• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Umum Fungi Mikoriza Arbuskular

Fungi mikoriza arbuskular (FMA) termasuk ke dalam fungi phylum

Glomeromycota, kelas Glomeromycetes dan empat ordo Glomerales,

Diversisporales, Paraglomerales, Archaeosporales dengan 11 famili dan 17

genera (Schüßler & Walker 2010). Fungi Mikoriza Arbuskular membentuk simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan dengan akar tanaman, di mana FMA membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara dari dalam tanah terutama P, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman abiotik dan biotik dan sebaliknya tanaman menyediakan eksudat akar yang dapat digunakan oleh FMA untuk metabolismenya. Telah diketahui bahwa FMA meningkatkan penyerapan hara terutama P dari dalam tanah kepada tanaman. Adanya peningkatan

penyaluran hasil fotosintesis berupa karbon oleh tanaman kepada FMA meningkatkan penyerapan dan transfer P dari FMA kepada tanaman (Bücking & Shachar-Hill 2005) dan sebaliknya penyerapan dan transfer P akan turun apabila transfer hasil fotosintesis dari tanaman kepada FMA juga turun. Kemampuan FMA menyalurkan P kepada tanaman akan berbeda tergantung kepada jenisnya

(Smith et al. 2003). Beberapa jenis FMA sangat sedikit menyalurkan P kepada

tanaman sementara jenis lain penyalurannya sangat tinggi (Smith et al.2003).

Peranan FMA dalam Penyerapan Hara

Salah satu manfaat FMA adalah meningkatkan penyerapan unsur hara terutama fosfor (P) dari tanah. Pada tanah-tanah dengan pH rendah atau masam seperti tanah di daerah tropis, fosfat akan cenderung terikat dengan logam-logam di tanah seperti Al, Fe dan membentuk kompleks P yang sangat sulit diserap oleh tanaman. Pada kondisi tanah seperti itu FMA dapat membantu tanaman menyerap P yang terikat tadi karena FMA dapat menghasilkan enzim fosfatase yang dapat mengubah atau mengkatalisis hidrolisis kompleks P yang tidak tersedia menjadi P yang larut dan tersedia bagi tanaman (Menge 1984). Selain itu, FMA juga dapat meningkatkan penyerapan P anorganik dengan memperpendek jarak dimana unsur tersebut akan berdifusi ke dalam akar tanaman melalui jalinan hifa yang intensif

(Nowaki et al. 2010). Manfaat yang paling signifikan dari keberadaan FMA

adalah kemampuan FMA untuk mengakuisisi fosfat (P) dari tanah karena hifa FMA dapat tumbuh di zona deplesi (daerah pengurasan) P tanaman inang sehingga dapat mengambil P yang tidak dapat diambil oleh tanaman karena luasnya daerah eksplorasi tanah oleh hifa. Akan tetapi kontribusi penyerapan P oleh FMA sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman dan jenis fungi.

Banyak hasil-hasil penelitian yang menyebutkan manfaat inokulasi FMA terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman termasuk kelapa sawit. Hanafiah

(2001) menyatakan bahwa inokulasi ganda FMA dan bakteri Azospirillum

brasiliense dapat meningkatkan keefektifan pemupukan yang hampir menyamai

dengan pemberian 100% pupuk. Hasil percobaan Lukiwati (1996) menyimpulkan bahwa inokulasi FMA yang dikombinasikan dengan pemupukan batuan fosfat mampu meningkatkan produksi dan nilai hara hijauan legum pada tanah steril.

21

tanaman kelapa sawit yang diinokulasi dengan FMA menyerap P lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi dan merupakan faktor yang penting bagi optimasi penyerapan unsur P di dalam produksi bibit tanaman kelapa sawit di daerah tropis. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular pada tanaman kelapa sawit juga diketahui dapat mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik

sebanyak 50% (Bakhtiar et al.2002). Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian

Widiastuti (2004) yang menyimpulkan bahwa inokulasi FMA pada bibit kelapa sawit memperbaiki sistem perakaran sehingga kemampuan menyerap hara lebih baik, meningkatkan pertumbuhan bibit 2,5 kali dan meningkatkan serapan P sampai 3,6 kali dibandingkan dengan bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi FMA, serta mengurangi dosis pupuk hingga 75% dari dosis rekomendasi.

