• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usia. Usia mahasiswa dalam penelitian ini berksar antara 18-22 tahun Rata-rata usia mahasiswa sebesar 19,8 tahun dan standar deviasi sebesar 1,0 tahun. Rata-rata usia mahasiswa perempuan (19,7 ± 0,9 tahun) relatif lebih rendah daripada rata-rata usia mahasiswa laki-laki (20,1 tahun ± 1,1 tahun). Usia mahasiswa ini termasuk ke dalam periode remaja dan dewasa muda (Papalia, Old, & Feldman 2008).

Jenis Kelamin. Pada penelitian ini, mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan (58,3%) lebih banyak daripada mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki (41,7%). Hal ini sejalan dengan data jumlah mahasiswa IPB tahun 2011, yaitu mahasiswa perempuan (60,2%) lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki (39,8%)

Urutan Kelahiran. Berdasarkan urutan kelahiran, mahasiswa dapat dibedakan menjadi anak sulung, anak bungsu, dan lainnya. Mahasiswa yang termasuk kategori lainnya adalah mahasiswa yang merupakan anak tunggal atau berada pada urutan antara anak sulung dan anak bungsu. Pada penelitian ini, proporsi terbesar mahasiswa ada pada urutan anak sulung, yaitu sebesar 45,8 persen, sedangkan proporsi terkecil berada pada urutan anak bungsu, yaitu sebesar 18,3 persen.

Lama Kuliah. Dilihat dari lama kuliah (bulan), lama kuliah mahasiswa berkisar antara 14-27 bulan. Rata-rata lama kuliah mahasiswa 26,5 bulan dan standar deviasi sebesar 9,8 bulan.

Asal Daerah. Proporsi terbesar mahasiswa dalam penelitian ini berasal dari daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sementara itu, sebesar 15,8 persen mahasiswa berasal dari kota yang berada di Jawa Barat selain Bogor, Depok, dan Bekasi. Mahasiswa dalam penelitian ini tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga berasal dari daerah lain yang ada di luar Pulau Jawa (Gambar 4). Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa IPB berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Gambar 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah

Suku Bangsa. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa berasal dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa IPB memiliki latar belakang budaya yang sangat beragam. Jumlah mahasiswa terbanyak dalam penelitian ini berasal dari suku Jawa dan Sunda. Sekitar empat dari sepuluh mahasiswa berasal dari suku Jawa dan tiga dari sepuluh mahasiswa berasal dari suku Sunda. Suku bangsa lainnya adalah mahasiswa yang berasal dari suku campuran, seperti Bali-Etnis, Jawa-Sunda, Jawa-Betawi, Melayu-Sunda, dan lain-lain.

Agama. Hampir seluruh mahasiswa dalam penelitian ini menganut agama Islam. Selain Islam, agama lain yang dianut oleh mahasiswa adalah Kristen dan Hindu (Gambar 6).

Gambar 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan agama

Uang Saku. Uang saku merupakan sumber pendapatan bagi mahasiswa. Rata-rata uang saku mahasiswa setiap bulannya adalah Rp811.316,67 dengan standar deviasi Rp293.283,29 dan berada pada rentang Rp250.000,00 sampai Rp1.750.000,00. Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi terbesar mahasiswa berada pada uang saku yang berkisar pada rentang Rp500.001,00- Rp1.000.000,00 per bulan.

Uang saku mahasiswa terdiri dari uang saku utama dan uang saku tambahan. Rata-rata uang saku utama mahasiswa setiap bulan adalah Rp688.816,67 dengan standar deviasi Rp268.246.03 dan berada pada rentang Rp250.000,00-Rp1.658.000,00. Uang saku tambahan berfungsi menambah uang saku utama mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi tidak semua mahasiswa memiliki uang saku tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh mahasiswa tidak memiliki uang saku tambahan dan memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan uang saku utama saja. Uang saku tambahan mahasiswa berada pada rentang Rp50.000,00-Rp500.000,00 per bulan. Rata-rata uang saku tambahan mahasiswa adalah Rp253.448,30 dengan standar deviasi Rp123.460,70.

