernyataan. Waktu yang singkat adalah hasil, bukan tujuan. Yang dipertahankan dalam pemadatan Tari Tradisi bukan bentuk-bentuk lahirnya, melainkan kualitas yang muncul dari bentuk yang padat. Pemadatan pernyataan ini sifatnya sesuai dengan nafas sekarang. Dengan itu pemadatan Tari Tradisi adalah merupakan salah satu bentuk nyata dalam usaha pelestarian Tari Tradisi…..” (dalam Rustopo, 2001:182-183)

Berawal dengan program penggalian dan pemadatan yang dilakukan oleh PKJT dan ASKI Surakarta tahu 1970-an atas prakarsa Humardani. Secara jelas di singgung oleh Sunarno bahwa dari program penggalian dan pemadatan tersebut berhasil dipadatkan beberapa jenis tari srimpi, diantaranya Sangupati, Anglir mendung, Gandakusuma, Dhempel dan tari berbentuk wireng. (1982:36). Pemadatan Tari Srimpi Ludiramadu dilakukan oleh A. Tasman dengan dibantu oleh beberapa orang penari diantaranya Tantin Sri Marwanti, Rusini, Endang Sulistyawati, dan Maryatin, sedangkan pelatih Tari Srimpi dan Bedhaya Keraton yaitu Yudhadiningrat, Sulomo, Darso Saputro, (Wahyu Santoso Prabowo, wawancara, 6 Desember 2011)

Dalam Ka mus Besar Ba ha sa Indonesia (1988:634) disebutkan bahwa isilah “padat” dapat berarti (1) sangat penuh hingga tidak berongga, padu, mampat, pejal, (2) penuh sesak, penuh tempat (3) rapat sekali. Memadatkan menjadikan padat, menjejal (mengisi, mengurangi, memasukkan) jadi, ada

commit to user

84

persoalan yang menyangkut dua hal yaitu temat atau wadah dan isinya. Dalam konteks pembicaraan yang berkenaan dengan konsep pemadatan tari, kiranya terdapat kesesuaian dengan pengertian diatas sebab dalam hal ini permasalahan menyangkut “isi” dari sebuah karya seni tari secara konseptual, dalam tari ada perbedaan atau pemisahan antara “wadah” dan “isi”. Wadah yang dimaksud merupakan sarana ungkap atau bentuk fisik dari sebuah karya seni tari. Sedangkan “isi” adalah apa yang hadir dari wujud visual yang telah dituangkan melalui bentuk fisiknya. Dengan kata lain, “wadah” adalah sesuatu yang ditangkap indera sebatas proses pengamatan, dan “isi” adalah hasil hayatan yang ditangap melalui proses penghayatan dengan penjelajahan seluruh kemampuan jiwa. Wadah dan isi dalam karya seni selalu melekat hadir secara bersamaan dan saling bergantungan satu sama lain sebagai satu kesatuan yang utuh. Sebagaimana diungkapkan bahwa “….. suatu ciri keberhasilannya karya seni ada suatu kesatuan bentuk (wadah) dan “isi” (Humardani, 1978 / 1979:32). Persoalan “wadah” dan “isi” menjadi penting dan mendasar ketika memperbincangkan masalah pemadatan dalam tari.

Pemadatan diterapkan pada karya-karya yang telah ada, dalam hal ini kesenian tradisi / tari tradisi Jawa berbentuk Tari Srimpi Ludiramadu. Seni tradisi mengalami perjalanan sejarah panjang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Di tinjau dari segi penggarapannya, biasanya seni tradisi memiliki pola-pola atau semacam aturan tertentu yang sering disebut sebagai vokabuler. Secara teknik, bentuk,bentuk pemadatan yang telah dilakukan senantiasa masih berpijak dari pola-pola yang telah ada dengan pengembangan-pengembangan pada unsur-usnur garap tertentu misalnya : dengan mengurangi

commit to user

85

pengulangan-pengulangan, pengembangan bentuk sesuai dengan kemantapan rasa garapan, atau sengaja menghilangkan unsur-unsur garap yang sama sekali dianggap tidak menunjang.

