• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landex dalam Upacara Adat Ngampeken Tulantulan Analisis Struktur, Fungsi dan Makna pada Masyarakat Karo di Desa Tiga Juhar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Landex dalam Upacara Adat Ngampeken Tulantulan Analisis Struktur, Fungsi dan Makna pada Masyarakat Karo di Desa Tiga Juhar"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumatera Utara yang terletak di bagian Utara Pulau Sumatera dengan ibu kotanya Medan, memiliki keberagaman etnis yang terdiri beberapa suku antara lain Melayu, Batak dan Nias, yang merupakan suku asli dan ditambah beberapa suku pendatang, seperti suku Banjar, Jawa, Minang, China, India, dan lain sebagainya. Suku Batak masih terbagi menjadi enam bagian yaitu Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Angkola, dan Batak Dairi (Manalu, 2013:1).

Batak Karo sebagai salah satu dari suku Batak yang berada di Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi, dikelilingi pegunungan dengan ketinggian 140-1400 meter diatas permukaan laut. Terhampar di antara Bukit Barisan serta terletak pada koordinat 20500LU, 30190LS, 970550-980380BT (Tarigan, 2008:3). Kabanjahe merupakan Ibu Kota Kabupaten Karo yang terdiri dari 17 kecamatan yakni Kecamatan Barus Jahe, KecamatanTiga Panah, KecamatanTiga Binanga, Kecamatan Lau Baleng, Kecamatan Kuta Buluh, Kecamatan Payung, Kecamatan Munte, Kecamatan Juhar, Kecamatan Berastagi, Kecamatan Merak, Kecamatan Merdeka, KecamatanSimpang Empat, KecamatanNaman Teran, KecamatanTiga Nderkat, Kecamatan Dolat Rakyat, Kecamatan Mardingding, dan Kecamatan Kabanjahe.

(2)

pegunungan yang sejuk, sehingga memungkinkan untuk menjadi lahan pertanian, yang akhirnya menjadi mata pencaharian utama masyarakat Karo. Selain daerah yang sejuk, masyarakat Karo memiliki kesenian yang turun-menurun masih dilestarikan hingga sekarang. Kesenian yang dilestarikan menjadi ciri khas yang identik dari masyarakat Karo.

(3)

sedangkan Karo jahe menunjukan suatu kelompok atau masyarakat Karo yang mendiami wilayah hilir atau dataran rendah.

Suku asli penghuni Kabupaten Deli Serdang adalah suku Melayu, Karo, dan Simalungun. Suku pendatang yang menempati wilayah ini yaitu suku Jawa, Batak Toba, Minang, Banjar, Mandailing, Angkola dan lain sebagainya. Suku Karo hampir mendominasi wilayah di Kabupaten Deli Serdang. Secara adat istiadat masyarakat Karogugungatau Karojahetidak memiliki perbedaan satu sama lain, hanya karena perbedaan letak geografis antara dua kelompok suku Karo, terjadilah perbedaan dari dialek atau gaya berbicara walaupun sama-sama menggunakan bahasa Karo untuk berkomunikasi tetap terlihat berbeda daridialek masyarakat Karo gugung dengan Karo jahe saat berbicara dan masyarakat Karo gugung dianggap lebih murni menerapkan kebudayaan Karo, sedangkan Karo jahe lebih banyak mengalami alkuturasi dengan kebudayaan sekitarnya terutama dengan etnik Melayu. Dalam berkesenian kedua wilayah tersebut juga tidak memiliki perbedaan yang berkaitan dengan adat istiadat, termasuk upacara adat pesta perkawinan atau upacara kematian seperti upacara adat ngampeken tulan-tulan.

(4)

pemerintahan Kabupaten Deli Serdang. Desa ini masih melaksanakan upacara adatngampeken tulan-tulandan kesenian Karo lainnya dengan baik.

Membahas kesenian pada masyarakat Karo memiliki keberagaman diantaranya tari, musik dan seni rupa dengan ciri khasnya masing-masing. Mereka menjadikan kesenian sebagai upaya dalam mewujudkan keinginan, penghormatan pada yang diyakininya termasuk didalamnnya adalah seni tari. Secara umum tari pada masyarakat Karo disebut dengan landek.Tarigan menyatakan dalam budaya Karo, penyajian landek erat hubungan dengan kontekstual kegiatan yang dilaksanakan. Dengan perkataan lain, keberadaan landek ditentukan konteks dari penyajiannya/acara. Konteks penyajian landek pada masyarakat Karo secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu konteks penyajian dalam kepercayaan, konteks penyajian dalam hiburan dan konteks penyajian dalam adat (Tarigan, 2008:123). Oleh karena adanya perbedaan konteks penyajian, maka dalam pengelompokan tari Karo dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu tari kepercayaan, tari hiburan, dan tari adat.

