• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penilaian obligasi terdapat faktor-faktor yang menjadi pertimbangan investor dalam menilai keamanan investasi dalam obligasi. Meskipun secara teori obligasi dijamin memberikan arus pendapatan tetap, namun masih terdapat unsur risiko yang harus diperhatikan sepanjang usia obligasi. Risiko gagal membayar sering disebut risiko kredit (credit risk). Risiko gagal bayar baik bunga obligasi berjalan maupun nominal pada saat obligasi jatuh tempo merupakan bagian utama dari penilaian obligasi.

Untuk mengetahui tingkat risiko suatu obligasi, dilakukan oleh suatu lembaga peringkat rating obligasi, dan salah satu lembaga tersebut adalah Moody’s Investor Services(Bodie, Kane dan Marcus, 2006).

Lembaga tersebut memberikan informasi keuangan perusahaan-perusahaan lengkap dengan peringkat kualitas obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan besar maupun pemerintah daerah. Untuk mengkompensasi kemungkinan gagal bayar obligasi, baik kupon maupun pokok, perusahaan harus menawarkan premi gagal bayar (default premium), (Bodie, Kane dan Marcus, 2006) Premi gagal bayar adalah selisih antara imbal hasil yang dijanjikan dari obligasi perusahaan dan imbal hasil dari obligasi pemerintah yang serupa. Jika perusahaan tetap beroperasi dan membayarkan seluruh arus kas yang dijanjikan kepada investor, maka investor akan memperoleh imbal hasil hingga jatuh tempo yang lebih besar dibandingkan obligasi pemerintah. Tetapi jika perusahaan mengalami kebangkrutan, obligasi perusahaan tersebut sudah pasti memberikan imbal hasil yang lebih rendah dibandingkan

obligasi pemerintah. Pola premi gagal bayar yang ditawarkan oleh obligasi berisiko disebut sebagai struktur risiko tingkat bunga (risk structure of interest rates). Semakin besar risiko gagal bayar, semakin besar pula risiko gagal bayarnya.

Perusahaan pemeringkat obligasi menggunakan basis pemeringkatan dari analisis trend dan tingkat rasio keuangan perusahaan penerbit. Rasio-rasio penting yang digunakan dalam menilai adalah: (Bodie, Kane dan Marcus, 2006)

1. Rasio cakupan (Coverage ratio) – Rasio dari laba perusahaan terhadap biaya tetap. Sebagai contoh, rasio kelipatan pembayaran bunga (times-interest earned) rasio dari laba sebelum pembayaran bunga dan pajak atas kewajiban bunga. Rasio penutupan beban tetap (fixed-charge-coverage) termasuk pembayaran sewa guna usaha dan dana pelunasan (sinking-fund) dengan kewajiban bunga untuk kemudian untuk diikut sertakan dengan rasio dari pendapatan atas seluruh kewajiban kas tetap. Rasio cakupan yang rendah atau jatuh menandakan kemungkinan adanya kesulitan arus kas.

2. Rasio pengungkit (Leverage ratio) – Rasio penggunaan utang. Rasio pengungkit yang terlalu tinggi menunjukkan utang yang berlebihan, dan adanya kemungkinan bahwa perusahaan tidak akan mampu menciptakan laba yang cukup untuk membayar kewajiban obligasinya.

3. Rasio likuiditas (Liquidity ratio) – Dua jenis rasio likuiditas yang umum adalah rasio lancar (aktiva lancar/kewajiban jangka pendek) dan rasio cepat (aktiva lancar tanpa persediaan/kewajiban jangka pendek). Rasio-rasio ini menghitung

kemampuan perusahaan dalam membayar tagihan-tagihan dengan asset-asetnya yang likuid.

4. Rasio profitabilitas (profitability ratio) – Ukuran tingkat imbal hasil aset atau modal. Rasio profitabilitas merupakan indikator atas kesehatan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Imbal hasil atas aktiva (laba sebelum pajak dan bunga dibagi dengan jumlah aktiva) adalah ukuran yang paling popular. Perusahaan dengan tingkat imbal hasil aset yang tinggi seharusnya lebih mampu menghasilkan uang di pasar modal karena mereka menawarkan imbal hasil yang lebih baik kepada calon investornya.

