• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: a. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah imbal hasil obligasi perusahaan.

b. Variabel bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor fundamental ekonomi dan perusahaan yang terdiri dari: Tingkat suku bunga, Nilai tukar, Inflasi, Rasio lancar (CR), Debt to equity ratio (DER), Return on Equity (ROE), Return on Investment (ROI).

Tabel 3.3. Definisi Operasional Variabel

Variabel Indikator Rasio

Pengukuran

Tak bebas (Y) Imbal Hasil Obligasi Rasio

Bebas (X) Tingkat Suku Bunga Rasio

Nilai Tukar Rasio

Inflasi Rasio

Rasio Lancar Rasio

Debt to Equity Ratio (DER) Rasio Return on Equity (ROE) Rasio Return on Investment (ROI) Rasio

3.6.2. Definisi Operasional Variabel

Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasikan, maka definisi operasional variabel adalah sebagai berikut:

1. Imbal Hasil Obligasi (Y)

Imbal hasil obligasi merupakan tingkat bunga kupon yang diberikan oleh perusahaan pada saat emiten melakukan emisi obligasi pada pasar perdana,

sebagaimana yang dilaporkan dalam prospektus emisi obligasi dan dilaporkan kepada otoritas Bursa Efek Surabaya.

2. Faktor Fundamental (X1) yang terdiri dari faktor fundamental ekonomi dan

faktor fundamental perusahaan terdiri dari:

a. Tingkat suku bunga, X1, yaitu tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia

(SBI) dengan jangka waktu 1 bulan. Dalam penelitian ini, tingkat suku bunga adalah sama bagi semua perusahaan. Maka untuk dapat menilai faktor tingkat suku bunga dalam proses komputasi statistik, maka tingkat suku bunga dinilai dengan mengalikan terhadap total utang. Hal ini dilakukan mengingat apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan, maka akan mengakibatkan biaya utang yang meningkat. Hal ini akan membuat kewajiban emiten dalam membayar kewajibannya (pokok dan bunga) menjadi semakin besar, dan dapat menyulitkan emiten. Tingkat suku bunga mempengaruhi imbal hasil obligasi, mengingat apabila terjadi kenaikan suku bunga maka akan menurunkan nilai obligasi dan sebaliknya apabila terjadi penurunan suku bunga akan menaikkan imbal hasil obligasi. Agar variabel tingkat suku bunga dapat digunakan dalam menilai imbal hasil obligasi, maka tingkat suku bunga diproksikan dengan total utang. Mengingat setiap pengukuran hasil proksi tersebut sangat besar dengan hasil rasio lain yang diperoleh, maka dilakukan penarikan logaritma 10.

b. Nilai tukar, X2 yaitu nilai tukar mata uang mata rupiah terhadap mata uang

US Dolar adalah sama bagi semua perusahaan. Maka untuk dapat menilai faktor nilai tukar dalam proses komputasi statistik, maka nilai tukar rupiah dinilai dengan mengalikan terhadap total aktiva. Sebagian besar bisnis mengharuskan pertukaran satu mata uang dengan mata uang lain untuk melakukan pembayaran. Karena kurs mata uang berfluktuasi sepanjang waktu, maka arus kas keluar yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran juga berubah, misalnya pembayaran untuk barang impor dan pembayaran bunga pinjaman dalam mata uang asing. Untuk keperluan ekspor misalnya, fluktuasi kurs berpengaruh permintaan atas produk perusahaan di luar negeri. Pada saat mata uang negara asal meningkat maka produk yang menggunakan mata uang tersebut menjadi mahal di negara asing, sehingga menyebabkan penurunan permintaan dan berakibat pada penurunan arus kas masuk. Pengaruh dari nilai tukar terhadap daya beli adalah apabila nilai tukar menguat maka mengakibatkan daya beli meningkat, sebaliknya apabila nilai tukar melemah maka daya beli semakin berkurang. Akibat pengaruh nilai tukar terhadap daya beli produk tersebut akan berpengaruh kepada nilai aset perusahaan, termasuk ekspor barang hasil produksi, arus kas masuk dan keluar, nilai mesin-mesin dan peralatan untuk keperluan produksi. Pengaruh nilai tukar berpengaruh langsung terhadap perubahan nilai sekuritas dan imbal hasilnya. Menguatnya atau melemahnya nilai tukar akan berpengaruh terhadap minat investor berinvestasi. Agar variabel nilai tukar dapat digunakan dalam menilai imbal hasil obligasi, maka nilai tukar diproksikan

dengan total aktiva. Mengingat setiap pengukuran hasil proksi tersebut sangat besar dengan hasil rasio lain yang diperoleh, maka dilakukan penarikan logaritma 10.

