• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landex dalam Upacara Adat Ngampeken Tulantulan Analisis Struktur, Fungsi dan Makna pada Masyarakat Karo di Desa Tiga Juhar Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Landex dalam Upacara Adat Ngampeken Tulantulan Analisis Struktur, Fungsi dan Makna pada Masyarakat Karo di Desa Tiga Juhar Chapter III VI"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LANDEK PADA MASYARAKAT KARO

3.1 Upacara AdatNgampeken Tulan-tulan

Upacara adat terdiri dari dua kata, upacara dan adat dalam kamus istilah Antropologi dalam Nuryani (2011:6), menjelaskan adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai, norma-norma hukum serta aturan-aturan yang sama dengan lainnya, berkaitan menjadi satu sistem yaitu sistem budaya. Upacara adat adalah upacara-upacara yang berhubungan adat suatu masyarakat. Upacara adat dilakukan oleh masyarakat merupakan pencerminan semua perencanaan dan tindakan yang diatur dalam tata nilai luhur dan diwariskan secara turun temurun kemudian mengalami perubahan menuju kebaikan sesuai tuntutan zaman. Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat pendukungnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur, juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas.

(2)

hubungan antara binatang-binatang, burung-burung, atau kekuatan-kekuatan alam (Keesing, 1992: 131).

Konsep upacara menurut Herzt dalam Tarigan (2008:8) menganggap bahwa upacara adalah;(1) Peralihan dan suatu kedudukan gaib tidak hanya bagi individu yang bersangkutan tetapi juga bagi seluruh anggota masyarakat. (2) Peralihan dan kedudukan sosial lainnya itu tidak dapat berlangsung sekaligus, tetapi setingkat demi setingkat melalui serangkaian masa yang agak lama. (3) Upacara inisiasi mempunyai tiga tahap yang melepaskan hubungan objek dengan masyarakat yang mempersiapkan dan mengangkatnya ketingkat kedudukan yang baru. (4) Semua orang yang ada hubungan dekat dengan orang yang meninggal itu dianggap mempunyai sikap keramat. (5) Dalam tingkat persiapan dan masa inisiasi subjek merupakan makhluk yang lemah sehingga harus dikuatkan dengan ilmu gaib. (6) Upacara itu sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di dalam kehidupannya untuk mencapai tujuan tertentu apapun itu bentuknya dalam pelaksanaannya mereka selalu menyertakan kesenian.

(3)

dalam rangka adat-istiadat dan struktur sosial dari masyarakat, yang berwujud sebagai gagasan kolektif.

Pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulanmerupakan upacara adat yang memiliki beberapa unsur yang telah disebutkan di atas, memiliki sebuah unsur penghormatan yang dilakukan masyarakat ke pada orang yang sudah meninggal, dalam hal ini upacara sudah ada dari leluhur yang terus dilaksanakan menurut aturan dan kehiduapan masyarakat Karo. Awalnya upacara ini memiliki sebuah kepercayaan perbegu yang berkaitan dengan hal-hal gaib, tetapi masukkannya agama sehingga kepercayaan kepada hal-hal yang di anggap mistik tersebut luntur dan mengubah persepsi upacara ini sebagai upacara adat. Dalam pelaksanaannya terdapat dua proses upacara yaitu upacara engkur-kur kuburen dan upacara adat, dan pelaksanaan upacara ini juga terdapat struktur tari (landek) yang memiliki fungsi dan makna tersendiri dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan.

3.1.1 Proses upacara adatngampeken tulan-tulan

3.1.1.1 Proses Penggalian kuburan

(4)

sampai akhir upacara. Keberhasilan suatu upacara terletak pada ank beru, sehingga posisi anak beru menadi penting dalam keberhasilan dan kelancaran pelaksanan upacara. Pada saat proses penggalian kuburan, galian pertama dilakukan oleh kalimbubu sebagai tanda penghormatan, selanjutnya puang kalimbubu, lalu mengikuti anak beru. Kemudian pada saat penggalian, tulang yang pertama kali diangkat adalah batok kepala mayat, jika batok kepala belum ditemukan maka tulang yang lain tidak boleh diangkat.

Setelah batok kepala ditemukan, kemudian tulang-tulang yang ada diangkat oleh anak beruserta diserahkan kepada kalimbubudan diletakkan diatas selembar kain putih sebagai alasnya. Setelah itu pihak keluarga atau senina memberikan uang atau melemparkan uang ke dalam keburan dan akan di ambil olehanak beru. Hal itu sudah menjadi tradisi turun menurun. Dahulunya tidak hanya uang, tetapi perhiasan dalam bentuk perak digunakan dalam tradisi ini sebagai wujud terimkasih kepada anak beru karena upacara dapat terlaksana. Selanjutnyalubang ditutup kembali, pada saat lubang ditutup, di dalam lubang harus dimasukkan batang pisang atau dalam bahasa Karo galuh sitabardan yang menggali kuburan diberikan jeruk purut oleh pihak keluarga (untuk membersihkan diri). Pada masyarakat Karo batang pisang yang di letakkan di dalam lubang dianggap sebagai pengganti tulang-tulang yang sudah diangkat.

(5)

Tahap selanjutnya tulang-tulang tersebut dibungkus dengan kain putih dan dimasukkan kembali kedalam peti yang baru olehanak beru menteridari keluarga yang meninggal dengan syarat yang menyusun tengkorak tersebut harus perempuan yang sudah tua dan berstatus janda. Penyusunan tulang tidak memiliki aturan tertentu, hanya saja tengkorak kepala berada di posisi atas dan tulang-tulang yang lain disusun secara rapi dan benar ke dalam peti. Tulang-tulang-tulang tersebut yang sudah tersusun di dalam peti, selanjutnya diusung kerumah dan diinapkan dalam semalam. Pada malam harinya diadakan acara perumah tendi yang dipimpin oleh sibaso atau guru, bertujuan untuk memberi nasehat kepada cucu dan keluarga yang di tinggalkan, yang diiringi dengan musik gendang lima sendalanen. Keesokkan harinya peti yang berisikan tengkorak diusung dan dimasukkan ke tugu yang telah dibangun oleh keluarga sebagai tempat terakhir atau dalam bahasa Karo disebut geriten. Dahulunya geriten berbentuk seperti rumah adat (mayat disimpan di atas atau langit-langit bangunan).

(6)

3.1.1.2 Proses Upacara Adat

Setelah proses penggalian kuburan selesai, acara dilanjutkan dengan proses upacara adatngampeken tulan-tulan. Proses upacara dengan adat oleh masyarakat Karo biasanya dilakukan di los atau jambur. Dalam upacara adat orang yang berperan penting ialahanak beru. Tugasanak berumulai dari menyusun acara dan menunjuk Singerunggui (protokol) sebagai pengatur acara. Singerunggui (protokol) biasanya dipercayakan pada tokoh adat atau tokoh masyarakat. Proses upacara adat ngampeken tulan-tulan diawali dengan menari (landek), dilakukan olehsukutuntuk menyambutseninadengan iringanperkolong-kolong. Perkolong-kolong (vokalis) membawakan sebuah syair/petuah-petuah (pengapul) atau disebut dengan nuri-nuri yang diiringi musik. Dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan syair/petuah-petuah(pengapul/nuri-nuri) yang dibawakan perkolong-kolong biasanya dengan irama yang senduh atau sedih dan dalam upacara ini nantinyakalimbubujuga memberikan petuah-petuah atau kata-kata nasehat.Acara pertama yaitu anak beru dan sukut menari bersama berhadap-hadapan dengan gerak landek mulih-mulih dengan arti anak beru telah melaksanakan tugasnya untuk membuat upacara berjalan dengan lancar dan setelah berada di jambur, anak berumenyerahkan prosesi upacara kepadasukut.

(7)

silima marga. Mereka saling bergantian masuk dan melakukan landek bersama sebagai penyampaian isi hati mengikuti irama syair (pengapul) dari perkolong-kolong.Setelah mereka bergantian masuk, selanjutnya teman meriah (undangan dan masyarakat) dan anak beru yang ikut menari (landek) secara bersama-sama larut dalam suasana suka cita. Di akhir acara kalimbubu menari(landek) memberikan restu untuk pembangunan geriten dan memberikan semangat untuk keluarga yang ditinggalkan. Susunan tempat duduk juga memiliki aturan sesuai sistem kekerabatan dan golongan berdasarkan sangkep nggeluh. Sukut berada disebelah kiri, senina berada di tengah, kalimbubu berada disebelah kanan dan anak beruberada di belakang.

