TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketuban Pecah Dini (KPD)
2.1.8 Penegakan Diagnosis Ketuban Pecah Dini (KPD)
Penegakan diagnosis biasanya diawali berdasarkan riwayat anamnesis pasien, pemeriksaan fisik yang akan mendapati cairan ketuban yang keluar dari saluran serviks dan menggenang di vagina, serta pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan (ACOG, 2020).
a. Anamnesis
Langkah awal yang perlu dilakukan untuk pasien diduga KPD adalah anamnesis. Yang perlu ditanyakan antara lain riwayat penyakit saat ini, riwayat kebidanan, riwayat ginekologi, riwayat kesehatan, riwayat bedah, riwayat sosial, dan riwayat keluarga. Pasien biasanya mengeluhkan keluarnya cairan secara tiba-tiba dan terus menerus, sehingga penting juga untuk menanyakan tentang kontraksi, gerakan janin, waktu kemungkinan pecah, jumlah cairan, warna dan bau cairan, perdarahan vagina, nyeri, hubungan seksual baru-baru ini, trauma baru-baru ini, dan aktivitas fisik terkini. Selain itu juga penting untuk praktisi klinis menanyakan perkiraan tanggal kelahiran (Medina dan Hill, 2006).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan harus dengan cara yang meminimalkan risiko infeksi, salah satu yang pasti adalah pemeriksaan spekulum steril. Selama pemeriksaan ini, periksa apakah ada pelebaran dan penipisan serviks, tanda-tanda servisitis, prolaps tali pusat, perdarahan vagina, atau prolaps janin. Jika perlu, pengambilan sample untuk kultur dan pemeriksaan lanjutan adalah dari pemeriksaan spekulum, karena metode ini adalah yang paling aman untuk menentukan KPD dibandingkan pemeriksaan digital (Dayal dan Hong, 2020).
Pemeriksaan digital harus dihindari karena telah terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat pemendekan periode laten, kecuali persalinan segera terjadi atau pasien tampaknya dalam persalinan aktif (ACOG, 2020).
c. Pemeriksaan Lanjutan
Metode non-invasif yang secara objektif dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis KPD adalah melakukan pemeriksaan secara langsung pada cairan ketuban yang bocor melalui serviks uterus saat pemeriksaan spekulum steril. Pemeriksaan spekulum akan memberikan keuntungan lain kepada praktisi klinis karena bisa sekaligus untuk memeriksa servisitis, prolaps janin, prolaps tali pusat, penipisan serviks, menilai dilatasi, dan mendapatkan kultur yang sesuai. Pemeriksaan apapun yang dilakukan harus meminimalkan risiko terjadinya infeksi untuk ibu hamil dan janin yang dikandung (Mariona dan Cabero, 2012).
1. Microscopic Fetal Cell Identification
Diawali dengan pemeriksaan rambut lanugo janin yang diambil dari cairan ketuban, namun karena jumlahnya sedikit dalam cairan ketuban dan baru ada di akhir kehamilan maka metode ini tidak pernah populer.
Selanjutnya metode ini diubah dengan melakukan pemeriksaan sitologi untuk sel vernix caseosa janin di vagina dengan pewarnaan pinacyanole.
Namun teknik ini juga ditinggalkan karena hasil positif palsu akibat kontaminasi bubuk pada sarung tangan pemeriksa. Teknik sitologi mulai ditinggalkan karena memakan waktu, butuh ahli sitologi yang terlatih, tidak efektif <32 minggu usia gestasi, dan memberikan diagnosis yang tidak pasti (El Messidi dan Cameron, 2010).
2. Pemeriksaan Kadar Urea dan Kreatinin di Cairan Vagina
Urea adalah satu satu zat yang terdapat dalam cairan ketuban, darah, dan urin. Konsentrasi kreatinin dalam serum dan cairan ketuban sama pada paruh pertama kehamilan. Konsentrasi kreatinin akan meningkat secara bertahap antara usia kehamilan 20-32 minggu sampai 4x lebih tinggi pada cairan ketuban dibanding pada serum ibu. Ketika selaput korioamnion masih utuh, kadar kreatinin akan rendah pada cairan vagina. Namun ketika selaput tersebut ruptur, kadar kreatinin akan terdeteksi tinggi (Kariman et al., 2013).