Selain membantu penyerapan fosfat (P), FMA juga diketahui dapat meningkatkan penyerapan nitrogen (N) dari dalam tanah. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa FMA mempengaruhi secara langsung hara N tanaman. Tanaman seledri yang diinokulasi FMA lebih mampu menyerap label

15

N dari sumber nitrogen organik maupun anorganik yang ditempatkan dekat

sistem akar, dengan tingginya kadar 15N yang muncul dalam pucuk dan akar

tanaman yang diinfeksi FMA dibandingkan kontrol atau tanpa inokulasi FMA

(Ames et al.1983). Hasil percobaan menggunakan label N isotop yang dilakukan

oleh Govindarajulu et al. (2005) menyimpulkan bahwa penyerapan N anorganik

oleh FMA di luar akar ditranslokasikan dari miselium ekstraradikal ke miselium intraradikal sebagai arginin. Sejalan dengan mekanisme tersebut, gen yang berperan dalam asimilasi N terekspresikan di jaringan ekstraradikal, sementara gen yang berkaitan dengan pemecahan arginin lebih terekspresikan pada miselium intraradikal. Konsentrasi tinggi senyawa N anorganik menurunkan infeksi FMA

dan penurunan ini lebih besar jika N dalam bentuk NH4+ (ammonium) daripada

dalam bentuk NO3- (nitrat). Oleh karena nitrat merupakan bentuk N yang sangat mobil dan lebih tersedia di dalam larutan tanah jika dibandingkan dengan bentuk ammonium, dapat diprediksi bahwa FMA lebih mempengaruhi penyerapan N dan translokasi jika sumber N dalam bentuk ammonium (Cooper 1984). Hal yang

pemupukan yang rendahpun membatasi penyerapan N dari residu tanaman penutup legum oleh hifa FMA dan akar bermikoriza tanaman anggur.

Penyerapan hara lainnya seperti K, Ca, S, Cu, B dan Zn berimplikasi terhadap hara yang dibantu oleh FMA akan tetapi hasilnya sangat bervariasi. Tanaman bermikoriza mengandung jumlah total unsur hara yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak bermikoriza karena besarnya biomasa, akan tetapi seringkali konsentrasi hara antara tanaman bermikoriza dan yang tidak bermikoriza relatif sama berdasarkan berat kering tanaman (Cooper 1984). Penyerapan hara dipengaruhi oleh kadar P tanah dan infeksi oleh FMA. Konsentrasi unsur hara dalam tanaman bermikoriza menurun dengan meningkatkannya jumlah P yang diaplikasikan, sehingga konsentrasi Zn, Cu, K

dan S pun menjadi turun sebagai efek dari aplikasi P yang tinggi (Timmer et al.

1980). Translokasi Zn dari tanah ke tanaman sangat dipengaruhi oleh kadar hara P, pada kadar P tinggi, tanaman tidak dapat menyerap Zn disebabkan karena supresi infeksi FMA dan eliminasi translokasi hifa. Unsur Ca terlibat dalam transfer P ke tanaman inang karena kemampuan Ca dalam menstimulasi aktivitas enzim

fosfatase dan menjaga integritas membran plasma (Strullu et al.1981).

Peranan FMA terhadap Cekaman Abiotik Kekeringan

Selain meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman, FMA juga mempunyai peranan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan (Marschner 1995). Setiadi (1989) menyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza memiliki kemampuan menghindari pengaruh langsung dari cekaman kekeringan dengan cara meningkatkan penyerapan air melalui sistem gabungan akar dan hifa mikoriza. Hifa FMA masih mampu menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah tidak dapat lagi menyerap air. Di samping itu, pertumbuhan jalinan hifa yang sangat intensif dan luas di dalam tanah dapat

memperluas bidang penyerapan air. Yahya et al. (2000) membuktikan bahwa

efisiensi penggunaan air pada bibit kakao yang diinokulasi FMA mencapai 149,2% jika dibandingkan kontrol (tanap inokulasi FMA). Ini menunjukkan bahwa bibit kakao yang diinokulasi FMA tidak mengalami cekaman kekeringan oleh karena adanya hifa eksternal FMA yang masih dapat menyerap air dari pori-pori tanah. Auge (2001) melaporkan bahwa keberadaan FMA pada tanaman

23

meningkatkan resistensi tanaman terhadap cekaman kekeringan dengan cara

mengembangkan strategi penghindaran terhadap kekeringan dengan

mempertahankan potensial air dan dengan strategi peningkatan toleransi terhadap kekeringan dengan bertahan pada potensial air internal yang rendah. Swasono (2006) melaporkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan adaptasi tanaman bawang merah terhadap cekaman kekeringan pada tanah pasir pantai dengan cara memperbaiki pertumbuhan perakaran, meningkatkan serapan air yang mempengaruhi peningkatkan Kandungan Air Relatif (KAR) daun, efisiensi serapan air dan hara khususnya P dan N. Di samping itu, Hapsoh et al. (2005) menyimpulkan bahwa FMA meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan dengan mekanisme pengaturan tekanan osmotik pada jaringan tanaman dan mekanisme penghindaran dengan menekan kehilangan air melalui penurunan luas daun. Peranan FMA pada tanaman kedelai tersebut terlihat dengan meningkatnya bobot biji kering pada genotip Lokon sebesar 76,42%, pada genotip Sindoro sebesar 36,68% dan pada genotip MLG 3474 sebesar 34,21%.

