• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup Gaya Hidup dalam Kajian Perilaku Konsumen

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut yang dipengaruhi perbedaan individu, proses psikologis dan pengaruh lingkungan. Perilaku konsumen ini dapat dilhat dan diamati karena merupakan proses pengulangan yang terjadi dan membentuk pola tersendiri. Selain itu, Sumarwan (2004) juga mengatakan bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan barang atau jasa.

Proses pengambilan keputusan konsumen juga dipengaruhi berbagai faktor. Pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor kultural meliputi budaya, subbudaya, dan kelas sosial. Lalu faktor sosial meliputi kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status. Selanjutnya faktor pribadi terdiri dari usia dan tahap daur hidup, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Sedangkan di dalam faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan, kepercayaan, dan sikap (Kotler & Amstrong 2008). Gaya hidup termasuk dalam faktor pribadi yang memengaruhi pembelian konsumen sehingga individu-individu yang memiliki gaya hidup yang berbeda akan memiliki proses pengambilan keputusan yang berbeda. Gambar 1 memerlihatkan karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen.

Gambar 1 Karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen Sumber: Kotler dan Amstrong (2008)

Kultural - kultural - sub kultur - kelas sosial Sosial - kelompok acuan - keluarga - peran & status

Pribadi

- usia & tahap daur hidup - jabatan - keadaan ekonomi - gaya hidup - kepribadian - konsep diri Psikologis - motivasi - persepsi - belajar - kepercayaan - sikap Pembeli

Memahami gaya hidup konsumen akan sangat bermanfaat bagi pemasar. Terdapat empat manfaat yang dapat diperoleh pemasar dari pemahaman gaya hidup konsumen. Pertama, pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen untuk melakukan segmentasipasar sasaran. Kedua, pemahaman gaya hidup konsumen juga akan membantu dalam memposisikan produk di pasar dengan menggunakan iklan. Ketiga, jika gaya hidup telah diketahui, maka pemasar dapat menempatkan iklan produknya pada media-media yang paling cocok. Keempat, mengetahui gaya hidup konsumen, berarti pemasar dapat mengembangkan produk sesuai dengan tuntutan gaya hidup mereka (Sutisna 2001).

Ruang Lingkup Gaya Hidup

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Kotler (2000) juga mengatakan bahwa gaya hidup merupakan pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam tiga hal, yakni cara menggunakan waktunya, sikap, dan pendapatnya mengenai diri dan lingkungannya. Mowen dan Minor (1998) mendefinisikan gaya hidup sebagai bagaimana orang-orang hidup, menggunakan uangnya, dan mengalokasikan waktu mereka.

Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam interaksinya dengan lingkungannya. Gaya hidup seseorang merangkum sesuatu yang lebih daripada kelas sosial seseorang, kita dapat menduga beberapa hal mengenai perilaku orang tersebut tetapi tidak banyak mengenai kegiatan, minat, dan bakatnya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia (Kotler & Amstrong 2008).

Secara luas, gaya hidup didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri (pendapat). Gaya hidup suatu individu akan bergerak dinamis dari masa ke masa. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen (Sutisna 2001). Gaya hidup juga dapat menentukan bentuk pola konsumsi pangan. Gaya hidup memengaruhi kebiasaan makan seseorang atau

sekelompok orang dan berdampak tertentu (positif atau negatif) khususnya berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).

Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), gaya hidup biasanya diukur menggunakan teknik psikografik. Teknik ini fokus mengukur kegiatan (activities), minat (interest), dan opini (opinion) individu yang biasa disebut dengan AIO inventories. Pernyataan AIO (activities, interest, opinion) di dalam AIO inventories dapat bersifat umum atau spesifik. Dalam melakukan pengukuran AIO inventories konsumen ditanya apakah mereka sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, atau sangat tidak setuju (Engel, Blackwell, dan Miniard 1994). Kategori AIO dari studi mengenai gaya hidup dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori AIO dari studi mengenai gaya hidup

Activities (Kegiatan) Interest (Minat) Opinion (Opini) Demografi Kerja Hobi Peristiwa sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Komunitas Berbelanja Olahraga Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Mode Makanan Media Prestasi

Diri mereka sendiri Isu sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk Masa depan Budaya Usia Pendidikan Pendapatan Pekerjaan Ukuran keluarga Tempat tinggal Geografi Ukuran kota

Tahap di dalam siklus kehidupan

Sumber: Plummer (1974) dalam Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)

Gaya Hidup dan Faktor-faktor Pembentuknya

Orang menggunakan konsep seperti gaya hidup untuk menganalisis peristiwa yang terjadi di sekitar diri mereka serta untuk menafsirkan dan meramalkan suatu peristiwa. Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. (Engel, Blackwell, dan Miniard 1994, Kotler 1985).