Menurut Tasman, pemadatan Tari Srimpi Ludiramadu didasarkan pada konsep pelestarian dan pengembangan tari tradisi gaya Surakarta, terutama tari bedha ya dan srimpi. Konsep pemadatan itu sendiri bertolak dari waktu penyajian Tari Srimpi Ludiramadu untuk yang dirasa terlalu panjang (waktu + 55 menit – 90 menit), sehingga perlu beberapa perubaha n agar dapat dinikmati dalam waktu yang lebih singkat oleh masyarakat sekarang. (wawancara, 6 Desember 2011)

Proses pemadatan Tari Srimpi Ludiramadu ini menimbulkan perubahan struktur garap madiumnya. Secara umum perubahan yang terjadi pada proses pemadatan tari srimpi meliputi aspek garap karawitan tari dan garap medium pokok gerak. Penggarapan pada gerak meliputi aspek volume, tempo, irama dan tekanan dinamik (Sunarno 1982:52)

Perubahan Tari Srimpi Ludiramadu berupa pengurangan tehadap pengulangan ragam gerak yang dirasakan menimbulkan rasa bosan pada penyajian tarinya. (I Nyoman Chaya, wawancara, 7 Desember 2011). Dijelaskan oleh Tasman bahwa dalam proses pemadatan tari srimpi ludiramadu ada beberapa perubahan, yaitu : waktu penyajian, pengurangan bentuk, pengurangan vokabuler dan bentuk karawitan tari, tempo (kecepatan gerak). (wawancara, 7 Desember 2011)

Selanjutnya Tari Srimpi Ludiramadu dijadikan salah satu materi perkuliahan untuk praktek tari putri gaya Surakarta di ASKI / STSI Surakarta dan

commit to user

86

SMK 8 atau SMKI Surakarta. Tari Srimpi Ludiramadu sekarang juga berfungsi untuk apresiasi seni / pertunjukan tari, lomba-lomba seni tradisi, acara penyambutan tamu pada acara resepsi pernikahan/punya ga we (mantu), misi kesenian, pariwisata budaya.

Pada tahun 1978 Keraton (ra ja + a bdi da lem) bekerja sama dan berkolaborasi menggarab kesenian tradisi keraton (wireng, bedha ya , srimpi) dengan tujuan mementaskan seni tradisi / tari untuk dikirim sebagai wakil Indonesia dalam bidang kebudayaan keberbagai negara. Pihak keraton mewakilkan beberapa penari dan putri keraton ditambah penari diluar tembok keraton (lembaga / PKJT). Mahasiswa dan dosen jurusan tari dan karawitan dulu dikenal dengan nama ASKI Surakarta. Materi tari mengambil Srimpi Ludiramadu waktu dipadatkan lagi karena untuk pertunjukan + 15 menit – 18 menit. Pemadatan dilakukan untuk misi kesenian berawal pada tahun 1979 mengirim perwakilan kebudayaan ke Inggris berlanjut tahun 1980 ke negara Singapura, tahun 1982 ke negara Belgia, tahun 1983 ke negara Perancis, tahun 1984 ke negara Inggris, 1985 ke negara Thailand, 1986 ke negara Belanda, tahun 1987 ke negara Cina, tahun 1988 ke negara Malaysia, tahun 1989 ke negara Jepang, tahun 1990 ke negara Vietnam sampai tahun 1997, Arab dan 1998 kembali ke Jepang.

