• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Bentuk Pengawasan Dana Talangan Haji di Bank Sumut

A. Penempatan Biaya Perjalanan Ibadah Haji Pada Bank Syariah 64

3. Fungsi Dewan Pengawas Syariah Pada Bank Sumut

Pengembangan lembaga-lembaga keuangan terutama lembaga keuangan syariah juga mengalami kemajuan-kemajuan yang pesat, dan ada pada saatnya untuk melakukan pemantauan, pengawasan dan arahan yang memungkinkan pengembangan lembaga-lembaga keuangan tersebut.

Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah yang membahas pandangan syariah tentang Reksadana dan rekomendasi lokakarya yang antara lain mengusulkan agar dibentuk DSN untuk mengawasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syariah. Oleh sebab itu, dipandang perlu adanya pedoman dasar mengenai DSN tersebut.

Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya DSN pada setiap lembaga keuangan, dipandang perlu

86http://www.waspada.co.id, BankSumut luncurkan Produk pinjaman Bank Syariah, diakses pada 5 Juni 2012.

didirikan DSN yang akan menampung berbagai masalah/ kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah.

Pembentukan DSN merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. DSN diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi. DSN berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.

Peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga perbankan syariah. Menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk :87

1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah. 2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada

pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN

3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.

Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi

keuangan Islam modern. Kesalahan besar perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat DPS karena kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah.

Masih banyak anggota DPS yang belum mengerti tentang teknis perbankan dan LKS, apalagi ilmu ekonomi keuangan Islam seperti akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis lainnya sangat tidak optimal. Dewan Pengawas Syariah (DPS) juga harus memahami ilmu yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter misalnya, dampak bunga terhadap investasi, produksi,

unemployment(pengangguran).

Dampak bunga terhadap inflasi dan volatilitas currency (perubahan mata

uang), dengan memahami ini, maka tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin

(batas) jual beli murabahah dengan bunga. Tetapi faktanya, masih banyak ulama

yang tidak bisa membedakan margin murabahah dengan bunga, karena minimnya

ilmu yang mereka miliki.88

Karena pengangkatan Dewan Pengawas Syariah (DPS) bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan, fungsi pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang mungkin dan sering terjadi. Harus diakui, bahwa perbankan syariah sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang bersifat syari’ah.

Tuntutan target, tingkat keuntungan yang lebih baik, serta penilaian kinerja pada setiap cabang bank syari’ah, yang masih dominan didasarkan atas kinerja keuangan, akan dapat mendorong praktisi untuk melanggar ketentuan syari’ah. Hal ini akan semakin rentan terjadi pada bank syari’ah dengan tingkat pengawasan syariah yang rendah.

Oleh karenanya, tidak heran, jika masih banyak ditemukannya pelanggaran aspek syari’ah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan syariah, khususnya perbankan yang konversi ke syariah atau membuka unit usaha syariah, yang juga mengherankan lagi adalah, sering sekali kasus-kasus yang menyimpang dari syari’ah Islam di bank syari’ah, lebih dahulu diketahui oleh Bank Indonesia daripada oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS), sehingga DPS baru mengetahui adanya penyimpangan syari’ah setelah mendapat informasi dari Bank Indonesia. Demikianlah lemahnya pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di bank-bank syari’ah.

Bank syariah harus menyadari bila mereka sering mengabaikan kepatuhan prinsip syariah, mereka akan menghadapi risiko reputasi (reputation-risk) yang

bermuara pada kekecewaan masyarakat dan sekaligus merusak citra lembaga perbankan syari’ah. Bank Indonesia selalu menyampaikan banyaknya indikasi pelanggaran syari’ah yang dilakukan oleh lembaga perbankan syari’ah dalam praktek operasionalnya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Maulana Ibrahim mengatakan, dari indikator pengawasan dan pemeriksaan yang dilaporkan Bank Indonesia, masih ditemui

berbagai sistem operasional bank syariah yang belum sesuai dengan prinsip kepatuhan pada nilai-nilai syariah. Hal itu diungkapkannya dalam seminar bertajuk Prospek Perbankan Syariah Pasca-Fatwa MUI di Jakarta, 10 Pebruari 2004.

