• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Sosial

Dalam dokumen Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998 (Halaman 74-87)

DI KOTA MEDAN

4.3. Faktor Sosial

Krisis ekonomi selalu berkaitan erat dengan masalah sosial. Dengan kata lain,

membicarakan masalah krisis ekonomi berarti juga membicarakan masalah kesenjangan sosial yang menjadi dampak dari krisis ekonomi tersebut. Seperti yang telah disinggung bahwa krisis

ekonomi menyebabkan kesenjangan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Kesenjangan itu telah melahirkan suatu kecemburuan sosial.

Seperti yang juga telah disinggung bahwa dampak dari krisis ekonomi dirasakan oleh masyarakat dari golongan menengah ke bawah. Dalam hal ini adalah kaum buruh karena kaum buruh mewakili masyarakat marginal yang paling sering terkena imbas dari berbagai macam masalah di dalam negeri. Masalah perburuhan selalu menjadi masalah pokok yang masih terus dibicarakan sampai saat ini. Mulai dari permasalahan upah yang layak diterima hingga masalah hak-hak normatif buruh yang harus dijunjung tinggi.

Buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah.67 Sejarah perburuhan di kota Medan berawal dari pembukaan perkebunan di Sumatera Timur. Mereka kebanyakan didatangkan dari luar daerah dan bekerja di areal perkebunan.. Mereka biasanya disebut dengan istilah ‘kuli’ dan bekerja dengan sistem kontrak. Mereka harus tunduk dengan ketetapan yang telah dibuat. Ketetapan itu disebut dengan ‘Koeli Ordonantie’ atau Ordonansi Kuli. Bila mereka melanggar ketetapan tersebut maka mereka mendapatkan sanksi berupa denda, penjara, hingga penyiksaan fisik. Ordonansi Kuli inilah yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Poenali Sanctie yang artinya syarat yang bisa berakibat hukuman bila dilanggar.68

Pemberlakuan Poenali Sanctie telah menyebabkan kaum kuli telah ditindas hak-haknya sebagai seorang manusia. Kemerdekaan mereka sepertinya terampas oleh pemberlakuan Poenali Sanctie. Mereka harus mengalami penyiksaan fisik berupa, pukulan, tendangan cambukan, dan penyiksaan lainnya yang mereka dapatkan dari pihak majikan. Penderitaan kuli tersebut harus ditambah lagi dengan tingkat upah yang tidak sesuai dengan keperluan mereka dalam mencukupi

kebutuhan sehari-hari. Untuk kuli wanita saja upah yang mereka terima hanya 2,20 dollar yang sudah terkena pemotongan. Tak heran bila kebanyakan dari mereka menjadi ‘pelacur’ untuk menambah biaya hidup seari-hari. Untuk kuli pria, mereka kebanyakan bermain judi.

Dalam tahun-tahun selanjutnya, perkembangan jumlah kuli yang didatangkan semakin pesat terutama kuli Tionghoa yang tidak hanya didatangkan dari Penang saja tetapi juga dari negeri Tiongkok sendiri. Akibat, kedatangan sejumlah besar kuli, maka sangat mempengaruhi komposisi penduduk Medan pada saat itu. Dalam tahun 1930, berdasarkan sensus yang dilakukan, komposisi penduduk Medan adalah sebagai berikut :

1. Orang Bumiputera : 40.000 orang 2. Orang Eropa : 4.292 orang 3. Orang Cina : 27.180 orang 4. Orang Timur Asing : 3.408 orang

(Sumber : Tengku Luckman Sinar, 1991 :70)

\

Dalam jaman modern saat ini, kondisi buruh Kota Medan tak berbeda jauh dengan kondisi kuli kontrak di Sumatera Timur. Masih banyak hak-hak mereka yang terbengkalai dan tingkat upah yang masih sangat minim. Apalagi ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi menjadikan kondisi buruh semakin terjepit. Mereka kesulitan untuk mencukui kebutuhan sehari-hari dan kebanyakan dari mereka harus terkena PHK.