(5)

melalui pertanda dari mimpi dan sebagainya. Dalam upacara ini terdapat tarian, akan tetapi tidak semua orang bisa menarikannya, karena pada mulanya tarian ini hanya dapat ditarikan oleh guru (dukun). Gerakan tari erpangir ku lau berubah-ubah dengan cepat tergantung dukun yang telah mengalami trance (kemasukkan arwah). Sejarah kebudayaan suku Karo sebelum masuknya pengaruh Hindu, Budha, Islam ke Indonesia, nenek moyang menaruh kepercayaan kepada pohon-pohon besar, batu besar, sungai-sungai dan lain sebagainya. Salah satu kepercayaan masyarakat Karo di wilayah Kabanjahe ialah masyarakat Karo masih mempercayai gunung Sibayak. Mereka menganggap bahwa arwah dari gunung Sibayak yang disebut dengan siberu kertah ernala yang dipercaya bisa mendatangkan rezeki, bisa mengobati berbagai penyakit dan lain sebagainya (Tarigan, 2012:15).

(6)

dikarenakan kemarau panjang disuatu desa. Tarian ini memakai topeng berkepala manusia tiga buah dan sebuah lagi berkepala burung. Pada dewasa ini tari ini dipergunakan menjadi tari pertunjukan (Tarigan, 2012:16).

Tari adat pada suku Karo merupakan upacara yang dulunya biasa dilakukan nenek moyang secara turun-temurun dan tetap dilaksanakan hingga saat ini sesuai dengan aturan merga atau sangkep nggeluh. Upacara pada masyarakat Karo awalnya dipengaruhi oleh agama Hindu yang sudah masuk ke Karo sejak abad VII sesudah Kristus (Gintings, 1999:17). Dahulunya pada masa animisme dan dynamisme masyarakat Karo meyakini agama Pemena. Agama Pemena atau disebut perbegu ditengah-tengan masyarakat Karo. Perbegu yang artinya orang yang mempunyai atau mempercayai hantu. Dalam perkembangannya kepercayaan ini disebut Pemena (kepercayaan awal), kepercayaan ini tidak termasuk dalam satu agama yang resmi. Untuk menjalankan kepercayaan tersebut masyarakat terlebih dahulu melaksanakan ritual.

Semua jenis ritual pada umumnya tidak terlepas dengan sikap penghormatan kepada roh-roh nenek moyangnya yang menjamin keselamatan bagi keluarganya yang masih hidup. Ritual ini penting dilaksanakan sebab jika tidak dilaksanakan maka roh-roh tersebut atau tendi akan bergentayangan mengganggu orang-orang yang masih hidup dan hal ini tentu menakutkan bagi keluarganya. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka dilakukanlah pemanggilan arwah yang sudah mati (perumah begu) Ginting (2015:108).

(7)

yang mengalami perubahan adalah upacara adat ngampeken tulan-tulan dan di dalamnya terdapat tari atau lendek. Landek tersebut merupakan salah satu kesenian yang ada pada masyarakat Karo.

Landek adalah seni tubuh berdasarkan irama, gerakan, dan isyarat yang saling terhubung melalui pola dan gagasan musik. Landekpada masyarakat Karo menggambarkan aktivitas kehidupan mereka yang dituangkan lewat tari. Landek merupakan tarian untuk menyampaikan cerita dalam kegiatan masyarakat Karo baik itu suka dan duka (Prinst, 2004:145). Hal tersebut dapat dipertegas oleh pernyataan Danis.

Menurut Danis dalam Ginting (2015:283) tari memiliki lima fungsi dalam kehidupan manusia. Pertama, tari dapat menjadi bentuk komunikasi yang memiliki nilai estetis, mengekspresikan emosi, suasana hati, atau gagasan dan mengisahkan suatu cerita. Kedua, tarian dapat mejadi bagian ritual dan berfungsi komunal. Ketiga, tari dapat menjadi bentuk reaksi dan memenuhi berbagai kebutuhan fisik, psikologis dan sosial atau hanya sekedar sebuah pengalaman yang menyenangkan. Keempat,tari memainkan peran penting dalam fungsi sosial. Kelima, orang menari sebagai cara menarik pasangan dengan menampilkan keindahan, keluwesan dan vitalitas mereka. Fungsi tari dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada geraklandekdalam upacara adatngampeken tulan-tulan.

(8)

ngampeken tulan-tulan awalnya dimulai dari proses penggalian kuburan, selanjutnya kerangka tulang-tulang orang yang sudah meninggal (tengkorak) diangkat, kemudian dicuci dengan air dan selanjutnya dibersihkan dengan lau penguras atau perasan jeruk purut. Kerangka/tulang-tulang yang sudah dibersihkan, disusun kembali kedalam peti dengan dilapisi kain putih. Penyusunan dimulai dari tengkorak kepala, karena jika tidak ditemukannya tengkorak kepala dari kuburan yang digali (dibongkar), maka upacara adat ngampeken tulan-tulan tidak dapat dilaksanakan. Setelah tengkorak kepala, dilanjutkan kerangka tulang yang lainnya yang melengkapi dari seluruh kerangka tubuh manusia. Tengkorak yang telah tersusun kedalam peti kemudian diusung oleh pihak kalimbubu, sukut dananak beruuntuk dimasukkan kedalam tugu ataugeritenyang telah dibangun oleh pihak sukut. Upacara adat ngampeken tulan-tulan ini masih dipercayai dan masih dilaksanakan sebagai acara adat masyarakat Karo. Ngampeken tulan–tulan

yang dalam bahasa Indonesianya adalah mengangkat tulang, suatu upacara adat yang sampai saat ini masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat Karo tujuannya memberi penghormatan terakhir kepada orang tua yang sudah meninggal atau membangungeriten1sebagai simbol penghormatan.

