• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Umum Habitat

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 32-38)

Karakteristik umum habitat nyamplung didasarkan pada hasil pengamatan pada sebaran habitat alaminya di provinsi NTB dan Bali. Karakteristik umum itu berupa parameter habitat nyamplung

23

I Wayan Widhana Susila

yang dapat terukur langsung di lapangan. Di Bali pengamatan karakteristik habitat dilakukan di Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Di Lombok dilakukan di Kecamatan Sambelia dan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur, di Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah, dan Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. Di Sumbawa dilakukan pada lokasi Kecamatan Kempo dan Kilo Kabupaten Dompu dan Kecamatan Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat.

Berdasarkan pengamatan itu, nyamplung tumbuh di dataran rendah pada ketinggian 1 - 520 m dari permukaan laut (Susila dan Handoko, 2015). Jumlah pohon nyamplung terbanyak ditemukan pada rentang ketinggian 1 – 200 mdpl. Sesuai hasil pengamatan Bustomi dan Lisnawati (2009); Heryati, et al (2007); dan Friday dan Okano (2006), nyamplung di Indonesia banyak ditemukan di daerah pesisir pantai dengan struktur tanah berpasir. Tetapi, terkadang ditemukan juga di dataran tinggi dengan ketinggian 200 - 800 mdpl. Tanaman ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai jenis tanah, pasir, lumpur, maupun tanah yang telah mengalami degradasi.

Anakan nyamplung (permudaan nyamplung) mampu ber-tahan hidup pada penggenangan sampai setinggi 4 cm di atas permukaan tanah (Norsamsi, et al, 2015). Di lokasi penelitian Pulau Sumbawa, nyamplung ditemukan hampir 100 % di pesisir pantai pada ketinggian 1 – 40 mdpl (Gambar 11). Jumlah pohon nyamplung yang ditemukan semakin menurun dengan semakin tingginya ketinggian tempat. Di Lombok, pohon nyamplung banyak ditemukan di pinggir-pinggir aliran sungai/air hujan (Gambar 12).

24

Gambar 11. Pohon nyamplung di pinggir pantai Sekongkang (Sumbawa)

Gambar 12. Pohon nyamplung di pinggir sungai dan persawahan (Lombok)

Menurut Handoko, et al (2011), di Lombok umumnya nyamplung ditemukan di daerah dengan ketersediaan air tawar yang cukup, baik dari sungai di sekitarnya maupun dari air tanah. Umumnya aliran sungai merupakan media persebaran populasi nyamplung yang cukup dominan di samping penyebarannya oleh kelelawar. Nyamplung termasuk jenis dengan rentang habitat yang cukup lebar. Sebaran ruang tumbuh nyamplung, meliputi beberapa karakteristik tanah (pasir, liat, lempung, cenderung masam hingga cenderung salin), memiliki rentang ketinggian yang cukup lebar (0 – 700 mdpl), serta memiliki rentang kelembaban dari 90% di Belanting (daerah hulu) hingga 58% di Korleko (daerah hilir).

25

I Wayan Widhana Susila

Sementara itu, curah hujan di habitat nyamplung mempunyai kisaran 1000 (di Jerowaru) hingga 2900 mm/tahun (di Batukliang Utara). Jenis tanah di mana populasi nyamplung ditemukan cukup beragam, yaitu tanah vertisol (di daerah Pringgarata), tanah pasir dengan kandungan liat yang tinggi (di Batukliang Utara, Belanting), regosol (di Korleko), regosol agak salin (di Pujut), tanah regosol berlempung (di Sambelia), dan tanah humus/ agak asam (di Jerowaru). Populasi nyamplung di alam umumnya tercampur dengan populasi vegetasi lainnya, baik di kawasan hutan maupun di lahan milik. Populasi nyamplung menyebar sampai pada ketinggian 700 mdpl. Di daerah hulu, nyamplung ditemukan pada kondisi lingkungan yang lembab. Sementara di bagian tengah (200 – 500 mdpl), nyamplung ditemukan di sepanjang dan sekitar aliran sungai, di daerah persawahan yang beririgasi dan di daerah limpasan air sungai. Sedangkan, di bagian hilir, nyamplung ditemukan di daerah berawa di tepi pantai atau di daerah pantai yang menerima aliran air tawar musiman dari sungai di dekatnya dan cenderung sedikit menerima aliran air laut.

Habitat nyamplung di pesisir pantai, ada yang tumbuh di lokasi berair tawar/non-salin (tidak terpengaruh pasang surut air laut) dan lokasi salin (terpengaruh pasang surut air laut). Lokasi salin itu, umumnya ditemukan di Pulau Sumbawa (di Kecamatan Kilo, Kempo dan Sekongkang) dengan ketinggian tempat kurang dari 40 mdpl. Habitat nyamplung seperti ini, didukung oleh hasil pengamatan Rostiwati, et al (2009), bahwa tanaman nyamplung dapat tumbuh pada wilayah pantai berpasir pada pH 4,0 – 7,4; yaitu cenderung salin. Karakteristik umum habitat dan populasi nyamplung di lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 1. Di Taman Hutan Raya Bukit Suharto, Hutan Pantai Tanah Merah (Kalimantan Timur), tegakan alam nyamplung tumbuh dengan komposisi tanahnya sebagian besar didominasi oleh tekstur pasir

26

dan pH 6,1 – 7,3, suhu udara 25,4 – 31,7 0C, kelembaban udara 75 – 97 % dan curah hujan rata-rata 2.000 – 2.500 mm/tahun (Mukhlisi dan Sidiyasa, 2011).