3. pH cairan amnion
Metode ini dilakukan dengan pengujian kertas lakmus dan nitrazin, metode ini berlandaskan bahwa pH sekret vagina senilai 3,8-4,5 dan cairan ketuban 7,1-7,3 sehingga jika sekret vagina terkontaminasi oleh cairan ketuban maka pHnya meningkat. Kekurangan dari tes ini adalah kemungkinan hasil positif palsu akibat darah, air mani, urin alkali, antiseptik alkali, vaginosis bakteri, servisitis. Sedangkan hasil negatif palsu bisa terjadi akibat pecahnya membran yang berkepanjangan atau cairan vagina yang minimal (El Messidi dan Cameron, 2010).
4. Arborisasi (Fern Test)
Metode ini mengkristalisasi cairan ketuban menggunakan natrium klorida dan kandungan protein untuk selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Tingkat akurasinya adalah 97,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pengujian kertas lakmus yang hanya mencapai 87,3%. Sebuah studi merekomendasikan bahwa cairan yang diambil dari vagina tidak lebih dari 3 cm dari introitus untuk menghindari adanya kontaminasi dari lendir serviks di forniks posterior yang akan memberikan hasil positif palsu. Hasil negatif palsu bisa didapatkan akibat adanya darah, mekonium, atau leukorea berat. Sedangkan hasil positif palsu bisa didapatkan akibat kontaminasi sidik jari, air mani, maupun lendir serviks (El Messidi dan Cameron, 2010).
5. Kadar Glukosa dan Fruktosa
Selama kehamilan kadar glukosa dan fruktosa terdapat dalam konsentrasi tinggi di lendir serviks yaitu rata-rata 240 mg/100 mL dan 30,4 mg/100 mL, dan pada kasus KPD kadarnya akan menurun. Namun teknik ini cukup tidak praktis dalam menguji ruptur membran (El Messidi dan Cameron, 2010).
6. Modern Methods
Karena adanya keterbatasan dalam metode evaluasi diagnostik yang tersedia, maka dihadirkanlah beberapa metode terbaru seperti pemeriksaan fetal fibronectin, prolaktin, alfa-fetoprotein, bHCG,
diaminaoksidase, laktat, protein plasenta, dan insulin growth factor binding protein-1 (IGFBP-1) yang kadarnya akan meningkat akibat konsentrasinya yang tinggi dalam cairan ketuban dibandingkan dengan sekresi vagina normal. Pemeriksaan ini tidak populer dikarenakan peralatan dan pelatihan laboratorium yang kompleks, biaya mahal, dan sensitivitas pengujian yang rendah (El Messidi dan Cameron, 2010).
Namun pada literatur lain dinyatakan bahwa pemeriksaan prolaktin dan bHCG memiliki hasil diagnostik yang lebih berarti dibandingkan kreatinin dalam kasus KPD (Ghasemi et al., 2016). bHCG adalah suatu substansi yang disekresikan oleh syncytiotrophoblast dan dapat ditemukan di cairan amnion, darah ibu, maupun urin. Cut-off point bHCG pada cairan vagina adalah 79,5 mIU/mL, dengan sensitivitas 93%
dan spesifitas 84% (Bahasadri et al., 2013). IGFBP-1 adalah salah satu protein utama di cairan amnion, dengan konsentrasi 100-1.000x lipat lebih tinggi dibandingkan serum ibu dan hanya 0,5-9 ng/mL pada sekresi vagina. IGFBP-1 dapat dideteksi dengan kadar minimum 25 mg/L dan akan memberikan hasil positif kuat jika kadarnya >50 mg/L.
(Liang et al., 2014).
Fetal fibronectin (fFN) adalah suatu glikoprotein adhesi yang menjadi komponen matriks ekstraseluler di maternal-fetal interface. Ia diekspresikan di matriks ekstraseluler yang terletak pada choriodecidual junction antara decidua dan selaput korioamnion, uterus, dan plasenta.
fFN dapat dideteksi di sekret servikovaginal wanita hamil selama 22 minggu pertama kehamilan sampai selaput korioamnion menyatu secara sempurna dengan decidua, akibat pertumbuhan normal trophoblas dan plasenta. Pada minggu ke-37 kehamilan, fFN menjadi lebih terglikosilasi, kehilangan perekatnya, dan kembali bisa dideteksi di sekret servikovaginalis. Ketika terjadi kerusakan pada desidua ataupun selaput korioamnion, maka fFN akan dilepaskan ke sekret servikovaginal sehingga kadarnya akan jauh lebih tinggi (Abdelazim, 2013).