Dahulunya geriten merupakan bangunan tradisional yang beratapkan ijuk memiliki empat buah tiang dengan ukuran ±4x4. Saat ini geriten mengalami perubahan bentuk, perubahannya dapat dilihat dari bangunan yang sudah menggunakan bahan semen atau keramik. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan fungsi atau tujuan dari upacara adatngampeken tulan-tulan. Perubahan

1Geriten

(9)

terjadi akibat pengaruh modrenisme dan perubahan kepercayaan masyarakat Karo terhadap keyakinan beragamanya.

Desakan modrernitas, menjadikan kesenian tradisional mengalami perubahan dari proses pengalaman dan pendalaman menjadi bentuk-bentuk kesenian yang modren. Nilai spiritual atau ke agaman juga mempengaruhi nilai dari kebudayaan masyarakat Karo, nilai-nilai ke agaman mengalami disposisi antara penanda dan petanda. Penanda dan petanda terjadi karena tersentuhnya masyarakat Karo dengan arus modrenitas yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk dan pergeseran makna dari kebudayaan atau upacara sebelumnya. Hal ini yang terjadi dalam realitas budaya tradisi masyarakat Karo saat ini. Salah satunya dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan dengan pengaruh agama dan perkembangan modernitas upacara yang awalanya sebagai suatu upacara religi dari kepercayaan perbegu saat ini mengalami perubahan fungsi menjadi upacara adat sehingga mempengaruhi bentuk penyajiaan dalam upacara dan terdapat perubahan makna.

Keberandaan landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan saat ini memiliki peranan menyampaikan maksud dalam proses upacara adat melalui gerak tari. Hal tersebut bertujuan untuk menyampaikan maksud isi hati keluarga yang sedang berduka agar sabar untuk tidak terlarut dalam kesedihan. Kehadiran landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan dimaksud untuk membuat acara lebih meriah dan keluarga kembali dalam suasana suka cita.

(10)

nggeluh. Gerak landek yang dilakukan oleh sangkep nggeluh dan rangkaian upacara ini sebagai media komunikasi untuk menyampaikan tujuan dari upacara adat ngampeken tulan-tulan. Bagaimana keterkaitan tersebut merupakan suatu kajian yang menarik untuk dibahas dan dijadikan tulisan ilmiah. Melihat hal tersebut maka penulis memilih topik kajian yangakan difokuskan pada “Struktur, Fungsi dan Makna Landek Dalam Upacara Adat Ngampeken Tulan-tulan Pada Masyarakat Karo di Desa Tiga Juhar”.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik, sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Maryeni (2005:14) menyatakan bahwa:

Rumusan masalah merupakan jabaran detail fokus penelitian yang akan digarap. Rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi peneliti karena penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan sebagaimana terpapar pada rumusan masalahnya. Rumusan masalah juga bias disikapi sebagai jabaran fokus penelitian karena dalam praktiknya, proses penelitian senantiasa berfokus pada butir-butir masalah sebagaimana dirumuskan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut yaitu:

(11)

2. Bagaimana fungsi landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo?

3. Bagaimana makna landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo?

Pokok masalah ini perlu dijelaskan bahwa yang akan dikaji dalam tesis ini adalah :

1. Struktur penyajianlandekdalam upacara adatngampeken tulan-tulan.

2. Fungsi landek dari unsur kekerabatan sangkep nggeluh dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan.

3. Maknalandekpada upacara adatngampeken tulan-tulan.

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan senantiasa berorientasi kepada tujuan. Tanpa adanya tujuan yang jelas maka arah kegiatan yang akan dilakukan tidak terarah karena tidak tahu apa yang ingin dicapai kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Ali (1987:9) yaitu :

Kegiatan seseorang dalam merumuskan tujuan penelitian sangat mempengaruhi keberhasilan penelitian yang dilaksanakan, karena penelitian pada dasarnya merupakan titik anjak dari titik tuju yang akan dicapai seseorang sesuai dengan kegiatan penelitian yang dilakukan, itu sebabnya tujuan penelitian harus mempunyai rumusan yang tegas, jelas dan operasional.

Adapun tujuan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

(12)

2. Untuk menganalisis fungsi landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo.

3. Untuk menganalisis makna landek dalam upacara adatngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan kegunaan dari penelitian yang merupakan sumber imformasi dalam mengembangkan kegiatan penelitian selanjutnya. Maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Menambah wawasan penulis dalam menuangkan gagasan dan ide ke dalam karya tulis berbentuk tesis.

2. Sebagai bahan masukan dan menambah informasi bagi penulis dan pembaca tentang budaya tradisional dan wawasan mengenai peranan landek dalam upacara adatngampeken tulan-tulan.

