• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PUTUSAN

C. Analisis Putusan

Dasar Hukum yang menjadi perimbangan oleh Hakim Pengadilan Agama Bantul dalam memutuskan hak asuh anak dibawah umur jatuh ketangan ayah bukan ibu ialah berdasarkan dalil-dalil dan bukti-bukti fakta yang dipenuhi pihak pemohon rekopensi. Dasar Hukum yang digunakan ialah dengan mempertimbangkan ketentuan pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dan juga merujuk kepada kitab fiqh.

Hakim melihat secara mendalam tentang kreteria dan syarat serta aspek-aspek apa saja yang menjadi indikator standar dalam menentukan hak asuh anak.

Majelis hakim dalam mempertimbangkan aspek apakah penggugat rekopensi memenuhi syarat untuk memegang hak asuh anak. Aspek hukum yang penting untung dipertimbangkan adalah aspek yang berpegang teguh pada kemashalatan anak, yang dilihat dari sudut pandang tujuan untuk perlindungan anak dan untuk pemeliharaan yang baik bagi anak.

Hal ini sesuai dengan asas penyelenggaraan perlindungan anak yaitu asas kepentingan terbaik bagi anak, artinya dalam semua tindakan menyangkut dirinya maka kepentingan terbaik baginya harus menjadi Pertimbangan utama.82

Perlindungan meliputi pembinaan, pembimbingan dan pengamalan ajaran agama yang baik.83

82 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Berdasarkan dalam proses persidangan ditemukan fakta bahwa penggugat yaitu pihak ibu mempunyai aspek personality atau berkepribadian kurang baik salah satunya aspek ibu tidak dapat menjamin aspek agama karena ibu terindikasi akan murtad maka hal tersebut bertentangan dengan aspek kepribadian orang yang berhak mendapatkan hak dalam pengasuhan anak.

Sebenarnya jika merujuk kepada sumber-sumber hukum perkawinan Indonesia, tidak ada aturan ataupun pasal yang menyatakan hak asuh seorang ibu gugur karena pindah agama, adapun ketentuan pasal 1 ayat (11) menjelaskan pengertian kekuasaan orang tua yang dalam mengasuh dan menumbuh kembangkan anak harus sesuai dengan agama yang dianutnya.

Hakim telah menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tetang kekuasaan kehakiman pasal 28 ayat (1) tentang kewajiban hakim yaitu wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dimasyarakat. Walaupun tujuan hukumnya bertentangan dengan Undang-undang, akan tetapi hal tersebut bisa dikesampingkan karena hukum itu bertujuan untuk kemaslahatan terutama kemaslahatan anak dalam pengasuhan orang tuanya. Selama hukum itu terdapat kemaslahatan maka disitulah hukum itu boleh diterapkan, dan hakim bukan hanya sebagai corong Undang-undang melainkan hakim ialah corong keadilan dan pembuat Undang-undang atau yang disebut jugde made law.

83 Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Ketentuan hukum di Indonesia mengenai hak asuh anak diatur didalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan bahwa kedua orang tua sama-sama memiliki hak kewajiban dalam memelihara dan mendidik anak -anak mereka dengan sebaik-baiknya,kewajiban tersebut berlaku sampai anak berusia 21 tahun meskipun perkawinan kedua orang tua telah putus. Dalam hal menentukan hak pengasuhan anak dibawah umur pasca perceraian diatur didalam pasal 105 dan 156 KHI tentang hak hadanah anak yang belum mumayiz. atau belum berumur 12 tahun dan sebagai akibat dari perceraian anak yang belum mummayiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya.

2. Penyelesaian hak asuh anak terkait perlindungan terhadap akidah merupakan putusan yang berpedoman pada kemashalatan dan bagi kepentingan bagi anak dalam kehidupan beragamanya. Alasan bahwa akidah salah satu alasan yang dapat diterima pengadilan agama untuk memutus siapa yang pantas sebagai pemegang hak asuh anak dalam penyelenggaraannya meliputi pembinaan, pembimbingan dan pengamalan ajaran agama, setiap anak harus dijamin untuk dapat beribadah menurut agamanya. Hal ini berdasarkan Pasal 41 huruf (a) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, pasal 1 ayat (11) dan pasal 42 (1) dan (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 dengan diikitui kaidah agama islam dalam pengambilan keputusan.

3. Putusan Pengadilan Agama No.0438/Pdt.G/2014/PA.Btl , memutuskan hak asuh anak dibawah umur (usia 6 tahun ) jatuh ketangan ayahnya.

Dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam memutuskan hak asuh anak tidak terlepas dari pertimbangan tentang aqidah sebagai kelayakan untuk mengasuh anak merupakan pertimbangan dari sudut syar‟I yang mengedepankan salah satu maqhosidusy syar‟iyyah (tujuan syari‟at Islam) yaitu menjaga keutuhan agama Islam dengan ditopang oleh beberapa hadits Rasulullah.

B. Saran

1. Hendaknya kepada pemerintah juga perlu memberikan kepastian hukum dan pengaturannnya dalam penetapan hak asuh anak dibawah umur dalam hal terjadinya perpindahan agama bagi orang tua. Pihak mana yang berhak memperoleh hak asuh anak apabila salah satu orang tuanya pindah agama.

2. Bagi seorang non muslim yang ingin masuk islam, berpindah agama bukan hanya sebagai alasan agar dapat memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan dengan seseorang yang beragama islam, hendaknya setelah masuk islam harus menambah pengetahuan mengenai ajaran islam, sehingga jika terjadi suatu perceraian tidak mempersulit haknya untuk memperoleh hak asuh anak.

3. Didalam Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama No.

0438/Pdt.G.2014/Pa.Btl dalam memuat putusan seharusnya tidak hanya memuat dalil-dalil hukum islam saja namun dalam hal pengambilan keputusan hakim juga perlu mencantumkan dasar hukum perundang-undangan yang berhubungan dengan perkara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

al-Anshary, Abu Zakariya, Fath al-Wahhẫb,cet-1, Dẫr al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut-Libanon, 1418 H/1998 M.

Abdurrahman.2004 . Kompilasi Hukum Islam ,Jakarta: Akademika Presindo.

Al-Shan'any. 1379H/1960M Subul al-salam, juz 3 kairo:Dar Ihya al- Turats al- Araby .

Al-Qurán dan Terjemahannya, 2017. Medan: Penerbit Sabiq

Arifanni (dkk) .2005.Menuju Perlindungan Anak yang Holistik, Medan,Yayasan Pustaka Indonesia.

Bahari, Adib. 2012Prosedur Gugatan Cerai,Pembagian Harta Gono Gini dan Hak Asuh Anak, Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Bulughul Maram karya Ibn Hajar Al-Asqalani kitab Nikah bab Hak Asuh dan Pemeliharaan.

Dahlan, Abdul Aziz . 1999. Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta:Ikhtiar Baru Van Hoepe.

Djalil, A. Basiq. 2006. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Djamil, M.Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum:catatan pembahasan undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak Jakarta:Sinar grafika.

Effendi, Satria. 2004. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet-2, Kencana, Jakarta.

Ernaningsih, Wahyu dan Putu Samawati.2008. Hukum Perkawinan Indonesia, Palembang: PT.Rambang Palembang.

Gultom, Maidin.2006. Perlindungan Hukum Terhadap Anak; Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama.

ibn Syarf , al-Nawawi, al-Majmu’Syarh al-Mazhab, Dẫral-Fikr, j-18.

Manan, Abdul. 2003.Aneka Masalah Hukum Materiel Dalam Praktek Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Bangsa Press.

Marzuki, Peter Mahmud.2005. Penelitian Hukum, Jakarta:. predana Media Group Nuruddin, Amiur dan Akmal Tarigan Azhari. 2004. Hukum Perdata Islam di

Indonesia ,Jakarta: Prenada Media Group.

Prins J. 1982. Tentang hukum perkawinan di Indonesia,Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pugung, Solahudin. 2011. Mendapatkan Hak Asuh Anak dan Harta Bersama.

Depok : CV. Karya Gemilang.

Rahmat , Hakim. 2000. Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka setia.

Rasyid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam, cet.3, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Rofiq, Ahmad .1998 Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sabiq, Sayyid. 2007. FiqhSunnah, Jakarta: Pena PundiAksara .

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metologi Penelitian Hukum dan JuriMetri, Jakarta: GhaliaIndonesia.

Soetodjo, Wagiati. 2006. Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung:Refika Aditama.

Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta:

kencana,cet1.

Syarifuddin,Muhammad, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan,

Syamsu, Andi Alam dan M. Fauzan. 2008 Hukum pengangkatan Anak Persfektif islam, Jakarta: Pena Media.

Taib, M.Hasballah. 2005. Hukum Islam di Indonesia, Konsentrasi Islam Sekolah Pasca Sarjana Sumatera Utara Medan.

Thaib, M. Hasballah. 1993. Hukum Keluarga Dalam Syariat Islam, Medan:

Fakultas Hukum Darmawangsa.

Wadong, Maulana Hassan. 2000. pengantar advokasi dan hukum perlindungan anak, Jakarta:PT Grasindo.

