• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

L. merupakan ukuran maksimal yang dapat dicapai dalam habitat bivalvia –k merupakan pertumbuhan konstan yang menunjukan telah tercapai

3. Stadium IIb : Kematangan sempurna. Jaringan interfolikular dan epitel germinativum mencolok

2.7.3 Faktor yang Mempengaruhi Gametogenesis

Suhu merupakan faktor eksogen tunggal yagn paling sering disebutkan berperan dalam mempengaruhi gametogenesis pada bivalvia. Bayne (1975) melaporkan bahwa terdapat hubungan linier antara gametogensis dan laju perubahan suhu. Setiap spesies memiliki kisaran batas atas dan batas bawah suhu untuk hidup spesies tersebut. Pada kisaran suhu ini gametogenesis terjadi saat suhu mencapai suhu optimum untuk tumbuh.

Pada beberapa spesies, persediaan makanan menjadi faktor yang lebih penting daripada suhu untuk menentukan kapan terjadinya gametogenesis. Hal ini disebabkan kebutuhan energi meningkat pada proses gametogenesis sehingga bergantung pada ketersediaan makanan, cadangan energi yang tersimpan, atau keduanya. Faktor lingkungan seperti suhu dan persediaan makanan diketahui berperan melalui reseptor

sensoris pada nervus ganglia. Sel neurosekretori pada ganglia yang terstimulasi akan mensekresi neurohormon yang merangsang efek fisiologis pada gonad. Sebagian besar sel neurosekretori dapat ditemukan pada ganglia serebropleural. Aktivitas sel ini rendah selama fase istirahat gametogenesis dan akan meningkat secara progresif seiring dengan perkembangan gonad, mencapai aktivitas maksimum sesaat sebelum pemijahan.

2.8 Pemijahan

Tiram merupakan biota laut yang bersifat dicecious yaitu memiliki dua jenis kelamin jantan dan betina. Umumnya pada jenis bivalvia hanya terjadi reproduksi secara seksual yang terdiri dari fase perkembangan gonad, fase pemijahan dan pembuahan, serta fase perkembangan dan pertumbuhan. Fase perkembangan gonad dibagi menjadi stadium berkembang dan stadium matur (matang). Pada stadium berkembang, terjadi beberapa substadium yang nantinya akan menjadi stadium matur saat rongga folikel terisi oleh sel- sel telur atau spermatozoa. Pada fase pemijahan dan pembuahan, sel telur atau sperma yang telah matur siap untuk dipijah dan menjalani pembuahan.

Pembuahan terjadi melalui adanya stimulasi-stimulasi alami seperti perubahan suhu, salinitas, cahaya, tekanan, arus, dan sifat fisika kimia perairan lainnya. Pemijahan tiram biasanya terjadi sepanjang tahun di perairan tropis (Bae et al. 1978; Almeida et al.

1999; Barber 1996). Tiram dapat bertelur dalam tahun pertama kehidupannya. Tiram yang lebih besar akan memproduksi gamet lebih banyak dibandingkan yang berukuran kecil (Brusca et al. 1974; Mann et al, 1991). Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelangsungan proses bertelur tiram.

Gambar 2.14 Siklus hidup tiram daging. Tiram jantan dan betina akan melepaskan spermatozoa dan oosit ke dalam air sehingga memungkinkan terjadinya fertilisasi. Oosit yang dibuahi kemudian berkembang menjadi larva hingga kemudian menjadi pediveliger, larva yang telah memiliki kaki, berfungsi untuk membantu larva mencari substrat yang sesuai untuk perlekatan. Fase hingga menjadi larva pediveliger membutuhkan waktu kira-kira 2 minggu pada kondisi yang optimal. Setelah mendapatkan substrat yang sesuai untuk melekat, larva lalu berkembang menjadi tiram muda dan berkonsentrasi untuk membentuk cangkangnya. Setelah 1 hingga 3 tahun kemudian, tiram muda telah menjadi tiram dewasa. Tiram berusia lebih dari 1 tahun sudah dapat melepaskan spermatozoa atau oosit kembali ke dalam air, dan meneruskan proses reproduksi (Sumber: Karen R, dalam Lowe M et al, 2012).