Pada akhir acara dilakukan proses adat terakhir dengan membayar adat dari pihak sukut dansenina kepadakalimbubu, dipercaya agar mayat yang meninggal dianggap sudah bahagia dan keluarga yang ditinggalkan juga bahagia, jika laki-laki yang meninggal dibayar denganbekah buluh (sejenis kain yang biasa dipakai di bahu laki-laki) dan uang, jika perempuan tudung adat (tutup kepala yang dipakai wanita Karo) dan uang.

3.2 Asal Mula Landek

(8)

pengetahuan yang mendalam tentang bagaiman dan mengapa segala peristiwa terjadi. Maka dari penjelasan tersebut akan dapat menjelaskan bagaimana dan mengapalandektercipta.

Kehidupan masyarakat Karo tidak bisa dilepaskan dari kesenian yang beraneka ragam, baik musik, tari, rupa, teater dan sebagainya. Dalam kesenian masyarakat Karo, memiliki chiri khas dan karakteristik. Cirikhas dan karakteristik masyarakat Karo dapat dilihat dari beberapa bagian yaitu merga, bahasa, adat istiadat dan kesenian yang mereka miliki. Masyarakat Karo sebagai masyarakat yang memiliki beragam kebudayaan tentunya memiliki kesenian yang beragam. Kesenian yang beragam tersebut muncul dan digunakan untuk mengiringi aktivitas dalam kehidupan masyarakat Karo, baik pada kegiatan-kegiatan adat, upacara dan hiburan, masyarakat Karo akan tetap menyertakan kesenian di dalamnya. Landek sebagai salah satu kesenian pada etnis Karo. Landek merupakan dasar pemikiran masyarakat Karo pada masa lampau yang mencari cara bagaimana menggambarkan aktivitas kehidupan mereka dari berjalan, bersopan-santun, ramah tamah, dan aktivitas kehidupan lainnya yang digambarkan lewat kesenian. Dasar pemikiran tersebut muncul menjadi sebuah konsep penciptaan kesenian yang diawali dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat Karo selanjutnya diwujudkan dalam bentuk tari setelah mengalami distilisasi dan distorsi (Sembiring, 2012:190).

(9)

adalah suatu kegiatan bernyanyi yang tidak diiringi oleh alat musik. Nyanyian tersebut menjadi irama yang menghibur dikalangan masyarakat Karo. Permangga-mangga dahulunya ada di setiap kegiatan masyarakat Karo baik digunakan untuk kegiatan adat, upacara dan hiburan. Hadirnya permangga-mangga ditengah kehidupan masyarakat Karo menginspirasi untuk menciptakan tari dari lantunan irama permangga-mangga. Pada saat permangga-mangga dilaksanakan masyarakat Karo ikut menggerakkan tubuh menari mengikuti nyanyian yang dilantunkan dan mengikuti irama, pada saat itulah tari disebut denganlandek.

Setelah hal itu terjadi landek pun diperluas kehadirannya dalam kegiatan lainnya seperti kegiatan upacara, kegiatan adat, dan kegiatan hiburan. Istilah permangga-mangga saat ini telah berubah menjadi penkolong-kolong dan sudah menggunakan musik. Landek sampai saat ini terus diwariskan secara turun menurun pada generasi penerus. Landek pada saat ini mengalami perubahan dalam bentuk penyajiannya. Landek tidak hanya diiringi oleh perkolong-kolong melainkan dapat diiringi oleh musik tradisional maupun musik moderen. Namun bukan musik apakah yang diwajibkan dalam mengiringi landek, tapi bagaimana perpaduan antara landek dengan irama yang mengiringinya dapat memunculkan keserasian dalam perpaduan tersebut.

(10)

maupun yang menyaksikan dari luar. Hal ini dapat dikatakan, penari yang terbiasa melakukan gerak landek akan terlatih untuk berhubungan langsung dengan orang lain, serta mengkaitkan apa yang dirasakan diluar dirinya dengan yang ada di dalam dirinya. Aktivitas landek seringkali tergantung atau bahkan terikat oleh dinamika kehidupan suatu masyarakat.Masyarakat Karo memandang landek mempunyai kedudukan tersendiri pada masa lampau. Masyarakat Karo menciptakan landek dan membaginya menjadi tiga bagian yang menjadi dasar pemikiran masyarakat Karo dalam menciptakan landek yaitu adat istiadat, kepercayaan dan keterkaitan dengan keindahan.

3.3LandekPada Masyarakat Karo

(11)

digunakan untuk menyimbolkan rasa hormat masyarakat Karo dalam sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan tersebut dapat dilihat lewat bentuk penyajian landek. Selain menonjolkan sistem kekerabatan dalam pelaksanaanya, landek dalam upacara ini juga mengikat sopan santun dan yang penting adalah rasa hormat terhadap keluarga.

Gerakan dasarlandekpada upacara adat ngampeken tulan-tulanantara laki-laki dan perempuan hampir sama gerakannya. Posisi tangan memilki tiga bagian posisi gerak dan memilki arti sebagai berikut :

1. Tangan di atas (dibata datas) : Posisi tangan ini memilki makna atau arti gerakan yang mengarahkan tangannya keatas ke arah pencipta dengan maksud menghormati pencipta penguasa dari segalanya dan memohon berkat ke pada sang penguasa.

2. Tangan di tengah (dibata tengah) : Posisi tangan ini memiliki makna kebatinan tersendiri bagi masyarakat Karo yang memaknai gerakan ini sebagai penghormatan kepada sesuatu yang menguasai bumi.

3. Tangan di bawah (dibata teruh) : Posisi tangan ini memiliki makna penghormatan kepada alam kematian. Dimana masyarakat Karo mempercayai suatu alam kematian untuk penghormatan dan ketenangan bagi leluhur yang sudah meninggal.

(12)

Pola-pola gerak dalam landek menunjukkan posisi masyarakat dalam melandekpada berbagai kegiatan.Landekpada masyarakat Karo menggambarkan aktivitas kehidupan mereka yang dituangkan lewat tari. Landek merupakan tarian untuk menyampaikan cerita dalam kegiatan masyarakat Karo baik itu suka dan duka (Prinst, 2004:145). Landek pada masyarakat Karo terbagi kedalam empat jenis, yaitulandek upacara, landeksayembara, landekadat, dan landekguro-guro aron.

3.3.1LandekUpacara

(13)

menggunakan si baso (dukun) dalam pelaksanaannya sampai saat ini, walaupun ada juga landek upacara yang tidak menggunakan hal-hal magic seperti pernikahan, upacara mengket rumah baru¸ dan upacara lainnya, tetapi tetap mengandung nilai-nilai religius, dalam hal ini juga terdapat interaksi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan dalam setiap pelaksanaan upacara.

3.3.2LandekSayembara

(14)

3.3.3Landekguro-guro Aron

Landek guro-guro aronmerupakanlandekyang diadakan setiap tahunnya di tiap-tiap desa di Kabupaten Karo untuk kalangan seluruh masyarakat Karo. Landek guro-guro aron diperuntukkan kepada muda-mudi untuk melandek bersama. Pesta muda-mudi yang masih melandaskan budaya dan adat istiadat Karo terdapat nyanyian dan tarian di dalamnya.

Landek merupakan salah satu bagian yang penting dan landek itu sendiri disebut dengan istilah landek guro-guro aron. Landek guro-guro aron ini bentuk penyajian pada umumnya merupakan tari kreasi-kreasi yang sudah populer dikalangan masayarakat Karo, seperti tariterang bulan, piso surit, roti manis, tiga serangkai dan lima serangkai. Tari kreasi menjadi sebuah pertunjukan yang dibawakan muda-mudi setiap diadakannya pesta guro-guro aron secara rutin setiap tahunnya yang di adakan di desa-desa. Fungsi landek ini sendiri dalam pestaguro-guro aron sebagai hiburan bagi para muda-mudi dan masyarakat Karo dengan caramelandekbersama dan berpasang-pasangan.

3.3.4LandekAdat

(15)

dalam kehidupan sosial masyarakat Karo. Dalam pesta pernikahan, syukuran, penyambutan kelahiran, dan kematian landek adat terdapat di dalamnya dan menggunakan landek adat sebagai pengiringnya. Landek dalam masyrakat Karo juga terbagi kedalam empat bagian berdasarkan bentuk penyajiannya yang memiliki perbedaan makna, perbedaan sifat, watak dan peranan, serta perbedaan fungsi yang disebabkan oleh dalam kegiatan apalandektersebut dihadirkan.

3.4 Bentuk PenyajianLandek

(16)

beru berada di depan, sukut berada di sebelah kanan dan kalimbubu berada disebelahkiri.