3. Sebagai bahan perbandingan bagi penulis lainnya yang berniat melakukan penelitian dibidang tari tradisional.

4. Menambah kajian pustaka bagi Universitas Sumatera Utara.

5. Referensi bagi penulis-penulis lainnya yang hendak meneliti kesenian ini lebih lanjut.

1.5 Tinjauan Pustaka

(13)

membantu penulis mengembangkan kemampuan pemahaman terhadap fenomena sesuai dengan topik kajian. Dalam tinjauan pustaka ini penulis mencari, mempelajari dan menggunakan literatur-literatur yang berhubungan dan dapat membantu pemecahan permasalahan. Tinjauan pustaka merupakan pemahaman konsep terhadap kajian yang dilakukan, kajian kepustakaan hasil-hasil penelitian dan landasan teori. Hasil dari kepustakaan yang dilakukan penulis dalam penelitian landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo penulis menemukan beberapa buku maupun hasil penelitian berbentuk tesis yang mampu dijadikan panduan.

Dinamika Orang Karo Budaya dan Modernisme, Tarigan, 2008: Kesenian merupakan satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat Karo, salah satunya seperti tarian-tarian, secara umum tari pada masyarakat Karo disebut dengan landek dalam budaya Karo, penyajian landek erat hubungan dengan kontekstual, yang dimaksud dengan kontekstual adalah bentuk penyajian landek yang ditampilkan sesuai dengan konteks acara yang akan dilaksanakan. konteks penyajianlandeksecara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu; konteks penyajian dalam adat istiadat, konteks penyajian dalam religi, dan konteks penyajian dalam hiburan. Buku ini dapat menyumbangkan informasi tentang landek pada masyarakat Karo dilihat dalam konteks penyajian adat istiadat. Kajian ini membantu penulis untuk melihat dan menganalisis bentuk penyajian landek adat yang ada dalam upacara adatngampeken tulan-tulan.

(14)

dipengaruhi oleh agama Hindu yang sudah masuk ke Karo sejak abad VII sesudah kristus, Kepercayaan masyarakat Karo meyakini agama Pemena atau perbegu dimasa animisme dan dynamisme, dengan melaksanakan ritual yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap roh-roh dan benda-benda yang memiliki kekuatan yang dapat melindungi dan menyelamatkan manusia. Dari hal tersebut lahirlah ritual-ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Karo. Buku ini memiliki kontribusi terhadap penulisan mengenai bentuk ritual yang dilaksanakan masyarakat Karo pada masa kepercayaan terhadapperbegu. Berkaitan hal tersebut nantinya yang membedakan penulisan ialah perubahan bentuk ritual dari masyarakat Karo dalam kepercayaanperbeguberalih fungsi menjadi upacara adat oleh masyarakat Karo yang disebabkan pengaruh penyebaran agama Protestan dan Islam serta modernitas dalam kehidupan masyarakat Karo.

Kepercayaan Orang Karo, Tarigan, 2001: Sejarah dari wilayah suku Karo dan kepercayaan suku Karo. Kolonial Belanda menjalankan kekuasaan di Tanah Karo pada tahun 1911 setelah hancurnya pasukan Panglima Kiras Bangun. Perluasan wilayah menyebabkan penyebaran suku Karo dari wilayah Kabanjahe ke wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat. Adat istiadat suku Karo tetap terjaga, namun karena terpengaruh dengan suku lain dan masuknya penyebaran agama, terdapat perbedaan kebudayaan antara Karo gugung dengan Karo jahe. Adanya buku ini dapat mengarahkan penulis membahas kebudayaan suku Karo dilihat dari pembagian wilayahnya.

(15)

Guro-guro Aron pada Masyarakat Karo, Rahma, Sitti, 2004: ‘Kajian Terhadap

Perubahan Bentuk Pertunjukan” Medan : Universitas Negeri Medan. Membahas tentang bentuk pertunjukan guro-guro aron dan hubungan dengan system kekerabatan masyarakat Karo yang menguraikan dan menganalisis perubahan bentuk pertunjukan guro-guro aron pada masyarakat Karo. Penelitian tersebut menyumbangkan informasi tentang bentuk pertunjukan, bentuk penyajian, dan kehidupan masyarakat Karo. Membedakan dalam penulisan tesis ini ialah penyajian landek dalam bentuk upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo dan keterkaitan landek adat dengan sisitem kekerabatan masyarakat Karo.

Tulisan yang berkaitan dengan upacara kematian dilihat dari bentuk penyajian landek dan musik. Spiritualitas Upacara Gendang Kematian Etnik Karo Pada Era Glabalisasi, Ginting, 2015: Tulisan ini membahas tentang upacara kematian suku Karo pada ero glabalisasi yang terfokus pada gendang kematian. Penelitian ini menyumbangkan informasi kepada penulis tentang bentuk penyajian upacara kematian pada masyarakat Karo, baik itu dari gendang, landek dan upacara adatngampeken tulan-tulan.

(16)

dan kematian dari suku-suku lain di Indonesia, menjadi sebuah refrensi penulis dalam menganalisis upacara kematian hal ini berkaitan dengan topik pembahasan penulis yaitu upacara kematian pada masyarakat Karo atau disebut dengan upacara adatngampeken tulan-tulan.