Faktor internal dan eksternal individu memengaruhi gaya hidup. Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup adalah budaya, nilai, karakteristik demografi, subbudaya, kelas sosial, kelompok acuan, keluarga, motivasi, emosi, dan kepribadian. Lalu menurut hasil penelitian Suwanvijit dan Promsa-ad (2009) yang dilakukan di Thailand, ditemukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan, agama, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga.

Suhardjo (1989) mengatakan bahwa gaya hidup adalah hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan

hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi dalam keluarga atau rumah tangga. Faktor-faktor yang merupakan masukan (input) bagi terbentuknya suatu gaya hidup adalah penghasilan, pendidikan, lingkungan hidup (kota atau desa), susunan keluarga, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan atau agama, pendapat tentang kesehatan, pengetahuan gizi, produksi pangan, sistem distribusi, dan banyak hal lagi faktor sosiopolitik yang bersangkutan.

Kebiasaan Makan Ruang Lingkup Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok (Khumaidi 1988). Kebutuhan makan tidak hanya bermanfaat untuk menumbuhkan badan secara fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta kondisi psikologis seseorang. Suhardjo (1989) mendefinisikan perilaku makan sebagai cara individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial, dan budaya.

Khumaidi (1988) juga menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah rakitan-rakitan dari bermacam-macam segi yang bersifat multidimensional. Kebiasaan makan adalah berupa apa, oleh siapa, untuk siapa, kapan, dan bagaimana makanan siap di atas meja untuk disantap. Cara seseorang atau kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial juga disebut kebiasaan makan (Suhardjo et al. 1998).

Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003), apabila kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Berdasarkan waktu makan, kebiasaan dibagi menjadi tiga, yaitu sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Sarapan pagi ialah makan di waktu pagi dengan tujuan untuk persiapan bekerja. Sarapan pagi biasanya lebih sedikit karena selera makan belum begitu besar. Makan siang artinya makan di waktu siang dengan tujuan untuk menghilangkan rasa lapar setelah beraktivitas. Makan siang biasanya paling

sering dilakukan sebab pada umumnya aktivitas sejak pagi membuat individu merasa lapar sehingga selera makan sangat tinggi. Makan malam artinya makan pada waktu malam dengan tujuan untuk mempersiapkan terjadinya proses pembakaran untuk menghasilkan energi yang diperlukan pada saat tidur. Karena dalam keadaan tidur energi tersebut dipergunakan untuk menggerakan paru-paru, jantung, serta organ tubuh lainnya. Selain itu, terdapat juga kebiasaan makan camilan, yaitu masakan yang dimakan sepanjang hari tidak terbatas pada waktu, tempat, dan jumlah yang dimakan. Tujuannya ialah untuk pengurangan rasa lapar walaupun tidak mutlak, menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama dan lauk-pauknya, serta sebagai hiburan (Moertjipto, Rumijah, & Astuti 1993).

Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi, agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar, berolah raga, berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak (Soekirman & Atmawikarta 2011). Konsumsi makan yang baik haruslah beraneka ragam dan terdiri dari sumber karbohidrat, protein (hewani dan nabati), vitamin, dan mineral.

Dalam mengkaji kebiasaan makan, jenis makanan perlu diperhatikan karena untuk memenuhi kebutuhan makanan individu, diperlukan pemenuhan gizi yang seimbang. Makanan yang beragam, bergizi, dan berimbang merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh setiap individu dalam melakukan kebiasaan makannya. Karena tubuh tidak hanya membutuhkan satu jenis makanan saja. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan oleh tubuh. Makanan yang beragam dijamin dapat member manfaat yang lebih besar terhadap kesehatan (Khomsan & Anwar 2008). Pengelompokan jenis makanan ini diantaranya adalah makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah- buahan, dan makanan jcamilan.

Pantangan ialah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman apabila dilanggar. Pantangan berdasarkan larangan agama bersifat absolut dan tidak bisa ditawar lagi oleh penganut agama tersebut. Selain pantangan karena agama, ada juga pantangan yang sudah diwariskan dari leluhur melalui orang tua dan akan berlanjut sampai generasi-generasi berikutnya. Individu yang menganut pantangan ini biasanya percaya bahwa pantangan tersebut dilanggar akan

memberikan kerugian yang menurutnya sebagai suatu hukuman (Suhardjo 1989). Keadaan (status) kesehatan juga sangat memengaruhi kebiasaan makan. Individu dengan penyakit tertentu biasanya dianjurkan untuk menghindari beberapa jenis makanan (Khumaidi 1988). Keadaan yang bersifat terpaksa ini tidak jarang mengakibatkan menurunnya konsumsi zat gizi.

