• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter Minyak Biji Nyamplung

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 73-88)

Kandungan asam oleat dan linoleat yang dominan pada minyak nyamplung, mengambil porsi 65% dari total asam lemak (Tabel 7). Total asam lemak pada minyak nyamplung asal NTB, yaitu 98,70%. Komposisi asam lemak ini sesuai (hampir sama) dengan yang dihasilkan oleh Hasibuan, et al (2013), yaitu didominasi oleh asam oleat 35,75 % dan linoleat 29,05 %. Hasil dari degumming diinformasikan bahwa minyak nyamplung mengandung komponen steroid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid yang berfungsi sebagai obat (memiliki efek antibakteri).

64

Tabel 7. Komposisi Asam Lemak Minyak Nyamplung No. Jenis asam lemak (a)Nilai (%) (b)

1 Laurat 0,178 -2 Miristat 2,450 0,09 3 Palmitat 15,977 14,60 4 Stearat 12,363 19,96 5 Oleat 42,671 37,57 6 Linoleat 23,667 26,33 7 Linolenat 1,399 0,27

Keterangan : (a) Sumber Wahyuni, et al (2014)

(b) Sumber Bustomi, et al (2008)

Sifat-sifat fisik minyak yang ada dalam Tabel 8, antara lain: densitas, kadar air, dan viskositas. Densitas adalah perbandingan massa jenis minyak dengan massa jenis air, serta menunjukkan salah satu kualitas minyak sebagai bahan bakar energi. Densitas yang relatif rendah menunjukkan kualitas minyak yang lebih baik untuk bahan bakar energi. Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa biokerosin nyamplung memiliki densitas rata-rata 0,94. Sementara, biokerosin asal Sumbawa memiliki densitas yang lebih rendah dibandingkan yang berasal dari Lombok dan Dompu. Viskositas memiliki hubungan yang erat dengan kekentalan minyak. Viskositas yang relatif rendah memiliki kualitas minyak yang lebih baik untuk biokerosin. Nilai viskositas biokerosin nyamplung yang diperoleh berkisar 0,63 – 0,84 dPa’s. Lalu, bokerosin asal Sumbawa mempunyai nilai viskositas yang lebih rendah daripada yang berasal dari Lombok dan Dompu.

65

I Wayan Widhana Susila

Tabel 8. Sifat Fisiko Kimia Biokerosin Nyamplung dari Beberapa Lokasi Jenis sampel Lama simpan (bln) Densitas 20oC (kg/ m3) Kadar air (%) Viskositas 40oC (dPa’s) Bil asam (mg NaOH/g) Nyamplung Lombok 0 0,949 0,93 0,81 26,28 1 0,945 1,06 0,84 22,06 2 0,940 0,88 0,72 20,78 3 0,939 0,59 0,73 20,75 Nyamplung Sumbawa 0 0,940 1,30 0,64 28,45 1 0,936 2,46 0,66 28,46 2 0,937 0,71 0,64 29,17 3 0,935 0,61 0,68 32,75 Nyamplung Dompu 0 0,944 0,73 0,67 29,19 1 0,939 1,26 0,63 26,96 2 0,939 0,94 0,67 26,73 3 0,941 1,16 0,68 28,88

Keterangan: Sumber Wahyuni, et al (2014)

Sifat fisik selanjutnya, yaitu kadar air bahwa tidak ada pengaruh asal dan waktu simpan bahan baku biokerosin terhadap kadar air minyak. Pada dasarnya, kadar air minyak sangat tergantung pada proses produksi minyak itu sendiri. Kadar air biji yang dipres dari proses pengeringan merupakan bagian yang dapat mempengaruhi kadar air minyak. Bilangan asam biokerosin dapat menentukan sukses atau gagalnya pembuatan minyak dan dapat menghindari terjadinya korosi pada mesin, sekaligus menjaga keawetan kompor yang digunakan. Semakin kecil bilangan asam maka semakin baik kualitas suatu minyak.