Tari Identitas dan Resistensi, Nugrahaningsih dan Heniwaty, 2012: Menguatkan keyakinan dikalangan akademis seni budaya terhadap pentingnya pelestarian bentuk kesenian tradisi mendorong penulis untuk mewujudkannya melalui penulisan buku ini. Tari: identitas dan resistensi dipilih sebagai judul buku sebagai alternatif bacaan bagi pelaku, penikmat, dan penonton seni. Buku ini ditulis sebagai tanda pengenal etnis dalam menjaga identitasnya, sekaligus sebagai alat pembuktian diri akan kemampuan berkreasi menerima globalisasi tanpa kehilangan jati diri. Dalam buku ini terdapat penulisan Karakteristik Landek Pada Masyarakat Karo oleh Sembiring, Nova. Dalam tulisan dan penelitian sangat membantu penulis untuk mengetahui lebih dalam tetanglandek. Dalam penelitian tersebut dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan karakteristik landek yang menjadi dasar gerak pada masyarakat Karo, selanjutnya memudahkan penulis untuk menganalisis gerak landek yang terdapat dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan.

(17)

buku ini maka dapat mengarahkan penulis dalam kajian tetang makna, khusnya maknalandekdalam upacara adatngampeken tulan-tulan.

Buku yang berjudul Mutiara Hijau Budaya Karo, S. Tarigan, 2012. Membahas tentang kesenian suku Karo dari sastra, seni musik, tari dan seni rupa dan perkembangan seni tradisional. Tari tradisional Karo ialah suatu ekspresi jiwa yang indah disalurkan melalui gerakan mengikuti irama musik dan musik tradisional Karo sendiri terbagi dua yaitu seni suara dan seni musik. Buku ini menyumbangkan pemahaman tentang kesenian dari suku Karo dan dapat menjadi bahan masukkan bagi penulis tentang kesenian masyarakat Karo, sehingga dalam pembahasan landek dan musik pada upacara adat ngampeken tulan-tulan dapat lebih jelas menurut kebudayaan tradisional Karo.

(18)

menganalisi seni tradisional Karo yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Karo.

Sejarah Karo Dari Zaman Ke Zaman, Putro, 1999: Penelitian ini membahas tentang perjuangan orang Karo sejak zaman kolonial hingga kemerdekaan, kehidupan masyarakat Karo pada masa pemerintahan Belanda, dan membahas tentang batasan-batasan wilayah pada masa pemerintahan Belanda. Buku ini memberikan informasi kepada penulis terkait dengan upacara adat ngampeken tulan-tulan yang diteliti. Persamaan dalam penelitian ini dengan penulis adalah meneliti masyarakat Karo. Perbedaannya buku ini membahas sejarah masyarakat Karo, sedangkan penulis meneliti tentang upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo.

Landek Dalam Upacara Adat Ngampeken Tulan-tulan, Manalu Nadra Akbar, 2013: Kajian Interaksi Simbolik Pada Masyarakat Karo” Medan :

Universitas Negeri Medan. Penelitian ini merupakan titik awal penulis melakukan penelitian dan penulisan secara langsung dalam bentuk skripsi. Tahap selanjutnya dalam penelitian ini penulis menganalisis lebih mendalam mengenai struktur, fungsi dan makna landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan yang dituliskan dalam bentuk tesis

1.6 Konsep dan Teori 1.6.1 Konsep struktur

(19)

oleh para peneliti untuk menggambarkan suatau abstrak, suatu fenomena atau fenomenon alami (Effendi, 1982:7). Dalam ilmu antropologi tari struktur memandang tari dari pendekatan bentuk, kajian struktur tari biasanya berkenaan dengan sesuatu yang menghasilkan aturan dari gaya-gaya tari tertentu. Menurut A.R Radcliffe-Brown dalam Widaryanto (2007:68) struktur didefinisikan sebagai satuan tata hubungan di antara entitas (satuan berwujud) yang ada. struktur juga dapat menunjukan tatahubungan antara bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Struktur yang dimaksud dalam tulisan ini adalah bagian-bagian yang berhubungan antara satu dengan yang lain. Dalam penulisan ini struktur dapat dilihat dalam pembagian proses pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan dari awal hingga akhir yang berhubungan antara satu dengan yang lain berkaitan dengan landek. Proses upacara adat ngampeken tulan-tulan terbagi tiga tahapan yaitu proses perencanaan, pelaksanaan dan penutupan.

(20)

nggeluh, pola lantai, properti, musik, busana dan tata rias yang digunakan dalam proses upacara adatngampeken tulan-tulan.

1.6.2 Makna

Menurut Innis (1985:10) dalam pemancaran pesan melibatkan semua bentuk perlakuan dan konteks pewujudannya. Makna digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Penyampai pesan akan memilih lambang-lambang atau tanda tertentu dan disusun secara sistematis untuk mewujudkan makna tertentu, karena pengirim bebas memilih lambang-lambang yang hendak digunakan, maka makna bersifat subyektif. Tari mengirimkan tanda-tanda yang dimilikinya juga dengan perkakas bunyi.