5. Rasio arus kas terhadap utang (cash-flow-to-debt-ratio) – Ini adalah rasio dari jumlah arus kas terhadap utang.

Dari penjelasan di atas, faktor fundamental perusahaan adalah sekumpulan faktor internal perusahaan yang dapat mempengaruhi imbal hasil obligasi dan harga obligasi. Dalam kerangka pemikiran terdapat variabel fundamental perusahaan yang berpengaruh yaitu: Rasio Pertumbuhan, Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Return on

Investment (ROI), (Riyanto, 1982) menjelaskan rasio-rasio tersebut keuangan

sebagai berikut:

1. Rasio Likuiditas, yaitu untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, atau untuk menganalisa posisi keuangan jangka pendek dan modal kerja. Adapun indikator dari rasio likuiditas adalah; -

Quick Assets/Current Liabilities, yaitu untuk mengukur kemampuan perusahaan

membandingkan jumlah aktiva lancar dibandingkan dengan jumlah aktiva. Perusahaan dikatakan likuid apabila jumlah aktiva lebih besar dari jumlah aktiva lancar. -Current Assets/Current Liabilities, yaitu; untuk membandingkan antara jumlah aktiva lancar dibandingkan dengan jumlah utang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendek yang telah jatuh tempo. Rasio Likuiditas dirumuskan sebagai berikut: Aset Lancar

Current Rasio = --- Hutang lancer

2. Rasio Leverage, yaitu untuk mengukur sampai seberapa jauh total aktiva (aktiva

jangka pendek + aktiva jangka panjang) dibiayai dengan utang jangka panjang. Rasio Leverage adalah jumlah utang jangka panjang dibagi dengan total aktiva. Selanjutnya indikator rasio leverage adalah sebagai berikut: Total Debt/Total

Asset, yaitu untuk membandingkan antara total hutang dengan total harta yang

ada dalam perusahaan. Perusahaan disebut solvable jika total harta lebih besar dari total hutang. Total Debt/Total Equity, yaitu membandingkan total utang dengan total modal yang ada dalam perusahaan. Perusahaan disebut solvable apabila jumlah modal lebih besar dari total utang Long Term Debt/Total Assets, yaitu; membandingkan total utang jangka panjang dengan total harta yang ada dalam perusahaan. Perusahaan disebut solvable apabila jumlah harta lebih besar dibandingkan dengan jumlah utang jangka panjang. Long Term Debt/Total

Equity, yaitu membandingkan total utang jangka panjang dengan modal yang

besar dari total utang jangka panjang. Debt to equity rasio dirumuskan sebagai berikut:

Total Utang Debt Equity Ratio = --- Total Equity

3. Return on Equity (ROE), yaitu untuk mengukur kemampuan perusahaan

memperoleh keuntungan dengan modal sendiri. Selanjutnya indikator dari rasio profitability adalah Return on Equity (ROE) yaitu; perbandingan antara laba bersih (setelah pajak) dengan total equity. ROE dirumuskan sebagai berikut: Net Income After Tax

Return on Equity (ROE) = --- Total Equity

4. Return on Investment (ROI). Yaitu: sejauhmana kemampuan total asset

perusahaan memberikan tingkat imbal hasil. ROI diukur dengan membandingkan antara net income dengan total asset. Return on asset (ROI) dirumuskan sebagai berikut:

Net Income After Tax Return on Aset (ROI) = --- Total Aset

Pengertian obligasi (Bodie, Kane, dan Marcus, 2006), merupakan sekuritas yang diterbitkan sehubungan dengan perjanjian pinjaman. Pihak peminjam menerbitkan (menjual) obligasi kepada pihak pemilik dana dengan imbalan sejumlah uang, jadi obligasi tersebut merupakan surat pernyataan utang dari pihak

peminjam. Dengan demikian obligasi adalah surat berharga yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman (investor) dengan yang diberi pinjaman (emiten). Obligasi merupakan salah satu instrumen investasi, di samping saham dan sertifikat deposito, dan properti. Obligasi dilihat dari perusahaan yang menerbitkan adalah termasuk sumber pembiayaan investasi jangka panjang (dengan jangka waktu 1 s/d 5-tahun, 5 s/d 10-tahun, dan 10 s/d 15-tahun), dengan demikian merupakan hutang jangka panjang.