Waluyadi. 2009. Hukum Perlindungan Anak, Bandung: Mandar Maju.

Zaenal, Ahmad. 2015. Pembaharuan Hukum sengketa Hak Asuh Anak di Indonesia (perpekstif keadilan gender) ,Yogyakarta: UII Pers.

Zaini, Mudderis . 1992. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga System Hukum , Jakarta : Sinar Grafika.

SKRIPSI:

Karman, Muhammad.2015. Tinjuan Hukum Terhadap Hak Asuh Anak Dari Istri yang Murtad. Skripsi, Jurusan Peradilan Agama, Fakultas Syariáh dan Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Karoza, Nadya Putri,2014 Tinjauan Yuridis Terhadap Hak Asuh Anak (hadlanah) berdasarkan UU No.1 tahun 1974 dan UU No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Skripsi, Fakultas Hukum, USU. Hal 21

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia. 1974. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lembar Negara RI Tahun 1974, No 1 Sekretariat Negara, Jakarta .

Republik Indonesia. 1989. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Lembar Negara RI Tahun 1989, No 49. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 2006, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.. Lembar Negara RI Tahun 2006, No 4611. Sekretariat Negara.

Jakarta.

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 , tentang Perlindungan Anak.Lembar Negara RI Tahun 2014, No 297 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang

Perlindungan Anak.Lembar Negara RI Tahun 2002, No 109. Sekretariat Negara.

Kompilasi Hukum Islam

INTERNET

Al-Fauzan,Syaikh Shalih bin Fauzan. 2009, https://almanhaj.or.id/2882-hubungan-antara-aqidah-dan-syariat.html diakses tanggal 5 November 2019, jam 19.35

https://lib.unnes.ac.id/18418/1/8150408034.pdf diakses pada tanggal 20 Desember 2019 jam 20.20

Pengadilan Agama Bekasi, Prosedur pengajuan dan biaya perkara www.pa-bekasi.go.id diakses pada 22 februari 2020 pukul 19.00

HASIL WAWANCARA Narasumber : Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A Hari /Tanggal : 3 Januari 2020

Pukul : 10.00 WIB

Tempat : Pengadilan Agama Medan ( Jl.Sisismangaraja Km. 8,8 Medan)

1) Peraturan Perundang-Undang yang mana dijadikan pedoman hakim dalam menetapkan Hak Asuh Anak?

Jawab : Dalam hal menentukan hak asuh anak, para hakim menggunakan peraturan pada Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan, serta Undang-Undang Perlindungan Anak

2) Apa saja syarat agar dapat memperoleh hak asuh anak?

Jawab : Setelah diajukannya gugatan hak asuh anak, pengadilan melakukan pemeriksaan terhadap perkara. Kemudian Pengadilan akan melihat pihak mana yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak asuh anak, yaitu:

1. Baligh/berakal

2. Orang tua yang mengasuh harus sehat jasmani maupun rohaninya 3. Ia mampu memberikan nafkah dan keperluan anak

4. Mampu memberikan bimbingan yang baik terhadap anak 5. Orang tua yang mengasuh harus memiliki kelakuan yang baik 6. Ibunya belum menikah lagi

3) Apakah menurut bapak/ibu dalam putusan ini sudah dapat memenuhi tujuan hukum? Padahal pada dictum putusan yang termuat terlihat menyimpang dari ketentuan Undang-undang yang ada.

Jawab : ya, hukum dibuat untuk kemaslahatan, (“Maqasidul Syar‟iyah bil Maslahatil Am‟mah”), bahwa hukum itu tujuannya untuk kemaslahatan umat. Sehingga diturunkan hukumnya untuk kemaslahatan atau kepentingan terbaik. Sehingga apabila untuk kemashalatan dan tercapainya suatu kemanfaatan maupun kepentingan terbaik hakim tidak perlu takut bertentangan atau berlawanan dengan Undang-undang, karena hakim bukan corong Undang-undang melainkan hakim corong keadilan, maka disitulah seorang hakim. Dan nama di dalam ilmu hukumnya ialah rechtvinding hukum (penemuan hukum), hakim boleh memutuskan selama itu, karena asasnya hukum itu harus ada kemanfaatan, keadilan dan kemaslahatan

4) Bagaimana proses hakim dalam menyelesaikan perkara hak asuh anak?