Melihat fenomena tidak syari’ahnya bank syari’ah tersebut, sampai-sampai Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Wahyu Dwi Agung mengatakan Bank Indonesia (BI) seharusnya segera meluruskan pihak manajemen bank syariah terkait. Peringatan serupa kembali disampaikan Maulana Ibrahim, dalam Simposium Nasional Ekonomi Islami di Malang.

Deputi Gubernur BI itu dalam orasinya menuliskan, sejak dini DPS dan pengawas bank syari’ah, harus meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di bank syari’ah. Hal ini penting agar bank syari’ah tidak menjadi bank yang bermasalah. Khusus terhadap prinsip-prinsip syari’ah, bankir syari’ah harus sepenuhnya konsisten terhadap penerapan prinsip-prinsip syari’ah, karena umumnya di dunia ini kegagalan bank syari’ah dapat terjadi, karena ketidak-konsistenan dalam menjalankan prinsip syari’ah. Maulana Ibrahim selanjutnya mengatakan, bahwa peran DPS sangat menentukan dalam mengawasi operasi bank syari’ah agar tetap memenuhi prinsip-prinsip syari’ah. DPS harus secara aktif dan rutin melakukan pengawasan terhadap bank syari’ah.89

89Purwanto Hadi,Dewan Pengawas Syariah, http://purwantohadi.multiply.com, diakses pada 21 April 2012.

Kelangkaan ulama integratif sebagaimana disebut di atas, bahwa DPS harus menguasaifiqh mumalahbersama perangkatnya (ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh, tafsir

dan hadist ekonomi), juga harus menguasai ilmu ekonomi keuangan dan perbankan

Islam modern. Tapi kenyataannnya persyaratan tersebut sangat sulit diwujudkan, karena kita kekurangan ulama yang memahami kedua disiplin keilmuan tersebut sekaligus.

Dengan ilmu yang integral tersebut pengawasan bisa lebih optimal dan mereka bisa merumuskan menetapkan serta pembuatan fatwa hukum ekonomi syari’ah di Indonesia, ulama muda potensial dapat direkrut di program Doktor Ekonomi Islam yang mulai tumbuh dan berkembang di berbagai Perguruan Tinggi. Keunggulan mereka ini adalah dikarenakan mereka memiliki dua keahlian keilmuan sekaligus, yaitu pertama,fiqih mumalah, ushul fiqh, qawaid fiqh serta ayat danhadits

ekonomi dan kedua, mereka juga mengerti tentang praktek perbankan dan LKS yang disertai bekal ilmu ekonomi keuangan modern, sehingga mereka bisa melakukan pengawasan dengan baik, bukan sekedar pajangan kharisma.

Berdasarkan keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia N0.01 Tahun 2000, tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI), menetapkan bahwa :90

Kedudukan dan status anggota DPS, yaitu :

1. Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia.

2. Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.

3. Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri dari para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.

4. Anggota Dewan Syariah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat) tahun.

Dewan Syariah Nasional bertugas :

1. Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.

2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. 3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. 4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Dewan Syariah Nasional berwenang :

1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.

2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.

3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.

4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.

5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Mekanisme kerja DPS, yaitu :

1. Dewan Syariah Nasional mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN.

2. Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan.

3. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang

bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

Badan Pelaksana Harian

1. Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun pertanyaan ditujukan kepada sekretariat Badan Pelaksana Harian.

2. Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah menerima usulan /pertanyaan harus menyampaikan permasalahan kepada Ketua.

3. Ketua Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan/usulan.

4. Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional untuk mendapat pengesahan.

5. Fatwa atau memorandum Dewan Syariah Nasional ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional.

Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah :

1. Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.

2. Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syraiah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional.

3. Dewan Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran. 4. Dewan Pengawas Syariah merumuskan permasalahan-permasalahan yang

memerlukan pembahasan Dewan Syariah Nasional. Pembiayaan DPS, yaitu :

1. Dewan Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat. 2. Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap

lembaga keuangan syariah yang ada.

3. Dewan Syariah Nasional mempertanggung-jawabkan

keuangan/sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia. Sehingga semua produk-produk yang ada pada bank syariah, termasuk produk pembiayaan talangan haji, yang mengawasinya adalah DPS yang dipilih dan ditetapkan oleh MUI.