Berdasarkan bilangan asam, biokerosin asal Lombok yang lebih baik daripada yang berasal dari Sumbawa dan Dompu. Namun, hal itu tidak didukung oleh nilai viskositas dan

66

densitasnya yang lebih tinggi. Bilangan asam ini dapat diturunkan dengan melakukan proses transesterifikasi. Hal ini biasanya dilakukan pada minyak yang diperuntukkan untuk biodiesel. Untuk biokerosin sendiri nilai bilangan asam diperlukan untuk menjaga alat agar tidak mudah (mengalami) korosi. Hasil ekstrasi biji nyamplung, resin yang dihasilkan selain minyaknya, memiliki nilai bilangan asam yang cukup tinggi yang disebabkan karena resin memiliki senyawa- senyawa fenolik yang memiliki sifat antioksidan, antiinflamasi, antikanker, dan antimikroba. Oleh karena itu, ekstraksi biji nyamplung sangat potensial diaplikasikan untuk pengobatan (Agronet, 2017).

67

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha HA, Hasnah TM, Pudjiono S. 2013. Beberapa teknik produksi tanaman untuk mendukung Penyediaan bibit nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) secara massal. Prosiding Seminar Nasional Hasil Hutan Bukan Kayu. Peranan Hasil Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan. Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Mataram, 12 September 2012.

Agronet. 2017. IPB dan ITB Teliti Manfaat Ekstraksi Biji Nyamplung. Portal Pertanian Peternakan dan Perikanan. http://www.agronet.co.id/detail/indeks/berita/ Diakses, 19-4-2018

Anonim. 2009. Draft Rencana Aksi Pengembangan Energi Alternatif Berbasis Tanaman Nyamplung 2010–2014. https://id.scribd. com/document/341044604, diakses pada 17 Jaanuari 2017. _______. 2011. Nyamplung Data. http://www.scribd. com/

doc/58589858/Nyamplungdata, diakses pada 19 Juli 2017. Azkab, M. H. 2001. Fenologi dan Taksonomi Lamun. Oseana, Vol

XXVI, No.1, 2001: 1-8. Pusat Litbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. http://oseanografi.lipi.go.id/dokumen/osean, diakses pada 18 Mei 2018.

Baharuddin dan Taskirawati. 2009. Buku Ajar Hasil hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Bappenas. 2006. Ringkasan: Kajian Strategi Pengembangan Potensi Hasil Hutan Non Kayu dan Jasa Lingkungan. Direktorat

68

Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas. Tidak dipublikasikan.

Bustomi ST, Rostiwati, Sudrajat B, Leksono, AS, Kosasih I, Anggraini D, Syamsuwida Y, Lisnawati Y, Mile D, Djaenudin, Mahfudz E, Rachman. 2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Bustomi, S. dan Lisnawati, Y. 2009. Deskripsi Umum Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Departemen kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.

Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 Tahun 2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. http:// www.dephut.go.id., diakses 4 Agustus 2014.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nusa Tenggara Barat. 2017. Statistik Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016. Dinas Lingkungan dan Kehutanan, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram. https://dislhk.ntbprov.go.id/ data-dan-statistik/, diakses pada 23 Mei 2018.

Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi. 2009. Potensi Sumber Daya Hutan Produksi Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi.

Friday JB dan Okano D. 2006. Callophyllum inophyllum (kamani). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. www. traditionaltree.org, diakses pada 19 Juli 2017.

Hadi, W. A. 2009. Pemanfaatan minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) sebagai bahan bakar minyak pengganti solar. Jurnal Riset Daerah, 8 (2), 1044-1052.

69

I Wayan Widhana Susila

https://anzdoc.com/pemanfaatan-minyak-biji-nyamplung. html, diakses 24-6-2018.

Handoko, C., Wahyuni, R., Agustarini, R dan Ramdiawan. 2011. Fenologi Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) di Nusa Tenggara Barat dan Bali. Laporan Hasil Penelitian (LHP) Tahun 2010. Balai Penelitian Kehutanan Mataram. Tidak dipublikasikan.