Tabel 1. Karakteristik Umum Habitat dan Populasi Nyamplung di Lokasi Sebaran

Kabupaten Ter (cm)Diame Populasi (pohon) Altitude (m) Ket Nusa Penida,

Klungkung

37,4 136 226-500 Non salin Lombok Timur 18,2 147 10-262 Non salin Lombok Tengah 19,8 114 138-162 Non salin Lombok Barat 23,5 38 132-144 Non salin

Dompu 38,0 151 1 – 28 Salin

Sumbawa Barat 34,2 194 1 – 40 Salin

Sumber: Susila dan Handoko (2015)

Selain ketinggian tempat tumbuh, karakteristik habitat yang lain yang perlu diperhatikan, yakni kesuburan tanah untuk mengetahui proses pembuahan tanaman hutan (Pallardy, 2008). Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah menunjukkan bahwa ketersediaan unsur hara bervariasi di setiap lokasi ditemukannya populasi nyamplung (Tabel 2). Tanah di lokasi Kecamatan Kempo merupakan lokasi dengan faktor pembatas terbesar bagi pertumbuhan tanaman karena ketersediaan unsur fosfor (P) terendah (2,43 ppm) (Susila dan Handoko, 2015). Unsur P merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah yang besar oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya, namun jumlahnya di tanah secara alami paling sedikit dibandingkan unsur hara lainnya, sedangkan dari jumlah yang sedikit itu ketersediaannya juga rendah karena mudah terikat oleh unsur lain, seperti Aluminium (Al) pada tanah asam (pH rendah) dan Kalsium (Ca) pada tanah alkalis (Hardjowigeno, 2007).

27

I Wayan Widhana Susila

Ketersediaan air tanah (lengas tanah) pada habitat, penting untuk menunjang pertumbuhan pohon. Fraksi pasir tanah yang tinggi menyebabkan porositas tanah yang tinggi sehingga laju infiltrasi dan penguapan yang tinggi. Daerah dengan curah hujan rendah, fraksi pasir tanah yang tinggi (>60%) menyebabkan tingginya risiko tumbuhan mengalami kekeringan. Tanah dengan fraksi pasir tertinggi terdapat di Kecamatan Kilo (97 %). Tanah dengan fraksi pasir yang sangat tinggi maka memliki daya ikat butir-butir tanah terhadap unsur hara rendah sehingga pencucian hara sangat tinggi dengan semakin tingginya curah hujan. Namun, tanah dengan porositas tinggi maka memiliki ketersediaan unsur hara yang rendah (Hardjowigeno (2007).

Ketersediaan unsur hara di tanah dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah, salah satunya pH dan fraksi pasir tanah. Pada tanah asam, ketersediaan unsur P berkurang karena terikatnya unsur ini oleh Al, demikian juga KTK yang tinggi akan meningkatkan kesuburan tanah, kecuali pada tanah-tanah yang asam. Tanah yang cukup subur dengan nilai unsur N, P, K (unsur makro) dan KTK bernilai sedang hingga tinggi terdapat di lokasi Kecamatan Nusa Penida. Unsur hara mikro dan makro diserap oleh tumbuhan untuk membantu proses fotosintesis, metabolisme, transport energi, dan pertumbuhan/perkembangan sel. Selanjutnya, unsur makro N mampu mempercepat pertumbuhan vegetasi dan meningkatkan produksi biji dan buah. Unsur K mampu meningkatkan kualitas buah, sedangkan unsur S meningkatkan pertumbuhan akar dan produksi buah (Hardjowigeno, 2007).

28

Tabel 2. Sifat Fisik dan Kimia Tanah di Lokasi Sebaran Per Kecamatan

Kecamat-an HpH 2O Pasir(%) Debu (%) Liat(%) N-tersdia(%) K-tersdia(ppm) (ppm)P2O5 KTK (cmol/

kg) Nusa Penida 7,56 (AB) 79,8 17,6 2,6 0,24* 302,7** 35,7* 28,93* Korleko 7,01 (AB) 65,4 34,2 0,5 0,07 234,6* 22,0 11,2 Sambe lia 8,3 (B) 51,4 44,2 4,5 0,11 292,6** 14,0 12,6 Pringgarata 6,73 (AA) 81,4 18,2 0,5 0,10 290,6** 15,8 12,6 Wana saba 6,79 (AA) 89,4 10,2 0,5 0,05 43,4 17,5 11,2 Batula yar (AA) 86,4 13,2 0,56,4 0,08 30,5 21,4 9,6 Kempo 8,16 (B) 79,8 19,9 0,4 0,06 302,6** 2,4 6,4 Kilo 8,76 (B) 97,1 2,5 0,4 0,07 174,4* 25,6 2,4 Sekongkang 6,76 (AA) 45,8 44,9 9,4 0,21 334,6** 14,8 21

Keterangan : **Kategori tinggi, *Kategori sedang, AA = Agak Asam, AB = Agak Basa, B = basa Sumber : Susila dan Handoko (2015)

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 32-38)

Dokumen terkait