Tabel 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku

Uang saku total (per bulan) n %

≤ Rp500.000 24 20,0

Rp500.001 – Rp1.000.000 77 64,2

≥ Rp1.000.001 19 15,8

Mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan uang saku dari sumber yang beragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar uang saku utama mahasiswa berasal dari orang tua. Sumber yang lain berasal dari saudara, beasiswa, dan bekerja. Walaupun sebagian besar mahasiswa mendapatkan uang saku utama dari orang tua, ternyata ada satu orang mahasiswa yang mendapatkan uang saku utama dari hasil bekerja (mengajar les).

Sama seperti uang saku utama, uang saku tambahan mahasiswa juga berasal dari berbagai sumber. Sumber uang saku tambahan terbesar adalah beasiswa. Sebanyak dua dari lima mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan uang tambahan dari beasiswa yang diterimanya. Sumber uang saku tambahan mahasiswa yang lain diantaranya adalah orang tua, bekerja, dan saudara. Selain itu, Tabel 4 juga menunjukan bahwa terdapat mahasiswa yang memperoleh uang saku utamanya lebih dari satu sumber, baik untuk uang saku utama maupun uang saku tambahan.

Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan sumber uang saku Sumber uang saku

Uang saku utama Uang saku tambahan n % n % Orang tua 101 84,2 14 24,1 Saudara 2 1,7 6 10,3 Beasiswa 7 5,8 25 43,1 Bekerja 1 0,8 9 15,5

Orang tua dan lainnya 6 5,0 2 3,4

Beasiswa dan lainnya 3 2,5 2 3,4

Total 120 100,0 58 100,0

Faktor Eksternal

Karakteristik Keluarga. Usia orang tua mahasiswa secara keseluruhan termasuk dalam kategori dewasa. Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh usia ayah maupun ibu mahasiswa termasuk pada kategori dewasa madya. Tidak ada ibu yang termasuk pada usia dewasa lanjut, sedangkan ada satu orang ayah mahasiswa termasuk pada kategori dewasa lanjut. Usia ayah mahasiswa berada pada rentang 44-59 tahun dengan rata-rata 50,1 tahun dan standar deviasi 4,9 tahun. Usia ibu berada pada rentang 39-53 tahun dengan rata-rata 46,5 tahun dan standar deviasi 4,1 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu mahasiswa lebih muda daripada usia ayah mahasiswa (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua Keterangan: *sebanyak delapan orang ayah mahasiswa telah meninggal dunia

Tingkat pendidikan orang tua yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa. Pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa adalah perguruan tinggi (S1/S2/S3) dan tidak ada satu orang pun orang tua mahasiswa yang tidak menamatkan pendidikannya dari Sekolah Dasar (SD). Proporsi terbesar pendidikan ayah mahasiswa berada pada tingkat perguruan tinggi, sedangkan proporsi terbesar pendidikan ibu mahasiswa berada pada tingkat SMA/sederajat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua mahasiswa dalam penelitian ini sudah relatif baik (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan orang tua

Pekerjaan yang dilakukan orang tua mahasiswa merupakan kegiatan yang menjadi sumber pendapatan orang tua mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pekerjaan ini beragam jenisnya, mulai dari pegawai negeri, pegawai swasta, guru, dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan ayah mahasiswa lebih didominasi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai swasta. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir seluruh ayah mahasiswa memiliki pekerjaan, akan tetapi ada tiga orang ayah mahasiswa tidak memiliki pekerjaan karena terkendala oleh masalah kesehatan.