Hani, A. 2011. Pengaruh Penyiraman Air Laut terhadap Bibit Nyamplung. Tekno Hutan Tanaman, Vol.4 Nomor 2 : 79 –

84. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Ciamis.

Hasibuan, S., Sahirman, Yudawati, M.A. 2013. Karakteristik Fisiko Kimia dan Anti Bakteri Hasil Purifikasi Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Agritech Vol. 33, No. 3.– 319.https://media.neliti.com/media/publications, diakses pada 18 April 2018.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Cet. Ke-6. Jakarta: Akademika Pressindo.

Hasnah. 2014. Pengaruh Skarifikasi Biji terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Nyamplung. Wana Benih Vol. 15 Nomor 1. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Heryati, Y. 2007. Nyamplung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Website:http://forplan.or.id/images/File/ Apforgen/flyer/nyamplung, diakses pada 17 Januari 2017. Heryati Y, Rostiwati T, Mile Y. 2007. Nyamplung. Departemen

Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Kampus Balitbang Kehutanan; Jl. Gunung Batu, Bogor.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.

70

Https://jahidinunhalu.wordpress.com/calophyllum-inophyllum-l/, diakses 13 Maret 2018.

Http://tamanbibit.com. Bibit pohon nyamplung, diakses pada 13 Maret 2018.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 2013. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 25 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. http://prokum. esdm.go.id, diakses 25 Januari 2013.

Kuswantoro, D. P., Mulyana, S., Santoso, H.B. 2012. Analisis Usaha Tani Agroforestry Nyamplung di Lahan Sempit untuk Mendukung Kemandirian Energi di Kabupaten Ciamis. Prosiding/Workshop Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry Tahun 2011. Bogor: Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan.

Leksono, B., Widyatmoko, S. Pudjiono, E. Rahman dan K.P. Putri. 2010. Pemuliaan Nyamplung (Calophyllum inophylum L) untuk Bahan Baku Biofuel. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

_________, Y. Lisnawati, E. Rahman, K.P. Putri. 2011. Potensi tegakan dan karakteristik lahan enam populasi nyamplung (Calopyllum inophyllum l.) ras jawa. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman, Bogor 30 November – 1 Desember 2010. Bogor: Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan.

_________, R.L. Hendrati, Mahudi, E. Windyarini dan T.M. Hasnah. 2012. Pemuliaan Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) untuk Bahan Baku Biofuel: Keragaman Produktivitas Biodiesel dan Kandungan Resin Kumarin dari Populasi Nyamplung di Indonesia. Insentif Peningkatan

71

I Wayan Widhana Susila

Kemampuan Peneliti dan Perekayasa. Kerja sama Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Jakarta. www. google.com/search?q=daya+bakar+minyak+nyamplung, diakses pada 21 Mei 2018.

________, Windyarini, E., Hasnah, T. M. 2014. Budidaya Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) untuk Bioenergi dan Prospek Pemanfaatan Lainnya. Kerja sama Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dengan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan. Bogor: PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana.

Malarvizki, P. dan Ramakrishnan, N. 2011. GC-MS Analysis of Biologically Active Compounds in Leaves of Calophyllum inopyllum L. International Journal of ChemTech Research Vol. 3, No.2, April-June 2011. Coden (USA). http://sphinxsai. com/vol3.no2/chem/chempdf/CT=49(806-809)AJ11.pdf, diakses pada 17 Mei2018.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K., Prawira, SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Bogor: Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Mitloehner R. 2007. Lecture Note of Advanced Silviculture. Faculty of Forestry, Gadjah Mada University, Yogyakarta.

Mukhlisi dan Sidiyasa K. 2011. Aspek ekologi nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) di Hutan Pantai Tanah Merah, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8(4):385-397. Bogor: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

Norsamsi, S. Fatonah, D. Iriani. 2015. Kemampuan Tumbuh Anakan Tumbuhan Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) pada Berbagai Taraf Penggenangan. Biospecies Vo. 8 No. 1, Januari 2015. Jurusan Biologi, Fakultas Matemarika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau, Pekanbaru.