Persoalan upah buruh selalu menjadi masalah utama dalam ketenagakerjaan sebab persoalan-persoalan lain dalam perburuhan selalu dipicu oleh masalah upah.. Upah menjadi kata

kunci bagi pihak-pihak yang mengelola konflik kepentingan antara pengusaha, buruh, dan pemerintah.69

1. Upah pokok, yaitu imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

Menurut Dr. Abdullah Sulaiman, SH,M.H, dalam bukunya yang berjudul ‘Upah Buruh Di Indonesia, disebutkan bahwa komponen upah buruh adalah sebagai berikut :

2. Tunjangan tetap, yaitu pembayaran teratur berkaitan dengan pekerjaan diberikan secara tetap untuk pekerjaan dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti tunjangan isteri, anak, perumahan, kematian, dan tunjangan lainnya.Tunjangan makan, transportasi dimasukkan dalam komponen tunjangan tetap apabila tunjangan tersebut idak dikaitkan dengan kehadiran, diterima secara tetap oleh buruh menurut satuan waktu, harian, atau bulanan.

3. Tunjangan tidak tetap, adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tidak tetap untuk buruh dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan pembayaran upah pokok dan tunjangan tetap. (Abdullah Sulaiman, 2008 : 141).

Selain pendapatan yang diberikan dalam bentuk upah, buruh juga berhak mendapatkan pendapatan lain dalam bentuk non-upah. Adapun pendapatan non-upah tersebut adalah :

1. Fasilitas, yaitu segala bentuk kenikmatan dalam bentuk nyata/benda yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan

kesejahteraan buruh, seperti fasilitas kendaraan (antar- jemput buruh atau lainnya), pemberian makan secara cuma-cuma, sarana ibadah, tempat penitipan bayi, koperasi, dan lain-lain.

2. Bonus yang bukan merupakan bagian dari upah. Bonus ini merupakan pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan perusahaan atau karena buruh menghasilkan hasil lebih besar dari target produksi yang normal besarnya. Pembagian bonus ini diatur dengan kesepakatan.

3. THR (Tunjangan Hari Raya), gratifikasi, dan pembayaran lainnya.70

Upah buruh merupakan hak buruh untuk mendapatkan penghasilan yang layak dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itulah, pemerintah menetapkan sebuah kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja/buruh tersebut. Adapun kebijakan pengupahan itu adalah :

1. Upah minimum. 2. Upah kerja lembur.

3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.

4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaanya. 5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.

6. Bentuk dan cara pembayaran upah. 7. Denda dan pemotongan upah.

8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan sebagai upah. 9. Struktur dan skala pengupahan proposional. 10. Upah untuk pembayaran pesangon.

70

Dr. Abdullah Sulaiman,S.H,M.H. Upah Buruh Di Indonesia,(Jakarta : Universitas Trisakti,2008) hal.141

11.Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.71

Mengenai upah minimum pemerintah juga telah menetapkan besarannya yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup. Tujuan penetapan upah minimum ini adalah :

1. Mengurangi persaingan yang tidak sehat antara buruh dalam pasar kerja karena ketidaksempurnaan pasar kerja.

2. Melindungi daya beli buruh yang berpenghasilan rendah 3. Mengurangi kemiskinan.

4. Meningkatkan produktivitas kerja

5. Lebih menjamin upah yang sama bagi pekerjaan yang sama. 6. Mencegah terjadinya perselisihan.

7. Mencegah melorotnya upah ke bawah bagi buruh lapisan bawah karena ketidakseimbangan pasar kerja yang disebabkan oelh penawaran yang melebihi permintaan buruh.72

Upah minimum terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap dengan ketentuan upah pokok sekurang-kurangnya 75% dari upah minimum.73

Selain, upah yang layak diterima oleh para buruh, pihak perusahaan juga seharusnya memperhatikan hak-hak para buruh berupa keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan hak-hak asasi manusia. Pihak perusahaan juga

Upah minimum ini biasanya berlaku secara regional. UMR ( Upah Minimum Regional) yang berlaku di setiap propinsi di Indonesia jumlahnya berbeda-beda dan mengalami kenaikan di tiap tahunnya.