Jawab : Dalam menyelesaikan perkara hak asuh anak yang diajukan oleh pihak yang beragama islam ke Pengadilan Agama, Perkara hak asuh anak dapat diajukan beriringan dengan gugatan perceraian maupun permohanan terpisah ketika sudah ada akta cerai kedua orang tuanya. Permohonan gugatan hak asuh anak dilakukan selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya berkas atau surat gugatan perceraian, dalam hal pemeriksaan gugatan hakim berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk mencari solusi dengan cara kekeluargaan untuk memilih dengan siapa anak akan diasuh, selama perkara belum putus hakim tetap akan berusaha mendamaikan kedua bela pihak . Apabila tidak ada itikad baik dari kedua belah pihak dan tidak menemukan jalan keluar didalam kekeluargaan maka hakim akan memanggil Kembali kedua belah pihak untuk hadir

keperdisidangan. Setelah itu para hakim akan melihat pihak mana yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak asuh anak, kemudian pada saat dipersidangan hakim pengadilan akan melihat dan menganalisis bukti serta saksi saksi yang ada dipengadilan. Kemudian menentukan pihak mana yang berhak mendapatkan hak asuh anak.

5) Apa saja akibat hukum yang timbul dari penetapan hak asuh anak?

Jawab : Orang tua yang hak asuh anak jatuh kepadanya ia harus memberikan hak asuh kasih sayang baik materi maupun non materi kepada anaknya. Kepada orang tua yang hak asuh nya tidak jatuh ketangannya maka ia wajib mematuhi putusan hakim, namun tidak menutup kemungkinan ia akan tetap diperbolehkan memberikan kasih sayang kepada anaknya.

6) Faktor apa saja yang menjadi dasar hakim menentukan hak asuh anak?

Jawab: Hakim dalam menentukan hak asuh anak melihat beberapa faktor:

1. Pemilik hak pengasuhan anak harus memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh hak asuh anak

2. Hakim akan melihat Fakta-Fakta yang terungkap di persidangan

3. Hakim akan melihat dari sisi personality dari kedua belah pihak yang bersumber dari fakta beserta pengakuan dari pada saksi.

7) Bagaimana pandangan hakim mengenai hak asuh anak terkait

perlindungan terhadap akidah? Apakah salah satu alasan perlindungan akidah dapat memperkuat permohonan pemohon agar memperoleh hak asuh anak?

Jawab : Tentu, akidah merupakan bagian dari agama. Hakim akan melihat melihat sejauh mana para pihak dapat memberikan perlindungan terhadap akidah anaknya. Tidak dipungkiri bahwa selain melihat ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang hakim harus juga mengetahui apakah putusan yang akan diambil dapat memberikan keadilan. Selain dari pada memberikan keadilan hakim juga melihat dari sisi kepentingan bagi anak.

Dengan mengabulkan permohonan hak asuh anak dibawah umur dengan alasan untuk melindungi akidah anak , hal ini tepat sebab melindungi akidah anak sebagai wujud memberikan perindungan terhadap anak dalam memilih, menjalankan agama yang dianutnya. Hal ini sebagai bentuk memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan pasal 6 Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yaitu setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya , berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali. Sehingga peranan orang tua sangatlah penting dalam menumbuhkembangkan anak terutama dalam menjalankan agama yang dianutnya. Hakim akan memutuskan orang tua mana yang dapat memberikan perlindungan terhadap akidah anak, agar terwujudnya suatu kemashalatan bagi anak.

8) Apabila salah satu pihak bertaubat dan berbuat baik setelah adanya putusan. Apakah boleh satu pihak mengajukan kembali permohonan hak asuh anak kepadanya?

Jawab : Boleh saja, tetapi harus dengan gugatan baru dan kemudian pengadilan melihat kembali apakah permohonan tersebut sudah cukup

untuk membuktikan bahwa orang tua yang mengasuh anaknya saat itu tidak memiliki kemampuan untuk mengasuh anaknya.

9) Apakah ada syarat-syarat tertentu untuk menjamin hak asuh anak yang diberikan kepada bapak atau pihak lainnya?

Jawaban: syarat bagi pihak yang berhak mengasuh anak itu terlihat pada agamanya yang bagus dan berkelakuan baik, tidak pernah meninggalkan sholatnya, tidak penjudi, tidak pemabuk, belum menikah dan kemudian mampu memberikan nafkah pada anaknya. sehingga bisa memenuhi hak-hak yang ada pada anak demi kemaslahatan. Maka oleh karena alasan ibu yang murtad, seorang ibu tidak berhak mendapatkan pengasuhan anak, karena syarat-syarat dalam melakukan hadhanah tidak lain agamanya, sehingga tanpa ada salah satu syarat tersebut, dengan itu ibu bisa saja menjerumuskan anak-anaknya untuk mengikuti perilaku yang diinginkan ibunya.

Dokumen terkait