• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanaman Nyamplung Pola Agroforestry

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 65-69)

Kelebihan jenis nyamplung dengan jenis penghasil sumber bahan bakar nabati lainnya, yaitu tidak berkompetisi dengan pangan, merupakan jenis serbaguna, dan dapat digunakan dalam rehabilitasi pantai. Memperhatikan karakteristik nyamplung maka jenis ini dapat ditanam dalam lahan budidaya petani sebagai salah satu sumber pendapatannya. Saat ini, di NTB dan Bali, tanaman nyamplung belum banyak dibudidayakan. Tanaman nyamplung yang ada di lahan-lahan masyarakat hampir semuanya tumbuh secara alami. Minat masyarakat untuk menanam nyamplung masih rendah karena pertumbuhannya yang lambat dan pemasarannya masih terbatas atau belum jelas (produk biji/buah dan turunannya). Selain itu, bagi petani hasil dari buah nyamplung membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dalam penanaman nyamplung perlu dikombinasikan dengan jenis tanaman semusim melalui pola agroforestry sehingga masyarakat dapat memperoleh hasil antara (Gambar 26).

Gambar 26. Tanaman nyamplung muda dengan pola agroforestry (Sudono, et al, 2011)

Selanjutnya, seperti diketahui bahwa karakter tanaman/ tegakan nyamplung tidak akan berkompetisi dengan tanaman pokok (palawija) petani dalam memanfaatkan ruang dan cahaya. Bahkan, dengan pengelolaan lahan yang intensif, pertumbuhan

56

tegakan nyamplung juga akan meningkat. Hasil pengamatan perbandingan pola agroforestry, monokultur intensif, monokultur konvensional pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria), dan riap sengon pada pola agroforestry (campuran dengan padi gunung/ Oriza sativa) paling besar, yaitu 3,45 cm/pohon/tahun dengan 3,21 cm/pohon/tahun (monokultur intensif) serta 1,99 cm/pohon/ tahun (monokultur konvensional.

Di samping itu, pada pola agroforestry mendapatkan tambahan hasil dari produksi tanaman padi gunung (Wahyudi dan Panjaitan, 2013). Hasil perhitungan analisis usaha tani di Kabupaten Ciamis memberikan petunjuk bahwa pola agroforestry nyamplung layak dikembangkan di lahan sempit dengan pilihan jenis, yaitu: kelapa, pisang, dan sengon yang sebelunya dikembangkan oleh petani. Pilihan pola tanam agroforestry yang dapat dikembangkan adalah campuran nyamplung dan kacang tanah atau nyamplung dan kelapa, dan/atau nyamplung, sengon dan pisang. Petani dapat memilih pola yang sesuai dengan ketersediaan biaya dan tenaga yang dimilikinya. Selama ini, hutan rakyat banyak dikembangkan pada lahan sempit dengan pola agroforestry, mengingat terbatasnya luasan kepemilikan lahan petani dan penghematan tenaga kerja karena menggunakan tenaga kerja keluarga. (Kuswantoro, et al, 2012).

Berdasarkan pengalaman hasil uji coba provenan nyamplung di Wilayah Bali dan NTB (Bali Barat, Bali Timur, Nusa Penida, Lombok Barat, Lombok Tengah, Kilo, Kempo dan Sekongkang), provenan terbaik secara berurutan, yaitu: provenan Kempo, Bali Barat, dan Nusa Penida ditinjau dari pertumbuhan tanamannya (Surata, et al, 2012). Tiga provenan ini dapat dipilih sesuai rencana lokasi pengembangan tanaman nyamplung. Provenan Kempo dan Nusa Penida umumnya mempunyai rendemen buah dan benih yang bagus (Susila dan Agustarini, 2014).

