• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2 Kolaborasi Antara Perum Perhutani dengan Masyarakat

3.2.1. Faktor Hasil dari PHBM

Penilaian mengenai faktor hasil dari PHBM terhadap LMDH Cibanyuhurip, LMDH Tani Mukti dan LMDH Mahoni Jaya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Perolehan Skor Responden Anggota LMDH terhadap Faktor Hasil dari PHBM

LMDH

Cibanyuhurip Tani Mukti LMDH Mahoni Jaya LMDH Indikator Penilaian M PP M PP M PP 1. Sejarah mengenai proses kolaborasi di tengah masyarakat 3,0 4,0 3,0 4,2 3,5 4,1 2. Anggota merasa proses kolaborasi sebagai kebutuhan 4,4 4,1 4,3 4,0 4,3 4,2 Keterangan: M= Masyarakat PP= Perum Perhutani

Faktor hasil dari PHBM dinilai dengan dua indikator yaitu sejarah mengenai proses kolaborasi di tengah masyarakat dan anggota merasa proses kolaborasi sebagai kebutuhan. Proses kolaborasi antara Perum Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan dapat dikatakan sudah berlangsung apabila antara kedua belah pihak telah memiliki sejarah bekerjasama dalam kegiatan PHBM. Disamping itu, proses kolaborasi dapat dikatakan telah berjalan apabila kedua belah pihak sudah pernah atau sering mencoba menyelesaikan masalah dengan jalan berkolaborasi.

Pada LMDH Cibanyuhurip skor yang diperoleh oleh responden anggota LMDH untuk faktor sejarah mengenai proses kolaborasi ditengah masyarakat adalah sebesar 3,0. Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota LMDH Cibanyuhurip diketahui bahwa pembina/ penyuluh di tengah-tengah masyarakat telah memiliki sejarah dalam bekerjasama. Kerjasama ini dilakukan dalam bidang pengelolaan hutan seperti penyuluhan mengenai kegiatan yang bersifat teknis di lapangan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan PHBM. Kerjasama ini sudah dilakukan sejak LMDH Cibanyuhurip dibentuk. Pemberian penyuluhan mengenai pengolahan hutan dirasakan sangat bermanfaat bagi sebagian masyarakat. Namun sebagian masyarakat merasakan kegiatan penyuluhan yang telah berulang kali diadakan tidak efektif, hal ini disebabkan sebagian masyarakat hanya datang dan

tidak terlibat dalam proses penyuluhan seperti yang dijelaskan Pak Kn, anggota LMDH Cibanyuhurip:

”Penerangan mah atos sering dilaksanakeun, tapi masyarakat teh teu aya minat, kulantaran pengetahuanana kirang. Seuseueurna anggota ngan kempel-kempel, tapi teu terang naon nu dicarioskeun.” (Sosisalisasi sudah sering dilakukan, tapi masyarakat belum mau mengerti, daya serap (SDM) kurang. Kebanyakan anggota cuma kumpul-kumpul tanpa tahu apa yang disosialisasikan.)

Pada LMDH Tani Mukti skor yang diperoleh untuk faktor sejarah mengenai proses kolaborasi ditengah masyarakat adalah sebesar 3,0. Responden mengatakan bahwa pembina/ penyuluh di tengah-tengah masyarakat telah memiliki sejarah dalam bekerjasama. Kerjasama ini dilakukan dalam bidang pengelolaan hutan seperti penyuluhan mengenai kegiatan yang bersifat teknis di lapangan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan PHBM. Kerjasama ini sudah dilaksanakan sejak 4 tahun yang lalu. Namun dalam pelaksanaannya masyarakat merasa kurang mengerti terhadap pengarahan yang disampaikan oleh penyuluh. Hal ini dapat menimbulkan pemahaman yang keliru ditengah masyarakat, seperti yang diungkapkan Pak Rt, anggota LMDH Tani Mukti:

”Masyarakat teu ngartos ka nu eusi pengarahan, jadi masyarakat salah ngartikeun PHBM. Kuduna waktos penyuluhan petugas teh nganggo bahasa anu sederhana supaya gampang kaharti ku masyarakat” (Pengarahan kurang dapat dimengerti masyarakat, masyarakat jadi salah persepsi tentang PHBM. Semestinya dalam penyuluhan atau pengarahan, petugas menggunakan bahasa yang sederhana, sehingga masyarakat dapat mengerti.)

Skor yang diperoleh LMDH Mahoni Jaya untuk faktor sejarah mengenai proses kolaborasi ditengah masyarakat adalah sebesar 3,5. Proses kolaborasi antara Perum Perhutani dengan masyarakat anggota LMDH Mahoni Jaya sudah berlangsung karena kedua belah pihak telah memiliki sejarah bekerjasama dalam kegiatan PHBM. Kegiatan penyuluhan sudah berlangsung sejak 4 tahun yang lalu dalam bidang pengolahan hutan khususnya dalam pembinaan Kelompok Tani Hutan (KTH). Penyuluhan ini dinilai masyarakat sebagai kegiatan yang memberikan tambahan pengetahuan. Disamping itu, antara Perum Perhutani dengan masyarakat sudah pernah mencoba menyelesaikan masalah dengan jalan berkolaborasi. Masalah yang pernah dicoba untuk diselelesaikan adalah masalah

63

mengenai keamanan hutan. Proses yang dilakukan dalam pemecahan masalah adalah pemberian pengarahan mengenai strategi untuk mengamankan hutan.