(Peti dari tengkorak)

Anak beru

Kalimbubu Sukut

Skema 3.1:Pola Lantai Posisisangkep nggeluh pada upacara engkur-kur kuburen

Setelah prosesi itu selesai,sukut, kalimbubudananak beruberjalan kembali menuju jambur, selama perjalanan jika bertemu kembali dengan persimpangan, maka semua berhenti dan kembali lagi melandek. Dipersimpangan kedua dilakukan landek odak-odak dengan iringan musik gendang odak-odak saat prosisi ini sukut dan kalimbubu menari medekati peti dengan arti untuk menyampaikan rasa suka cita karena terlaksananya upacara adat ngampeken tulan-tulan.

(17)

silengguriensambel musik lebih kencang, pada saat ini pihak keluarga merasakan rasa semangat atau bahagia dilihat dari gendang yang dimainkan lebih meriah.

Dari ketiga macam landek tersebut hanya pihak keluarga saja yang melakukan landek tidak ada tamu atau pun undangan dan landek ini dilakukan untuk membawa peti yang berisi tengkorak tersebut ke los atau jambur. Prosesi ini sendiri harus melewati maksimal tiga simpang untuk pelaksanaanya. Prosesi ini memiliki pembagian waktu masing-masing di setiap persimpangan berdurasi 15 menit. Pada tahun 1980-an proses engkur-kur kuburen (menurut narasumber) perumah tendi tidak lagi dilakukan oleh masyarakat Karo, dikarenakan masyarakat Karo sudah meyakini adanya Tuhan dan tidak lagi meyakini adanya arwah (tendi). Pelaksanaan prosesengkur-kur kuburen saat ini tulang-tulang yang sudah dimasukkan ke dalam peti langsung diusung oleh anak beru dan dimasukkan kedalamgeriten.

Dalam proses upacara adat ngampeken tulan-tulanmemiliki struktur dan memiliki makna yang dapat dilihat dalam bentuk perilaku ketika menari (landek) yang melibatkan sistem kekerabat masyarakat Karo disebut sangkep nggeluh. Dalam interaksi sangkep nggeluhmasing-masing memiliki keterkaitan dan fungsi yang berbeda-beda berdasarkan sistem kekerabatan.Dimana setiap pekerjaan atau tugas sudah diatur secara adat.

(18)

senina. Sukut (tuan rumah) melakukan gerakan landek dengan kaki dihenjutkan (endek), dan kedua tangan terbuka dengan posisi telapak tangan mengarah keatas menyambut senina yang datang ikut menari (landek) mengikuti sukut, gerakan landek tersebut memiliki maknayang dilihat darisukut dan senina sebagai tuan rumah (keluarga terdekat) memohon doa kepada Tuhan agar dilancarkan acaranya.

Kemudian sukut dan senina menari (landek) kembali menyambut kalimbubu, sukut dan senina melakukan gerakan dengan struktur gerak kaki dihenjutkan(endek), kedua tangan terbuka dan telapak tangan mengarah kebawah sambil menundukkan kepala (memberi hormat), kemudian bersama-sama melakukan gerakan yang sama seperti awal begitu juga kalimbubu yang menari (landek)dengan gerak kaki dihenjutkan(endek)dan kedua tangan terbuka dengan posisi telapak tangan mengarah ke atas serta diturunkan ke bawah, memiliki makna bahwasukut dan senina meminta restu kepadakalimbubu sebagai anggota keluarga yang memiliki kedudukan tertinggi dan paling dihormati,kalimbubujuga ikut larut dalam suasana suka cita. Selanjutnya sukut, senina dan kalimbubu menari menyambutteman meriah(undangan dan masyarakat) makna dari gerakan ini menandakan hubungan keluarga dengan lingkungan masyarakat yang terjalin dengan baik. Selanjutnyasukut, senina, kalimbubu danteman meriahmenyambut anak beru.

(19)

maknadalam gerakan ini merupakan penyampaian rasa terimakasi sukut, senina dankalimbubukepadaanak beru yang sudah melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai pelaksana upacara adat ngampeken tulan-tulan dari awal hingga akhir acara, kemudian sebagai rasa suka cita karena telah mengadakan upacara adat ngampeken tulan-tulan sebagai penghormatan terakhir kepada orang tua yang sudah meninggal sambil mengikuti irama musik dan syair (pengapul) dari perkolong-kolong. Selanjutnya diakhir acara kalimbubu memberikan restu untuk pembangunan geriten dan memberikan semangat kepada keluarga yang ditinggalkan untuk tidak larut dalam kesedihan.

3.4.1 Gerak

Landek adalah penyebutan tari dalam bahasa Karo. Pola dasar tari Karo ialah posisi tubuh, gerak tangan, gerak naik turun lutut (endek), gerak kaki yang disesuaikan dengan tempogendangdan gerak kaki. Pola dasar tarian itu ditambah dengan variasi tertentu sehingga tarian tersebut menarik dan indah. Tari Karo memiliki tiga dasar gerak yaitu endek (kaki turun dan naik), jole/pengodak (goyang badan) dantanlempir(lentik jari atau tangan yang gemulai).

(20)

kiri dan kanan. Gerakan ole juga mengikuti gung dan panganak. Tanlempir merupakan gerakan yang diperlukan ketika akan membentuk pola gerak tertentu dari tari Karo, misalnya ketika kedua tangan di atas bahu. Terdapat istilah ncemet jari dalamtanlempir yang diperlukan saat melakukan gerak petik (gerakan tangan mengepal), dan pucuk (jari diletakkan dimuka kening penari) terutama pada tari muda-mudi.

Dalam tari Karo, gerakan geser kaki, goyang pinggang/pinggul, dan main mata tiidak diperbolehkan karena dianggap tidak sopan dan melanggar norma-norma adat istiadat masyarakat Karo. Idealnya dalam menarikan tarian Karo, gerakan kaki harus dilakukan dengan mmelangkah atau odak, gerakan pinggang harus mengikuti ayunan badan, atauole, serta pandangan mata penari hanya boleh mengarah diagonal kebawah, tertuju pada lutut pasangan penarinya.

3.4.2 Busana

Busana (pakaian) tari merupakan perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari. Pemahaman terhadap tata busana terdiri dari beberapa bagian: 1) Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya.

Misalnya,setagen,korset, rok dalam,straples

2) Pakaian kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki. Misalnyabinggel, gongseng, kaos kaki, sepatu.

(21)

4) Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala. Misalnya berbagai macam jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekuk,gelung konde,gelung keong,gelung bokor, dan sejenisnya). 5) Aksesoris, adalah perlengkapan yang melengkapi ke empat pakaian tersebut

di atas untuk memberikan efek dekoratif, pada karakter yang dibawakan. Misalnya perhiasan, gelang, kalung dan lain-lain.

Busana pada umumnya setiap daerah memiliki perbedaan dan cerminan kebudayaan dari masing-masing daerah. Busana dapat menjadi simbol identitas dari setiap daerah dan menjadi warisan budaya. Masyarakat Karo memiliki pakaian adat, yang dapat di jelaskan sebagai berikut; laki-laki menggunakan baju kemeja disertai jas, celana panjang,bekah bulu(dipakai di leher),bulang(penutup kepala),cekok-cekokdangonje(kain yang dililitkan di pinggang).

(22)

(mekar), atau dapat dikatakan busana sehari-hari. Dalam menganalisa busana juga mempunyai fungsi yang bertujuan melihat mengetahui dari kelompok atau pihak mana seseorang tersebut berada sesuai dengan golongan sangkep nggeluh. Sukut menggunakan pakaian adat lengkap memiliki peranan sebagai tuan rumah, dengan pakaian tersebut dapat lebih menghormati tamu yang hadir. Kalimbubu dananak beru menggunakan pakaian sehari-hari dilengkapi dengan sarung (mekar) bagi laki-laki dan perempuan menggunakan kain (kampoh).

Foto 3.1. Pakaian adat laki-laki, dalam upacara adatngampeken tulan-tulan.

(Dok. Nadra Akbar Manalu 2017)

(23)

Tulan-3.4.3 Musik

Istilah musik tidak populer pada masyarakat Karo, dan tidak ada kosa kata musik, tetapi dalam tradisi musik kita mengenal istilah gendang yang terkait dengan berbagai hal dalam musik atau dapat diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak setidaknya gendang memiliki lima makna yakni; gendang sebagai ensambel musik misalnya gendang sebagai ensambel lima sendalanen, gendang telu sendalanen dan sebagainya. Gendang ssebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya gendang perang-perang, gendang guru dan sebagainya. Gendang sebagai nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sibagai stayle). Gendang sebagai instrumen musik, misalnya gendang inddung, gendang anak. gendangsebagai upacara, misalnyaguro-guroaran dan sebagainya.