Hasil penelitian Rahman et al. (2006) menyimpulkan bahwa pada kondisi

cekaman kekeringan (kadar air tanah 50% KL), tanaman legum pakan yang

bersimbiosis dengan FMA mengembangkan mekanisme adaptasi berupa

pengurangan luas daun serta mempertahankan bobot kering akar. Kartika (2006) melaporkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman kekeringan. Lebih lanjut Kartika menyatakan bahwa ada dua mekanisme adaptasi bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan FMA terhadap

cekaman kekeringan. Pertama melalui mekanisme penghindaran (avoidance)

melalui perbaikan penyerapan hara terutama P, peningkatan kemampuan penyerapan air melalui perbaikan sistem perakaran, pengurangan luas permukaan transpirasi, pengaturan penutupan stomata melalui akumulasi kadar asam absisat,

Abcisic Acid (ABA) daun. Kedua melalui mekanisme toleransi (osmoregulasi)

dengan memproduksi senyawa-senyawa osmotikum glisina-betaina dan prolina daun, serta pengaturan turgor sel melalui akumulasi kadar ABA daun.

Peranan FMA terhadap Cekaman Abiotik Toksisitas Logam Berat

Tanaman yang bersimbiosis dengan FMA diketahui juga dapat

1995). Pada tanah masam seperti tanah-tanah di daerah tropik umumnya P terdapat sebagai P-aluminium (P-Al) dan P besi (P-Fe) dengan kadar rendah dan tidak tersedia bagi tanaman. Hambatan penyerapan hara pada tanah masam disebabkan oleh adanya pengaruh Al secara langsung pada perkembangan akar tanaman dan pengaruh tidak langsung terhadap serapan hara (Delhaize & Ryan 1995). Hasil penelitian Karti (2003) menyimpulkan bahwa tanaman rumput

toleran Al yaitu Setaria splendida yang diinokulasi dengan FMA dapat

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini disebabkan karena terjadi modifikasi kimia oleh tanaman bermikoriza yang mempengaruhi eksudasi akar berupa asam-asam organik (Smith & Read 2008) dan enzim fosfatase yang memacu proses mineralisasi P organik (Dodd et al. 1987). Jayachandran et al.

(1992) menjelaskan bahwa pada kondisi kahat P karena toksisitas Al, tanaman bermikoriza mampu memanfaatkan sumber P yang tidak tersedia melalui peningkatan laju kelarutan P yang tidak larut dan hidrolisis P yang tidak terlarut menjadi P yang dapat diserap tanaman. Hasil percobaan Utama & Yahya (2003) menunjukkan adanya perbedaan tanggap bobot kering akar antar spesies legum penutup tanah terhadap perlakuan pemberian mikoriza yang ditanam pada tanah dengan cekaman Al. Perlakuan inokulasi mikoriza pada tanaman legum mampu mengatasi kekurangan unsur hara P karena struktur hifa internal dan eksternal mampu meningkatkan penyerapan hara dan air.

Mekanisme lain dari peranan FMA dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap toksisitas logam berat adalah akumulasi senyawa fenolik di dalam akar, yaitu senyawa yang mempunyai sifat antimikroba. Seperti yang disimpulkan oleh

Sharda et al. (2008) bahwa akumulasi senyawa fenolik yang tinggi di dalam akar

(percobaan in vitro) dan hanya melepaskan sedikit senyawa tersebut ke dalam medium merupakan mekanisme toleransi akar bermikoriza terhadap toksisitas logam berat seperti Pb (plumbum). Simpulan tersebut dikuatkan oleh pernyataan

Jung et al. (2003) bahwa kandungan fenolik yang tinggi di dalam jaringan

tanaman memiliki kecenderungan membentuk senyawa kompleks yang stabil antara senyawa fenolik (terutama polifenol) dengan logam berat. Senyawa kompleks tersebut akan membatasi penyerapan logam berat oleh akar tanaman sehingga mengurangi toksisitas logam berat terhadap tanaman bermikoriza.

25

Peranan FMA terhadap Cekaman Biotik Patogen

Secara umum, FMA tidak banyak menyebabkan perubahan morfologi akar tanaman inang, akan tetapi secara fisiologi terjadi perubahan yang signifikan, seperti perubahan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada jaringan, meningkatnya aktivitas fotosintesis dan perubahan penyebaran hasil fotosintesis pada akar dan pucuk (Linderman 1994). Peningkatan penyerapan unsur hara dari tanah menyebabkan perubahan pada status hara dari jaringan tanaman inang yang pada akhirnya akan merubah struktur dan aspek biokimia dari sel-sel akar. Perubahan ini pada akhirnya akan membuat tanaman lebih sehat, dapat bertahan pada cekaman lingkungan dan memiliki toleransi ataupun tahan terhadap serangan penyakit tanaman (Linderman 1994). Setiadi (1989) menyatakan bahwa mekanisme perlindungan tanaman terhadap infeksi patogen akar dimungkinkan dengan adanya lapisan hifa yang berfungsi sebagai pelindung fisik masuknya patogen, adanya senyawa antibiotika yang dilepaskan oleh FMA yang dapat mematikan patogen serta adanya penggunaan semua eksudat akar oleh FMA sehingga tercipta lingkungan yang tidak sesuai untuk patogen.

