• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI DAN MAKNA LANDEK DALAM UPACARA ADAT NGAMPEKEN TULAN-TULAN

5.2 Fungsi Landek Dalam Upacara

Berkaitan dengan pembahasan diatas tentang fungsi seni yang mengarah pada fungsi sosial,landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulanmerupakan salah satu seni yang tergolong kedalam fungsi sosial. Landek dalam upacara ini sebagai komunikasi antara individu-individu dalam suatu kumpulan masyarakat yang melandek dan dapat dikatakan landek dalam upacara ini bertujuan sebagai landekadat yang memiliki nilai religi karena berkaitan tentang sistem kekerabatan atau sangkep nggeluh. Dalam hal ini dapat dikatakan landek sebagai media penyampai maksud dari tujuan upacara adatngampeken tulan-tulan.

Karakteristik masyarakat Karo sangat banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam yang mengintarinya, sebagai anak pedalaman dalam hutan rimba raya, mentalitas agraris dan pengaruh dari kerajaan Haru, mejadikan masyarakat Karo memiliki karakteristik dan berpengaruh terhadap kebudayaannya sendiri. Sehingga terbentuklah sebuah budaya yang menjadi patron bagi masyarakat Karo dalam hubungan dengan Tuhan, alam beserta isinya dan khususnya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemua pola hubungan tersebut tertuang dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur hal tersebut disebut dengan budaya (Tarigan, 2008:15). Upacara adat sebagai salah satu budaya bagi masyarakat Karo yang masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh masyarakat Karo sampai saat ini. Suatu kegiatan dapat dikatakan upacara adat pada masyarakat Karo ialah kegiatan yang melibatkan sistem kekerabatan didalamnya. Menurut Tylor

hukum, moral, adat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusiasebagai anggota masyarakatnya”.

Sangkep nggeluh merupakan masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan. Sangkep nggeluh yang terdiri dari sukut sebagai tuan rumah, kalimbubu pihak keluarga yang paling dihormati, dan anak beru pihal keluarga yang bertugas mengerjakan segala proses upacara dari awal hingga akhir. Landek yang digerakkan oleh sangkep nggeluh seluruh masyarakat yang terlibat melandek dengan gerakkan yang sama, perbedaannya terletak pada aturan siapa yang akan melandek sesuai dengan adat yang telah diatur oleh sistem kekerabatan. Landek dalam upacara gendang kematian bersifat komunal bersama-sama menari dengan kelompoksukut.

Dalam hal ini tari tidak sebagai sebuah tari tontonan. Menurut Dibia tari komunal menekankan bahwa nilai sosial lebih penting dari pada seni yang berkaitan dengan keindahan dan hiburan, sehingga untuk berpartisipasi dalam suatu peristiwa tari komunal seseorang tidak dituntut untuk memiliki kemampuan menari yang bagus (Dibia, 2005:3).

Upacara ini merupakan suatu kegiatan sakral yang dilaksanakan masyarakat Karo untuk menghormati orang yang sudah meninggal. Dihubungkan dengan pendapat Poerwadarminta sebelumnya upacara adat ngampeken tulan- tulan merupakan salah satu pristiwa penting yang dilaksanakan oleh masyarakat Karo, dapat dikatakan upacara ini merupakan upacara adat yang tertinggi diantara upacara-upacara yang ada dalam kebudayaan suku Karo.

Saat ini upacara adat ngampeken tulan-tulan dimaknai sebagai upacara adat yang bertujuan untuk menghormati keluarga yang sudah meninggal dengan memindahkan kerangka tengkorak ke dalam geriten yang menjadi simbol penghormatan dari pihak keluarga (sukut) kepada orang tua atau keluarga yang sudah meninggal. Dilaksanakannya upacara adat ini juga sebagai penghormatan kepada rakut sitelu dan sebagai pengakuan status sosial bagai masyarakat bahwa keluarga yang dapat melaksanakan upacara dapat dikatakan keluarga yang berhasil dalam kehidupan dipandang dari sudut materi.

Dalam pelaksanaan upacara terdapat pendukung upacara seperti perkolong-kolong dimana perkolong merupakan salah satu unsur yang penting pada upacara kematian khususnya berkaitan dengan gendang atau musik pada upacara adat ngampeken tulan-tulan. Jika dalam pelaksanaan upacara orang yang diangkat tulangnya tergolong cawir metua (bebas dari tanggung jawab atau anak dari keturunannya sudah berumah tangga) maka acara demi acara yang ada dalam pelaksanaan upacara tersebut dapat disampaikan oleh seorang perkolong-kolong dari semuasangkep nggeluh(kekerabatan) yang ada.

seorang perkolong-kolong dapat mewakili petuah-petuah dari kalimbubu, untuk anak beru, senina/sembuyak melalui nyanyian dengan rengget (khas)/ketoneng-ketoneng2.

2

Cukup dengan waktu sekitar dua atau tiga menit saja seorang anak beru menceritakan siapa saja yang akan mempunyai acara berikutnya, perkolong- kolong akan menyampaikan hal tersebut dengan nyanyian yang dapat menghabiskan waktu “konteks” lebih dari satu jam (Ginting, 2015:188).Nyanyian dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan atau disebut dengan katoneng- katoneng isi atau tema lagu berisi nasehat, penghormatan, pujian, doa atau harapan dan sebagainya. Sifat nyanyian ini dapat digolongkan sebagai nyanyain bercerita (narative song). Dalam sisitem kekerabatan yang dilaksanakan pada upacara adat ngampeken tulan-tulan kelompok kalimbubu dapat memberikan petuah-petuah/nuri-nuri yang berfungsi sebagai nasehat kepada sukut dan anak beru. Nuri-nuri merupaka kalimat yang diutarakan pada upacara kematian yang berisikan katapengapul(kalimat hiburan, kalimat ajaran, atau nasihat), pemberian petuah-petuah bisa juga disampaikan oleh perkolong-kolong, dari hal tersebut dapat dikatakanlandekdalam proses upacara adat ngampeken tulan-tulansebagai media komunikasi yang melibatkan rakut sitelu dengan iringan pengapul dan katoneng-katoneng yang disampaikan oleh protokol dan rakut sitelu dengan iringan musik atau gendang lima sendalanen dimana syair yang disampaikan sesuai dengan teks atau liriknya senantiasa berubah yang disesuaikan dengan konteks upacara.

Menurut Kroeber keseluruhan pola tingkah laku dan pola bertingkah laku baik eksplisit maupun implisit yang diperoleh ataupun yang diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok manusia termasuk perwujudannya dalam benda-benda mati. Pada upacara

ngempeken tulan-tulan terdapat pembayaran adat yang dilakukan oleh sukut kepada kalimbubu. Nggalari utang (membayar utang) dengan tujuan sebuah penghormatan kepadakalimbubu.Sukutberhadap-hadapan dengankalimbubudan anak beru membawa kain yang didalamnya diikatkan uang dengan jumlah yang sudah ditentukan untuk membayar utang yang meninggal terhadap kalimbubu. Uang yang diikat dalam kain tersebut dinamai masyarakat Karo dengan sebutan batu uis atau pembayaran bisa dengan dibayar dengan bekah bulu (sejenis kain yang biasa dipakai di bahu laki-laki) jika yang meninggal laki-laki dan uang, jika perempuantudungadat (tutup kepala yang dipakai wanita Karo) dan uang.

Dokumen terkait