• Tidak ada hasil yang ditemukan

Situasi Kota Medan Sebelum Peristiwa Kerusuhan Mei 1998

Dalam dokumen Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998 (Halaman 37-42)

KERUSUHAN DI KOTA MEDAN PADA MEI 1998

3.1. Situasi Kota Medan Sebelum Peristiwa Kerusuhan Mei 1998

Krisis ekonomi yang mulai dirasakan masyarakat Indonesia pada pertengahan Juli 1997 berkembang menjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Krisis kepercayaan ini lahir dari sebuah rasa ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat terhadap pemerintah Orde Baru yang dianggap telah melakukan banyak penyimpangan di segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial, hukum, dan sebagainya.

Dalam bidang politik, demokrasi yang diharapkan mampu berjalan dengan baik, ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kedaulatan rakyat yang seharusnya dipegang oleh rakyat, malah dipegang oleh pihak penguasa. Rasa kekecewaan rakyat dalam bidang politik ini diawali oleh hasil pemilu 1997. Pada pemilu tahun 1997 tersebut, peserta pemilu terdiri dari tiga partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Golongan Karya menang mutlak dimana-mana karena partai ini dianggap sebagai partai pemerintah yang didukung sepenuhnya oleh pemerintahan Soeharto. Mulai dari Presiden hingga Kepala Lingkungan (Kepling) di tingkat desa atau kelurahan mendukung Golkar. Dengan demikian, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden untuk lima tahun yang akan datang.

Banyak yang merasa kecewa pada waktu Soeharto memerintah Indonesia kembali. Rasa kecewa itu menimbulkan semangat pembaharuan yang didengung-dengungkan kalangan aktivis lalu menjalar di banyak kalangan, seperti, mahasiswa, buruh, pekerja, dan lain sebagainya.

Keadaan Indonesia yang sedang carut-marut ini diperparah oleh lembaga perwakilan rakyat yang dirasa tidak berjalan sesuai dengan amanat rakyat. Banyak perwakilan rakyat di DPR yang diangkat melalui nepotisme, sehingga anak, isteri, ataupun kerabat dari pejabat tinggi negara dapat menjadi anggota badan legislatif.

Dalam bidang hukum terdapat penyimpangan dan ketidakadilan. Fungsi lembaga kehakiman yang seharusnya memberi rasa keadilan bagi masyarakat malah melakukan penyimpangan dengan tunduk di bawah kekuasaan pejabat negara. Akibatnya, sering timbul rekayasa dalam proses peradilan. Rekayasa tersebut didukung dengan mewabahnya gejala KKN di segala bidang kehidupan.

Berkembangnya praktik KKN dalam seluruh aspek kehidupan tersebut menyebabkan runtuhnya perekonomian rakyat. Korupsi telah menyebabkan keuangan negara menjadi tidak sehat dan kolusi menyebabkan pelaksanaan tatanan hukum menjadi timpang, sementara nepotisme memberikan keistimewaan kepada kerabat dan kawan. Dengan kata lain, KKN telah banyak merugikan banyak pihak termasuk masyarakat Indonesia. Akibatnya, muncul rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah Orde Baru yang dianggap menjalankan fungsinya dengan otoriter.

Dari rasa ketidakpuasan itulah muncul sebuah gerakan reformasi yang kebanyakan dimotori oleh para mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia. Tujuan dari gerakan reformasi ini adalah untuk melakukakan pembaruan di segala bidang menuju ke suatu tatanan kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan itu, maka langkah awal yang dilakukan adalah dengan meminta presiden Soeharto melepas jabatannya sebagai presiden. Pada dasarnya, mahasiswa sebagai motor penggerak jalannya reformasi, memiliki agenda reformasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun esensi dari agenda reformasi tersebut adalah :

1. Adili Soeharto dan kroninya. 2. Amandemen UUD 1945 3. Penghapusan dwifungsi ABRI 4. Otonomi daerah yang seluas-luasnya 5. Supremasi hukum

6. Pemerintahan yang bersih dari KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme).

Aksi massa pun dimulai menuntut diadakannya reformasi di segala bidang. Demikian pula halnya yang terjadi di Medan. Awalnya, situasi Kota Medan sebelum terjadinya kerusuhan dapat dikatakan relatif aman. Berbagai macam isu seputar konflik etnis ataupun agama, seperti yang terjadi di daearah-daerah lain di Indonesia, sama sekali tidak terpengaruh pada masyarakat Kota Medan yang heterogen. Demikian pula halnya dengan isu tentang terjadinya inflasi, sama sekali tidak memberikan pengaruh bagi perekonomian Kota Medan yang kebanyakan didominasi oleh etnis Tionghoa.