Tari Srimpi Ludiramadu selalu berkembang mengikuti zaman

menyesuaikan ruang dan waktu pada masa kebudayaan itu ada hal ini sesuai pernyataan Edi Sedyawati (1982:25) dan menurut Wahyu Santoso Prabowo, kesenian tradisi/tari tradisi tidak pernah ma ndek, berjalan terus dari hari ke hari,

commit to user

87

tahun dan dekade serta era kebudayan yang mengikuti, zaman dulu sekarang atau zaman yang akan datang. (wawancara, 7 Desember 2011)

Kesenian yang keluar keraton pada akhirnya berubah pada bentuk, fungsi dan makna. Terbukti Srimpi Ludiramadu sekarang digunakan untuk apersiasi seni, lomba tari tradisi, lomba (pekan seni / porseni SD, SMP, SMA), hiburan / pertunjukan, resepsi pernikahan, pariwisata budaya.

Perubahan bentuk, fungsi, dan makna dapat dilihat melalui proses dalam tembok keraton dan keluar tembok keraton. Pemadatan untuk mata kuliah/pelajaran SMKI / STSI / ISI / berlanjut sebagai misi kesenian. Apresiasi, festival seni, lomba-lomba, pertunjukan/hiburan, resepsi pernikahan di masa sekarang. (I Nyoman Chaya, wawancara, 7 Desember 2011)

Proses panjang Tari Srimpi Ludiramadu menggeser makna pada tari karena tergesernya zaman. Kepercayaan masyarakat pada kesenian keraton, makna kesakralan tari hanya dianggab sebuah kreatifitas seniman mengekpresikan karya dalam sebuah tari, tingkatan rasa penari, bentuk gerakan, iringan sebagai apresiasi seni yang menarik dan layak dilihat dan ditonton. Pemaknaan batak, gulu, dhadah, buncit dianggab sebagai jumlah penari empat karena ada gerakan yang mengharuskan berhadapan, kelompok tari. Kehidupan di keraton dapat sebagai simbol sifat / watak manusia supiah, almanah, mutmainah dianggab hanya manusia sekarang tidak zaman dulu berkarakter sama baik dan buruk / jahat, putih / hitam, putih / merah, langit / bumi, air / udara, surga / neraka, cantik / jelek, kaya / miskin, dan lain-lain. Makna ada dua konotasi dan denotatif, menurut Batles. Makna disini bisa dianggab sebagai makna yang sebenarnya dan makna yang

commit to user

88

tidak sebenarnya atau kiasan / penyerupaan (I Nyoman Chaya, wawancara, 7 Desember 2011).

Penulis mendiskripsikan bentuk Tari Srimpi Ludiramadu setelah mengalami perubahan waktu / durasi, tempo, iringan karawitan, vokabuler gerak, tata busana, tata rias sebagai berikut :

4.3.1 Perubahan Pola Susunan Gerak Pada Tari Srimpi Ludiramadu

4.3.1.1Pola susunan gerak tari

Perubahan pada dewasa ini ada kecenderungan dikondisikan oleh minat dan keinginan masyarakat pendukungnya. Apabila dicermati secara lebih mendalam minat tersebut memiliki kecenderungan bersifat gayeng (guyup/ramai), sangat menghibur yang mampu memberikan kepuasan pada penonton.

Proses perubahan merupakan usaha yang dilakukan untuk penyesuaian bentuk kesenian. Tari tradisi yang lebih kekinian. Penyesuaian dilakukan supaya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan.

Perubahan yang timbul secara alamiah dan organik dari tubuh tradisi, tetapi ada juga perubahan yang merupakan akibat dari proses dominasi atau subversi budaya ada perubahan yang memperluas wawasan atau memperdalam kemampuan suatu kesenian, tetapi ada juga perubahan yang mendangkalkan, memiskinkan dan menyempitkannya. Menurut Philip Yampolsky (2006:236). Ini dilihat dari perubahan fungsi yang ditujukan untuk kepentingan upacara-upacara di keraton berubah untuk kepentingan hiburan / apresiasi seni, lomba-lomba, pariwisata budaya dan lain-lain.