Menurut Saussure (2002:40) tanda (yang terdiri dari hubungan internal antara petanda dan penanda) beroperasi dalam dimensi yang fungsinya adalah mendenotasikan; Hjelmslev menambahkan bahwa dalam tanda juga terkandung dimensi lain yaitu hubungan antara dirinya dengan sistem yang lebih luas diluar dirinya. Menurut Spradley (1997:121) Objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu, semua simbol melibatkan tiga unsur; pertama, simbol itu sendiri. Kedua, satu rujukan atau lebih. Ketiga, antara simbol dengan rujukan. Semuanya itu merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Sementara itu, simbol sendiri meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau alami.

(21)

bentuk verbal). Bahasa sebagai lambang/simbol merupakan fundamen tempat pranata-pranata budaya manusia dibangun dan diteruskan secara generatif. Dalam hal ini dapat dikatakan bahasa sebagai alat/instrumen menumbuh kembangkan sekaligus menyebarkan budaya (Suci, 2017:38)

Dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan terdapat berbagai simbol untuk memberikan sebuah makna. Landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan yang diiringi gendang serta perkolong-kolong, kesemua itu adalah simbol dijadikan ungkapan perasaan yang dituangkan melalui gerak untuk menyampaikan isi hati dari pihak keluarga yang ditinggalkan ataupun riwayat hidup dari orang yang sudah meninggal (tengkorak yang diangkat).

Landekmerupakan media komunikasi penyampai pesan melalui gerak yang memiliki makna disetiap prosesnya.Landekdalam upacara adatngampeken tulan-tulan bertujuan untuk menghantarkan maksud dari proses upacara yang dituangkan melalui gerak berasal dari apa yang dirasakan oleh anggota keluarga dan masyarakat dan diiringi dengan musik sesuai dengan susunan upacara yang ditetapkan oleh adat suku Karo.

1.6.3 Tari

(22)

Gerakan tari berbeda dari gerakan sehari-hari sepertiberlari,berjalan, ataubersenam. Menurut jenisnya, tari digolongkan menjaditari rakyat,tari klasik, dantari kreasi baru. Tari dapat dibagi berdasarkan koreografernya yaitu :

1. Tari tunggal (Solo) adalah tari yang diperagakan oleh seorang penari, baik laki-laki maupun perempuan.

2. Tari berpasangan (duet) adalah tari yang diperagakan oleh dua orang secara berpasangan.

3. Tari kelompok (Group choreography) yaitu tari yang diperagakan lebih dari dua orang.

4. Tari kolosal adalah tari yang dilakukan secara masal lebih dari banyak kelompok dan biasanya dilakukan oleh setiap suku bangsa diseluruh daerah Nusantara.

(23)

manusia dengan lingkungan dan dalam masa lampau dengan kekuatan penguasaan yang dilaksanakan. Landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan berfungsi sebagai tari upacara media penyampai pesan dituangkan melalui gerak landek. Dasar dari gerak landek terbagi menjadi tiga yaitu ndek merupakan gerak naik turun dan pondasi kekuatan kaki dilutut.Pengodakmerupakan singkronisai antara gerak dan musik atau kelompok. Selanjutnya tanlempiradalah gerak tangan yang lentik dan lembut.

1.6.4 Fungsi tari

Tari berfungsi sebagai ungkapan perasaan manusia yang dituangkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah. Menurut Soedarsono (1976:12) fungsi tari sebagai berikut;

1. Tari upacara berfungsi sebagai media persembahan dan pemujaan terhadap kekuasaan yang lebih tinggi dengan maksud untuk mendapatkan perlindungan demi keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan masyarakat.

2. Sarana hiburan atau pergaulan dengan maksud untuk memeriahkan atau melakukan pertemuan, bahkan memeberikan kesempatan serta penyaluran bagi mereka yang mempunyai kegemaran akan menari dan memberikan kesempatan bagi setiap orang bisa turut berpartisipasi dalam menari.

(24)

Pada hakekatnya landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan merupakan tari religi dari masyarakat Karo yang menganut kepercayaan Pemena, dengan melakukan kegiatan upacara yang berhubungan dengan arwah (begu). Landek sebagai media komunikasi yang berfungsi menyampaikan tujuan dari pelaksanaan upacara kepada arwah (begu), melalui gerak landek diikuti iringan gendang lima sendalanen dan perkolong-kolong sebagai bentuk permohonan, meminta keselamatan dan berkat dalam pelaksanaan upacara ngampeken tulan-tulanagar dapat terlaksana dengan lancar. Saat ini upacara adatngempeken tulan-tulan tidak lagi sebagai upacara religi tetapi sebagai upacara adat yang bertujuan memberi penghormatan dalam sistem kekerabatan. Landek dalam upacara adat tetap dalam konteks sebagai media komunikasi yang dilakukan oleh sangkep nggeluh.