Pada tahun 1996, mulai terjadi aksi yang dilakukan oleh gerakan buruh Kota Medan yang merembes sampai ke daerah-daerah lain. Namun, tetap saja kondisi Kota Medan masih dapat dikendalikan. Pada tahun 1997, sebelum pemilu berlangsung, mulai muncul gerakan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dri beberapa Universitas di Kota Medan. Gerakan aksi mahasiswa tersebut masih terjadi dalam lingkungan kampus masing-masing. Dengan kata lain, gerakan aksi mahasiswa tersebut masih terjadi dalam skala kecil. Penjagaan oleh aparat keamanan pun dilakukan di sekitar kampus, tempat mahasiswa-mahasiswa kota Medan melakukan aksi demonstrasi. Mereka menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden untuk yang kesekian kalinya. Namun, hasil pemilu memberikan kemenangan mutlak bagi Golkar

dan Soeharto terpilih kembali sebagai presiden. Hal ini menyebabkan para mahasiswa merasa kecewa.

Reformasi yang sudah didengungkan, akhirnya menjalar di kalangan mahasiwa dan para aktivis Kota Medan. Para mahasiswa se-Kota Medan kemudian bersatu menolak hasil pemilu dan Soeharto sebagai presiden. Mahasiwa kemudian bergabung dalam suatu gerakan aksi mahasiswa, seperti, GMKI, GMNI, HMI, dan sebagainya. Para mahasiswa juga bersatu dengan gerakan buruh dan para aktivis LSM. Pada awal tahun 1998, gerakan aksi mahasiswa sudah mulai terlihat sering dilakukan. Mereka melakukan aksi long march hingga ke gedung DPRD.

Aksi long march pun dilakukan oleh civitas academica USU, mulai dari mahasiswa, dosen, sampai guru besarpun ikut berjalan melakukan konvoi menuju gedung DPRD Sumatera Utara. Mereka berkumpul di Gedung Pancasila karena menunggu anggota-anggota yang berasal dari seluruh fakultas di USU. Setelah berkumpul, mereka lalu berjalan dengan tertib dan dibatasi oelh tali sebagai pembatas agar tidak disusupi oleh orang-orang yang tidak dikenal.

Barisan yang berasal dari USU ini beratus orang jumlahnya. Mereka dipimpin oleh guru-guru besar berbagai fakultas. Aksi long march ini berjalan dengan tertib yang diikuti oleh mahasiswa dan dosen. Mereka membawa spanduk-spanduk yang bertuliskan agar reformasi dilanjutkan dan pemerintah dibersihkan dari praktek KKN. Setelah berjalan berkilo-kilometer sampailah mereka ke gedung DPRD Sumatera Utara. Di gedung itu juga sudah berkumpul mahasiswa dan dosen dari berbagai universitas di Kota Medan. Setelah mereka berkumpul, maka rombongan barisan bersama-sama menyanyikan lagu Padamu Negeri dan salah satu di antara mereka melakukan orasi di depan gedung tersebut. Setelah aksi selesai, maka rombongan barisan atau kelompok-kelompok barisan pulang ke tempat asalnya dengan berbaris secara tertib.19

19

Sepanjang Maret 1998-Mei 1998 setidaknya terdapat delapan kali aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai universitas, seperti yang diperlihatkan dalam tabel 5 berikut ini.

Tabel 3.1 Rekapitulasi Gerakan Mahasiswa Di Kota Medan Sepanjang 10Maret-1Mei 1998

Tanggal Lokasi

10 Maret 1998 USU dan UNIKA

25 April 1998 USU

27 April 1998 UMSU, UISU, dan St. Thomas 29 April 1998 USU, Nomensen, dan UISU

1 Mei 1998 UISU, Nomensen

(Sumber : Fadli Zon, 2004 : 154)

Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu sekitar tiga bulan terdapat setidaknya lima kali aksi massa yang menuntut diadakannya reformasi di segala bidang. Aksi massa itu tak jarang diwarnai oleh bentrokan dengan aparat keamana Pada tanggal 25 April 1998, jatuh korban dari mahasiswa USU Medan yang disebabkan oleh bentrokan dari aparat.

Untuk mencegah masuknya penyusup dalam barisan mahasiswa yang melakukan orasinya, mahasiswa menggunakan jas almamater sebagai identitas diri.20 Namun, tetap saja ada yang melempari dengan batu, meneriakkan kata-kata kasar, dan sebagainya. Aparat keamanan pun melakukan tembakan peringatan dan melemparkan gas air mata ke arah massa yang melakukan aksi brutal hingga akhirnya terjadilah kerusuhan yang hebat.

3.2. Kronologi Peristiwa Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998

Dalam dokumen Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998 (Halaman 37-42)

Dokumen terkait