Dalam menunjang pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati dilakukan kegiatan farmasi klinis yang meliputi pengkajian penggunaan obat, visite, monitoring efek samping, pelayanan informasi obat, edukasi farmasi dan konseling (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012).
3.4.1 Pengkajian Penggunaan Obat (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah :
1) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan / dokter tertentu.
2) Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain.
3) Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
4) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan obat antara lain :
1) Indikator peresepan 2) Indikator pelayanan 3) Indikator fasilitas
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat adalah rangkaian proses analisa dan audit secara retrospektif dan prospektif terhadap tatalaksana pengobatan pasien yang menjalani pengobatan di RSUP Fatmawati. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat di RSUP Fatmawati adalah :
1) Tercapainya rasionalisasi penggunaan obat.
2) Terjaminnya kebenaran proses terapi pasien selama menjalani perawatan di RSUP Fatmawati.
3) Terwujudnya pencegahan kesalahan dalam pelayanan obat pasien.
4) Tersedianya standar prosedur operasional (SPO) tentang pengkajian.
penggunaan obat pasien di RSUP Fatmawati guna pengatasan terhadap adanya Drug Related Problems (DRPs).
Seluruh penggunaan obat pada pasien di RSUP Fatmawati dilakukan evaluasi dan pengkajian dengan menggunakan prosedur Pengkajian Penggunaan Obat yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah memenuhi standar kualifikasi yang dipersyaratkan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional (SPO) pengkajian penggunaan obat yaitu dengan melakukan :
1) Analisa kesesuaian obat dengan indikasi terapi, dosis obat, aturan pakai dan waktu pemberian, dan rute pemberian.
2) Potensial dan aktual efek samping obat (ESO).
3) Potensial dan aktual duplikasi terapi dengan membandingkan antara obat yang akan digunakan saat ini dengan obat yang telah diberikan sebelumnya.
4) Respon alergi dan reaksi hipersensitifitas lainnya.
5) Interaksi antar obat dengan obat.
6) Interaksi obat dengan makanan.
7) Keberhasilan pengobatan dengan menilai fungsi ginjal pada obat nefrotoksik, fungsi hepar untuk obat menginduksi hepatotoksik, tanda infeksi pada obat antibiotik, keluhan nyeri untuk obat analgetik, koagulasi darah untuk obat antikoagulan, terhadap kontraindikasi obat dengan kondisi pasien seperti kontra indikasi obat untuk pasien hamil atau sedang masa menyusui.
8) Analisa terhadap biaya pengobatan pasien.
9) Pelaksanaan kegiatan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk konfirmasi bila ditemukan adanya masalah pada pengobatan (drug related problems / DRPs)
10) Pelaksanaan kegiatan komunikasi dan klarifikasi untuk problem solving dengan klarifikasi dan komunikasi verbal langsung dengan dokter DPJP.
Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung maka dilakukan degan komunikasi melalui telepon.
11) Pembuatan dan penyusunan saran rekomendasi pengatasan DRP’s dengan
menghentikan pengobatan, mengganti dengan obat yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, atau monitoring obat secara intensive.
12) Pelaksanaan penyusunan laporan hasil kajian oleh Apoteker pelaksana dengan penyusunan laporan dan penentuan kesimpulan apakah rasional atau tidak rasional.
3.4.2 Visite (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif;
b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien;
c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;
d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya;
Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut :
a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b. Pasien dalam perawatan intensif;
c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal;
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin. Nilai kritis pemeriksaan laboratorium dapat dilihat di lampiran 22.
f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan pasien / keluarga. Setelah informasi didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat.
Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi).
3.4.3 Monitoring Efek Samping (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012) Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Efek samping tidak mungkin dihindari / dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor - faktor risiko. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan penderitaan, meningkatkan perawatan / perpanjangan masa perawatan, dan dapat menyebabkan kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada lampiran 23.
MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi badan pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademis. Beberapa tujuan diadakannya MESO diantaranya adalah :
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi dan insiden efek samping obat baik yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan
3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian efek samping obat
4) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan 5) Membuat peraturan yang sesuai
6) Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
7) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1) Laporan insidentil
Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau laporan kasus di majalah.
2) Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat.
3) Laporan intensif di RS
Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
4) Laporan wajib
Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek samping obat di tempat tugas / praktek sehari - hari.
5) Laporan catatan
3.4.4 Pelayanan Informasi Obat
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga,
efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier.
Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati dapat dilihat pada lampiran 24 (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012).
3.4.5 Konseling
Kegiatan konseling di RSUP Fatmawati berupa pemberian penjelasan dan pemahaman kepada pasien mengenai pengobatan yang diperoleh oleh pasien dengan tujuan dapat menimbulkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan secara benar dan aman. Prosedur konseling obat adalah tata cara dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konseling obat (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012).
Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan kriteria (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
3) Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya:
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konseling dengan apoteker.
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konseling dengan apoteker.
3) Pasien dengan penggunaan obat khusus, seperti:
a) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
b) Pasien dengan pengobatan kronis.
c) Pasien dengan riwayat alergi.
d) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
e) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi, pengobatan HIV / AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konseling dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat oleh apoteker dengan tahapan berikut:
1) Perkenalan.
2) Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.
3 ) Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap.
Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung.
4) Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
5) Penutup.
3.5 Peran Lintas Farmasi Terkait dalam Pelayanan Farmasi di RSUP