Kelompok Usia Orangtua (th) Ayah Ibu

n % n %

Dewasa muda (20-40) 3 2,7 9 7,5

Dewasa madya (41-65) 108 96,4 111 92,5

Dewasa lanjut (>65) 1 0,9 0 0

Total 112* 100,0 120 100,0

Pendidikan Ayah Ibu

n % n % Tidak tamat SD 0 0 0 0 SD 5 4,5 18 15,0 SMP/sederajat 10 8,9 9 7,5 SMA/sederajat 39 34,8 46 38,3 Diploma/akademi 10 8,9 15 12,5 Perguruan tinggi (S1/S2/S3) 48 42,9 32 26,7 Total 112 100,0 120 100,0

Berbeda dengan pekerjaan ayah mahasiswa yang didominasi oleh PNS, pekerjaan ibu mahasiswa lebih didominasi oleh ibu rumah tangga (tidak bekerja). Pekerjaan lain yang dimiliki oleh ibu mahasiswa diantaranya adalah PNS, guru atau dosen, dan pegawai swasta. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa ada ibu mahasiswa yang bekerja sebagai dokter/perawat/analis, tetapi tidak ada ibu mahasiswa yang bekerja sebagai TNI/POLRI, pedagang/buruh, dan pensiunan.

Tabel 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pekerjaan orang tua

Pendapatan orang tua mahasiswa berkisar antara Rp500.000,00 hingga Rp15.000.000,00. Tetapi ada pula dua keluarga mahasiswa yang sama sekali tidak memiliki pendapatan. Hal ini dikarenakan oleh ayah mahasiswa yang sudah meninggal dan ibu mahasiswa yang tidak bekerja. Rata-rata pendapatan orang tua mahasiswa setiap bulan adalah Rp3.525.432,00 dengan standar deviasi Rp2.451.786,00. Proporsi terbesar pendapatan orang tua mahasiswa berada pada rentang kurang dari sama dengan Rp2.900.000,00 per bulan dan hanya ada satu keluarga mahasiswa yang memiliki pendapatan pada rentang lebih dari Rp11.600.000,00 per bulan (Tabel 8). Pendapatan orang tua tertinggi ini dimiliki oleh mahasiswa dengan ayah yang bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu tidak bekerja.

Tabel 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan orang tua

Jenis pekerjaan Ayah Ibu

n % n % Tidak bekerja 3 2.7 71 59.2 PNS 29 25,9 21 17.5 Pegawai swasta 25 22.3 8 6.7 Wiraswasta 21 18.8 5 4.2 TNI/POLRI 5 4.5 0 0 Guru/Dosen 10 8.9 10 8.3 Dokter/perawat/analis 0 0 4 3.3 Pedagang/buruh 7 6.2 0 0 Pensiunan 7 6.2 0 0 Lainnya 5 4.5 1 0,8 Total 112 100.0 120 100,0 Pendapatan n %

Tidak memiliki pendapatan 2 1,7

≤ Rp2.900.000 57 47,5 Rp2.900.001 – Rp5.800.000 41 34,2 Rp5.800.001 – Rp8.700.000 16 13,3 Rp8.700.001 – Rp11.600.000 3 2,5 ≥ Rp11.600.001 1 0,8 Total 120 100.0

Rata-rata jumlah anggota keluarga mahasiswa adalah 5 orang dengan rentang jumlah anggota keluarga sebesar 2-10 orang. Hasil penellitian menunjukkan bahwa persentase terbesar besar keluarga mahasiswa berada pada kategori keluarga kecil dengan jumlah keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang, sedangkan persentase terkecil besar keluarga mahasiswa berada pada keluarga besar. Keluarga yang termasuk kategori keluarga besar ini memiliki jumlah anak lebih dari 5 orang.

