• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.2. Monitoring Implementasi Keselamatan Pasien Rumah Sakit

5.3.4. Faktor Struktur Birokrasi

Kebijakan Permenkes No. 1691/ Menkes/ PER/ VIII/ 2011 Bab II Pasal 6 menyebutkan Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien dan bertanggung jawab

kepada kepala rumah sakit. Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen rumah sakit

dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit. Tugas TKPRS adalah : a)

mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan

kekhususan rumah sakit tersebut; b) menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit; c) menjalankan peran untuk melakukan

motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi)

tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit; d) bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan pelatihan

internal keselamatan pasien rumah sakit; e) melakukan pencatatan, pelaporan insiden,

analisa insiden serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran; f) memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit; dan g) membuat laporan kegiatan

kepada kepala rumah sakit.

Dalam implementasi keselamatan pasien berbasis kebijakan Permenkes RI No. 1691 /Menkes /PER /VIII /2011 di Rumah Sakit Umum Deli Medan, TKPRS merupakan birokrasi/ institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan kebijakan tersebut sehingga dipahami struktur birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak.

Menurut Edwards III (1980) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni: Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi. Standard Operational Procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan

kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan. Sedangkan fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan.

Menurut hasil penelitian diketahui keanggotaan TKPRS belum melibatkan tenaga non kesehatan sehingga pemahamannya terhadap implementasi keselamatan pasien masih sedikit apalagi sosialisasi Standar Prosedur Operasional (SPO) masih kurang dan terbatas untuk unit tertentu. Kebijakan yang ada juga belum maksimal sehingga implementasi keselamatan pasien berbasis kebijakan Permenkes RI No. 1691 /Menkes /PER /VIII /2011 di Rumah Sakit Umum Deli Medan belum berjalan dengan semestinya. Kegiatan dari program keselamatan pasien yang dikembangkan oleh TKPRS belum begitu kelihatan, contohnya belum adanya kegiatan seperti yang dilakukan rumah sakit-rumah sakit lain seperti lomba cuci tangan antar unit dimana dapat memotivasi tenaga kesehatan maupun non kesehatan untuk melaksanakan program cuci tangan.

Peran TKPRS untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian terhadap implementasi program keselamatan pasien masih belum

berjalan secara aktif, sebagai contoh belum adanya penyediaan hand rub di rumah sakit yang belum tentu tidak disetujui oleh Direktur karena menurut para informan beliau mendukung program keselamatan pasien tersebut walaupun belum maksimal. Menurut hasil penelitian, TKPRS kurang melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan keselamatan pasien di lapangan sehingga belum memberikan masukan kepada Direktur dalam hal pengadaan hand rub tersebut.

Ketika TKPRS tidak kondusif terhadap implementasi kebijakan tersebut, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan keselamatan pasien. Anggota-anggota TKPRS di Rumah Sakit Umum Deli Medan sibuk dengan tugas dan fungsi pokok di unit masing-masing, hal tersebut menyebabkan mereka menjadi tidak bisa fokus dalam hal peningkatan implementasi keselamatan pasien.

Selain koordinasi dengan TKPRS, hubungan kerja antar unit juga berpengaruh terhadap implementasi keselamatan pasien. Menurut hasil penelitian diketahui bahwa hubungan kerja antar unit di Rumah Sakit Umum Deli Medan dalam rangka implementasi keselamatan pasien berbasis kebijakan Permenkes RI No. 1691/Menkes/PER/VII /2011 berlangsung baik, walaupun kadang ada sedikit kendala dalam komunikasi, akan tetapi tidak menjadi masalah.

Dari hasil penelitian diperoleh saran-saran dan masukan dari para tenaga kesehatan dan non kesehatan sebagai informan dalam penelitian ini yaitu : 1) Sosialisasi dari TKPRS yang masih kurang dan belum menyeluruh misalnya kepada seluruh dokter terutama dokter bedah dan dokter kebidanan maupun tenaga non

kesehatan yang ada di rumah sakit; 2) Kebijakan yang ada juga belum maksimal misalnya kebijakan tentang wewenang apoteker melakukan pencampuran elektrolit konsentrat tinggi serta pelimpahan wewenang apabila apoteker tidak berada di tempat, belum adanya daftar obat-obat high alert, LASA/ NORUM dan elektrollit konsentrat; 3) Koordinasi dari TKPRS belum maksimal karena anggota TKPRS sibuk dengan tugas pokoknya; 4) Pengiriman tenaga untuk mengikuti diklat eksternal belum ada; 5) Penambahan tenaga di Bagian Tempat Pendaftaran Pasien; 6) Penyediaan fasilitas seperti penempatan ruang yang lebih luas untuk Unit Farmasi, Unit Kamar Operasi maupun Bagian Tempat Pendaftaran Pasien; dan pengadaan sarana prasarana yaitu: a) penyediaan hand rub agar semua tenaga yang ada di rumah sakit dapat melaksanakan cuci tangan sesuai prosedur; b) pemisahan meja administrasi dan meja peracikan obat di Unit Farmasi; c) penyediaan lemari khusus untuk larutan konsentrat tinggi; d) tersedianya tempat untuk menyimpan obat LASA beserta labelnya; e) pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) yang optimal terutama untuk Bidang Keperawatan, Unit Kamar Operasi dan Unit Laboratorium; f) penyediaan gelang merah untuk pasien alergi obat dan gelang kuning untuk pasien risiko jatuh; g) pengadaaan alat Computed-Radiography; h) pengadaan sistem bar code untuk ketepatan identifikasi pasien; i) pengadaan kartu berobat pasien dari bahan yang tebal; j) pemasangan palang di semua brankar UGD; k) rem brankar UGD diperbaiki; l) penyediaan tanda peringatan jatuh untuk petugas Sanitasi dan prasarana lain yang berkaitan dengan implementasi keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Deli Medan.

Dokumen terkait