1.6.5Landek

(25)

kegembiraan. Landek merupakan perlambangan dalam budaya Karo yang artinya dapat diartikan sendiri oleh penari-penari berdasarkan gerak dasar Karo.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa landek merupakan sebuah gerak dari kegiatan masyarakat Karo untuk menyampaikan maksud tertentu disampaikan lewat gerak tari. Landek yang terdapat dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan dapat diamati keterkaitannya dalam proses upacara adat ngampeken tulan-tulan, yang di dalamnya terdapat struktur, fungsi dan makna yang berhubungan dengan system kekerabatan dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan.

1.6.6 Upacara adat

Konsep upacara menurut Herzt dalam Tarigan (2008:8) menganggap bahwa upacara adalah:

1. Peralihan dan suatu kedudukan gaib tidak hanya bagi individu yang bersangkutan tetapi juga bagi seluruh anggota masyarakat.

2. Peralihan dan kedudukan sosial lainnya itu tidak dapat berlangsung sekaligus, tetapi setingkat demi setingkat melalui serangkaian masa yang agak lama.

3. Upacara inisiasi mempunyai tiga tahap yang melepaskan hubungan objek dengan masyarakat yang mempersiapkan dan mengangkatnya ketingkat kedudukan yang baru.

(26)

5. Dalam tingkat persiapan dan masa inisiasi subjek merupakan makhluk yang lemah sehingga harus dikuatkan dengan ilmu gaib.

6. Upacara itu sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di dalam kehidupannya untuk mencapai tujuan tertentu apapun itu bentuknya dalam pelaksanaannya mereka selalu menyertakan kesenian. Menurut Ali (1998:7) Upacara adat merupakan sebuah tanda-tanda kebesaran atau hal melakukan sesuatu perbuatan yang tentu menurut adat kebiasaan atau agama. Upacara menurut pendapat Poerdarminta (1999:16) merupakan hal sesuatu perbuatan yang tentu menurut adat kebiasaan atau menurut agama.

1. Peralatan (menurut adat istiadat) rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama. 2. Perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan

dengan peristiwa penting. Dapat dikatakan pula adat adalah aturan yang lazim disimpulkan bahwa upacara adat adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan mewujudkan kebiasaan yang selalu dilakukan serta memiliki peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

(27)

kembali dimasukkan kedalam geriten atau bangunan khusus yang dianggap sebagai simbol penghormatan kepada orang tua yang sudah meninggal.

1.6.7 Upacara adatngampeken tulan-tulan

Serangkaian perbuatan yang sudah memiliki aturan adat istiadat, agama, dan kepercayaan ialah upacara. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku disuatu daerah, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri. Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah dari daerah masing-masing tempat. Upacara adat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan mewujudkan kebiasaan yang selalu dilakukan serta memiliki peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Begitu juga dengan upacara adatngampeken tulan-tulan salah satu kegiatan masyarakat yang dilakukan dalam upacara adat kematian masyarakat Karo yang sudah menjadi suatu kebiasaan atau tradisi secara turun-temurun yang dilakukan masyarakat Karo. Upacara adat ngampeken tulan-tulan menurut Petrus Tarigan (wawancara 20 April 2017), menjelaskan bahwa ngampeken tulan–tulan dapat di

(28)

Dahulunya upacara ini memiliki unsur kepercayaan perbegu atau mistic didalamnya karena masyarakat Karo masih menganut paham agama Pamena, setelah pergeseran zaman akhirnya upacara ini beralih fungsi menjadi upacara adat. Upacara ini baru bisa dilaksanakan 5-10 tahun setelah orang tua tersebut meninggal. Upacara ini tidak memiliki hari atau tanggal khusus pelaksanaannya, upacara ini terbentuk dari kesepakatan keluarga. Dalam upacara tersebut memiliki aturan-aturan dalam pelaksanaan baik dalam upacara penggalian kubur ataupun upacara adat. Upacara diatur oleh system kekerabatan atau sangkep nggeluh dimana masing-masing kelompok seperti sukut, kalimbubu dan anak beru memiliki masing-masing tugas dan tanggung jawab sesuai dengan tugas mereka berdasarka aturan adat istiadat sesuai kelompok atau masing-masing golongan.

(29)

kepada leluhur dipercaya kegiatan upacara ini dapat mempersatukan keluarga-keluarga yang masih tidak saling kenal.

1.7 Teori

1.7.1 Teori struktur

Menganalisis dan memecahkan permasalahan struktur, makna dan fungsi terkandung di dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan dan landek hadir sebagai media komunikasi yang dituangkan melalui gerak. Kusumawati (1990:9) mengungkapkan bahwa penyajian tari didukung dari beberapa unsur, yaitu gerak karena hakikat tari adalah gerak, pola lantai (garis di atas lantai) yang dibentuk dan dilalui oleh penari, iringan tari (musik yang menghidupkan suasana tari), tata rias dan busana (meliputi riasan wajah dan busana yang membantu menunjang karakter dari tari), property (seluruh peralatan yang digunakan dalam penyajian tari, tempat pementasan). Menganalisis sebuah penelitian yang dituangkan dalam tulisan dengan tepat kepada topik yang dikaji maka diperlukan teori yang tepat dan menjadi acuan dalam membahas tulisan ini.