commit to user

89

Gerak pada Tari Srimpi Ludiramadu dilihat oleh apa saja yang ada dalam lingkungan kehidupan manusia. Hal ini tampak jelas pada istilah-istilah yang digunakan untuk menyebut vokabuler gerak tari seperti seka r suwun, muca ng ka nginan, linca k gaga k, mera k kesimpir, wedi kengser, ja la -ja la , ga ja h-ga ja h, omba k ba nyu, secara jelas menunjuk adanya pendekatan visual. Wujud vokabuler-vokabuler tari yang mengacu pada lingkungan alam seperti diatas, imitatif (a bstra k). Beberapa gerak menirukan gerak alam. Gerak-gerik alam disekitar manusia ditinggalkan dan digayakan dengan imajinasi seniman hingga tarian sama sekali tidak realitas melainkan sangat a bstra k (Clifford Greeats 1983:381)

Susunan Tari Srimpi Ludiramadu sekarang memiliki pola susunan tari : ma ju beksa n ; beksan : dan mundur beksa n. Maju beksan adalah bagian awal suatu susunan tari, yakni penari mulai masuk menuju pelataran pentas (gawang beksan). Pada bagian ini penari berjalan ka pa ng-kapang dalam posisi urut ka ca ng nari ba ta k berjalan paling depan, disusul penari gulu penari dada, dan penari buncit setelah sampai gawang beksan duduk trapsila dengan gawang rakit. Tari srimpi ludiramadu sekarang penari tidak diharuskan masuk ke tempat menari yang berbentuk pendopo, gedng pertunjuan tidak dari posisi harus dari kanan karena Raja yang berkuasa, diagunggung tidak lagi duduk di dampar kedhaton / singgasana raja pada saat ini menggunakan gawang penari maju beksan.

Sajian Srimpi di keraton menurut fungsinya berkaitan dengan upacara dengan upacara keraton. Kehadiran raja menjadi satu pertimbangan estetis dalam garap madium gerak, sehingga Tari Srimpi selalu diawali dengan posisi duduk sila

commit to user

90

dan melakukan gerakan menyembah dua kali sebelum menari dan satu kali sesudah menari.

Demikian juga dengan garap ruang ada kaitannya dengan tempat menari. Kiblat pa pat lima pa ncer digunakan sebagai patokan, sehingga pola lantai pada Srimpi bentuknya sistemis dan seimbang, sedang bentuk pada yang ada pada Srimpi adalah rakit / susunan pa ju pat bela h ketupat, ada pola berderet kebelakang yang disebut urut ka cang (Prabowo, 1990:34,5)

Sebelum masuk pada gambar pola lantai, pengertian pola lantai adalah garis-garis lintasan yang dilalui para penari didalam ruang pentas. Dijelaskan juga oleh K.R.T. Harjonagoro untuk pola lantai Tari Srimpi banyak menggunakan garis lengkung dan lingkaran. Garis-garis tersebut diartikan dengan penggambaran liku-liku hidup manusia di dunia (sedih, senang, kaya, miskin, dan lain-lain)

Berbicara pola ruang menurut pengamatan penulis berbentuk pola ruang simetris atau bangun setangkup dan sesuai dengan pernyataan Sal Murgianto (1986:24). Bunga setangkup apabila diamati dari depan atau samping merupakan bentuk bayangan cermin, pola ruang bunga setangkup akan punya kesan yang kokoh dan kuat.

commit to user

91 Gambar sebagai berikut ini :

Gambar 3. Gawang Srimpi Ludiramadu

Sumber : Pujiani, 1992:46 Keterangan : > : Arah hadap Bt : Batak Gl : Gulu Dd : Dhadha Bc : Buncit Bt Gl Dd Bc Bt Gl Dd Bc

a. Gawang urut kacang b. Gawang rakit

Bt

Gl Dd

Bc

c. Gawang urut kacang d. Dua-dua sehadap

e. Posisi Gendongan f. Posisi Gending

Gl Bt Bc Dd Gl Bt Dd Bc

commit to user

92

Beksan adalah bagian inti susunan tari. Bagian ini selalu diawali dan diakhiri dengan gerak sembaha. Pada tengah bagian beksan biasanya terdapat bagian yang mengungkapkan perang. Perang pada bagian ini, biasanya diwujudkan dengan menggunakan garap ruang yang berbeda dan menarikan suatu vokabuler yang biasa digunakan untuk mengungkapkan perang, seperti gerak pistula n dan pa na ha n.