7. Bantalan Penyerap AmnioSense
Bantalan ini berukuran 12x4 cm dan memiliki strip tengah yang akan berubah warna saat bersentuhan dengan cairan yang memiliki pH
>5. Hal ini tentunya dapat membantu diagnosis KPD dengan mudah melalui cairan ketuban yang bocor. Pada sebuah studi yang dilakukan pada 34 wanita KPD, metode ini menunjukkan angka sensitivitas 100%
dan spesifisitas 75%, spesifisitasnya kemudian meningkat menjadi 90%
setelah wanita dengan vaginosis bakterialis atau trikomoniasis diekslusikan. Dibandingkan dengan pengumpulan cairan amnion di forniks posterior pada saat pemeriksaan spekulum, penggunaan bantalan penyerap ini juga menunjukkan angka sensitivitas 98,3% dan spesifisitas 65%. Namun apakah darah, mekonium, dan semen dapat memberikan intervensi pada hasil masih belum diketahui (El Messidi dan Cameron, 2010).
8. Placental Alpha-Microglobulin-1 (PAMG1) Rapid Immunoassay Tes immunoassay PAMG-1 adalah metode yang cukup akurat untuk mendiagnosis KPD, dan jauh lebih unggul dibandingkan tes konvensional (Lee et al., 2007). PAMG-1 adalah suatu glikoprotein plasenta 34 kD yang berlimpah pada cairan ketuban (2.000-25.000 ng/mL), sedikit pada darah ibu (5-25 ng/mL), dan sangat sedikit pada sekresi servikovaginal (0,05-0,2 ng/mL). Berdasarkan hal inilah, peningkatan kadar PAMG pada sekresi servikovaginal dapat dicurigai sebagai KPD karena kadarnya yang berbeda 1.000-10.000x lipat.
Ambang deteksi minimum pengujian untuk PAMG-1 adalah 5 ng/mL, cukup untuk akurasi 99% dengan negatif palsu yang minimal. PAMG-1 dapat dideteksi hanya dengan 0,25 μL cairan ketuban dalam 1 mL sekret vagina. (El Messidi dan Cameron, 2010).
Pemeriksaan USG dari volume cairan ketuban juga bisa dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan, namun sifatnya bukan sebagai tes diagnostik. Apabila diagnosis masih belum bisa ditegakkan setelah berbagai evaluasi dilakukan, maka bisa digunakan tes pewarnaan indigo-carmine transaabdominal yang dipandu
dengan USG, yang diikuti dengan mengalirnya cairan berwarna biru ke vagina dan didokumentasikan dengan tampon atau pembalut yang diwarnai (ACOG, 2020).
Beberapa kerugian yang mungkin akan didapat adalah risiko trauma, perdarahan, infeksi, persalinan prematur, serta hasil negatif palsu jika membran menutup setelah kebocoran cairan ketuban sebelumnya (El Messidi dan Cameron, 2010).
Gambar 2.5 Alur Penegakan Diagnosis KPD (Medina dan Hill, 2006)
Anamnesis
Adanya kebocoran cairan ketuban secara tiba-tiba atau terus-menerus, area genitalia terasa basah, ketidakmampuan menahan keinginan untuk berkemih
Pemeriksaan Fisik 1. Pengecekan cairan ketuban
2. Test Nitrazine untuk pengecekan pH atau arborisasi
3. Cek kebocoran cairan ketuban pada ostium serviks melalui pemberian tekanan di fundus atau pasien batuk
4. Pemeriksaan spekulum
5. Pemeriksaan USG untuk indeks cairan ketuban ataupun pewarnaan dengan indigo-carmine jika dibutuhkan
KPD Bukan KPD
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak ada tanda kegawatdaruratan ataupun tanda akan persalinan prematur
Rujuk segera ke RS, pertimbangkan konsultasi ahli