Ditinjau dari sudut pendapatan investor, obligasi merupakan investasi dengan pendapatan tetap (fixed income) yang lazim disebut kupon (coupon). Selain pendapatan tetap, obligasi juga memberikan capital gain. Ditinjau dari sudut risiko, obligasi dikelompokkan sebagai investasi dengan risiko rendah dibanding dengan saham. Namun dari sudut likuiditas obligasi kurang likuid dibanding dengan saham dan deposito. Obligasi adalah salah satu alternatif investasi di pasar modal dan terutama ditujukan kepada investor jangka panjang. Ada empat ketentuan yang menjadi daya tarik utama obligasi yaitu:

1. Obligasi membayar serangkaian bunga dalam jumlah tertentu secara reguler (teratur). Karena itu obligasi disebut sekuritas-pendapatan-tetap (fixed-income-

securities).

2. Emiten akan membayar kembali pinjaman tersebut seutuhnya dan tepat waktu. Sehingga obligasi terlihat kurang berisiko dibandingkan investasi yang tergantung pada naik turunnya pasar (saham).

3. Obligasi memiliki jatuh tempo yang telah ditentukan ketika obligasi habis masanya dan pinjaman harus dibayar penuh pada nilai nominal. Pembayaran suku bunga obligasi juga sudah ditetapkan ketika obligasi diemisi.

4. Tingkat bunga obligasi kompetitif yaitu bahwa tingkat bunga dapat dibandingkan dengan apa yang bisa didapatkan investor di tempat lain. Sebagai hasilnya, tingkat obligasi baru biasanya sama dengan suku bunga perbankan saat ini. Sertifikat obligasi yaitu merupakan surat pengakuan hutang atas pinjaman yang diterima oleh perusahaan penerbit obligasi (emiten) dari pemodal.

5. Dana Cadangan Pelunasan Hutang (Sinking Fund)

Pembayaran dana cadangan pelunasan hutang biasanya dihubungkan dengan laba perusahaan tahun berjalan, dan biasanya dalam jumlah tetap. Jika perusahaan gagal dalam memenuhi kewajiban tersebut, maka potensi untuk gagal dalam menebus obligasi pada saat jatuh tempo kemungkinannya besar, dan akibatnya perusahaan dapat dianggap pailit. Dengan demikian dana cadangan pelunasan hutang yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terganggunya arus pendapatan perusahaan. Dalam proses penarikan obligasi, perusahaan dapat mengupayakan agar penebusan dilaksanakan dengan biaya serendah mungkin. Bila suku bunga naik (nilai obligasi turun) maka perusahaan dapat membeli dipasar modal. Akan tetapi bila suku bunga turun (nilai obligasi naik) perusahaan dapat memilih opsi tarik kembali. Persyaratan opsi tarik dari dana cadangan (sinking fund) pelunasan hutang dapat merugikan investor.

6. Imbal Hasil Obligasi

Dalam penilaian obligasi, imbal hasil yang diharapkan investor adalah terdiri dari Kupon Obligasi dan Capital Gain. Seorang investor mempertimbangkan membeli obligasi dengan mengharapkan sebagai berikut:

a. Kupon Obligasi (Coupon), merupakan imbal hasil obligasi saat ini yang dihitung berdasarkan kupon obligasi sampai jatuh tempo. Imbal hasil hingga jatuh tempo (yield to maturity), didefinisikan sebagai tingkat bunga yang menjadikan nilai sekarang dari pembayaran obligasi sama dengan harganya. Tingkat bunga ini merupakan ukuran atas tingkat imbal hasil yang didapat dari sebuh obligasi jika dibeli saat ini dan dipegang hingga jatuh tempo. b. Capital Gain, yaitu merupakan selisih positif harga pembelian dan penjualan

obligasi atau pemegang obligasi mendapat discount pada saat pembelian obligasi, dengan catatan obligasi tersebut dipegang sampai dengan jatuh tempo, mengingat harga pada saat jatuh tempo harga obligasi akan ditebus sebesar nilai nominalnya.