71

berhak memperhatikan waktu kerja dan waktu istirahat para buruh untuk menunjang produktivitas perusahaan. Menurut UU No.13 tentang ketenagakerjaan, waktu kerja para buruh adalah Pertama, tujuh jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Kedua, delapan jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk lima hari kerja dalam satu minggu.

Untuk buruh perempuan, pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1. Buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun, dilarang dipekerjakan antara pukul

23.00 sampai pukul 07.00.

2. Pihak perusahaan dilarang mempekerjakan buruh perempuan yang hamil apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 karena berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya.

3. Pihak perusahaan yang memperkerjakan buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 berkewajiban memberikan makanan dan minuman bergizi dan juga berkewajiban untuk menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

4. Pihak perusahaan wajib menyediakan angkutan antar-jemput bagi buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

Pihak perusahaan yang mempekerjakan buruh melebihi waktu kerja harus

memperhatikan persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk waktu lembur,pihak perusahaan berkewajiban meminta persetujuan dari pihak buruh yang bersangkutan. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satu minggu. Pihak perusahaan yang mempekerjakan buruh melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selain dalam hal waktu lembur dan upahnya, pihak perusahaan juga wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada para buruh.

Namun, UMR dan segala macam hak-hak yang seharusnya diberikan oleh pihak perusahaan inilah yang kemudian menjadi masalah dan menjadi tuntutan pokok bagi para buruh karena pihak perusahaan atau pabrik tak sepenuhnya menjalankan ketetapan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Di Medan, sebuah perusahaan yang seharusnya memberikan upah sebesar Rp. 4.200 sehari malah menjadi Rp.2.100 per hari. Keadaan ini diperparah lagi oleh jaminan kesehatan dan THR yang dibayar separuh.74

Kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah termasuk Medan, merupakan suatu gejala konflik sosial. Konflik dalam artian yang sebenarnya adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan.

Kondisi ini menyebabkan para buruh di Kota Medan mengambil tindakan dengan melakukan tuntutan agar upah mereka dapat diperoleh dengan layak. Tetapi tuntutan mereka tidak didengarkan oleh pihak perusahaan. Puncaknya adalah pada Mei 1998 para buruh yang sudah berafiliasi dengan SBSI melakukan aksi demonstrasi besar-besaran. Demonstarsi itu berakhir dengan ricuh.

75

74 Kompas, 7 Maret 1996.

Menurut pengertian Sosiologi, konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik memiliki dua jenis, yaitu konflik yang berdimensi vertikal dan konflik yang berdimensi horizontal. Konflik yang

berdimensi vertikal adalah konflik yang terjadi antara penguasa dan rakyat. Penguasa dalam hal ini bisa berarti pemerintah, kelompok bisnis, atau aparat militer.Hal yang paling menonjol dalam konflik ini adalah digunakannya kekerasan negara, sehingga timbul korban di kalangan massa. Konflik yang berdimensi horizontal, yakni konflik yang terjadi dalam kalangan masyarakat

sendiri. Dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang terjadi pada awal Mei 1998 tersebut, merupakan jenis konflik yang lebih mengarah pada konflik horizontal. 76

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil oleh Penulis dari peristiwa kerusuhan yang terjadi di Kota Medan pada bulan Mei 1998 adalah : Pertama, kondisi kota Medan sebelum terjadinya kerusauhan Mei 1998 relatif aman. Berbagai macam isu yang kian marak di daerah-daerah lain Indonesia, seperti isu konflik etnis, tidak terpengaruh pada masyarakat Kota Medan yang heterogen.

