• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Rezim Orde Baru

3.2 Periode 1970-1997

3.2.1 Format Politik Orde Baru

Persoalan utama menghadang rezim Orde Baru adalah warisan krisis dari rezim sebelumnya yaitu masalah krisis ekonomi dan ketidak stabilan politik. Dibidang ekonomi, terjadi kemerosaton dan stagnasi.86 Pada tahun 1966 bahan

laju inflasi mencapai 650%.87 Sementara itu dibidang politik, terjadi ketidak

setsabilan yang disebakan oleh pertentangan antar kelompok-kelompok politik dalam masyarakat. Untuk mengatasi dua krisis ini, pemerintah mengambil kebijakan dalam bidang ekonomi berupa pembangunan ekonomi yang berorientasi keluar.88 Sementara dibidang politik diupayakan menciptakan format politik yang

mendukung pembangunan ekonomi.

Setelah revolusi kemerdekaan Indonesia, diberlakukan sistem politik

demokrasi liberal menerut Alfian89 atau demokrasi parlementer menurut Afan

Gaffar.90 Ciri khas system politik ini adalah besarnya peranan partai politik sispil

yang berpusat diparlementer. Para politisi sipil mewakili partai-partai politik atau golongan. Akan tetapi pratik politik yang berkembang dalam sistem ini diwarnai oleh konflik-konflik politik dan ideologis, bahkan kadang-kadang menimbulkan

86 H.W.Arndt (ed), Pembangunan dan Pemerataan. Jakarta :LP3ES,1983,hal 3 87 Anne Both dan Peter Melawley, Ekonomi Orde Baru, Jakarta:LP3ES.1983 88 Mas’oed, Muhtar, Op.Cit .hal 95

89 Alfian, Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia. Jakarta : Gramedia, 1991.,hal.30- 41.

90 Istilah “demokrasi liberal” dianggap kurang tepat karena khas barat, sedangkan demokrasi liberal yang berlaku di Indonesia pada saat itu tidak sama dengan demokrasi liberal sebagaimana lazimnya dipraktikan dalam system politik liberal. Sehingga afan gaffer.lebih senang menggunakan istilah “demokrasi parlementer”. Demikianlah satu mata kuliah Dr afan gaffer,MA., Mata kuliah analisa Politik Indonesia, semester genap tahun ajaran 1992-1993, Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Politik,PPS UGM,Yogyakarta.

pemberontakan didaerah. Sistem ini ditandai oleh kelabilan politik berupa jatuh bangunnya kabinet.91 Format politik ini memberi kebebasan memberi kebebasan

yang tidak terbatas bagi perbedaan pendapat (konflik) yang mengakibatkan sulitnya tercapai konsensus. Kecendrungan konflik jauh lebih besar daripada

kemampuan mengembangkan konsensus.92

Berikutnya, melalui dekrit presiden 5 juli 1959, Bung Karno mulai naik kegelangggang politik sebagai pemain utama. Sistem politik yang berlaku berganti dengan sistem demokrasi yang terpimpin. Proses politik tidak lagi berlangsung diparlemen, yang perananya merosot, bahkan dapat dikatakan lumpuh sama sekali. Proses politik bertumpu pada tiga kekuatan politik : Bung Karno, ABRI, dan PKI. Soekarno menjadi faktor pengimbang antara ABRI dan PKI dan antara PKI dan golongan islam. Sistem ini juga ditandai oleh kelabilan politik. Titik berat pembangunan pada politik membuat sektor ekonomi merosot.93

Setelah dua sistem politik ini berakhir, berganti dengan system politik demokrasi pancasial. Dikalangan pendukungnya, muncul political will unutk menciptakan suatu Orde Politik yang berlarian sama sekali dengan Orde Politik

sebelumnya, maka dinamakamn “Orde Baru”.94 Format politik Orde Baru ini

mencoba menciptakan keseimbangan antara konflik dan konsensus. Menurut

91 Alfian, Op.Cit.hal 59. 92 Ibid .,hal 59-78 93 Ibid., hal 41-47.

94 Oleh banyak pengamat, diktonamik Orde Baru-Orde Lama dinilai menyesatkan karena seolah-olah rezim sebelumnya terutama bung karno tidak memberikan sumbangan apa-apa kepada republic ini dan hanya mewariskan kemerosaotan ekonomi. Padahal kedua orde ini tidak berlainan sama sekali;setidaknya Ideology Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 diterapkan dalam dua periode. Persamaan lainnya adalah sikap phob terhadap peranan partai politik atau sistem Multi Partai. Liddle bahkan mengatakan tidak ada perbedaan kultur politik eleite Orde Lama dengan Orde Baru (1968-1971). Hal ini terdapat dalam R Willeam Liddle,’Modernizing Indonesia Politics”(New Haven: South Asia Studies: Yale University Press,1973). Dikotomik ini dapat dilihat pada tulisan salah seorang arsitek Orde Baru, Ali Moertopo, Strategi Politik Nasional.