Tabel 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga

Pola Asuh Makan. Pola asuh makan yang dilakukan mahasiswa saat berada di lingkungan keluarganya berbeda-beda (Tabel 10). Sarapan ternyata selalu menjadi hal yang penting bagi sebagian besar keluarga mahasiswa (62,5%). Tidak ada satu orang mahasiswa pun yang tidak pernah dibiasakan sejak dini untuk cuci tangan sebelum makan, meskipun kebiasaan ini ada yang jarang melakukan sampai selalu melakukan. Sebanyak tujuh dari sepuluh mahasiswa lebih memilih makanan yang dimasak di rumah saat mereka sedang berkumpul dengan keluarga di rumah. Hal-hal yang selalu dilakukan mahasiswa saat berada di rumah dengan persentase tertinggi selanjutnya adalah makan tiga kali sehari, makan bersama keluarga, dan berdoa bersama sebelum makan. Walaupun tidak makan mie instan lebih dari tiga kali dalam seminggu sudah dilakukan oleh empat dari sepuluh mahasiswa ketika berada di rumah, akan tetapi mie instan seringkali masih menjadi alternatif pilihan makanan yang disediakan di rumah. Hal ini ditunjukkan dari masih adanya 53,3 persen mahasiswa yang mengaku bahwa tidak tersedianya mie instan di rumah adalah sesuatu yang jarang. Fast food juga masih menjadi makanan yang dipilih oleh mahasiswa dan keluarganya saat makan di luar rumah. Meskipun demikian, sayur dan buah juga menjadi sesuatu yang seringkali tersedia dalam menu makanan keluarga mahasiswa. Sementara itu, hal-hal yang jarang dilakukan oleh mahasiswa dan keluarganya adalah berbicara ketika makan bersama, makan dengan tertib di meja makan, menghindari minuman berwarna/ bersoda, dan tidak makan lebih dari jam 9 malam.

Besar keluarga n %

Kecil (≤4 org) 58 48,3

Sedang (5-7 org) 54 45,0

Besar (≥8 org) 8 6,7

Tabel 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan pernyataan pola asuh makan

Pernyataan Selalu Sering Jarang

Tidak

pernah Total

n % n % n % n % n %

Makan teratur 3 kali sehari

ketika berada di rumah. 63 52,5 32 26,7 23 19,2 2 1,7 120 100,0 Terbiasa makan bersama

minimal satu kali dalam sehari dengan keluarga.

48 40,0 32 26,7 35 29,2 5 4,2 120 100,0

Sarapan adalah hal yang

penting dalam keluarga. 75 62,5 29 24,2 13 10,8 3 2,5 120 100,0 Makan dengan tertib di meja

makan bersama keluarga. 19 15,8 28 23,3 50 41,7 23 19,2 120 100,0 Sayur dan buah selalu

tersedia dalam menu makanan keluarga.

36 30,0 58 48,3 25 20,8 1 0.8 120 100,0

Minuman berwarna/ bersoda adalah hal yang dihindari dalam keluarga.

27 22,5 34 28,3 55 45,8 4 3,3 120 100,0

Sudah dibiasakan sejak dini untuk mencuci tangan sebelum makan.

73 60,8 41 34,2 6 5,0 0 0 120 100,0

Tidak ada satupun anggota keluarga yang berbicara ketika makan bersama.

4 3,3 27 22,5 67 55,8 22 18,3 120 100,0

Fast food adalah makanan favorit keluarga ketika makan bersama di luar rumah,

42 35,0 62 51,7 11 9,2 5 4,2 120 100,0

Fast food adalah pilihan makanan pertama keluarga ketika ibu sedang tidak memasak di rumah.

46 38,3 55 45,8 14 11,7 5 4,2 120 100,0

Tidak makan malam lebih dari

jam 9 malam. 27 22,5 40 33,3 44 36,7 9 7,5 120 100,0 Lebih memilih makanan yang

dimasak di rumah daripada membeli masakan matang ketika sedang berkumpul di rumah.

72 60,0 32 26,7 14 11,7 2 1,7 120 100,0

Makanan instan tidak tersedia

di rumah. 10 8,3 19 15,8 64 53,3 27 22,5 120 100,0

Tidak makan mie instan lebih dari 3 bungkus dalam seminggu ketika berada di rumah.

55 45,8 29 24,2 28 23,3 8 6,7 120 100,0

Berdoa bersama sebelum makan saat makan bersama keluarga.