c. Re-investasi (re-investment) dari Kupon, yaitu adanya kesempatan bagi investor penerima kupon untuk meng-investasikan kembali kupon obligasi pada surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito bank. Kesempatan re- investasi tersebut merupakan penghasilan yang dapat diakumulasi sepanjang usia obligasi.

7. Dalam penilaian obligasi, telah dijelaskan berbagai konsep imbal hasil obligasi. Hal yang paling mendasar adalah bagaimana penilaian harga obligasi dilakukan.

Penilaian Investasi Obligasi (Bond Valuation) dengan suku bunga tetap (fixed

rate bond), arus kas/pendapatan yang diharapkan adalah: -Pembayaran bunga

tetap (kupon) secara tahunan, semesteran, kuartalan, atau triwulanan. -Pokok obligasi (principal) pada saat obligasi jatuh tempo. -Capital loss/capital gain pada saat obligasi dijual.

Berapa Nilai Sekarang (present value) dari arus kas (kupon) dan berapa nilai sekarang (present value) dari pokok obligasi pada saat jatuh tempo adalah tema sentral dari Penilaian Obligasi. Dalam penilaian obligasi, risiko atas tidak terbayarnya bunga (kupon) dan pokok obligasi dalam jangka waktu panjang merupakan risiko kegagalan yang harus ditanggung oleh investor. Risiko setiap obligasi tidak selalu sama. Tinggi rendahnya risiko tidak terbayarnya bunga dan pokok obligasi sangat menentukan tingkat kapitalisasi (diskonto). Semakin kecil tingkat risiko tak terbayarnya kupon dan pokok obligasi semakin kecil tingkat diskontonya (misalnya Obligasi Pemerintah, Obligasi BUMN), dan semakin besar tingkat risiko tak terbayarnya kupon dan pokok obligasi semakin besar tingkat diskontonya, misal; perusahaan swasta atau perusahaan yang baru berjalan. Obligasi termasuk aktiva perusahaan (investasi) perusahaan yang menghasilkan arus pendapatan tetap dalam bentuk kupon. Nilai/harga obligasi ditentukan oleh besarnya arus pendapatan yang dapat dihasilkan.

Obligasi memiliki dua jenis imbal hasil yaitu:

a. Imbal hasil saat ini (current yield), yaitu menunjukkan pendapatan kas obligasi sebagai bagian dari harga obligasi dan mengabaikan semua

keuntungan maupun kerugian dari penurunan harga obligasi. Sementara tingkat imbal hasil obligasi saat ini adalah pembayaran bunga obligasi dibagi dengan harga obligasi. Misal Obligasi dengan kupon 8% dengan jangka waktu 30 tahun dijual seharga Rp. 1.276,76 maka imbal hasil obligasi saat ini adalah Rp. 80/Rp.1.276,76 = 0,0627 atau 6,09% (Bodie, Kane, dan Markus, 2006).

b. Imbal hasil sampai jatuh tempo (yield to maturity), yaitu tingkat imbal hasil internal dari investasi obligasi. Imbal hasil hingga jatuh tempo dapat diterjemahkan sebagai tingkat imbal hasil majemuk sepanjang umum obligasi dengan asumsi bahwa seluruh pembayaran bunga dapat diinvestasikan kembali pada imbal hasil tersebut. Tingkat bunga yang menjadikan nilai sekarang dari pembayaran kupon obligasi sama dengan harganya.

Dokumen terkait