Alfian, pada suatu saat mungkin saja konflik yang ditekankan, sedangkan pada saat yang lain adalah konsensus. Hal ini lebih sering disebut “demokrasi gelang karet “.95 Seperti layaknya gelang karet, demokrasipun demikian. Kebebasan dan

keterbukaan suatu saat di kedepankan, sedangkan pada saat yang lain sebaliknya. Kalau masa Orde Lama pembangunan ditekankan pada bidang politik, maka Orde Baru mengubahnya menjadi ekonomi. Jargon politik no, ekonomi yes seringkali disuarakan pada awal–awal pemerintahan Orde Baru. “Pengordebaruan” juga berlangsung dalam hal orientasi pemeikiran sosial politik dan ekonomi, yang pada masa orde lama tekannya sangat ideologis dan politis.96

Dibidang politik rezim yang berkuasa dihadapkan pada upaya menciptakan sebuah format politik baru. Upaya ini secara praktis bersamaan dengan tumbuhnya optimisme masyarakat sekelurnya mereka dari suatu masa yang merugikan. Optimisme akan kehidupan baru yang lebih baik, lebih demokratis, lebih aman, dan sebagainya. Format politik Orde Baru yang tercipta itu antara lain ditandai oleh :97

1. Peran eksekutif (Negara) sangat kuat karena dijalankan oleh militer setelah ambruknya demokrasi terpimpin dan menjadi satu-satunya pemain utama diatas panggung politik nasional. Legitimasi peranan mereka dihadirkan melalui konsep Dwifungsi ABRI.

2. Upaya membangun sebuah kekuatan organisasi politik sipil sebagai

perpanjangan tangan ABRI (dan pemerintah karena hampir dua dekade

95 Alfian ,Op.Cit.,hal 48.

96 Mengenai perbandingan orientasi politik antara ordelama dan orde baru,antara lain dapat kita lihat dalam Albret Wijaya,Budaya politik dan pembengunan ekonomi(Jakarta LP3ES,1988). Daniel SLev menganggap bahwa demokrasi terpimpin harus dilihat sebagai kelanjutan demokrasi parlementer, sementara reinhart (1971) menandaskan, demokrasi pancasila juga harus dilihat sebagai kelanjutan upaya pasca kemerdekaan. Ibid.,hal 195.

97 Abdul Azis Thaba, Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru,. Jakarta : Gema Insani Press,1996. hal 188.

sejak munculnya orde baru, sulit membedakan pemerintah dengan ABRI) dalam politik. Organisasi politik adalah Golkar, maka dengan segala cara dilakukanlah “pembesaran” Golkar. Sebaliknya “ pengecilan” partai-partai politik. Upaya ini berhasil setelah pemilu 1971 dengan terciptanya system kepartaian yang hegonik.

3. Penjinakan radikalisme dalam politik malalui proses depolitisasi massa. Misalnya dengan menerapkan konsep floating mass (massa mengembang) dan konsep NKK/BKK didalam kehidupan kampus.

4. Tekanan pada pendekatan keamanan (isecurty approach) debangdingkan

dengan pendekatan kesejahtraan (prosperty approach) dalam pembangunan politik unutk menciptakan stabilitas politik.

5. Menggalang dukungan masyarakat melalui organisasi-organisasi social

dalam jaringan korporadis. Korporatisme Negara menyerap semua unsur dalam masyarakat, menjadikan Birokrasi “ ibarat gurita yang sangat perkasa memangsa semua lawannya”, sedangkan posisi masyarakat lemah. Alam setiap proses pengambilan keputusan politik nasional, masyarakat hamper belum pernah dilibatkan. Masyarakat dilibatkan hanya pada tahap pelaksanaannya. Masyarkat pun sangat mudah di mobilisasikan unutk memberikan dukungan kepada setiap kebijakan pemerintah.