57

I Wayan Widhana Susila

VI

PENGOLAHAN PRODUK

NYAMPLUNG

Seperti diketahui bahwa jenis nyamplung termasuk jenis pohon yang mempunyai banyak manfaat. Hampir semua bagian dari tanaman nyamplung sebenarnya memiliki manfaat bagi kehidupan manusia. Bagian-bagian tanaman yang bermanfaat itu dapat berfungsi sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk jadi dari tanaman nyamplung. Produk jadi inilah yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan manusia. Komponen kayu nyamplung dapat digunakan untuk membuat produk perahu. Sementara itu, buah (biji) nyamplung bisa menghasilkan bahan bakar nabati. Daun, bunga, dan getah nyamplung dapat menghasilkan bahan untuk obat-obatan. Dalam uraian manfaat tanaman nyamplung ini hanya terbatas pada hasil produk dari komponen buah atau biji nyamplung yang dapat menghasilkan bahan bakar nabati (biofuel). Biofuel adalah energi yang terbuat dari materi hidup, biasanya tanaman dianggap sebagai energi terbarukan. Sedangkan, biodiesel, biokerosin, bioethanol, dan

biogas merupakan jenis biofuel.

Selanjutnya, bahan bakar nabati dari sumber terbarukan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar hasil olahan minyak bumi. Selain biji nyamplung, bahan baku biji jenis lain juga berpotensi sebagai penghasil bahan bakar nabati, di

58

antaranya yaitu: kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco), kepuh (Sterculia foetida L.), malapari/kranji (Pongamia pinnata L. Pierre), bintaro (Cerbera manghas L.), sawit (Elaeis guineensis Jacq) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jenis-jenis tersebut bersifat non-pangan sehingga tidak akan bersaing dengan sektor pangan. Kandungan minyak nabati untuk masing-masing jenis berdasarkan berat kering nyamplung, yakni sebesar 40 – 73%, kemiri sunan 47 – 52 %; kepuh 45 – 55 %; malapari 27 – 39 %; bintaro 43 – 64 %, sawit 46 – 54 % dan jarak pagar sebesar 40 – 60% (Wirawan, 2007; Yunus, et al, 2013).

Sementara itu, biji nyamplung sebagai bahan baku energi mempunyai keunggulan terhadap bahan baku jenis lain (rendemen minyak relatif tinggi). Biji nyamplung yang mempunyai rendemen minyak paling tinggi dari 7 pulau di Indoensia, yaitu nyamplung yang berasal Dompu, Nusa Tenggara Barat. Kandungan crude calophyllum oil (CCO) biji nyamplung asal Dompu dapat mencapai 58%, sedangkan dari gunung kidul yang mempunyai rendemen CCO teritinggi di Jawa hanya mempunyai crude calophyllum oil sebesar 50%. (Leksono, et al, 2012).

Sehubungan dengan hal itu, buah/biji nyamplung juga dapat digunakan sebagai bahan substitusi minyak tanah (biokerosene) dan substitusi minyak solar (biodiesel) (Sopamena, 2007). Selain sebagai bahan baku energi nabati, biji nyamplung juga dapat diolah menjadi briket bungkil, pakan ternak, herbisida, bahan pembuatan sabun, minyak pelitur, serta berkhasiat untuk obat rematik. Selain itu, bji nyamplung juga dapat dimanfaatkan untuk bahan kerajinan, hiasan rumah, dan lain sebagainya. Biji nyamplung mengandung karbohidrat (28,56 %) dan serat (45,29 %) yang tinggi, yang membuat cangkangnya sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber perekat kertas, papan gipsum, dan papan partikel (Agronet, 2017). Di samping itu, minyak dari

59

I Wayan Widhana Susila

biji nyamplung juga dapat digunakan untuk penumbuh rambut rontok, sebagai anti parasit (Tempesta and Michael, 1993 dalam Santi, 2009), dan kemungkinan sebagai anti kanker (Santi, 2009).

Minyak dari biji nyamplung memiliki kekentalan melebihi minyak tanah dengan rendemen 40 – 73 %. Ketahanan pem-bakaran minyak biji nyamplung dua kali lipat lebih lama dibandingkan minyak tanah, yaitu untuk mendidihkan air dibutuhkan 0,9 ml minyak tanah, sedangkan bila minyak nyamplung hanya butuh 0,4 ml (Bustomi dan Lisnawati, 2009). Dinyatakan juga oleh Leksono, et al (2012), bahwa biodiesel dari biji nyamplung (substitusi minyak solar) hemat bahan baku dan memiliki daya bakar dua kali lipat dibandingkan minyak tanah.

Dalam dokumen NYAMPLUNG TANAMAN MULTIFUNGSI (Halaman 65-69)

Dokumen terkait