72

Nurtjahjaningsish, ILG., P. Sulistyawati, AYPBC. Widyatmoko, dan A. Rimbawanto. 2012. Karakteristik Pembungaan dan Sistem Perkawinan Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) pada Hutan Tanaman di Watusipat, Gunung Kidul. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, Vol. 6 No. 2, September 2012, 65 – 80. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Oknasari, L., Fatonah, S., Iriani, D. 2013. Efektivitas Skarifikasi dan Konsentrasi Air Kelapa Muda terhadap Perkecambahan Biji Nyamplung. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau, Pekanbaru.

Pitopang, R., Ismet, K., Aiyen, T., & In’am, B. F. 2008. Pengenalan Jenis-jenis Pohon yang Umum di Sulawesi. Palu: UNTAD PRESS.

Prabakaran, K., & Britto, S. J., 2012. Biology,Agroforestry and Medicinal Value of Callophyllum inophyllum L. (Clusiacea): A Review. International Journal of Natural Product Research, I(2):24-33: www.urpjournals.com, diakses pada 17 Januari 2017.

Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi http://www.batan.go.id, diakses 25 Januari 2017

Rostiwati, T., Heryati, Y., & Mile, Y. 2007. Upaya Penanaman Nyamplung (Callophyllum Spp) Sebagai Pohon Potensial Penghasil HHBK. http://www.isjd.pdii.lipi.go.id, diakses pada tanggal 07 Februari 2017.

_______, A. S. Kosasih, S. Bustomi, E. Rachman dan Y. Lisnawati. 2009. Teknik Penanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Departemen kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.

73

I Wayan Widhana Susila

Santi, S. R. 2009. Penelusuran Senyawa Sitotoksik Pada Kulit Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) dan Kemungkinan Korelasinya sebagai Antikanker. Jurnal Kimia 3 (2) 2009, hal. 101 – 108. Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. https://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/ article/view/2742, diakses pada 17 Mei 2018.

Soerianegara, I. and Lemmens, R.H.M.J. (eds.). 1993. Plant resources of South-East Asia, Vol. 5 (1): 211-- 215. Pudoc Scientific Publication. Wageningen Steenis, C.G.G.J.V. 1972. Flora untuk sekolah di Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Sopamena CHA. 2007. Hitaullo (CalopHyllum inopHyllum L.): Sumber Energi Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Tanaman Konservasi. Bandung: BAPINDO.

Sudomo, A., A. Hani, D. Herdiyana. 2011. Silvikultur Intensif Nyamplung. Laporan Hasil Penelitian (LHP) Tahun 2011. Balai Penelitian Kehutanan, Ciamis.

Sukardi, Abbas. 2016. Konservasi Nyamplung (Calophyllum inophylum L.) di Kawasan Pesisir Pantai Afetaduma Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate. Procedings of Internacional Confrence on University Community Engagement, Surabaya Indonesia Tanggal 2 – 5 Agustus 2016, hal 91 – 116. http://digilib.uinsby.ac.id/7401/, diakses pada 15 Mei 2018.

Surata, IK., Agustarini, R., Bahri, A. 2012. Populasi Dasar untuk Pemuliaan Jenis Gaharu (Gyrinops verstegii Domke) dan Nyamplung (Calophylum inophylum L.). Laporan Hasil Penelitian (LHP) Tahun 2012. Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, Mataram. Tidak dipublikasikan. Suryawan, A. 2014. Pengaruh Media dan Penanganan Benih

74

inophylum L.). Jurnal Wasian Vol. 1, No. 2 : 57-64. Manado: Balai Penelitian Kehutanan.

Suryawan, A., Asmadil, N., Mamontol, R. 2014. Uji Coba Pengecambahan Vegetasi Pantai (Terminallia cattapa, Calopyllum inophylum L, dan Baringtonia asiatica) di

Persemaian Permanen Kima Atas. Jurnal WASIAN Vol.1

No.1: 9-13. Manado: Balai Penelitian Kehutanan.