Kebiasaan Makan dan Faktor-faktor Pembentuknya

Kebiasaan makan mulai terbentuk sejak kecil, saat anak berada dalam lingkungan keluarganya. Akan tetapi perilaku konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga, masih ada faktor-faktor lain yang memengaruhinya. Kebiasaan makan ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat terdiri dari kondisi fisiologis dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal antara lain terdiri dari kondisi sosial budaya, gaya hidup, perubahan sosial, faktor ekonomi, dan perubahan teknologi. Setiap individu juga mengalami proses pembelajaran dalam perilaku konsumsi makan. Hal inilah yang menyebabkan kebiasaan makan seseorang dapat berubah karena semakin dewasa seseorang maka faktor-faktor yang memengaruhinya pun semakin banyak dan kompleks.

Menurut Khumaidi (1988), pada dasarnya ada dua faktor yang memengaruhi kebiasaan makan, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Kebiasaan makan individu, kelarga, dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor budaya (cara-cara seseorang berfikir, berperasaan, dan berpandangan tentang makanan), faktor lingkungan sosial (segi kependudukan dengan susunan, strata, dan sifat-sifatnya), faktor lingkungan ekonomi (daya beli, ketersediaan uang), lingkungan ekologi (kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani, dan system pasar), faktor ketersediaan bahan makanan (kondisi-kondisi yang bersifat hasil karya manusia), serta faktor pengembangan teknologi.

Kebiasaan Makan dalam Ruang Lingkup Perkembangan Remaja dan Dewasa Muda

Periode dewasa dikatakan sebagai periode terpanjang dalam siklus kehidupan. Selama periode dewasa yang panjang ini, perubahan-perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seperti masa kanak-kanak dan masa remaja (Hurlock 1980). Periode dewasa muda merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Berbagai permasalahan yang ada pada periode remaja juga dapat terbawa hingga periode dewasa muda

ini. Gangguan makan merupakan masalah yang seringkali terlihat pada individu yang berada pada periode remaja. Gangguan makan adalah suatu hal yang kompleks, melibatkan keturunan genetis, faktor fisiologis, kognitif, dan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan Tiga gangguan makan yang paling menonjol adalah anoreksia nervosa, bulimia, dan obesitas (Santrock 2003).

Anoreksia nervosa adalah gangguan makan karenan adanya keinginan yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri. Anoreksia nervosa terutama terjadi pada perempuan selama masa remaja dan masa dewasa awal. Mereka terus membuat diri mereka kelaparan dan jumlah lemak di dalam tubuh terus menurun sampai batas minimum, sehingga pada kondisi ini menstruasi biasanya terhenti. Bulimia merupakan pola makan berlebihan dan memuntahkannya kembali secara teratur. Faktor-faktor sosial, psikologis, dan fisiologis diyakini menjadi penyebab gangguan makan ini. Penderita bulimia terus makan dalam jumlah yang banyak dan kemudian mengeluarkan dengan memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar. Pada umumnya penderita bulimia adalah perempuan. Penderita anoreksia dapat mengendalikan diri dalam hal makan, sedangkan bulimia tidak. Depresi adalah karakteristik yang umum dari penderita bulimia (Santrock 2003).

Obesitas pada remaja melibatkan pengaruh keturunan genetis, mekanisme fisiologis, faktor kognitif, dan pengaruh lingkungan. Pengaruh pola makan barat yang tinggi kalori dan rendah serat serta peningkatan teknologi merubah gaya hidup yang tanpa perlu banyak aktivitas tubuh yang menjadi penyebab masalah gizi lebih (Adiningsih 2003). Para pekerja medis dan psikolog semakin memilik keprihatinan terhadap bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh obesitas. Pola makan yang terbentuk di masa kanak-kanak dan remaja sangat berhubungan dengan obesitas di masa dewasa, sebesar 80 persen remaja yang mengalami obesitas akan terus menjadi orang dewasa yang juga mengalami obesitas (Santrock 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan-gangguan makan yang terbentuk saat remaja akan terus berlanjut sampai dewasa dan akan sulit untuk disembuhkan.

Dokumen terkait