Linderman (1994) menyatakan bahwa Interaksi akar tanaman dengan mikoriza meningkatkan aktivitas enzim kitinase yang efektif menahan serangan fungi patogen. Enzim kitinase dapat meningkatkan respon tanaman terhadap infeksi patogen. Enzim ini bekerja sinergis dengan β-1,3-glukanase, yang memainkan peranan penting dalam respon pertahanan terhadap infeksi fungi patogen (Boller 1993). Enzim hidrolitik (selulase, pektinase, xyloglukanase) juga terlibat dalam penetrasi dan perkembangan FMA dalam akar tanaman serta meningkatkan proteksi terhadap patogen (Garcia Garrido 2000). Pada akar bermikoriza akumulasi arginina juga meningkat sehingga menghambat sporulasi dari fungi patogen Thielaviopsis basicola. Sastrahidayat (1995) melaporkan bahwa inokulasi FMA pada tanaman tomat mampu menekan serangan Fusarium

oxysporum lycopersici penyebab penyakit busuk akar dengan penyelamatan

produksi sebesar 148,26%. Penelitian Morandi et al. (1984) menemukan bahwa tanaman kedelai (Glycine max L.) dengan mikoriza meningkatkan konsentrasi fitoaleksin yang menyerupai senyawa isoflavon. Senyawa tersebut diyakini ikut berperan dalam meningkatkan resistensi tanaman kedelai terhadap serangan fungi

patogen dan juga nematoda akar. Garcia-Garrido & Ocampo (2002) mengemukakan bahwa asosiasi FMA dengan tanaman dikontrol oleh gen-gen yang diekspresikan secara diferensial. Gen untuk pertahanan terhadap patogen seperti enzim pendegradasi dinding fungi seperti kitinase dan ß1,3 glukanase, enzim yang terlibat dalam biosintesis fitoaleksin seperti fenilalanin ammonia liase (PAL), kalkon sintase (CHAL), kalkon isomerase dan protein seperti HRGP yang bersama-sama dengan ß1,3 glukan akan menguatkan dinding sel tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen.

Hasil penelitian Hashim (2004) menyatakan bahwa inokulasi FMA pada

bibit kelapa sawit yang diikuti dengan inokulasi fungi patogen Ganoderma,

mampu memperpanjang masa inkubasi fungi patogen untuk menyebabkan infeksi ataupun menyebabkan kematian pada bibit. Setelah 9 bulan, semua bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi mikoriza menunjukkan gejala penyakit oleh fungi

Ganoderma. Sementara itu hanya 20% bibit yang diinokulasi mikoriza

menunjukkan gejala penyakit tersebut dan hanya 10% yang menyebabkan kematian pada bibit kelapa sawit. Hal ini diduga karena: (1) terjadi kompetisi antara FMA dengan patogen untuk mengokupasi tanaman dan juga kompetisi mendapatkan hasil fotosintesis dari tanaman; (2) tanaman yang bermikoriza secara langsung ataupun tidak langsung akan membuat bibit lebih sehat dengan kekuatan internal resisten yang lebih tinggi terhadap serangan penyakit; (3) kerapatan akar yang tinggi dengan adanya mikoriza mengurangi kehilangan akar akibat infeksi oleh penyakit; (4) Penumpukan Ca yang signifikan pada sel mikoriza menciptakan penghalang bagi penyakit untuk berkembang di dalam akar kelapa sawit; (5) Produksi metabolit sekunder yang tinggi oleh akar bermikoriza dapat menghambat penyebaran patogen di dalam akar kelapa sawit (Hashim, 2004). Akan tetapi mekanisme pasti dari hal tersebut di atas masih belum diketahui dengan jelas.

Peranan FMA terhadap cekaman biotik patogen G. boninense juga

dilaporkan oleh Sarashimatun & Tey (2009), dimana inokulasi FMA pada bibit

kelapa sawit dapat mencegah infeksi G. boninense 100%. Lebih lanjut mereka

menyatakan bahwa inokulasi FMA pada tanaman menghasilkan (TM) umur 20

27

tidak dapat mematikan G. boninense akan tetapi dapat memperpanjang umur

produksi dari tanaman kelapa sawit.