(24)

sierjabatan ini biasanya hanya muncul pada saat mereka bermain dalam suatu konteks upacara kematian. Berikut ada beberapa gambar dari salah satu alat musitradisi Karo sebagai berikut:

Foto 3.3. Alat musikSaruneisalah satu alat yang di gunakan dalam upacara adatNgampeken tulan-tulan.(Dok. Nadra Akabar Manalu 2017)

(25)

Foto 3.5Gendang Singindungi.(Dok Nadra Akbar Manalu, 2017) Musik tidak dapat dilepaskan dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan. musik yang dihadirkan dalam upacara berkaitan dengan landek yang dihadirkan dalam upacara. Gendang dan landek memiliki fungsi yang sama kuat dalam pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan. Seperti penjelasan di atas bahwa dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan ini menggunakan gendang limas sendalanen dan telah di jelaskan pula sebelumnya sebutan masing-masing pemain pada alat musiknya, berikut ini adalah penjelasan dari alat musikgendang lima sendalanen yang masing-masing memiliki fungsi dalam menghasilkan iringan musik :

(26)

Sarune secara taksonomis (struktural) terdiri dari, anak anak sarune, tongkeh sarune, ampang-ampang sarune, batang sarune, gundal sarune. 2. Gendang alat musik ini sebagai pembawa ritme variasi. Alat ini diaplikasikan kedalam kelompok membranofonkonis ganda yag dipukul dengan dua stik. Dalam budaya musik Karo gendang ini terdiri dari dua jenis yaitugendang singanaki(anak) dangendang singindungi(induk). 3.Gung dan Panganakyaitu pengatur ritme musik tradisional Karo. Gung diklasifikasikan ke dalam kategori idiofon yang terbuat dari logam yang cara memainkannya digantung.

Satu-satunya ikatan antara musik dan kehidupan adalah emosi, musik tidak terpakai jika tidak ada emosi. Rhythm dari musik bisa menjelaskan setiap emosi (Sinar 1990:1). Instrument-instrument musik yang dimainkan dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan adalah gendang simalungen rayat, gendang odak-odak, gendang silengguri. Fungsi dari musik biasanya disesuaikan dengan landek yang akan ditarikan olehsangkep nggeluh dan diatur olehperkolong-kolong.

3.4.4 Tempat/Jambur

(27)

menuju jambur maximal dilakukan di 3 persimpangan. Namun, untuk saat ini pelaksanaanlandekpada rumah penyelenggara upacara dan di persimpangan jalan menujujambur ditiadakan lagi sejak tahun 1980-an. Saat ini pelaksanaan upacara yang terdapat landek dalam materi acaranya di fokuskan hanya di jambur.Posisi melandek pada saat pelaksanaan upacara adat ngampeken tuulan-tulan yang melibatkan sistem kekerabatan mempunyai pola yang sudah tersusun sesuai aturan dalam duduk ataumelandekdi dalamjambur.

Posisi duduksangkep nggeluhpada saat prosesi upacara berlangsung, juga memiliki fungsi untuk menandakan siapa yang akan bergantian untuk menyampaikan kata-kata sambutan atau nuri-nuri dalam upacara diikuti dengan gerak landek. Terdapat tiga posisi pola utama yang sudah menjadi aturan tetap dalam pelaksanaanlandekpada upacara adatngampeken tulan-tulan,tetapi dalam gambar ini hanya rakut sitelu yang digambarkan sebagai sample di antara keluarga lainnya yang terlibat dalam pelaksanaan upacara, berikut ini adalah penjelasannya serta gambaran posisi polasangkep nggeluh melandek:

(28)

2. Posisi kedua ini menunjukan bahwa sukut melandek menyambut senina. Pada posisi ini kalimbubu dan puang kalimbubu tidak ikut melandek. Pola yang kedua inianak berutidak lagi ikut dalam prosesi upacara. Anak beru kuluar untuk mempersiapkan makanan dan perlengkapan lainnya.

3. Pada posisi ke tiga sukut dan senina menyambut kalimbubu dengan landek mulih-mulih sebagai simbol penghormatan. Pada pola awal hingga pola ke tiga ini hanya menggambarkan posisi dari rakut sitelu dan sebagai sample diantara posisi sangkep nggeluh yang lainnya, berikut ini gambaran pola posisisangkep nggeluhsaatmelandek.

JAMBUR

Skema 3.2 Posisi pertamasangkep nggeluhdalam upacara Anak Beru

Senina Kalimbubu

Sukut

(29)

JAMBUR

K

Anak beru

Skema 3.3 Posisi keduasangkep nggeluhdalam upacara adatngampeken tulan-tulan

Sukut

Senina

Pintu masuk Sierjabaten

(30)

JAMBUR

Anak beru

Skema 3.4 Posisi ke tigasangkep nggeluhdalam upacara adatngampeken tulan-tulan

3.4.5 Pelaku pelaksanaan upacara

Dalam setiap kegiatan upacara adat, apapun itu bentuknya, pelaku menjadi bagian yang sangat penting. Karena pelaku lah yang menentukan berjalannya proses upacara. Dalam hal ini pelaku dalam upcara adat ngampeken tulan-tulandibagi atas beberapa pekerjaan yaitu:

1. Penyelenggara dalam upacara ini ialah pihak darisangkep nggeluhsendiri, dapat dijelaskan dalam pelaksanaan tugas yang pokok dalam upacara ini

Sukut

senina

Kalimbubu

(31)

ialah sukut merupakan pihak yang menyelenggarakan upacara adat ngampeken tulan-tulan atau sukut dikatakan sebagai tuan rumah. Kalimbubu adalah pihak dari sangkep nggeluh yang paling di hormati, kalimbubusebagai penengah dalam penentuan keputusan berkaitan dengan upacara, pemberi restu dalam setiap keputusan dan sebagai orang yang paling di hormati dalam pelaksanaan upacara. Teman meriah merupakan bagian dai pelaksanaan upacara. Teman meriah sebagai undangan dari pihak keluarga untuk hubungan sosial dengan masyarakat baik teman dari pihak keluarga yang melaksanakan upacara ataupun teman dari pihak orang tua yang sudah meninggal. Teman meriahsendiri merupakan pihak dari luar yang turut serta nantinya untuk melandekmemberikan kata-kata berkaitan hubunga sosial pihak keluarga yang melaksanakan upacara atauu pun orang tua yang sudah meninggal. Dalam pelaksanaan upacara terdapat juga pihak luar yang memiliki peranan penting dalam pelaksanaan upacara, yaitu sierjabaten atau pemusik yang di undang untuk dapat memainkangendangdalam pelaksanaan upacara.

(32)

sambutannya atau nuri-nuri. Penonton dari pihak luar dalam upacara ini terbatas, hanya pihak undangan atauteman meriahdansierjabaten.

3.4.6 Waktu

Upacara adat ngampeken tulan-tulan dilaksanakan selama 2 hari, yang disepakati berdasarkan musyawarah oleh sistem kekerabatan yang dilakukan sebulan sebelum pelaksanaan upacara, dengan pembagian dari hari pertama yaitu acara engkur-kur kuburen atau penggalian kuburan dan hari kedua yaitu upacara adat yang dilaksanakan di jambur. Pada hakekatnya untuk pelaksanaan upacara adatngampeken tulan-tulan dimulai dari musyawarah yang pertama kali berperan adalahsukut. Sukutmendatangikalimbubuuntuk meminta restu, selanjutnyasukut mendatangi guru untuk menanyakan hari dan tanggal baik dalam pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan yang nantinya guru akan melihat berdasarakan tanggal lahir orang yang sudah meninggal ataupun dari kelender Karo dan sebagainya.

(33)

ini selesai, tulang-tulang terlebih terlebih dahulu diusung menuju rumah pelaksana upacara dan di letakkan di dalam rumah selama satu malam (acara perumah tendi), lalu keesokan paginya akan diusung ke jambur. Namun, pada saat ini pelaksaanperumah tendi ini sudah tidak dilaksanakan lagi.

Pelaksanaan upacara adat yang dilaksanakan di jambur dimulai pada pagi hari. Pagi hari seluruh sangkep nggeluh berkumpul di jambur diikuti teman meriah dan sierjabatan. setelah semua berkumpul tepat waktu pagi menjelang siang upacara dimulai, dari pihak sukut melandek berhadap-hadapan dengananak beru,untuk prosesi melandeksemuanya menghabiskan waktu dengan perhitungan dua gendang yaitu gendang simalungen rayat dan gendang odak-odak. Begitu juga selanjutnyanya saat sukut menyambut senina, sukut dan seni melandek menyambut memberi penghormatan kepadakalimbubu,dansukutmenmberi kata-kata sambutan, menghabiskan duagendang.

