• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Rezim Orde Baru

3.2 Periode 1970-1997

3.2.5 Pembangunan Ekonomi sebagai Prioritas

Para pendukung Orde Baru sepekat untuk memprioritaskan pemebnguanan ekonomi. Pilihan ini diambil sesuai dengan political will pemerintah untuk mengalihkan orientasi pembangunan pada masa Orde Lama yang ideologis- politis kepada orientasi pragmatis. Pilihan ini tepat untuk mengantisipasi harapan baru dengan datangnya Orde baru.127

Indonesia dibawah penguasa pribadi Soeharto sedikitnya menganut system ekonomi campuran yang tidak jelas secara teori dan konseptual. Tahun-tahun awal yang menyertai kebijana ekonomi Soeharto sudah mulai muncul ketidaksukaanya terhadap system ekonomi sosialis ala Indonesia yang tercanrum dalam UUD 45 pasal 33 yang memberikan peran sentral Negara terhadap pengelolaan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada penerapan system kapitalis dan sosialis campuran, ditujukan dengan pembentukan tim ekonomi yang akan

125 Benny K Harman,Op.Cit.,hal.,175.

126 Syamsudin Haris, Pola dan Kecendrungan Konflik Partai Masa Orde Baru. Analisa CSIS,1985.hal 257.

merumuskan strategi pembangunan ekonomi yang beroriontasi pertumbuhan dan disertai dengan pemerataan ekonomi dan hasil-hasilnya.128

Kebijakan Trilogi pembangunan didalamnya terkandung system ekonomi kapitalis dan sosialis yaitu pertumbuhan ekonomi (kapitalis) dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya (sosialis) dengan penyertaan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Trilogy pembangunan yang kedua jelas sekali memberikan peran sentarl terhadap pemerinthan pribadi Soeharto untuk melakukan pengontrolan yang ketat terhadap distribusi ekonomi pada kawasan industri tertentu akibat pemusatan sektor-sektor industri pada tangan-tangan tertentu yang dalam pemerintahan pribadi seperti Soeharto diwakilkan oleh Soeharto, keluarga dan patron-patron bisnisnya.129

Dalam bidang ekonomi masalah yang menghadamng adalah inflasi yang membubung tinggi, deficit secara pemabngunan, terkurasnya cadangan devisa Negara, dan kesulitan membayar utang luar negeri. Antara tahun 1964-1965 tingkat inflasi mencapai 32%, tahun 1965-1966 sebesara 697%, sedangkan indeks harga barang konsumsi di Jakarta (1985 = 100 indeks umum) pada tahun 1965 adalah 38,34, dan tahun 1966 melonjak menjadi 267,267.130

Pemerintah kemudian membentuk Dewan Stabilitas Ekonomi yang langsung diketua Jendral Soeharto dengan staf-staf berasal dari Universitas Indonesia. Dr.Wijoyo Nitisastro, Dr. Muhammad Sadli, Dr. Emil Salim, Dr.Ali

128 Gregorius ,Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Jakarta : Pondok Edukasi,2004..,hal 115.

129 Ibid.,hal 151.

Wardhana, dan Dr.Subroto,131 Dr.Sumitro Djojohadikusumo, Radius Prawiro, dan

Frans Seda diangkat menjadi Tim Penasehat Ekonomi Presiden berdasarkan Keppres No.195 tanggal 15 Juni 1986. Para teknokrat ini sudah dikenal oleh Soeharto jauh sebelumnya, baik secara pribadi maupun melalui Seskoad. Mereka adalah generasi pertama teknokrat Orde Baru dan kemudian didampingi oleh generasi kedua, Dr. Sumarlin, Dr.Arifin Siregar, dan Dr. Adrius Mooy.132

Setelah Indonesia memasuki PJP atau era tinggal landas selama enam pelita, maka secara material pembangunan ekonomi Indonesia di pandang cukup berhasil. Paling tidak dilihat dari paradigma modrenisasi neoklasik dengan teori

pertumbuhan ekonomi antara tahun 1971-1981 adalah 8%.133

Pada tahun 1987, Indonesia tercatat sebagai Negara dengan jumlah utang terbesar urutan ke-empat di dunia.134 Pada tahun 1994 total utang Luar Negeri RI

menjadi US,$ 93 miliar denga perincian US $.55 miliar utang pemerintah dan US $.38 miliar utang Swasta.135

Implikasi aliansi militer-teknokrat bagi kehidupan politik Indonesia kurang mendukung proses demokratisasi. Teknokrat136 adalah kaum yang dengan

keahlian danpengetahuannya yang mendalam atas bidang-bidang tertentu bekerja berdasarkan tujuan yang digariskan. Kata kuncinya adalah rasionalitas tujuan