39 32,5 36 30,0 36 30,0 9 7,5 120 100,0

Tingkat pola asuh makan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60%) seperti pengkategorian yang dilakukan oleh Ulfah dan Latifah (2007). Rata-rata skor mahasiswa untuk pola asuh makannya adalah sebesar 64,8 persen dengan standar deviasi 11,8 persen. Gambar 7 menunjukkan bahwa hanya ada sembilan orang mahasiswa yang berada pada kategori pola asuh makan yang baik, sedangkan sepertiga

mahasiswa berada pada kategori kurang. Sementara itu, proporsi terbesar pola asuh makan mahasiswa berada pada kategori sedang.

Gambar 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pola asuh makan

Seperti yang tersaji pada Tabel 11, hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dengan usia yang berada pada periode remaja memiliki proporsi lebih besar dalam pola asuh makan kurang, sedangkan mahasiswa yang berada pada periode dewasa awal memiliki proporsi lebih besar pada pola asuh makan sedang dan pola asuh makan baik. Berdasarkan jenis kelamin, persentase mahasiswa perempuan lebih tinggi pada pola asuh makan sedang. Sementara itu, mahasiswa laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dalam pola asuh kurang dan pola asuh makan baik. Pada hasil penelitian juga terlihat bahwa anak sulung memiliki proporsi paling tinggi pada pola asuh sedang, sedangkan pada dua kategori lainnya mahasiswa dengan urutan kelahiran selain anak sulung dan anak bungsu memiliki persentase yang paling tinggi.

Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan karakteristik dengan pola asuh makan

Karakteristik mahasiswa

Kategori pola asuh makan

Total

Kurang Sedang Tinggi

% % % % Usia Remaja Dewasa awal 42,9 26,8 51,9 64,8 6,1 8,5 100,0 100,0 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 34,0 32,9 58,0 60,0 8,0 7,1 100,0 100,0 Urutan kelahiran Sulung Bungsu Lainnya 27,3 31,8 41,9 67,3 63,6 46,5 5,5 4,5 11,6 100,0 100,0 100,0

Kelompok Acuan. Kelompok acuan (reference group) adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata memengaruhi perilaku pembelian (Sumarwan 2004). Dalam penelitian ini mahasiswa dapat memilih lebih dari satu kelompok acuan pada setiap pernyataan, akan tetapi dari hasil penelitian ini diketahui bahwa selalu ada satu kelompok acuan yang paling banyak dipilih oleh setiap mahasiswa. Berdasarkan Tabel 12, kelompok acuan yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa adalah teman, keluarga, dan televisi. Teman menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih dengan proporsi terbesar. Sementara itu, keluarga juga menjadi kelompok acuan selanjutnya yang paling banyak dipilih oleh sekitar satu dari sepuluh mahasiswa. Selain itu, lima dari seratus mahasiswa menjadikan televisi sebagai kelompok acuan yang dipilihnya. Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini lebih kepada iklan atau selebriti yang dilihat mahasiswa melalui televisi.

Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan yang paling banyak dipilih mahasiswa Kelompok acuan n % Teman 101 84,2 Keluarga 13 10,8 Televisi 6 5,0 Internet 0 0 Media cetak 0 0

Ahli kesehatan/ dosen 0 0

Lainnya 0 0

Total 120 100,0

Kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa sangat beragam. Selain menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih, teman juga menjadi kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa dengan persentase tertinggi dalam sepuluh pernyataan yang diajukan. Hal ini memperlihatkan bahwa teman adalah kelompok acuan yang paling memengaruhi mahasiswa dalam melakukan proses konsumsi. Tabel 13 memperlihatkan bahwa keluarga juga memiliki persentase yang cukup besar dalam menentukan makanan mahasiswa dan paling dipercaya oleh mahasiswa dalam memberikan pendapat. Selanjutnya proporsi terbesar televisi dan internet berada pada kelompok acuan yang memberikan informasi terbaru. Selain itu, media cetak juga menjadi salah satu kelompok acuan yang dipilih mahasiswa dalam beberapa pernyataan. Media cetak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah artikel-artikel kesehatan yang tertera pada majalah.