(34)

BAB IV

STRUKTURLANDEKDALAM UPACARA ADAT

NGAMPEKEN TULAN-TULAN

4.1 Struktur Upacara AdatNgampeken Tulan-tulan

4.1.1 Pelembagaanlandek

Keberadaan landek dalam berbagai kegiatan adat masyarakat Karo menjadi satu kesatuan dalam sistem kekerabatan dalam hal ini rakut sitelu. Landek menjadi media bagi mereka dan memiliki fungsi yang amat kuat dalam kehidupan yang didukung penuh oleh masyarakat Karo, digunakan sebagai sarana rekreatif, kesenangan, juga berfungsi ritual. Landek hidup karena masyarakat Karo tetap mempertahankan dengan menjalankannya disetiap aktifitas kehidupan.

Sistem kekerabatan yang menjadi tumpuan masyarakat untuk menjalankan kegiatan adat juga tertuang dalam landek, menjadi pelembagaan yang unik. Hal ini karena sistem kekerabatan menentukan proses pertunjukan landek, struktur penyajiannya mengikuti aturan-aturan yang disepakati sesuai posisi masyarakat dalam sistem tersebut. Hubungan yang ada akan menunjukkan posisi dari pihak-pihak yang terlibat, sehingga kita dapat melihat status dari pihak-pihak-pihak-pihak yang melandek. Keteraturan ini menjadi hirarki dalam pelembagaan kekerabatan, hubungan-hubungan yang ada dalam posisi ini dianggap sah, diterima dan dipelihara serta diertahankan, sehingga keberadaannya tetap hidup dalam masyarakat.

(35)

mereka mewariskan tidak hanya sistem kekerabatan, tetapi seluruh keteraturan dengan norma adat menjadi bagian yang diwariskan. Pelembagaan melalui sistem kekerabatan rakut sitelu memberikan wadah terjaganya sistem ini.Upacara ngampeken tulan-tulan juga mengikuti sistem ini, seluruh proses kegiatan dengan landek sebagai media memberikan kelegaan bagi penyelenggara, karena kewajiban mereka selaku keluarga yang masih hidup untuk menyelesaikan seluruh rangkaian proses upacara. Wujud terimakasih, doa, harapan, kasih sayang tertuang dari rangkaian kegiatan, dan melandek mewujudkan pemaknaan kebahagiaan, suka cita mereka pada yang meninggal.

(36)

4.2 StrukturLandek

Struktur adalah suatu bangunan atau susunan yang tediri dari bagian-bagian yang lebih kecil dan yang membentuk suatu kesenian. Struktur seni diwujudkan dalam dimensi ruang dan waktu. Struktur memiliki tiga ide dasar, yaitu kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri di luar struktur itu. Struktur memiliki gaya transformasi, dalam arti bahwa struktur itu tidak stabil. Struktur dapat mengatur diri sendiri dan setiap unsur mempunyai fungsi berdasarkan letaknya.

Struktur dapat dijelaskan sebagai sebuah pemikiran mengidentifikasi dan menyusun unit-unit dalam sebuah sistem untuk menemukan hubungan pola atau pola yang lebih mendalam dan mendasar dari suatu kejadian atau serangkaian kejadian. Penjelasan berusaha untuk menyelidiki fenomena yang mendasar, aturan-aturan, prinsip-prinsip, atau konvensi yang menghasilkan makna permukaan. Struktur adalah cara berfikir tentang dunia yang secara khusus memperhatikan persepsi dan deskripsi mengenai struktur, yaitu di dalamnya akan menitik beratkan pada usaha mengkaji fenomena seperti mitos, ritual, relasi-relasi kekerabatan dan sebagainya (Budiman, 1999:112).

(37)

yang mendasari sehingga bentuk penyajiannya juga dapat berubah, disebabkan pengaruh perkembangan pola pemikirin suatu kelompok masyarakat yang dipengaruhi agama, kepercayaan dan era modrenisme. Ritual merupakan bentuk upacara yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat kepada leluhur dalam arti merupakan pengalaman suci O’deadalam Suci (2016:142).

Ritual kepercayaan/keyakinan/agama merupakan ungkapan permohonan atau rasa syukur kepada yang dihormati. Upacara diselenggarakan pada waktu yang khusus, tempat yang khusus, dilengkapi berbagai peralatan ritus yang bersifat sakral. Landekdalam upacara adat ngampeken tulan-tulanmerupakan sebuah gerak yang bertujuan untuk penghormatan kepada leluhur dan rasa suka cita. Orang yang sudah meninggal kemudian di angkat kembali kerangka-kerangka tengkorak dan dipindahkan kedalam suatu bangunan yang menjadi simbol penghormatan yaitugeriten.

(38)

upacara ini hadir di dalam dua bentuk penyajian upacara ngampeken tulan-tulan yaitu engkur-kur kuburen, dalam hal ini landek hadir dalam upacara perumah tendi. Selanjutnya landek hadir dalam upacara adat yang dilaksanakan dijambur. Landekyang terdapat dalam upacara adatngampeken tulan-tulan yaitulandek mulih-mulih, landek odak-odak danlandek selukatau silengguri.

4.2.1 Struktur normalandek

Landek berdasarkan pemikiran masyarakat Karo merupakan dasar dari menciptakan gerak landek, hal ini memunculkan berbagai aturan dalam pelaksanaanlandek, yaitu:

1. Pandangan mata harus fakus pada satu sisi, tidak boleh melirik ke semua arah (liar). Bagi anak beru, tidak boleh melihat ke arahkalimbubu, harus menunduk. Karena itulah gambaran rasa hormat dari anak beru kepada kalimbubu.

2. Tangan tidak boleh lewat dari kepala, yang artinya manusia tidak boleh sombong, harus tetap merendah sesamanya.

3. Lenggokan pinggul harus mengikuti irama kaki (ndek) tidak boleh terlalu bergoyang.

(39)

4.2.2 Sistem Kekerabatan

Sangkep nggeluhmemiliki peranan dan fungsi masing-masing dalam pelaksanaan upacara adat ngampeken tuan-tulan dari awal hingga akhir pelaksanaan upacara. Rakut sitelu adalah penyederhanaan dari sangkep nggeluh yang terdiri sari sukut, kalimbubu dan anak beru. Sukut selain menjadi tuan rumah, memiliki peranan untuk memfasilitasi pelaksanaan upacara baik itu berupa materi, menghubungi guru untuk menannyakan penentuan tanggal pelaksanaan, dan mengundang kerabat untuk dapat bermusyawarah dan nantinya hadir dalam pelaksanaan upacara.

Kalimbubu sebagai pihak keluarga yang dihormati, menjadi penengah dan pemberi restu dalam pelaksanaan upacara. Anak beru bertugas lebih berat dari pihak kekerabatan yang lain karena pihak anak beru yang melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawab dalam upacara ini, baik itu menyediakan perlengkapan upacara, memasak, menyediakan tempat dan sebagainya.

4.2.3 Karakterlandek

(40)

Tabel 4.1

Karakteristik Gerak Tari Karo Laki-Laki

Ragam Gerak Penjelasan

Ndek : gerak ndek merupakan gerak naik turun pada gerakan ini pondasi kekuatan bertumpu pada lutut.

(41)

Tanlepir : gerakan ini adalah gerak pada tangan harus lentik dan lembut.

Tabel 4.2

Karakteristik Gerak Tari Karo Perempuan

Ragam Gerak Penjelasan

(42)

Pengodak : gerakan ini adalah singkronisasi antara gerak dan musik atau tempo dengan gerakan melangkah maju dan mundur maupun melangkah serong ke kiri atau ke kanan.

(43)

Pembagian Gerak :

2. Ndek : Ndek merupakan salah satu unsur penting dalam landek Karo. ndek dibentuk dengan gerakan menekuk lutut ke bawah dan kembali lagi ke atas. Gerakan itu mengakibatkan posisi tubuh bergerak ke atas dan ke bawah secara vertikal. Gerakanndek harus disesuaikan dengan buku gendang (ritmis gung dan ritmis panganak dalam gendang lima sendalanen sebagai pengiring). Ketepatan posisi ndek dalam kaitannya dengan buku gendang merupakan sebuah keharusan untuk memperhatikan keindahan dalam landek pada suku Karo.

(44)

4. Tanlempir : Tanlempir merupakan gerak gemuli tangan pada saat menari. Tanlempir terbagi atas laiki-laki dan perempuan Ginting (2015:286-287)

• Laki-laki

Tabel 4.3

Karakteristik GerakTanlempirLaki-laki

GerakTanlempirLaki-laki Keterangan

(45)

Gerak tangan diatas bahu dan satu lagi diatas pinggul dengan gerakan tangan yang lembut dan lentik.

