• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketuban Pecah Dini (KPD)

2.1.9 Tatalaksana Ketuban Pecah Dini (KPD)

Saat pertama kali diagnosis KPD ditegakkan, usia kehamilan, presentasi janin, dan kesejahteraan janin (DJJ, aktivitas uterus, solusio plasenta, korioamnionitis, dan gangguan janin) harus dievaluasi. Profilaksis terhadap GBS harus diberikan berdasarkan hasil kultur atau faktor risiko intrapartum jika hasil kultur belum keluar. Pasien dengan hasil kultur positif GBS lebih dianjurkan untuk induksi segera dibandingkan pemberian expectant management (ACOG, 2020).

Karena kebanyakan pasien dengan KPD aterm baru akan mengalami persalinan spontan dalam waktu 24 jam, maka perlu diantisipasi risiko morbiditas ibu dan janin yang mungkin terjadi selama periode laten tersebut terutama jika serviks masih belum matang dan skor bishop yang rendah melalui pemberian induksi. Induksi dapat diberikan dengan PGE2 ataupun oksitosin, terutama direkomendasikan pada ibu dengan usia kehamilan >37 minggu dan persalinan spontan tidak kunjung terjadi serta tidak ada kontraindikasi untuk persalinan, dengan tetap memperhatikan peningkatan risiko kejadian operasi caesar maupun infeksi (Bezircioglu et al., 2012). Pada pemberian induksi oksitosin, perlu adanya periode yang cukup dengan kontraksi yang adekuat (selama 12-18 jam) agar terjadi perkembangan fase laten sebelum diagnosis gagal induksi ditegakkan dan menjadi indikasi dilakukannya operasi caesar. Jika pasien menolak diberikan induksi dan lebih memilih expectant management, selama kondisi klinis ibu dan janin cukup meyakinkan dalam 12-24 jam pemberian manajemen maka tidak masalah dan pasien diberikan konseling mengenai risiko KPD (ACOG, 2020).

Indikasi persalinan pada kasus KPD aterm adalah apabila terdapat status janin yang abnormal, korioamnionitis klinis, dan perdarahan vagina yang dicurigai sebagai solusio plasenta, dengan tetap mempertimbangkan status janin, volume perdarahan, dan usia kehamilan. Indikasi dilakukannya persalinan pada kasus KPD preterm adalah apabila terdapat status janin yang abnormal, infeksi intraamnion yang bermakna secara klinis, dan solusio plasenta, dengan tetap mempertimbangkan usia kehamilan jika ingin diberikan expectant management.

(ACOG, 2020).

Expectant management adalah dirawatnya ibu di rumah sakit dengan terus dilakukan pemantauan berkala terhadap infeksi, solusio plasenta, kompresi tali pusat, kesejahteraan janin, dan persalinan, dengan cara pengecekan USG periodik, DJJ, pemeriksaan suhu, tanda-tanda infeksi, tokolitik, kortikosteroid, antibiotik, magnesium sulfat, dan waktu persalinan. Pasien dengan KPD preterm sebelum 34 0/7 minggu kehamilan dapat diberikan expectant management apabila tidak ada kontraindikasi bagi ibu maupun janin. Sedangkan pada pasien dengan KPD preterm pada 34 0/7 minggu kehamilan atau lebih, lebih disarankan untuk melakukan persalinan. Jika ibu menolak, maka harus dilakukan konseling dengan mempertimbangkan efek dari KPD serta pemberitahuan bahwa expectant management tidak boleh melebihi 37 0/7 usia kehamilan (ACOG, 2020).

Penggunaan tokolitik dikaitkan dengan peningkatan masa laten dari waktu rupturnya membran sampai ke waktu persalinan dan risiko persalinan yang lebih rendah dalam waktu 48 jam, tetapi juga dikaitkan dengan adanya risiko tinggi korioamnionitis pada kehamilan sebelum 34 0/7 minggu kehamilan sehingga ada sumber yang menyarankan dan ada juga yang melarang penggunaannyaa (ACOG, 2020). Penggunaan tokolitik akut (selama 48 jam) sebelum usia 34 minggu kehamilan dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada neonatus.

Selain itu, pemberian steroid secara bersamaan juga dapat dipertimbangkan.

Penggunaan tokolitik harus hari-hati dan apabila ada bukti infeksi atau solusio plasenta maka terapi ini harus dihindari (Mendez-Figueroa dan Chauhan, 2020).

Penggunaan kortikosteroid untuk kasus KPD preterm memiliki banyak manfaat diantaranya adalah mengurangi kematian neonatal, sindrom gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikular, dan enterokolitis nekrotikans (Roberts et al., 2017). Penggunaannya direkomendasikan untuk wanita dengan usia kehamilan 24 0/7 minggu dan 33 6/7 minggu, dan wanita yang berisiko melahirkan prematur dalam 7 hari atau KPD preterm diberikan kortikosteroid mulai dari 23 0/7 minggu kehamilan (ACOG, 2020).