Pada tari srimpi ludiramadu ada dua rangkaian vokabuler gerak. Artinya, bagian inti susunan tarinya terbagi menjadi dua bagian: beksan bagian pertama tersusun atas rangkaian vokabuler gerak tanpa menampilkan perang beksan; sedangkan beksan bagian kedua tersusun atas rangkaian vokabuler gerak yang di dalamnya terdapat perang beksan. Bagian kedua ini dapat disebut bagian perang beksan atau perang gendhing. Setiap rangkaian beksan atau perang gendhing. Setiap rangkaian beksan selalu diawali dan diakhiri sembahan, serta di antara beksan bagian pertama dengan beksan bagian kedua diselingi dengan singgeta n. Tari Srimpi yang memiliki dua struktur rangkaian vokabuler gerak adalah Tari Srimpi dhempel, Gandakusuma, Anglirmendung, dan Srimpi Ludiramadu.

Mundur Beksan adalah bagian akhir seluruh susunan tari. Pada bagian ini penari berjalan meninggalkan lantai pentas (gawang beksa) dengan posisi urut kacang. Selanjutnya diungkapkan pola susunan Tari Srimpi Ludiramadu, sebagai berikut :

commit to user

93

4.3.1.2Maju Beksan

Pada bagian ini penari berjalan menuju lantai pentas dengan posisi gawang urut kacang. Penari batak paling depan disusul penari gulu, penari dhadha, dan penari buncit. Pada bagian ini menggunakan bentuk patheta n.

4.3.1.3Beksan

Pada bagian ini penari mulai menarikan ragam gerak yang telah ditentukan dalam susunan tari. Adapun urutan ragam gerak yang ditarikan oleh penari, dapat dipaparkan menjadi dua bagian, yaitu : beksan bagian pertama dan beksan bagian kedua.

4.3.1.4Mundur beksan

Pada bagian ini penari mulai berjalan debeg gejug mundur pada posisi gawang rakit, kemudian berjalan kapang-kapang menjadi gawang urut kacang untuk meniggalkan pentas. Penari masuk, keluar pentas tidak harus lewat sisi kiri Raja, menyesuaikan Tari Srimpi dipentaskan dalam acara apa dan berfungsi untuk apa.

4.3.1.5Karawitan Tari Srimpi Ludiramadu

Maju Beksan : Pa thetan ba rangngelik pelog pathet ba rang, suwuk

Beksa I : Buka – merong – inggah – ludrang – suwuk

Interval : Pa thetan Ba rang juga g, pelog pathet ba ra ng

Beksan II : Buka celok-la dra ng kenda ng I – suwuk

Mundur Beksan : Pa thetan ba rang ngelik pelog pathet ba ra ng suwuk

Adapun pola karawitan tari Srimpi Ludiramadu pada pokoknya menggunakan bentuk gendhing kethuk pa pat kerep, yang terdiri atas: (1)

commit to user

94

gendhing ma ju beksan; (2) gendhing beksan, meliputi gendhing beksa n bagian pertama dan gendhing beksa n Dagian kedua; dan (3) gendhing mundur beksan.

