• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenologi Nyamplung

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 38-46)

Fenologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu masa (waktu) dari peristiwa-peristiwa biologis yang berulang-ulang dan pada waktu itu turut berperan faktor kekuatan biotik dan abiotik, yang berupa hubungan antarfase pada jenis yang sama atau jenis yang berbeda (Lieth 1974 dalam Askab, 2001). Fenologi merupakan sebuah respons tumbuhan terhadap faktor-faktor lingkungan pada suatu daerah yang merupakan manifestasi dari interaksi komponen struktur dan fungsi tanaman terhadap lingkungannya (Phillips, 1980 dalam Askab, 2001).

29

I Wayan Widhana Susila

Pengamatan fenologi nyamplung sebagian besar di lakukan di Pulau Lombok, terutama pada proses perkembangan pembungaan sampai pembuahannya. Sementara itu, nyamplung di Bali dan Sumbawa hanya diamati saat mulai berbunga, berbuah, dan panen raya buah pada setiap lokasi sebaran nyamplung. Berdasarkan pengamatan pada setiap lokasi, fenologi pembuangaan dan pembuahan relatif tidak bersamaan.

1. Pembungaan

Perkembangan pembungaan nyamplung di Jerowaru Lombok Timur terjadi pada bulan April hingga Mei. Sedangkan, pada daerah Pujut dan Pringgarata Lombok Tengah, serta Korleko dan Sambelia Lombok Timur terjadi pada bulan Mei hingga Juni. Selanjutnya, perkembangan pembungaan paling akhir terjadi di Batukliang Utara, yaitu bulan Juni hingga Juli. Perkembangan fisiologis bunga nyamplung di lokasi Sambelia digambarkan sebagai berikut (Handoko, et al, 2011).

Gambar 13. Perkembangan panjang bunga dari tangkai hingga pucuk bunga di Sambelia, Lombok Timur (Handoko, et al, 2011)

Perkembangan pembungaan dan pembuahan pohon nyamplung di beberapa lokasi terkadang terjadi sepanjang tahun,

30

yakni nyamplung berbunga kembali setelah sisa beberapa buah pada tajuk pohonnya. Hal itu artinya setelah berbunga dan berbuah pada periode pertama, kemudian dilanjutkan lagi (tanpa masa istirahat) dengan berbunga berikutnya. Kejadian ini terjadi pada tegakan/tanaman nyamplung di Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat, Daerah Kempo dan Kilo Kab Dompu, yang berbunga kembali pada bulan Oktober. Sedangkan, di Lombok terjadi di daerah Pringgarata Lombok Tengah, Wanasaba Lombok Timur, Batulayar Lombok Barat, berbunga lagi pada bulan November (Susila dan Agustarini, 2014).

2. Pembuahan

Periode perkembangan bunga menjadi buah nyamplung umumnya terjadi selama 1 bulan di wilayah Lombok. Perkembangan bunga menjadi buah nyamplung tersaji pada Gambar 14. Berdasarkan hasil pengamatan di Jerowaru perkembangan buah terjadi selama 2,5 bulan, yakni akhir Mei hingga awal Agustus. Sementara itu, di Korleko dan Sambelia terjadi selama 2 bulan (Juni – Agustus) dan di Batukliang Utara terjadi selama 1,5 bulan, yaitu akhir Juli hingga awal September (Handoko, et al, 2011).

31

I Wayan Widhana Susila

44

– Agustus) dan di Batukliang Utara terjadi selama 1,5 bulan, yaitu akhir Juli hingga awal September (Handoko,

et al, 2011).

Gambar 14. Skema periode perkembangan bunga nyamplung menjadi buah (Handoko, et al, 2011)

2 Minggu 2 Minggu

2 – 3 bln

Gambar 14. Skema periode perkembangan bunga nyamplung menjadi buah (Handoko, et al, 2011)

33

IV

KUANTIFIKASI POTENSI PRODUK

NYAMPLUNG

Keberadaan nyamplung di NTB dan Bali cukup potensial sebagai salah satu sumber bahan baku biofuel. Di Bali, tanaman nyamplung yang tumbuh alami masih banyak dijumpai di Pulau/ Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung dan tumbuh sporadis di Kawasan Hutan Taman Nasional Bali Barat Kabupaten Jembrana. Di NTB, terutama di Pulau Lombok tanaman nyamplung banyak dijumpai di dataran menengah (ketinggian di atas 100 mdpl), sedangkan di Pulau Sumbawa sebagian besar dijumpai di dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl. Sebaran hasil pengamatan tegakan nyamplung tahun 2010 – 2012 disajikan pada Gambar 15.

