• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketuban Pecah Dini (KPD)

2.1.5 Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD)

Faktor risiko terjadinya KPD antara lain adalah adanya riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya, panjang serviks yang pendek, perdarahan vagina pada trimester kedua atau ketiga, overdistensi uterus, defisiensi nutrisi tembaga dan asam askorbat, gangguan jaringan ikat, indeks massa tubuh rendah, status sosial ekonomi rendah, merokok, dan penggunaan obat-obatan terlarang (Dayal dan Hong, 2020).

2.1.6 Fisiologi Selaput Korioamnion a. Struktur Anatomi Selaput Korioamnion

Selama berada di dalam kandungan, janin dilindungi oleh 4 selaput yang membungkus rahim. Ada amniotic membrane yang merupakan bagian paling dalam plasenta yang langsung berhubungan dengan cairan amnion, chorion membrane yang merupakan jaringan fibrosa berisi pembuluh darah, vitelline membrane yang berada di antara amnion dan plasenta, dan allantois membrane yang menghubungkan amnion dan plasenta. Yang sering disebut sebagai selaput ketuban adalah selaput amniokorion, yaitu selaput tipis yang membentuk rongga amnion (Rocha dan Baptista, 2015).

Gambar 2.1 Anatomi Uterus dan Penampang Histologinya (Cunningham et al., 2014).

Setelah blastokista mengalami implantasi di endometrium, dindingnya akan berkembang menjadi lapisan korion. Bersamaan dengan hal tersebut, akan terjadi pemisahan sel-sel embrionik dan trofoblas sehingga terbentuklah selaput korioamnion oleh sel trofoblas paling dalam.

Proses pembentukan selaput korioamnion hampir sempurna pada minggu 14 - 17 kehamilan. Ketebalan selaput ini bervariasi mulai dari 0,02 mm – 0,05 mm. Selaput ini adalah struktur yang transparan dan tidak memiliki otot, saraf, maupun pembuluh limpa. Nutrisi dan oksigen didapat melalui difusi dari cairan korion, cairan amnion, dan pembuluh darah, dan energi didapatkan dari proses glikolisis anaerob (Mamede et al., 2012).

b. Fungsi Selaput Korioamnion

Selaput korioamnion memiliki beberapa fungsi penting, diantaranya adalah menampung dan mengatur volume cairan ketuban, mengangkut air, produksi dan tranportasi dan faktor-faktor bioaktif (peptida vasoaktif, endotelin, Brain Natriuretic Peptide, hormon pelepas kortikotropin, faktor pertumbuhan, sitokin, protein yang berhubungan dengan hormon paratiroid) secara selektif. Bahan bioaktif ini nantinya akan memasuki cairan amnion untuk dapat diserap oleh janin melalui inhalasi ataupun ditelan. Produksi BNP diatur oleh regangan mekanis yang ada di selaput dan berfungsi untuk menjaga keterangan uterus. Dan ketika sudah tiba saatnya untuk persalinan, maka epidermal growth factor (regulator negatif BNP) diproduksi sehingga bisa memicu kontraksi (Cunningham et al., 2014).

Fungsi lainnya adalah melindungi janin dari lingkungan eksternal dan mikroorganisme yang ada di vagina, menginisiasi dan memelihara kontraktilitas uterus saat persalinan melalui produksi prostaglandin E2 (PGE2) dan enzim penyintesis prostaglandin (fosfolipase dan prostaglandin sintase), menjaga pH cairan ketuban, serta lentur dan kuat untuk menghasilkan kekuatan tarik janin yang apabila mekanisme ini terganggu dapat menyebabkan pecahnya selaput (Mamede et al., 2012).

c. Histologi Selaput Korioamnion

Selaput korioamnion adalah lapisan avaskular tipis yang berasal dari ektoderm ekstraembrionik dan mesoderm avaskular. Korion terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan retikularis, membran basal, dan sel trofoblas. Peran korion dalam menjaga kekuatan dan elastisitas membran didukung oleh adanya laminin yang akan melakukan stabilisasi pada membran, fibronektin yang memfasilitasi penempelan korion ke desidua, serta kontribusi dari mikrofibril, elastin, dan kolagen. Korion adalah bagian yang terus menerus mengalami remodelling sehingga rentan terhadap kerusakan apoptosis, aktivasi MMP, dan produksi prostaglandin (Lannon et al., 2014).