Sebanyak tiga orang mahasiswa menyatakan bahwa media cetak menjadi kelompok acuan mereka dalam memilih makanan. Beberapa mahasiswa menjadikan ahli kesehatan atau dosen mereka sebagai kelompok acuan, diantaranya adalah dalam bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan. Sementara itu kelompok acuan lainnya terdiri dari pacar dan orang-orang yang tidak dikenal oleh mahasiswa, seperti seseorang yang sedang makan di pinggir jalan atau pedagang makanan.

Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan dalam setiap aspek proses perilaku konsumsi

Keterangan:

*kelompok acuan yang dipilih pada masing-masing pernyataan boleh lebih dari satu **P1: memilih makanan

P2: menentukan menu makanan

P3: informasi tentang jenis makanan baru P4: informasi tentang tempat makanan baru P5: mengonsumsi makanan baru

P6: paling dipercaya dalam memberikan pendapat P7: paling sering memberikan informasi

P8: membuat tertarik untuk mengonsumsi suatu produk

P9: tempat bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan P10: memberikan suatu berita terbaru

Gaya Hidup

Gaya hidup adalah kegiatan, minat, dan pendapat yang menggambarkan perilaku mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini gaya hidup mahasiswa terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi pendidikan dan gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Gaya hidup berorientasi pendidikan terdiri dari mahasiswa yang aktivitas, minat, dan pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari lebih tinggi pada kegiatan belajar. Mereka lebih suka menghabiskan uang dan waktunya untuk membaca buku dan mengerjakan tugas kuliah daripada untuk jalan-jalan atau hal-hal lain yang berkaitan dengan hiburan. Mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi pendidikan ini juga memiliki perhatian lebih rendah terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan olahraga dan memiliki kebiasaan makan yang kurang

Kelompok acuan P1 (%) P2 (%) P3 (%) P4 (%) P5 (%) P6 (%) P7 (%) P8 (%) P9 (%) P10 (%) Teman 66,7 49,2 73,3 86,7 75,8 67,5 80,0 65,8 84,2 60,0 Keluarga 30,8 38,3 11,7 5,8 19,2 38,3 10,0 8,3 32,5 6,7 Televisi 8,3 0,8 47,5 30,8 4,2 2,5 25,0 40,0 0,8 55,0 Internet 0,0 0,0 3,3 3,3 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 12,5 Media cetak 2,5 0,0 0,8 0,0 0,8 1,7 0,8 0,0 0,0 1,7 Ahli kesehatan/ dosen 0,0 0,0 0,8 0,0 1,7 1,7 0,0 0,0 0,8 0,0 Lainnya 2,5 0,8 0,8 0,8 0,0 0,8 0,8 0,0 0,8 2,5

baik, seperti tidak makan teratur tiga kali dalam sehari serta menyukai makanan cepat saji dan makanan instan.

Mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan adalah seseorang yang lebih suka menghabiskan uang dan waktunya dengan melakukan hal-hal terkait dengan hiburan atau jalan-jalan, suka berolahraga dan memiliki perhatian lebih tinggi dalam hal kesehatan, aktif dalam organisasi, serta lebih suka berakhir pekan bersama teman-teman daripada bersama keluarga. Mahasiswa bergaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan suka menjadi pusat perhatian karena mendapatkan penghargaan diri dari lingkungan sekitar adalah hal yang penting baginya. Selain itu gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan juga terdiri dari mahasiswa yang menyukai produk dengan merek terkenal karena menurutnya produk yang mahal pasti berkualitas tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan merupakan gaya hidup lebih banyak dimiliki oleh mahasiswa. Sementara itu, hanya sekitar sepertiga mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi pendidikan.