(46)

• Perempuan :

Tabel 4.4

Karakteristik GerakTanlempirPerempuan

GerakTanlempirPerempuan Penjelasan

Pada gerakan tanlempir wanita yang memiliki arti tan “tangan” lempir “jari

yang lembut” memiliki delapan bentuk

gerakan. Gerakannya juga tidak hanya mengarah pada tangan kiri, tetapi bisa di ganti dengan tangan kanan. Di samping adalah ragam pertama, dengan posisi tangan kanan berada di pinggul, dengan posisi jari dilentikkan, ibu jari dengan telunjuk menyatu, dan ketiga jari yang lain mengarah kebawah setelah itu dirapatkan ke pinggul. Tangan kiri di lentikkan di samping pinggul.

(47)

Ragam ke tiga tangan kiri kembali lagi sedikit di naikkan ke atas, pada ragam ini posisi tangan kiri berada di samping badan, tangan kanan tetap menempel pada pinggul.

(48)

Ragam gerak ke lima. Tangan kiri kembali lagi di naikkan ke atas, dengan posisi jari-jari tangan yang tetap lentik.

(49)

Ragam gerak ke tujuh. Tangan kiri kembali lagi di naikkan ke atas, dengan posisi jari-jari tangan yang tetap lentik.

(50)

4.3 Struktur Musik

Pada pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan terdapat tiga gendang pengiring landek yaitu gendang simalungen rayat, gendang odak-odak dan gendang silengguri. Gendangyang dimaikan dalam upacara adat ini berbeda irama disesuaikan dengan struktur landek yang ditariakan oleh sangkep nggeluh. Gendang simalungen rayat merupakan gendang pengiring untuk landek mulih-mulih. Pada upacara adat ngampeken tulan-tulang, gendang simalungen rayat beriirama lembut, tempo musik yang dimankan juga tidak cepat, hal tersebut dikarenakan gendang simalungen rayat merupakan gendang pengiring sangkep nggeluhuntuk menyampaikan kata-kata petuah ataunuri-nuri.

Gendang berikutnya adalah gendang odak-odak. Dalam upacara adat ngempeken tulan-tulan, gendang odak-odak dimainkan saat mengiringi landek odak-odak. Pada gendang odak-odak irama yang dimainkan dengan tempo yang lebih cepat, landek odak-odak pada penyajian ini mengikuti tempo musik yang dimainkan oleh gendang odak-odak. Irama yang gendang odak-odak ini dimainkan setalah gendang mulih-mulih karena gendang odak-odak menggambarkan rasa gembira bagi sangkep nggeluh karena telah selesai memberika kata-kata sambutan.

(51)

dengan penuh semangat untuk menggambarkan rasa bahagia karena telah melaksanakan upacara adat ngampeken tulan-tulan, maka dari itu gendang silinggurimenggunakan irama yang cepat dan gembira.

4.4 Struktur Teknik

4.4.1 GerakLandek mulih-mulih

(52)

Table 4.5

Deskripsi Geraklandek mulih-mulihlaki-laki dan perempuan

(53)

Kedua kaki pada posisi ndek, posisi ini adalah kelanjutan dari ragam gerak sebelumnya. tangan masih tetap pada posisi yang sama.

Kedua kaki posisi rapat, tangan tetap pada posisi yang sama, untuk laki-laki gerak tangan lebih di perluas dari pada perempuan (lebih lebar). Pada gambar ragam ini sebagai awal memulai untuk gerak selanjutnya.

(54)

Kedua kaki posisi ndek, tangan berganti dengan posisi tangan kanan di atas dan tangan kiri disamping bahu

Kaki tetap pada posisi ndek, posisi tangan berada di depan sejajar dengan bahu, dan kepala tuntuk kebawah.

(55)

Geraklandek mulih-mulihperempuan

Ragam Gerak Keterangan

Kedua kaki posisi ndek dan kedua tangan berada di depan seperti bersimpuh. Dengan mengikuti gendang simalung rayat.

(56)

Kedua kaki pada posisi ndek, posisi kedua tangan berada di depan dengan telapak tangan berada di atas.

(57)

Kaki tetap pada posisi ndek, posisi tangan berada depan dengan jari-jari dilentikan, ibu jari dan jari telunjuk bertemu.

(58)

Ragam gerak terakhir sama dengan gerak awal.

4.4.2 Geraklandek odak-odak

(59)

Table 4.6

Deskripsi Geraklandek odak-odaklaki-laki dan perempuan

Geraklandek odak-odak laki-laki

Ragam Gerak Keterangan

Ragam gerak landek odak-odak sama ragam geraknya dengn landek mulih-mulih, yang membedakan landek odak-odak gerakannya menyesuaikan dengan musik atau gendang odak-odak..

(60)

Geraklandek odak-odak perempuan

Ragam Gerak Keterangan

Ragam gerak landek odak-odak pada perempuan juga sama dengan landek

mulih-mulih, yang

membedakannya adalah landek odak-odakmengikuti tempo musik atau gendang odak-odak.

(61)

4.4.3 Geraklandek seluk

Landek seluk merupakan tarian yang diiringi dengan gendang silengguri. Dalam penyajian landek ini sebenarnya selalu menggunakan kain putih atau uis dagangen. Landek ini hadir pada akhir upacara dimana landek sebagai tari yang menunjuka rasa bahagia karena telah terlaksananya upacara adat ngampeken tulan-tulan. landek selukidentik dengan tarian mengarah ketrance, namun dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan tarian ini hanya sebagai upacara adat, tidak ada unsur mistisnya.

Table 4.7

Deskripsi Geraklandek seluklaki-laki dan perempuan

Geraklandek seluk/silenggurilaki-laki

Ragam Gerak Keterangan

(62)

Ragam gerak masih sam dengan yang di atas, hanya pertukaran kaki yang membedakan. Pada gerkkan ini penari terkadang terlihat seperti trance tetapi bukan karna roh hanya saja karna mengungkapkan rasa suka cita yag mendalam.

Geraklandek seluk/silengguriperempuan

Ragam Gerak Keterangan

(63)

Ragam gerak masih sam dengan yang di atas, hanya pertukaran kaki yang membedakan. Pada gerkkan ini penari terkadang terlihat seperti trance tetapi bukan karna roh hanya saja karna mengungkapkan rasa suka cita yag mendalam.

4.5 FilosofiLandek

(64)

penyajianlandekdalam ritual kepercayaan, seperti landekdalam upacaraerpangir ku lau.

4.6 Property Pada Upacara AdatNgampeken Tulan-tulan

(65)

Peti dalam upacara berfungsi sebagai tempat tulang-tulang sebelum dimasukkan kedalam geriten. peti ini sendiri awalnya tidak memiliki ornamen seperti saat ini, dan tidak terdapat salib dalam peti yang sering dijumpai dalam pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan saat ini pada masyarakat Karo. Dahulunya peti polos dan dibungkus kain hitam, serta peti hasil dari buatan tangan anak beru sendiri, namun pergeseran kepercayaan, sehingga saat ini peti secara praktis dibeli dan memiliki ornamen, sedangkan salib menandakan upacara yang dilaksanakan ini merupakan upacara adat bukan sebagai ritual yang mempercayai perbegu dan yang melaksanakan upacara sudah mempunyai kepercayaan agama (dalam konteks ini agama nasrani).

Geriten merupakan bangunan khusus yang dibangun sebagai simbol rasa penghormatan bagi orang tua yang sudah meninggal. Fungsi dari geriten saat ini sudah berubah,geritenselain sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi orang tua yang sudah meninggal, saat ini juga berfungsi sebagai simbol keberhasilan bagi anak keluarga yang telah ditinggalkan. Keberhasil tersebut dapat dilihat dari bentuk bangunannya yang sudah megah dan mewah.

4.7 Deskripsi StrukturLandek

4.7.1Landekpada proses upacaraengkur-kur kuburen

(66)

meninggal, dalam hal ini orang tua yang diangkat kembali tulang-tulangnya untuk dipindahkan kedalam geriten. landek pada proses ini adalah landek seluk/silengguri, guru menggerakkan tubuhnya mengikuti gendang silengguri yang dibawakan pemusik (sierjabaten). Setelah acara perumah tendi, keesokkan harinya peti yang berisikan tulang-tulang diusung oleh pihak sangkep nggeluh menuju jambur dengan berjalan kaki. Setiap menjumpai persimpangan sangkep nggeluh berhenti dan bersama-sama melandek dan dalam hal ini maksimal tiga persimpangan dan masing-masing berdurasi 15 menit atau menyelesaikan satu instrumen gendang, yang dilaksanakan dalam prosesi ini. Sierjabatan juga ikut dalam pelaksanaannya sampai ke jambur untuk memainkan musik mengiringi sangkep nggeluh untuk melandek. Terdapat dua bentuk penyajian landek dalam prosesi ini yaitu landek mulih-mulih dan landek odak-odak. Saat ini dalam upacara adat ngampeken tulan-tulantidak ada lagi upacara perumah tendi karena setelah masuknya ke percayaan agam Nasrani di Tanah Karo, ritualperumah tendi dihilangkan dianggap sebagai ritual memuja setankarena memanggil arwah yang sudah meninggal,sebab ritual ini merupakan ritual dari peninggalan kepercayaan perbegu.