Magnesium sulfat direkomendasikan pada pasien dengan KPD preterm yang terjadi sebelum memasuki 32 0/7 minggu kehamilan dan dianggap berisiko untuk melahirkan segera (ACOG, 2020). MgSO4 memberikan manfaat

perlindungan terhadap saraf, yaitu mengurangi risiko terjadinya cedera otak neonatal dan cerebral palsy. Terdapat beberapa perbedaan terkait dosis MgSO4 yang diberikan, yaitu loading dose sebesar 4 gr/20 menit diikuti dengan 1 gr/jam IV selama 24 jam (Crowther et al., 2014) atau loading dose sebesar 6 gr/20-30 menit diikuti dengan 2 gr/jam IV selama 12 jam (Spong et al., 2008). Di dalam tubuh manusia, terdapat reseptor NMDA (N-methyl-D-Aspartase), yang jumlahnya jauh lebih tinggi pada janin dan bayi baru lahir serta lebih rentan terhadap kerusakan akibat pelepasan glutamat oleh otak. Dengan adanya magnesium, ia akan menginhibisi reseptor NMDA dan masuknya kalsium ke dalam sel saraf (Jung et al., 2018). Namun, pada tahun 2013, FDA memberikan larangan pemberian MgSO4 lebih dari 5-7 hari dikarenakan adanya peningkatan risiko perubahan pada tulang berupa demineralisasi tanpa adanya manfaat neuroproteksi (FDA, 2013).

Pemberian antibiotik diwajibkan untuk mencegah adanya infeksi, memperpanjang periode laten (waktu antara rupturnya membran sampai pemberian antibiotik dan waktu antara pemberian antibiotik sampai persalinan), serta peningkatan risiko morbiditas baik bagi ibu maupun neonatus (Pawar dan Reddy, 2020). Regimen antibiotik yang saat ini sangat umum digunakan untuk kasus KPD preterm adalah pemberian kombinasi ampisilin IV dan eritromisin diikuti dengan amoksisilin oral dan eritromisin selama 7 hari. Dosis yang dipakai oleh The Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development Maternal-Fetal Medicine Units Network adalah sebesar 2 gr/6 jam ampisilin IV dan 250 mg/6 jam eritromisin selama 48 jam diikuti dengan 250 mg/8 jam amoksisilin oral dan 333 mg/8 jam eritromisin selama 7 hari (ACOG, 2020). Pada literatur lain dinyatakan bahwa pemberian ampisilin-sulbaktam juga meningkatkan masa laten lebih panjang (Tanaka et al., 2019). Azitromisin dapat digunakan apabila eritromisin tidak tersedia ataupun kontraindikasi (Navathe et al., 2019). Pasien yang mengalami KPD preterm juga lebih direkomendasikan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit dibandingkan dengan rawat jalan, hal ini dikarenakan ketidakpastian akan outcome yang muncul (ACOG, 2020).

Tabel 2.1 Tatalaksana KPD menurut ACOG berdasarkan Usia Gestasi (ACOG, 2020).

Tatalaksana KPD berdasarkan Usia Gestasi Term (37 0/7 minggu usia kehamilan atau lebih)

a. Pemberian antibiotik profilaksis GBS jika terindikasi b. Obati infeksi intraamnion jika ada

c. Lanjutkan menuju persalinan dengan pemberian induksi ataupun operasi caesar jika dibutuhkan atau ada indikasi

Late Preterm (34 0/7-36 6/7 minggu usia kehamilan)

a. Expectant management atau lanjutkan persalinan dengan pemberian induksi ataupun operasi caesar jika dibutuhkan atau ada indikasi

b. Pemberian kortikosteroid single-course (Dengan syarat: Jika sebelumnya belum pernah diberikan steroid, jika dberikan induksi kelahiran dalam waktu tidak kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 7 hari, serta tidak ada tanda korioamnionitis*)

c. Screening GBS dan pemberian antibiotik profilaksis jika terindikasi d. Obati infeksi intraamnion jika ada (dan lanjutkan menuju persalinan) Preterm (24 0/7-33 6/7 minggu usia kehamilan)

a. Expectant management

b. Pemberian antibiotik direkomendasikan untuk memperpanjang periode latensi apabila tidak terdapat kontraindikasi

c. Pemberian kortikosteroid single-course

d. Obati infeksi intraamnion jika ada (dan lanjutkan menuju persalinan) e. Lakukan vaginal-rectal swab untuk kultur GBS pada awal kejadian dan

pemberian antibiotik profilaksis jika terindikasi

e. Pemberian MgSO4 untuk proteksi saraf sebelum persalinan pada usia kehamilan <32 0/7 minggu apabila tidak terdapat kontraindikasi

Periviable (<23-24 minggu usia kehamilan) a. Lakukan konseling kepada pasien

b. Expectant management atau induksi persalinan

c. Pemberian antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan begitu memasuki usia 20 0/7 minggu kehamilan

d. Pemberian antibiotik profilaksis GBS, kortikosteroid, tokolitik, dan MgSO4 tidak direkomendasikan sebelum viabilitas janin. Namun hal ini dapat dipertimbangkan bagi wanita yang memasuki usia kehamilan 23 0/7 minggu.

*Jangan tunda pemberian steroid, kecuali jika pasien akan menjalani Caesar

Dokumen terkait