• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,23 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.24

Pada masyarakat yang demokratis dan berpegang pada prinsip hukum, telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat karena hukum tersebut bersifat aspiratif, sehingga hukum yang ditegakkan mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum, sebagaimana yang telah diaspirasikan oleh masyarakat. Pada negara-negara yang sedang dalam masa transisi menuju demokrasi dan menuju ke negara yang menganut prinsip hukum yang berlaku sepenuhnya mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Karena hukum-hukum tersebut belum aspiratif (belum sepenuhnya dapat menyuarakan dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat), bahkan

23J.J.J.M.Wuisman, dengan menyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FEUI, Jakarta,1996,hal.203.

sering dituding sebagai suatu hukum yang mencerminkan kehendak dan kepentingan penguasa yang tidak jarang mengabaikan rasa keadilan masyarakat.

Pada saat hukum akan ditegakkan untuk menjamin adanya kepastian hukum, maka ada kemungkinan rasa keadilan masyarakat terganggu, sehingga dalam situasi yang demikian ada konflik atau benturan kepentingan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan masyarakat.

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasan dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan

postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.25 Sehingga penelitian

ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelas kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat, melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.26

Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M.Winfield dan Bias, bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Hukum pada

hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa berwujud

konkrit. Suatu kententuan baru dapat di nilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan

25W.Friedmann,Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, 1994, hal.2.

26Jujun S.Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hal.237.

dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.27

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechts gerenchtigheid), kemanfaatan (rechtsuitilieteit) dan kepastian hukum (rechts

zekerheid).28 Dalam mewujudkan keadilan, Adam Smith (1732-1790) Guru besar

dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University

pada tahun 1750, telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith

mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian (the

end of justice is to secure from injury).29

Untuk mencapai suatu suasana kehidupan masyarakat hukum yang mampu menegakkan kepastian hukum dan sekaligus mencerminkan rasa keadilan masyarakat maka diperlukan beberapa faktor, yaitu :

a. Adanya suatu perangkat hukum yang demokratis (aspiratif)

b. Adanya struktur birokrasi kelembagaan yang efisiendan efektifserta transparan

danakuntabel.

c. Adanya aparat hukum dan profesi hukum yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi

27Lili Rasidi dan I.B.Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal.79.

28Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT.Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002,hal.85.

29Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar USU-Medan, 17 April 2004, hal.4-5. Sebagaimana di kutip dari Neil Mac Cormik, ”Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol.15, 1981, hal.244.

d. Adanya budaya yang menghormati, taat dan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan HAM (menegakkan supermasi hukum).

Berdasarkan Fatwa DSN Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, tidak secara tegas memberikan defenisi mengenai pembiayaan dana talangan haji. Hanya menyatakan bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pengurusan haji dan talangan pelunasan biaya perjalanan iIbadah haji, dan bahwa lembaga keuangan syariah perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya. Agar pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang pengurusan dan pembiayaan haji oleh LKS untuk dijadikan pedoman.30

Tujuan dari hukum Islam adalah mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Sejalan dengan hal tersebut, maka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kemaslahatan. Secara sederhana maslahat (al-maslahah) diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang bermanfaat.

Secara leksikal, menuntut ilmu itu mengandung kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu merupakan penyebab diperolehnya manfaat secara lahir dan bathin.31 Al Ghazali menformasikan teori kemaslahatan dalam kerangka mengambil manfaat dan menolak kemudharatan untuk memelihara tujuan syara’. Hal tersebut

30Fatwa Dewan Syariah Nasioanl Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah.

31Husain Hamid Hasan, Nadzirriyah al Mashalahah fi al fiqh al Islamy, (Kairo: dar Al Nahdhah al- Arabiyah), hal.3-4.

dapat diartikan bahwa setiap kegiatan manusia harus bermanfaat bagi umat manusia, namun demikian tidak boleh bertentangan dengan tujuan dari syariat Islam.

Berdasarkan pendapat Ibnu Taymiyyah, sebagaimana dikutip oleh Syekh Abu Zahrah,32 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan maslahat ialah pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syara’.

Maslahat dari segi tingkatannya yaitu maslahat yang menjadi hajat hidup manusia

dapat dibagi kepada tiga tingkatan, yaitu :33

1. Maslahat Dharurriyat

Yaitu kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika ia luput dari kehidupan manusia maka rusaknya tatanan kehidupan manusia tersebut. Yang termasuk dalammaslahat dharuriyat ialah hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan

agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

2. Maslahat Hajiyat

Yaitu persolan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan kerusakan yang dihadapi. Maslahat ini seringkali lebih rendah

di bawah maslahat daruriyat. Maslahat ini berkaitan dengan

keinginan-keinginan dalam hukum Islam, seperti boleh berbuka puasa bagi orang sakit

32Muhammad Abu Zahrah, Ibn Taymiyyah,Hayatuhu wa Ashruhu wa Ara’uhu wa fiwhuhu, Mesir, Dar al-fikr al-Arabiy,tt, hal.495.