c. Inflasi, X3 yaitu tingkat inflasi sesuai laporan Bank Indonesia. Dalam

penelitian ini Inflasi adalah sama bagi semua perusahaan. Maka untuk dapat menilai faktor inflasi dalam dalam proses komputasi statistik, maka inflasi dinilai dengan mengalikan terhadap total sales. Hal ini dilakukan mengingat apabila inflasi mengalami kenaikan, maka harga-harga produk cenderung mengalami kenaikan, sehingga mengakibatkan penjualan menurun dan tingkat pendapatan menurun. Akibat lain dari inflasi menyebabkan harga produk yang di ekspor menjadi lebih mahal dan tidak kompetitif. Menurunnya tingkat permintaan barang akan mengakibatkan pendapatan perusahaan yang semakin berkurang dalam hal ini arus kas masuk dan akan mengurangi kemampuan emiten untuk membayar biaya operasi perusahaan khususnya biaya-biaya tetap perusahaan, seperti bunga dan pokok obligasi atau hutang kredit bank yang menjadi kewajibannya. Agar variabel inflasi dapat digunakan dalam menilai imbal hasil obligasi, maka inflasi diproksikan dengan total penjualan. Mengingat setiap pengukuran hasil proksi tersebut sangat besar dengan hasil rasio lain yang diperoleh, maka dilakukan penarikan logaritma 10. Selengkapnya perhitungan Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar dan Inflasi yang telah diproksi terlihat seperti dalam Tabel Lampiran.

d. Rasio likuiditas X4 adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendek, atau untuk menganalisa posisi keuangan jangka pendek dan modal kerja untuk membayar utang-utang jangka pendek yang telah jatuh tempo.

e. Debt to equity ratio (DER) X5 adalah untuk mengukur sampai seberapa jauh

total aktiva (aktiva jangka pendek + aktiva jangka panjang) dibiayai dengan utang jangka panjang. Rasio Leverage adalah jumlah utang jangka panjang dibagi dengan total aktiva. Perusahaan disebut solvable jika total harta lebih besar dari total panjang dengan modal yang ada dalam perusahaan. Pertimbangan memasukkan variabel DER dalam analisis adalah mengingat obligasi merupakan hutang jangka panjang yang tujuannya lebih fleksibel daripada hutang kredit bank. Obligasi selain ditujukan untuk pembiayaan proyek, dapat juga digunakan untuk tujuan penambahan modal dan pembayaran hutang yang jatuh tempo, atau kombinasi dari tujuan investasi peningkatan modal atau pelunasan hutang kredit bank. Alokasi dana dari emisi obligasi secara jelas dapat dilihat dari prospektus obligasi dari emiten. Dengan pertimbangan, apabila emisi obligasi dengan tujuan untuk melunasi hutang kredit bank, maka rasio utang terhadap modal dapat dikurangi. Demikian juga apabila emisi obligasi adalah untuk tujuan penambahan modal, maka rasio hutang terhadap modal dapat dikurangi. Namun apabila emisi obligasi adalah untuk tujuan investasi, meskipun rasio utang terhadap modal meningkat, hal itu tidak mengurangi investor untuk membeli obligasi

karena rasio utang terhadap modal dapat diukur apakah masih wajar atau tidak. Untuk emiten yang baru pertama kali emisi obligasi dengan jumlah kredit bank yang terbatas maka rasio utang terhadap modal adalah kecil dan resiko utang emiten dapat diprediksi oleh investor melalui rating perusahaan tersebut. Sehubungan dengan tingkat resiko, investor juga apakah emiten merupakan perusahaan swasta atau BUMN. Hal ini terkait dengan jaminan yang diberikan, misalnya BUMN yang dijamin oleh Pemerintah, seperti obligasi PLN, Telkom, dll.

f. Return on Equity (ROE) X6 mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang

telah dilakukan yang bersumber dari modal sendiri. Semakin tinggi ROE berarti menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan modal sendiri dengan efisien.

g. Return on Investment (ROI) X7, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh total asset yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi tingkat ROI menunjukkan bahwa perusahaan semakin optimal menggunakan seluruh asset perusahaan.

Dokumen terkait