4.3.1.6Gendhing Maju Beksan

Gendhing ma ju beksan pada Tari Srimpi Ludiramadu menggunakan bentuk patheta n. Bentuk ini dimainkan sejak penari berjalan ka pa ng-ka pa ng menuju gawang beksan hingga penari duduk tra psila. Ricikan (instrumen) gamelan yang dimainkan dalam pa thetan adalah reba b, gender, ga mbang, dan suling. Sesuai dengan la ra s dan pathet gendhingnya, pathetan pada bagian ini menggunakan pathet barang ngelik la ra s pelog pathet barang disertai vokal putra

bersama atau suluk (Wahyu Santoso Prabowo, wawancara 11 Desember 2011)

4.3.1.7Gendhing Beksan

Sebagaimana pola susunan Tari Srimpi Ludiramadu, bentuk karawitan tari Srimpi Ludiramadu terdiri dua bagian, yaitu gendhingbeksa n bagian pertama dan gendhing beksan bagian kedua. Pada gendhingbeksa n bagian pertama digunakan Gendhing Ludira ma dura kethuk papat kerep minggah Kinanthi kethuk papat kerep la ra s pelog pathet ba ra ng. Pada bagian beksan kedua digunakan gendhing La dra ng Mijil Ludira ma dura la ra s pelog pathet ba ra ng. Secara utuh beksan Tari Srimpi Ludiramadu menggunakan Gendhing Ludira madura kethuk pa pat kerep mingga h Kina nthi kethuk pa pat kerep pelog ba ra ng, kemudian suwuk (berhenti), Setelah suwuk digunakan bentuk pathetan pelog pathet ba rang juga, dilanjutkan gendhing beksa n, bagian kedua yang dimulai dengan buka celukdha wa h Ladrang Mijil Ludira la ra s pelog pathet ba rang, suwuk.

commit to user

95

4.3.1.8Gendhing Beksan Bagian Pertama

Gendhing beksan bagian pertama Tari Srimpi Ludiramadu dimulai dari buka , merong, kemudian menjadi Kina nthi kethuk papat kerep, lalu suwuk atau berhenti. Gendhing beksan pada bagian pertama ini memiliki bentuk berbeda dengan bentuk karawitan Tari Srimpi yang lainnya.

4.3.1.9Gendhing Beksan Bagian Kedua

Gendhing beksan bagian kedua dimulai dari buka celuk, “Wa stra ngangra ng tebenging patani …” dilanjutkan (dha wa h) Ladra ng Mijil Ludira pelog ba ra ng, kemudian suwuk.

4.3.1.10 Gendhing Mundur Beksan

Gendhing mundur beksan pada dasarnya memiliki bentuk yang sama dengan gendhing ma ju beksa n, yakni menggunakan gendhing patheta n. Pada bagian ini, pathetan berfungsi mengiringi penari untuk mundur beksan atau meninggalkan pentas. Seperti pada umumnya tari srimpi, pada bagian mundur beksan Tari Srimpi Ludiramadu juga menggunakan bentuk pathetan Pa ra ng Ngelik la ras pelog pathet ba ra ng. Pada perkembangan selanjutnya (garap padat STSI/ISI Surakarta) digunakan bentuk gendhing LadrangSinga -singa la ra s pelog pathet ba ra ng. Menurut Mlaya-widodo, penggunaan bentuk gendhing tersebut memberikan ra sa dan suasana sigra k.

4.3.1.11 Rias dan Busana Tari Srimpi Ludiramadu

Penataan rias meliputi penataan rambut dan penggunaan kosmetik untuk merias wajah. Penataan rambut berupa menata bentuk sanggul atau gelung dan menghias rambut. Sanggul ini dapat berbentuk sanggul ka dha l menek, gelung

commit to user

96

a geng ataupun gelung tekuk (lungsen). Selain menggunakan sanggul, biasanya tari srimpi juga menggunakan jamang atau irah-irahan kethu).

Rias wajah pada Tari Srimpi digolongkan sebagai rias wajah putri luruh, dengan bentu alis melengkung (na nga l sapisan), mata di-cela k, bibir di-pula s

Dokumen terkait