Susila, IWW., Agustarini, R. 2014. Potensi Nyamplung sebagai Bahan Baku Energi di Nusa Tenggara Barat dan Bali. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian pada 19 November 2014. Bogor: Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.

_________, C. Handoko. 2015. Tempat Tumbuh dan Faktor-Faktor Yang Pengaruhi Potensi Buah Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) Nusa Tenggara Barat Dan Bali. Prosiding Seminar Nasional Sewindu BPTHHBK Mataram, 1 Oktober 2015. Badan Litbang dan Inovasi. Mataram: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu.

Wahyudi, Panjaitan, S. 2013. Perbandingan Sistem Agroforestry, Monokultur Intensif dan Monokultur Konvensional dalam Pembangunan Hutan Tanaman Sengon. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013 pada 21 Mei 2013 di Malang. Kerja sama Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, World Agroforestry Centre (ICRAF), dan Masyarakat Agroforestri Indonesia, Ciamis. Wahyuni, N., dan A. J. Maring. 2013. Teknik Pengolahan

Biokerosin. Laporan Hasil Penelitian (LHP) Tahun 2014. Balai Litbang Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Mataram. Tidak dipublikasikan.

Wahyuni, N., S. Darmawan, D. Hendra. 2014. Teknik Pengolahan Biokerosin Berbahan Baku Nyamplung dan Kepuh. Prosiding

75

I Wayan Widhana Susila

Ekspose Hasil Penelitian, Tanggal 19 November 2013. Bogor: Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.

Wibowo, S., Syafii, W., Pari, G. 2010. Karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn). Jurnal Penelitian Hasil Hutan , 28 (1), 43-54. Bogor: Pusat Litbang Hasil Hutan.

Wibowo, D. A., B. Rahmat, H.Sulistyarini, G.A.P. Utami, M.S. Utama. 2015. Buku Saku Data Kehutanan Provinsi Bali. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Denpasar. http://ppebalinusra.menlh.go.id/wp-content/, diakses pada 23 Mei 2018.

Wirawan, S.S. 2007. Future Biodiesel Research in Indonesia. Jakarta: Institute of Engineering and Technology System Design, BPPT.

Yunitasari, EP., I. Arani. 2017. Pengaruh Jenis Solvent dan Variasi Tray pada Pengambilan Minyak Nyamplung dengan metode Ekstraksi Kolom. Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/3289/1/makalah_fix_nyamplung, diakses 18 Januari 2017.

Yunus, A., Samanhudi, A.T. Sakya, dan M. Rahayu. 2013. Potensi Bahan Bakar Nabati di Indonesia. Bahan presentasi pada Seminar Nasional di Fakultas Pertanian UNS tanggal 17 April 2013. http://semnas2013.fp.uns.ac.id/wp-content/ uploads/2013/04/, diakses pada 2 April 2018.

77

BIOGRAFI PENULIS

I Wayan Widhana Susila. Penulis

lahir di Gianyar, Bali pada 14 Juli 1959. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus sebagai Sarjana Kehutanan (1985). Selanjutnya, Magister Pertanian berhasil diraih penulis pada 2009 dari Program Studi Pertanian Lahan Kering, Universitas Udayana.

Karirnya dimulai bertugas sebagai peneliti di Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang pada 1987. Di samping itu, penulis juga merangkap bertugas sebagai Kepala Seksi Penyusunan dan Laporan di BPK Kupang tahun 1993 – 2002. Sejak 2010 hingga sekarang, jabatan penulis sebagai Peneliti Utama bidang kepakaran Perencanaan Hutan pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (BPPTHHBK) di Mataram.

Selama berkarir, penulis banyak mengikuti pelatihan, baik fungsional maupun struktural. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah dan terlibat dalam kerja sama dengan institusi lain. Hingga saat ini, penulis sudah banyak meneliti dan menulis karya ilmiah dalam berbagai media, seperti: laporan, jurnal ilmiah, bulletin, buku, dan prosiding.

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 73-88)

Dokumen terkait