Untuk bertelur, tiram perlu mendapat asupan yang cukup yang berasal dari fitoplankton, kemudian menggunakan energi yang dihasilkan untuk pertumbuhan gonad, dapat berupa oosit maupun spermatozoa nantinya. Peningkatan suhu air diikuti dengan peningkatan atau penurunan salinitas umumnya memberikan stimulus kepada tiram untuk perkembangan gonad. Proses ini dapat berlangsung hingga dua bulan (Bochenek et al.

2001). Saat tiram jantan melepaskan spermatozoa nya ke air, maka tiram disekitarnya

akan menyaring air tersebut sehingga dapat mendeteksi adanya spermatozoa. Hal ini akan memicu tiram betina untuk melepaskan oosit untuk menyempurnakan proses reproduksi.

Spermatozoa dan oosit akan bertemu satu sama lain dalam air, kemudian terjadi proses fertilisasi, dimana hasil fertilisasi ini (embrio) dapat terbawa ke tempat lain yang berbeda dengan tempat induk menetaskannya.

Gambar 2.15 Pertumbuhan Crassostrea sp. (A). Larva muda (B). Larva pediveliger sudah memiliki kaki untuk berenang dan mencari substrat yang sesuai (C). Larva pada stadium lebih lanjut (D). Cangkang tiram (E). Cangkang tiram dewasa (Sumber: Invasive Species Compendium, 2018).

Telur yang sudah dibuahi akan mengalami pembelahan sel hingga membentuk larva muda (juvenile larvae). Larva tiram dapat hidup selama 2 minggu kedepan dan mengalami proses maturasi melalui beberapa tahap berbeda. Larva berenang dalam air untuk mengikuti fitoplankton yang merupakan sumber makanan utamanya. Larva tiram tidak dapat berenang secara horizontal, namun dapat bergerak secara vertikal pada ketinggian tertentu.

Saat larva sudah berumur sekitar 2 minggu dan sudah dalam stadium pediveliger (larva dengan kaki), larva ini mulai terkonsentrasi di bawah perairan untuk menjadi substrat yang keras. Kaki ini membantu larva untuk merangkak ke sekitarnya agar bisa menemukan substrat yang sesuai untuk mereka melekat (Borges 2002). Saat larva sudah

berhasil melekat pada lokasi yang sesuai, mereka mulai melekat dengan cangkangnya dan mengalami metamorphosis sempurna secara anatomi. Tiram ini kemudian mulai makan dan mentransfer seluruh energi yang dihasilkannya untuk pembentukan cangkang dengan cara mensekuestrasikan kalsium karbonat dari perairan. Tiram ini menjadi tiram muda pada usia 1 tahun, dan menjadi tiram dewasa setelah 3 tahun. Umumnya tiram bertumbuh satu inchi tiap tahunnya, bergantung pada salinitas dan kualitas dari perairan. Pada lokasi dengan salinitas yang lebih tinggi, tiram akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan salinitas rendah (CSIRO 2002).

Pada dasarnya aspek biologi reproduksi tiram masih banyak belum diketahui.

Menurut Angell (1986) secara reproduksi parameter suhu tidak berperan signifikan terhadap kematangan gonad tiram. Selanjutnya hasil penelitian Priyantini et al., (2016) menyebutkan bahwa fase bulan tidak mempengaruhi tingkat kematangan gonad tiram.

Oleh karena itu aspek reproduksi sangat penting diteliti secara konferensif pada penelitian ini sehingga memberikan data yang dapat digunakan sebagai pedoman upaya pengembangan tiram ini kedepan.

2.9 Faktor Lingkungan