Sedangkan skor yang diperoleh responden dari pihak Perum Perhutani yang mendampingi LMDH Cibanyuhurip, LMDH Tani Mukti dan LMDH Mahoni Jaya adalah masing-masing sebesar 4,0; 4,2 dan 4,1. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Perum Perhutani yang bertugas mendampingi LMDH Cibanyuhurip, pembinaan/penyuluhan dalam bidang pengelolaan hutan telah berlangsung sejak Juni 2002. Pembinaan/penyuluhan juga diberikan oleh LSM Kanopi mengenai Implementasi PHBM. Kegiatan untuk mencoba menyelesaikan masalah seperti masalah kekeringan dan lahan becekan dengan jalan berkolaborasi telah dilakukan sejak 3 tahun yang lalu.

Mandor fasilitator PHBM pada LMDH Tani Mukti menjelaskan bahwa: ”Penyuluhan yang diberikan Perhutani sudah ada sejak lama. Penyuluhan ini memberikan informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Perhutani. Penyuluhan dari LSM baru dilaksanakan setelah adanya PHBM. Selain itu Perhutani memberikan pengarahan apabila masyarakat menemukan masalah dalam kegiatan penanaman, pemeliharaan, keamanan dan proses bagi hasil.”

Fasilitator PHBM pada LMDH Mahoni Jaya menjelaskan bahwa:

”Pembinaan dan penyuluhan di tengah-tengah masyarakat telah berlangsung sejak 6 tahun yang lalu. Pembinaan dan penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat seringkali mengenai program PHBM. Sedangkan masalah yang telah dicoba diselesaikan adalah masalah mengenai tumpangsari dan persoalan KTH dan LMDH.”

Kelangsungan proses kolaborasi juga dapat dikatakan berjalan apabila pihak-pihak yang terlibat menganggap proses kolaborasi ini sebagai kebutuhan. Adanya proses kolaborasi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut. Salah satu pihak-pihak yang turut menentukan berjalannya proses kolaborasi adalah anggota LMDH.

Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui skor yang diperoleh LMDH Cibanyuhurip, LMDH Tani Mukti dan LMDH Mahoni Jaya untuk faktor anggota LMDH merasa proses kolaborasi sebagai kebutuhan adalah masing-masing sebesar 4,4; 4,3 dan 4,3. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh anggota dari ketiga LMDH merasa proses kolaborasi sebagai kebutuhan. Sebagian besar dari responden ketiga LMDH bermatapencaharian sebagai petani, sehingga mereka

sangat bergantung pada hasil yang didapatkan dari bercocok tanam di lahan hutan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan Pak Ks salah satu anggota dari LMDH Mahoni Jaya:

”Kagiatan PHBM tos sae, lantaran masyarakat atos tiasa ngarasakeun manfaatna. Tapi dari LMDH henteu ngadukung,” (Kegiatan PHBM sudah bagus, karena masyarakat sudah bisa merasakan manfaatnya, namun pihak LMDH belum begitu mendukung).

Sedangkan skor yang diperoleh responden dari pihak Perum Perhutani yang mendampingi LMDH Cibanyuhurip adalah 4,1. Pada umumnya responden dari pihak Perum Perhutani yang bertugas mendampingi LMDH Cibanyuhurip mengatakan bahwa proses kolaborasi merupakan kebutuhan untuk menjamin keamanan hutan. Sedangkan LMDH Tani Mukti yang mendapatkan skor 4,0 mengatakan proses kolaborasi merupakan cara untuk memperlancar kegiatan Perum Perhutani ditengah masyarakat.

Respoden dari pihak Perum Perhutani yang bertugas mendampingi LMDH Mahoni Jaya umumnya mengatakan bahwa proses kolaborasi sudah menjadi kebutuhan bagi pihak Perum Perhutani. Karena saat ini sudah dapat dirasakan manfaatnya yaitu terkawalnya tegakan sampai akhir daur, keberhasilan pembuatan tanaman dan hutan hijau. Hal ini disampaikan oleh salah satu responden dari pihak Perum Perhutani yang bertugas mendampingi LMDH Mahoni Jaya:

”Saat ini hutan sudah mulai hijau kembali karena adanya kerjasama dengan LMDH. Selain itu keamanan hutan sudah mengalami kemajuan.”

Secara keseluruhan skor dari faktor hasil dari PHBM menunjukkan bahwa sejarah mengenai proses kolaborasi sudah berlangsung di tengah masyarakat, meski dalam perjalanannya masyarakat masih membutuhkan perhatian baik dalam pemberian pengarahan atau penyuluhan maupun dalam kegiatan pencarian jalan keluar apabila masyarakat menghadapi masalah dalam pengolahan hutan. Disamping itu, skor ini juga memperlihatkan bahwa anggota sudah merasa proses kolaborasi sebagai kebutuhan.

65