4.7.2Landekpada proses upacara adat

(67)

simbol sebuah upacara sebagai rasa penghormatan terhadap leluhur dengan mengikuti aturan yang sudah diatur secara turun-menurun.

Proses ini di awali oleh syair (pengapul) atau katoneng-katoneng (teks lagu yang dinyanyikan secara spontan) yang dibawakan perkolong-kolong penyampai pesan riwayat orang yang sudah meninggal kepada kerabat dan pesan dari kerabat kepada keluarga yang ditinggalkan, biasanya dengan irama yang senduh atau sedih yang diiringi gendang lima sendalanen. Anak beru dan sukut melandekbersama dengan gerak landek mulih-mulih sambil menyampaikan kata-kata atau katoneng-katoneng dari sukut kepada anak beru yang telah melaksanakan upacara dengan lancar dan penghormatan anak beru kepada sukut sebagai penyerahan pelaksaan selanjutnya kepada pihak sukut. Setalah landek mulih-mulih, sukut dan anak beru melakukan landek odak-odak untuk menggambarkan rasa syukur dapat melaksanakan upacara adat ngampeken tulan-tulan.

(68)

ketoneng yang ditujukan kepada kalimbubu,orang tua yang sudah meninggal dan seluruh masyarakat pendukung upacara. Setelah itu phak keluarga dari sangkep nggeluh secara berkeseluruhan bergantian melandek untuk menyampaikan rasa suka cita pada upacara adatngampeken tulan-tulanini.

(69)

BAB V

FUNGSI DAN MAKNALANDEKDALAM UPACARAADAT NGAMPEKEN TULAN-TULAN

5.1 FungsiLandek

Seni adalah alat komunikasi yang halus karena simbolis yang terkandung dalam karya seni, sehingga dalam seni dituntut lebih banyak persyaratan untuk dapat mengungkapkan tujuan yang akan disampaikan. Berkaitan dengan hal tersebut, seni memiliki fungsi dalam setiap karya yang dihasilkan, apakah itu yang berfungsi upacara, hiburan ataupun pertunjukan. Fungsi-fungsi tari ini menjadi penentu bagaimana karya tari dihasilkan dan dapat menjadi media dalam penyampaian pesan yang diinginkan. Intinya bahwa fungsi tari dapat memenuhi kebutuhan manusia yang dituangkan melalui stimulan individu, sosial dan komunikasi. Dengan demikian tari dapat memenuhi kebutuhan individu dan sosial merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan ekspresi dalam kaitannya dengan kepentingan. Dari pemahaman fungsi seni dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu fungsi individu dan fungsi sosial antara lain sebagai berikut:

5.1.1 Fungsi individu

(70)

pemenuhan kebutuhan yang dimiliki seorang yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pengalaman hidup seorang sangatlah mempengaruhi sisi emosional atau perasaannya. Sebagai contoh perasaan sedih, lelah, letih, gembira, iba, kasihan, benci, cinta, dan perasaan lainnya. Manusia dapat merasakan semua itu dikarenakan didalam dirinya terkandung dorongan emosional yang merupakan situasi kejiwaan pada setiap manusia normal.Untuk memenuhi kebutuhan emosional manusia memerlukan dorongan dari luar dirinya yang sifatnya menyenangkan, memuaskan kebutuhan batinnya.

Berkaitan dengan fungsi individual dalam tari, maka dapat diterjemahkan bahwa, kebutuhan seseorang dalam menyampaikan keinginannya bisa dilakukan dalam berbagai cara, salah satunya pengungkapan yang dilakukan melalui tari. Landek yang juga dapat dikatakan dengan tari, pada awalnya dilakukan oleh seseorang untuk menyampaikan hasrat dan keinginannya. Hasrat ini terungkapkan dengan melakukan gerak-gerak secara sadar dan tidak sadar, yang akhirnya mewujudkan sebuah karya tari. Bentuk-bentuk karya tari ini memberikan kepuasan pada penciptanya dan ketika diulang dan dipertunjukan kembali, maka munculah kepuasan dari siapa saja yang menikmati.

5.1.2 Fungsi sosial

(71)

pendidikan. Fungsi komunikasi yang berkaitan dengan Tuhan, alam, dan manusia seni sebagai penghubung media komunikasi. Fungsi rekreasi/hiburan menjadi salah satu yang utama dalam seni. Seni hiburan atau rekreasi sebagai sarana untuk melepas kejenuhan dan dapat menjadi sebuah ekspresi yang dapat dituangkan manusia melalui seni hiburan. Fungsi artistik seni yang berfungsi sebagai media ekspresi seniman dengan menyajikan karyanya tidak untuk hal yang dikomersilkan. Fungsi guna, karya seni yang dibuat untuk memperhitungkan kegunaannya, kecuali sebagai media ekspresi (karya seni murni) dan fungsi kesehatan, seni mampu menjadi ramuan khusus bagi manusia untuk dapat menyembuhkan sebuah penyakit seperti depresi dan kesehatan tubuh melalui gerak tubuh (menari). Membahas fungsi dalam seni, hal ini berkaitan dengan seni tari, memiliki jenis dan peran dalam konteks masyarakat dan budaya.

Seni tari sangat berhubungan dengan keadaan masyarakat dan budaya setempat. Oleh karena itu, fungsi, peranan, dan jenis-jenisnya pun sangat berhubungan dengan budaya dan kehidupan masyarakat dimasing-masing daerah. Bahkan dalam perkembangannya, seni tari dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat dan budayanya. Begitu juga dengan landek pada masyarakat Karo. Landek lahir dari kebudayaan masyarakat Karo, dimana gerakan-gerakanlandek memiliki makna yang berkaitan dengan adat budaya dari suku Karo. Seperti yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya,landekpada masyarakat Karo terbagi tiga fungsi sebagai upacara (adat), religi/kepercayaan dan hiburan.

(72)

landek dalam kegiatan upacara dan hiburan. Seperti upacara kematian, pernikahan, masuk rumah baru, menyambut kelahiran anak, pesta kerja tahun, gendang guro-guro aron dan lain sebagainnya. Landek selalu berkaitan dengan acara yang akan menghadirkan landek dalam pelaksanaanya. Misalnya dalam upacara kematian, tentunya akan menghadirkanlandekdi dalam upacara tersebut, sehingga antara landek dengan upacara kematian tersebut akan memiliki keterkaitan. Hal ini disebabkan karena tari bukan hanya akan dilihat lewat peristiwa tarinya, namun akan dikaji lewat peristiwa tari dan situasinya. Hal ini berkaitan dengan pendapat Anya Peterson dalam Nugrahaningsih (2012:161)

“seseorang harus mengamati peristiwa berikut tempat tariannya dipertunjukan

serta mengamatinya dalam peristiwa”. Keterkaitan antara tari dengan kegiatan yang menghadirkan tari tersebut, akan berkaitan dengan peranan tari tersebut.

(73)

5.2 FungsiLandekDalam Upacara

Berkaitan dengan pembahasan diatas tentang fungsi seni yang mengarah pada fungsi sosial,landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulanmerupakan salah satu seni yang tergolong kedalam fungsi sosial. Landek dalam upacara ini sebagai komunikasi antara individu-individu dalam suatu kumpulan masyarakat yang melandek dan dapat dikatakan landek dalam upacara ini bertujuan sebagai landekadat yang memiliki nilai religi karena berkaitan tentang sistem kekerabatan atau sangkep nggeluh. Dalam hal ini dapat dikatakan landek sebagai media penyampai maksud dari tujuan upacara adatngampeken tulan-tulan.

Karakteristik masyarakat Karo sangat banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam yang mengintarinya, sebagai anak pedalaman dalam hutan rimba raya, mentalitas agraris dan pengaruh dari kerajaan Haru, mejadikan masyarakat Karo memiliki karakteristik dan berpengaruh terhadap kebudayaannya sendiri. Sehingga terbentuklah sebuah budaya yang menjadi patron bagi masyarakat Karo dalam hubungan dengan Tuhan, alam beserta isinya dan khususnya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemua pola hubungan tersebut tertuang dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur hal tersebut disebut dengan budaya (Tarigan, 2008:15). Upacara adat sebagai salah satu budaya bagi masyarakat Karo yang masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh masyarakat Karo sampai saat ini. Suatu kegiatan dapat dikatakan upacara adat pada masyarakat Karo ialah kegiatan yang melibatkan sistem kekerabatan didalamnya. Menurut Tylor

(74)

hukum, moral, adat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusiasebagai anggota masyarakatnya”.