Namun demikian, potensi nyamplung pada wilayah-wilayah itu belum diketahui secara akurat (belum terdata pada instansi terkait di pemda setempat). Di Provinsi NTB, sejarahnya hanya delapan komoditas HHBK, seperti: madu, gaharu, kemiri, bambu, aren, arang, asam, dan rotan yang tercatat sebagai volume produksi selama 6 tahun dari tahun 2000-2005 (Bappenas, 2006), tahun berikutnya jenis-jenis HHBK ini tidak terdokumentasi. Sementara itu, keberadaan potensi nyamplung di Bali, sejarahnya belum pernah terdokumentasi oleh pemda setempat.

34

Gambar 15. Peta lokasi sebaran nyamplung di Bali dan Nusa Tenggara Barat (Susila dan Agustarini, 2014)

Sebenarnya, akhir-akhir ini potensi kayu nyamplung NTB dan Bali telah mengalami penurunan karena aktivitas penebangan. Hasil penafsiran tutupan lahan dari Citra Satelit Landsat7 ETM tahun 2003, diduga tegakan nyamplung banyak terdapat dan menyebar di daerah dataran rendah pesisir pantai (Bustomi dan Lisnawati, 2009). Aktivitas penebangan nyamplung oleh masyarakat dilakukan karena kebanyakan keberadaan tanaman nyamplung berada di luar kawasan hutan. Di samping itu, permintaan untuk kayu pertukangan lebih dominan daripada untuk bahan baku biofuel. Seperti diketahui kayu nyamplung banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan kontruksi perahu karena tahan terhadap perusakan air laut.

Metode survei dilakukan secara purposive untuk pemilihan lokasi sebaran nyamplung dan secara sensus pada setiap lokasi untuk mengukur dimensi pohon nyamplung (Gambar 16). Untuk pengamatan jumlah buah pada setiap pohon, dilakukan seleksi pohon sampel berdasarkan sebaran diameter pada masing-masing karakteristik tempat tumbuh. Karakteristik tempat

35

I Wayan Widhana Susila

tumbuh memperlihatkan bahwa sifat fisik dan kimia tanah, seperti pH tanah memiliki variasi yang tinggi terhadap jumlah buah nyamplung. Kemudian, ketinggian tempat juga menunjukkan hubungan yang erat terhadap variasi jumlah buah per pohon. Oleh karena itu, lokasi pengumpulan produksi buah dan biji per pohon dikelompokan menurut pH tanah dan ketinggian tempat yang relatif seragam hingga diperoleh lima kelompok lokasi seperti disajikan pada Tabel 3.

Gambar 16. Penandaan dan pengukuran dimensi pohon nyamplung (Susila dan Agustarini, 2014) Tabel 3. Kelompok Karakteristik Pengamatan Buah Nyamplung Kelompok

Kriteria pengelompokan

Lokasi pengamatan pH tanah tempat (mdpl)Ketinggian

I (6,76)AA < 150 Sekongkang, Kab Sumbawa Barat

II B

(8,46) < 150

Kempo dan Kilo, Kab. Dompu

III AA

(6,73) ≤ 150

Pringgarata, Kab. Lombok Tengah

IV (6,60)AA 150 – 300

Kec. Batulayar, Kab. Lombok Barat,

Kec. Wanasaba, Kab. Lombok Timur

36

Kelompok

Kriteria pengelompokan

Lokasi pengamatan pH tanah tempat (mdpl)Ketinggian

V (7,56)AB ≥ 300

Tanglad, Batukandik, dan Pejukutan (Nusa Penida, Bali)

Sumber : Susila dan Agustarini (2014)

Keterangan: AA = agak asam, B = basa, dan AB = agak basa

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 38-46)

Dokumen terkait