33Hasballah Thaib, Tajdid,Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, Konsentrasi Hukum Islam Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002, hal.28.

dan musafir, boleh mengqashar shalat dalam perjalanan. Bila keringanan itu

tidak diberikan akan melahirkan kesulitan walaupun tidak mengakibatkan kerusakan atau kegoncangan dalam hidup.

3. Maslahat Tahsiniyat

Yaitu maslahat yang sifatnya untuk memelihara kebaikan dan kebagusan budi pekerti serta keindahan. Kemaslahatan ini dibutuhkan manusia seperti berpakaian yang indah, memakai wangi-wangian waktu hendak beribadah.

Maslahatini bersifat kesempurnaan dan pelangkap.

Berdasarkan ketiga tingkatan maslahat diatas, maka dana talangan haji itu masuk kedalam maslahat hajiyat, karena ada unsur keringanan disini, artinya naik

haji diwajibkan bagi orang-orang yang sanggup, dan kata sanggup dalam Islam ada tiga unsur, yaitu: sanggup dengan sendirinya, sanggup dengan dibayari oleh orang lain dan sanggup dengan cara berhutang atau dengan dana talangan haji. Keringanan yang diberikan dalam maslahat hajiyat disini bisa diartikan bahwa adanya bantuan

dari bank syariah untuk menalangi dana calon jemaah haji yang ingin berangkat haji dengan segera, namun dananya belum mencukupi untuk mendapati nomor porsi haji, lalu bank syariah memberi keringanan dengan memberikan pinjaman kepada calon jemaah haji itu dengan persyaratan-persyaratan tertentu.

DSN dan Majlis Ulama Indonesia pada tanggal 15 Rabi'ul Akhir 1423 H atau bertepatan dengan tanggal 26 juni 2002 M, menetapkan fatwa DSN-MUI No 29/DSN-MUI/III/2002 tentang pembiayaan pengurusan haji LKS. Dalam

fatwa tersebut dinyatakan bahwa ketentuan pembiayaan pengurusan haji lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut:34

a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsipal-ijarahsesuai fatwa DSN-MUI No. 9/DSN-MUI/IV/2000.

b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsipAl-qardhsesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-DSN-MUI/IV/2001.

c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.

d. Besar imbalan jasa al-ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah.

2. Konsepsi

Berdasarkan judul yang dibahas, maka penulis membuat konsepsi sebagai berikut :

1. Ibadah haji merupakan rukun yang kelima dari rukun-rukun Islam dan merupakan salah satu sarana dan media bagi kaum muslimin untuk bersatu, meningkatkan ketaqwaan dan meraih surga yang telah dijanjikan untuk orang-orang yang bertaqwa.

2. Hukum Islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat, yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata, yaitu segala sesuatu yang menjadi pedoman atau yang menjadi sumber syariat Islam yaituAl-qur’an

danHadistNabi Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW).

3. Al-qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua ajaran dan

syariat Islam.

34Fatwa DSN-MUI No 29/DSN-MUI/III/2002 : Tentang pembiayan pengurusan haji oleh Lembaga Keuangan Syariah.

4. Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan

kehidupan manusia atau tentang suatu hal, atau disebut pula sunnah qauliyyah.

Hadist merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah.

5. Fatwa adalah pendapat para ulama untuk menentukan suatu hukum yang tidak jelas pembahasannya di dalam Al-qur’an dan hadits, sehingga para ulama berijtihad untuk menentukan suatu hukum itu boleh atau tidak.

6. Akadqardh wa ijarahadalah pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang

disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang

diberikan oleh nasabah.

7. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan

yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.

8. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

9. Bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literatur Islam

dikenal dengan istilahbaitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan

untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah.

10. Dana talangan haji adalah dana pinjaman (al-qardh) kepada nasabah untuk

menutupi kekurangan dana guna memperoleh porsi haji pada saat pelunasan BPIH, kemudian nasabah berkewajiban mengembalikan dana pinjaman itu dalam jangka waktu tertentu. Sebagai jasanya, Bank Syariah memperoleh imbalan (ujrah) yang besarnya tidak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan dan

tidak boleh dipersyaratkan dalam pemberian dana talangan.

G. Metode Penelitian