Kedua, Penyebab utama kerusuhan yang terjadi di kota Medan pada bulanMei 1998 adalah krisis ekonomi, isu SARA , dan masalah kesenjangan sosial. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Krisis ekonomi yang telah dirasakan sejak pertengahan Juli 1997 yang ditandai oleh melonjaknya kurs rupiah terhadap mata uang dollar dan kemudian diikuti oleh kenaikan harga sembako telah menyebabkan adanya kesenjangan dalam sosial-ekonomi. Kesenjangan itu kemudian berubah menjadi suatu kecemburuan sosial terhadap etnis Tionghoa yang dianggap telah mendominasi perekonomian Kota Medan. Hal ini berakibat munculnya sifat anti-Tionghoa di kalangan masyarakat pribumi, sehingga pada saat terjadinya kerusuhan etnis Tionghoalah yang dijadikan sasaran utama amuk massa. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan timbulnya masalah sosial, seperti: kriminalitas yang semakin merajalela, semakin meningkatnya angka kemiskinan, angka pengangguran yang semakin meningkat, dan banyaknya jumlah karyawan atau buruh yang mengalami PHK. Dalam hal ini buruhlah yang menjadi ‘korban’ dari krisis ekonomi tersebut. Upah buruh buruh yang minim dan hak-hak mereka yang terbengkalai,

Ketiga, pemicu utama kerusuhan pada bulan Mei 1998 di Kota Medan bukanlah berasal dari gerakan aksi yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas dan juga dari elemen buruh, tetapi aksi spontan dari masyarakat Kota Medan yang resah akibat kembali meningkatnya harga BBM yang mulai berlaku, sejak Senin, 4 Mei 1998. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada segelintir orang yang menjadi penyusup di dalam gerakan aksi massa.

Keempat, Gerakan mahasiswa yang murni untuk mengadakan suatu perubahan harus ternodai oleh aksi amuk massa yang dilakukan secara spontanitas. Adapula orang-orang yang memanfaatkan situasi itu untuk mengambil keuntungan seperti, menjarah, merampok, dan memperkosa.

Kelima, tindakan pengamanan guna mencegah, membatasi dan menanggulangi

pecahnya rangkaian perbuatan kekerasan yang seharusnya dapat diantisipasi dan yang kemudian berproses secara eskalatif

Keenam, Kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, khususnya Medan, merupakan konflik sosial yang berdimensi horizontal. Hal ini disebabkan oleh adanya konflik yang terjadi di antara masyarakat itu sendiri dan umumnya konflik tersebut berbau SARA.

Ketujuh, Secara umum, kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di Kota Medan, jelas

menimbulkan kerugian. Tidak hanya dalam bidang material, tetapi juga dalam bidang sosial dan mental.

5.2. Saran

Dari kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saaran-saran yang dapat penulis berikan dalam penulisan ini adalah : Pertama, Pemerintah seharusnya perlu meningkatkan kesehjahteraan umum di dalam masyarakat agar tak terjadi kesenjangan sosial yang dapat menimbulkan pertentangan kelas sosial dalam masyarakat itu sendiri.

Kedua, Pemerintah juga seharusnya juga memperhatikan kepentingan kaum mayoritas, dalam hal ini kaum non-Tionghoa, dengan memberikan permodalan bagi sejumlah kelompok pengusaha non-Tionghoa, baik pengusaha besar, menengah, dan kecil. Upaya ini dimaksudkan agar para pengusaha tersebut dapat bersaing secara sehat dengan pengusaha lainnya.

Ketiga, Pemerintah juga harus mampu menjalankan roda pemerintahan yang bersih dan terbebas dari KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme).

Keempat, Pemerintah juga harus memberikan tindakan tegas bagi segala bentuk premanisme yang berkembang di semua lingkungan, lapisan, dan profesi dalam masyarakat.

Kelima, Pemerintah harus memberikan rehabilitas dan kompensasi bagi semua korban dan keluarga kerusuhan. Pemerintah juga untuk mengurus surat-surat berharga milik korban. Terhadap gedung-gedung yang terbakar, pemerintah perlu segera membantu pembangunan kembali gedung-gedung tersebut, terutama sentra-sentra ekonomi dan perdagangan serta fasilitas-fasilitas sosial.

Keenam, Pemerintah juga perlu mengadakan suatu undang-undang tentang anti-diskriminasi rasial dan mewujudkannya dalam bentuk produk hukum yang positif.

Ketujuh, Perlu dikembangkannya pemahaman nilai moral dalam masyarakat tentang nilai kerukunan, persaudaraan, dan sikap salaing menghormati di antara sesame masyarakat, guna mencegah munculnya segelintir provokator yang berupaya memecah belah.

Dalam dokumen Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998 (Halaman 74-87)

Dokumen terkait