131 Mereka sering disebut dengan “Mafia Berkeley” Karena Universitas tempat mereka mengambil gelar Phd, adalah Berkeley University USA. Dalam bresnan,hal 51-56,73- 75;RS.Milne,”Teknokrat dan Politik di Negara-Negara Asia Tenggara’,Prisma,no3/Maret 1984, hal. 40. juga dalam Bruce Glassburner, Politik Ekonomi dan Pembangunan Orde Baru”, dalam H W Arnandt (ed), Pembangunan dan Pemerataan:Indonesia di masa Orde Baru (Jakarta: LP3S,1988),HAL 117-118.

132 Abdul Azis Thaba, Op.Cit.,hal.201.

133 Sumber dari World Bank Report,no 5066-IND,1984, dikutip dalam Arief Budiman,Op.Cit.,hal 49.

134 Ibid.,hal 49.

135 Republika,9 Juni 1994.

136 Istilah technocracy muncul di AS pada tahun 1920an. Berasal dari suku kata tech yang berarti “ilmu’dan crach’memerintah’. Dengan demikian artinya ilmulah yang memerintah, sedangkan ahli-ahli ilmu disebut teknokrat.

sehingga segala tindakannya diarahkan kepada strategi pancapaian tujuan itu.137

Bagi teknokrat, yang dipersoalkan buka “demokratis” atau “tidak demokratis”, tetapi yang dipersoalkan adalah “cocok” atau “tidak cocok”. Jika cocok, tanpa demokrasipun mereka akan melakukanya. Pertimbangannya semata-mata pencapaian tujuan.

Sementara itu, militer yang menjadi unsur kekuatan dominan Orde Baru berkenyakinan, kesalahan system politik sebelumnya adalah terlalu berperannya partai-partai politik yang terpolatisasi secara ideologis dan dipusatkannya perhatian pada pembangunan politik. Militer memandang perlu menekankan pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru. Karena pembangunan ekonomi hanya bisa berlangsung apabila keadaan politik yang stabil. Oleh karena itulah politik menjadi alat pencapaian stabilitas itu.138

Demikianlah, dua main stream pemikiran berpadau untuk membangun Orde Baru. Penyusunan GBHN yang pertama misalnya, dikerjakan oleh para teknokrat tanpa melibatkan wakil-wakil rakyat dalam MPRS. Memasuki PJP II, dalam kabinet Pembangunan VI, era teknokrasi mulai bergeser dengan tampilnya para teknolog dengan tokoh Prof.Dr.Habibie. banyak pengamat yang memandang bahwa era Wijoyonomics berganti menjadi habibienomics. Indikatornya adalah tampilnya para teknolog, seperti Habibie, Mar’ie Muhammad, J.Budiono, Ginanjar Karyasasmitha, Ssoedrajat Djiwandono, dan beberapa insinyur untuk jabatan Menteri lainnya.139

137 Defenisi ini diberikan oleh Ignas Kleden,” Model Rasionalisme Teknokrasi ”,prisma. No.3,Maret 1984.

Pergeseran elite ini sebenarnya bukan disebabkan oleh kemampuan para teknolog menggeser para teknokrat, malainkan semata-mata karena Soeharto mambutuhkan personil untuk mendukung strategi pembangunan yang diplotnya. Dengan diangkatnya Wijoyo sebagai penasehat ekonomi Presiden, maka dikotomi “Wijoyonomics” dengan Habibienomics pun kehilangan relevansinya.140

Pergeseran tersebut tidak terpengaruh apa-apa terhadap penciptaan iklim demokrasi. Keduanya tetap dalam satu “ideologi’, yaitu rasionalitas tujuan. Perbedaanya, kaum teknokrat mengkehendaki pertumbuhan ekonomi secara bertahap dengan orientasi pasar bebas dan keunggulan kompratif. Strategi industri berorientasi keluar. Sementara itu, kaum teknolog menekankan teknologi tinggi (high tecnology), biaya tinggi dengan subsidi pemerintah, dan mengembangkan industri-industri strategi yang padat modal. Prioritasnya pada subsidi impor sehingga cendrung proteksionistik.141

Perkembangan perekonomian Indonesia dewasa ini membuktikan bahwa

Habibienomics dan Wijoyonomics tidak ada. Sebab disamping tetpa mendukung

proyek ambisius Habibie, dipihak lain pemerintah juga menjalankan liberalisasi ekonomi, misalnya melalui berbagai paket deregulasi. Terakhir pemerintah

mengeluarkan PPB No.20/1994 yang menimbulkan kontroversi.142