Gambar 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup

Hasil lain juga menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang termasuk pada periode dewasa awal hampir menyebar rata baik pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan maupun gaya hidup berorientasi pendidikan. Mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase yang lebih tinggi pada gaya hidup berorientasi pendidikan, begitu pula dengan mahasiswa berjenis kelamin perempuan. Selanjutnya, urutan kelahiran sulung dan bungsu juga memiliki proporsi terbesar dalam gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan, sedangkan proporsi mahasiswa dengan urutan kelahiran lainnya berada pada gaya hidup berorientasi pendidikan. Proporsi mahasiswa dengan uang saku kurang dari atau sama dengan Rp500.000,00 hampir menyebar rata pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan dan gaya hidup berorientasi

pendidikan. Sementara itu, proporsi terbesar mahasiswa dengan uang saku Rp500.001.00-Rp1.000.000,00 dan lebih dari atau sama dengan Rp1000.001,00 berada pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran mahasiwa berdasarkan karakteristik dan gaya hidup

Karakteristik mahasiswa

Kategori gaya hidup

Total Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan Gaya hidup berorientasi pendidikan % % % Usia Remaja 75,5 24,5 100,0 Dewasa muda 56,3 43,7 100,0 Jenis kelamin Laki-laki 66,0 34,0 100,0 Perempuan 62,9 37,1 100,0 Urutan kelahiran Sulung 69,1 30,9 100,0 Bungsu 81,8 18,2 100,0 Lainnya 48,8 51,2 100,0 Uang saku ≤ Rp500.000 58,3 41,7 100,0 Rp500.001–Rp1.000.000 66,2 33,8 100,0 ≥ Rp1.000.001 63,2 36,8 100,0

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai IPK mahasiswa dengan dua gaya hidup yang berbeda ini menyebar dalam enam kisaran nilai. Akan tetapi baik proporsi terbesar mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi pendidikan maupun hedonis berada pada rentang nilai IPK sebesar 2,76-3,00 (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Gaya Hidup IPK Total ≤ 2,50 2,51–2,75 2,76–3,00 3,01–3,25 3,26–3,50 ≥ 3,51 % % % % % % % Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan 18,2 10,4 23,4 19,5 19,5 9,1 100,0 Gaya hidup berorientasi pendidikan 14,0 14,0 23,3 14,0 18,6 16,3 100,0

Kebiasaan Makan

Frekuensi Makan. Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari. Hal ini dianjurkan agar individu dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik. Tidak hanya sekedar jumlah yang cukup, akan tetapi waktu makan yang teratur juga penting agar makanan yang masuk dapat terserap gizinya dengan baik. Dalam penelitian ini, frekuensi makan mahasiswa berkisar pada rentang 1-3 kali sehari dengan rata-rata 3 kali sehari. Sekitar separuh mahasiswa memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali sehari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa yang memiliki frekuensi makan kurang dari tiga kali sehari, satu orang diantaranya memiliki kebiasaan makan hanya satu kali dalam sehari (Gambar 9). Selain itu, terdapat juga mahasiswa dengan memiliki frekuensi makan yang tidak tentu, yaitu antara 2-3 kali sehari. Mereka mengaku lebih sering makan dua kali sehari, namun sesekali juga mereka melakukan makan tiga kali sehari, tergantung situasi dan kondisi.

Gambar 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan dalam sehari Mahasiswa memiliki alasan yang beragam dalam menentukan frekuensi makannya dalam sehari. Alasan terbanyak yang melatarbelakangi mahasiswa terbiasa makan tiga kali sehari adalah karena kebutuhan (Tabel 16). Kebutuhan yang dimaksud oleh mahasiswa adalah untuk memenuhi kebutuhan energi tubuhnya atau untuk menghilangkan rasa lapar. Sekitar sepertiga mahasiswa yang terbiasa makan dua kali sehari memiliki alasan karena tidak biasa melakukan sarapan, sehingga hanya terbiasa melakukan makan siang dan

Dokumen terkait