Gambar 2.2 Lapisan Selaput Korioamnion dan Komposisi Matriks Ekstraselulernya (Parry dan Strauss, 1998).

Amnion terdiri dari selapis epitel yang tersusun di membran basal dan lapisan mesenkim kaya kolagen. Lapisan mesenkim dapat dibagi lagi menjadi lapisan padat yang membentuk rangka fibrosa utama bagi membran amnion, lapisan fibroblas, dan lapisan spongiosa. Lapisan epitel adalah sel kuboid selapis dengan inti ireguler dan besar, nukleolus homogen, banyak organel, banyak vesikula pinositik, dan banyak mikrovili di bagian apeks untuk memudahkan fungsi sekretorik dan fungsi transpornya. Faktor penghambat MMP, prostaglandin E2 (PGE2), dan fibronektin juga aktif dihasilkan oleh sel epitel. Di dalam epitel terdapat protein sitoskeleton dan intermediate filament yang memiliki peran penting dalam menjaga kekuatan amnion. Bagian basal dari epitel memiliki lipatan yang dalam untuk membentuk ikatan ketat dengan membran basal melalui descending filament berupa kolagen tipe-I dan tipe-III yang ada dibawahnya, namun filamen ini sangat rentan terhadap degradasi MMP. Membran basal pada lapisan amnion terdiri dari laminin, fibronektin, kolagen tipe IV dan VII yang penting untuk integritas membran. Lapisan padat terdiri dari kolagen tipe I, III, V, dan VI. Lapisan fibroblas akan menghasilkan kolagen interstisial dan sitokin yang mencakup IL-6, IL-8, dan monosit kemoaktraktan protein-1. Lapisan spongiosa tersusun atas jaringan nonfibril yang mengandung banyak kolagen tipe III (Rocha dan Baptista, 2015).

Sel dan matriks ekstraseluler adalah komponen utama dari membran korioamnion. Kolagen pada lapisan padat akan memberikan kekuatan tarik yang utama untuk selaput amnion, dan kolagen di bagian lainnya sebagai tambahan. Proteoglikan berfungsi untuk proliferasi dan diferensiasi sel untuk remodelling, serta bersama dengan kolagen akan membentuk cross-linking network untuk mempertahankan integritas jaringan. Fibronektin berperan layaknya lem yang akan merekat pada amniotic sac, dan turun serta menstabilisasi matriks. Laminin berperan dalam merekatkan sel epitel dengan stroma yang ada di bawahnya. Elastin berperan untuk sifat elastisitas membran (Rocha dan Baptista, 2015).

d. Biomekanik pada Selaput Korioamnion

Kolagen dan kompleksitas lapisan menjadi kunci utama kemampuan biomekanik membran korioamnion, dan selaput korioamnion adalah yang paling kuat meskipun berada di tekanan paling tinggi. Namun ternyata ada area pada selaput korioamnion yang paling lemah dibandingkan area lainnya, yaitu bagian yang menutupi serviks (paracervical weak zone) karena terus terpapar dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda, dan area ini hanya memerlukan 20 – 50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk merobek area selaput lainnya sehingga sering menjadi initial breakpoint.

Amnion lebih kuat dibanding korion, dan kekuatan korion menetap. Maka, hal-hal yang berisiko merusak area dekat serviks ataupun memperlemah bagian korion bisa menjadi pencetus paling awal KPD (Lannon et al., 2014).

Dokumen terkait