Sangkep nggeluh merupakan masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan. Sangkep nggeluh yang terdiri dari sukut sebagai tuan rumah, kalimbubu pihak keluarga yang paling dihormati, dan anak beru pihal keluarga yang bertugas mengerjakan segala proses upacara dari awal hingga akhir. Landek yang digerakkan oleh sangkep nggeluh seluruh masyarakat yang terlibat melandek dengan gerakkan yang sama, perbedaannya terletak pada aturan siapa yang akan melandek sesuai dengan adat yang telah diatur oleh sistem kekerabatan. Landek dalam upacara gendang kematian bersifat komunal bersama-sama menari dengan kelompoksukut.

Dalam hal ini tari tidak sebagai sebuah tari tontonan. Menurut Dibia tari komunal menekankan bahwa nilai sosial lebih penting dari pada seni yang berkaitan dengan keindahan dan hiburan, sehingga untuk berpartisipasi dalam suatu peristiwa tari komunal seseorang tidak dituntut untuk memiliki kemampuan menari yang bagus (Dibia, 2005:3).

(75)

Saat ini upacara adat ngampeken tulan-tulan dimaknai sebagai upacara adat yang bertujuan untuk menghormati keluarga yang sudah meninggal dengan memindahkan kerangka tengkorak ke dalam geriten yang menjadi simbol penghormatan dari pihak keluarga (sukut) kepada orang tua atau keluarga yang sudah meninggal. Dilaksanakannya upacara adat ini juga sebagai penghormatan kepada rakut sitelu dan sebagai pengakuan status sosial bagai masyarakat bahwa keluarga yang dapat melaksanakan upacara dapat dikatakan keluarga yang berhasil dalam kehidupan dipandang dari sudut materi.

Dalam pelaksanaan upacara terdapat pendukung upacara seperti perkolong-kolong dimana perkolong merupakan salah satu unsur yang penting pada upacara kematian khususnya berkaitan dengan gendang atau musik pada upacara adat ngampeken tulan-tulan. Jika dalam pelaksanaan upacara orang yang diangkat tulangnya tergolong cawir metua (bebas dari tanggung jawab atau anak dari keturunannya sudah berumah tangga) maka acara demi acara yang ada dalam pelaksanaan upacara tersebut dapat disampaikan oleh seorang perkolong-kolong dari semuasangkep nggeluh(kekerabatan) yang ada.

seorang perkolong-kolong dapat mewakili petuah-petuah dari kalimbubu, untuk anak beru, senina/sembuyak melalui nyanyian dengan rengget (khas)/ketoneng-ketoneng2.

2

(76)

perkolong-Cukup dengan waktu sekitar dua atau tiga menit saja seorang anak beru menceritakan siapa saja yang akan mempunyai acara berikutnya, perkolong-kolong akan menyampaikan hal tersebut dengan nyanyian yang dapat menghabiskan waktu “konteks” lebih dari satu jam (Ginting, 2015:188).Nyanyian dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan atau disebut dengan katoneng-katoneng isi atau tema lagu berisi nasehat, penghormatan, pujian, doa atau harapan dan sebagainya. Sifat nyanyian ini dapat digolongkan sebagai nyanyain bercerita (narative song). Dalam sisitem kekerabatan yang dilaksanakan pada upacara adat ngampeken tulan-tulan kelompok kalimbubu dapat memberikan petuah-petuah/nuri-nuri yang berfungsi sebagai nasehat kepada sukut dan anak beru. Nuri-nuri merupaka kalimat yang diutarakan pada upacara kematian yang berisikan katapengapul(kalimat hiburan, kalimat ajaran, atau nasihat), pemberian petuah-petuah bisa juga disampaikan oleh perkolong-kolong, dari hal tersebut dapat dikatakanlandekdalam proses upacara adat ngampeken tulan-tulansebagai media komunikasi yang melibatkan rakut sitelu dengan iringan pengapul dan katoneng-katoneng yang disampaikan oleh protokol dan rakut sitelu dengan iringan musik atau gendang lima sendalanen dimana syair yang disampaikan sesuai dengan teks atau liriknya senantiasa berubah yang disesuaikan dengan konteks upacara.

(77)

ngempeken tulan-tulan terdapat pembayaran adat yang dilakukan oleh sukut kepada kalimbubu. Nggalari utang (membayar utang) dengan tujuan sebuah penghormatan kepadakalimbubu.Sukutberhadap-hadapan dengankalimbubudan anak beru membawa kain yang didalamnya diikatkan uang dengan jumlah yang sudah ditentukan untuk membayar utang yang meninggal terhadap kalimbubu. Uang yang diikat dalam kain tersebut dinamai masyarakat Karo dengan sebutan batu uis atau pembayaran bisa dengan dibayar dengan bekah bulu (sejenis kain yang biasa dipakai di bahu laki-laki) jika yang meninggal laki-laki dan uang, jika perempuantudungadat (tutup kepala yang dipakai wanita Karo) dan uang.

5.3 Kesinambungan Budaya

Budaya merupakan produk dihasilkan dari berbagai aktifitas oleh masyarakat dan menjadi identitas sebuah bangsa. Dari budaya kita akan melihat kemajemukan/keanekaragaman dan keunikan budaya yang kita miliki serta menjadi ciri dan penanda dari satu kelompok masyarakat. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan menjadi aspek yang paling menonjol dalam mewarisakan aktifitas kehidupan masyarakat, dapat dilihat dari seni tradisi yang dipertunjukkan dalam berbagai aktifitas. Aktifitas sebagai tempat terselenggaranya kesenian menjadi penting, baik dalam kegiatan upacara/adat, maupun hiburan demi terselenggaranya pewarisan sebagai bentuk kesinambungan budaya.

(78)

mengenal sistem pemerintahan adat. Melalui sistem pemerintahan adat ini pula melahirkan sistem adat istiadat Karo yang dikenal sampai saat ini (Tarigan, 2008:6). Sistem kekerabatan terjalin kerjasama yang baik yang sejak dulu sudah memiliki aturan yang sudah ditetapkan. Melalui sistem pemerintahan adat inilah berkembang budaya dan adat istiadat orang Karo yang saat ini dikenal dengan merga, tutur siwaluh, rakut sitelu.Pemerintahan adat dahulunya terlaksana karena setiap permasalahan tidak terlepas dengan masalah adat istiadat dan budaya. Masuknya penjajahan Belanda dan Jepang dan perubahan sistem pemerintahan setelah Indonesia merdeka mempunyai dampak pada budaya masyarakat Karo.

Pemerintahan di Kabupaten Karo diatur oleh pemerintahan Indonesia. Pemerintahan adat dihapuskan pergeseran itu mengubah fungsi kebudayaan Karo. Saat ini adat menjadi sebuah kebiasaan masyrakat Karo yang dianggap sebagai aturan adat, tidak ada hukum yang tertulis jika melanggar adat. Kegiatan budaya dianggap sebagai suatu kegiatan yang harus dilaksanakan untuk menghormati leluhur. Upacara-upacara adat sampai saat ini masih terlaksana namun dengan pola pemikiran bahwa upacara adalah yang lebih modern dalam arti tidak ada unsur magis.

(79)

ini telah diwariskan secara turun-temurun hingga masa sekarang, dan menjadi proses pembelajaran bagi kaum muda dalam memahami adat budaya dan sebagai pewarisan landek. Secara otomatis kegiatan ngampeken tulan-tulan juga memberikan nilai positif bagi generasi muda yang akan menggantikan generasi tua dalam menjalankan aktifitas adat. Aturan-aturan dalam proses pelaksanaan harus diketahui dengan baik, sehingga ikutnya generasi muda yang juga ada dalam sistem kekerabatan Karo dapat membantu pewarisan kegiatan ini. Sebaliknya generasi tua menjadi pembimbing yang mewariskan aturan-aturan adat dan norma-norma adat, namun juga mewariskan dalam bentuk seni.

(80)

Pelestarian budaya juga dapat dilakukan dalam bentuk festival, lomba yang memasukkan materi ngampeken tulan-tulan dilakukan dalam bentuk kreatifitas yang menarik berdasarkan landek adat, tanpa meninggalkan format yang ada. Memasukkan upacara ngampeken tulan-tulan dalam kegiatan festival atau lain sebagainya adalah salah satu unsur pemeliharaan dan kesinambungan budaya suku Karo.

5.4 Komunikasi

Gambar

Tabel 4.1Karakteristik Gerak Tari Karo Laki-Laki
Tabel 4.2Karakteristik Gerak Tari Karo Perempuan
Karakteristik GerakTabel 4.3 Tanlempir Laki-laki
Karakteristik GerakTabel 4.4 Tanlempir Perempuan
+4

Referensi

Dokumen terkait