(30)

struktur menjadi dua macam, yaitu struktur luar atau lahir (surface structure), dan struktur dalam atau batin (deep structure) (Ahimsa, 2001:20). Levi Strauss juga mengambil model analisis linguistik struktural yang dikembangkan Ferdiuad de Saussure. Saussure berpendapat bahwa bahasa memiliki dua aspek yaitu langue dan parole. Langue menerapkan aspek sosial, dimiliki bersama dalam bahasa sedangkan parole merupakan ujaran-ujaran dialek sifatnya lebih individu. Perbedaan langue dan parole ini dapat diterapkan dalam sistem simbol komunikasi lainnya, entah itu mitos, musik ataupun bentuk kesenian lainnya (Ahimsa, 9997:27).

Struktur adalah cara berfikir tentang dunia yang secara khusus memperhatikan persepsi dan deskripsi mengenai struktur yaitu didalamnya akan menitik beratkan pada usaha untuk mengkaji fenomena seperti mitos, ritual, relasi-relasi kekerabatan dan sebagainya. Disamping itu, strukturalisme memandang beberapa dokumen sebagai obyek fisik aktual atau tersusun secara

konkrit sebagai “teks” fenomena teoritis yang dihasilkan oleh definisi-definisi dan operasi-operasi teoritis (Budiman, 1999:111-112).

(31)

dengan konteks budayanya. Upacara adat ngampeken tulan-tulan memiliki aturan pelaksanaan upacara yang tersusun berdasarkan aturan budaya suku Karo.

1.7.2 Teori fungsi

Malinowski (Ihromi, 2006:89), fungsionalisme yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.

(32)

bentuk komunikasi estetis melalui sebuah gerak yang dilakukan oleh masyarakat Karo.

Menurut Soedarsono (1986:96) tari berfungsi sebagai berikut :

1. Sarana upacara sebagai media persembahan dan pemujaan terhadap kekuasaan yang lebih tinggi dengan maksud untuk mendapatkan perlindungan demi keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini masih kuat unsur-unsur kepercayaan kuno yang masih hidup dalam suasana budaya purba. 2. Sarana hiburan atau pergaulan dengan maksud untuk memeriahkan atau

melakukan pertemuan, bahkan memberikan kesempatan serta penyaluran bagi mereka yang mempunyai kegemaran akan menari.

3. Sarana pertunjukan atau tontonan yang bertujuan untuk memberi hidangan pertunjukan tari untuk selanjutnya diharapkan dapat memperoleh tanggapan sebagai suatu persyaratan seni tari dari penontonnya.

(33)

akhir acara ada landek suka cita untuk mengekspresikan kebahagian telah melaksanakan upacara adatngampeken tulan-tulan.

1.7.3 Teori semiotika

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign). Dalam ilmu

komunikasi “tanda” merupakan sebuah interaksi makna yang disampaikan kepada

orang lain melalui tanda-tanda. Dalam berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa lisan namun dengan tanda tersebut juga dapat berkomunikasi, ada atau tidaknya peristiwa struktur yang dikemukakan dalam sesuatu, suatu kebiasaan semua itu dapat disebut tanda (Zoezt, 1993:18).

Saussure (1857-1913) dan Peirce (1839-1914) merupakan dua tokoh yang mengembangkan semiotika secara terpisah. Saussure dari Eropa dan Peirce dari Amerika Serikat. Menurut Saussure tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda disitu ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk, sedangkan aspek lainnya yang disebut signified,bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung dalam aspek pertama. jadi, petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama Sumbo dalam Ginting (2015:55).

(34)

Tanda baru dapat berfungsi bila di interpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretan. Jadi, interpretan adalah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda apabila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground,yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Peirce terkenal dengan nama segi tiga semiotik Sumbo dalam Ginting (2015:55).

Teori yang menegaskan konsep dan istilah yang biasa digunakan dalam bidang komunikasi yaitu teori Langer. Teori ini memberika sejenis standardisasi untuk tradisi semiotik dalam kajian komunikasi. Langer merupakan seorang filsuf yang memikirkan simbolisme mendasari pengetahuan dan pemahaman semua manusia. Menurut Langer, semua binatang yang hidup didominasi oleh perasaan. Tetapi perasaan manusia dimediasikan oleh konsep, simbol dan bahasa. Bintang merespon tanda, tetapi manusia menggunakan lebih dari sekedar tanda sederhana dengan menggunakan simbol. Tanda (sign) adalah sebuah stimulus yang menandakan kehadiran dari suatu hal. Sebaliknya, simbol digunakan dengan cara yang lebih kompleks dengan memuat seseorang untuk berfikir tetang sesuatu yang

terpisah dari kehadirannya. Sebuah simbol adalah “sebuah instrumet pemikiran”.

(35)

menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola atau bentuk. Menurut Langer konsep adalah makna yang disepakati bersama-sama diantara pelaku komunikasi. Bersama makna yang disetujui adalah makna denotatif, sebaliknya gambaran atau makna pribadi adalah makna konotatif. Langer memandang makna sebagai sebuah hubungan kompleks diantara simbol, objek, dan manusia yang melibatkan denotasi (makna bersama) dan konotasi (makna pribadi). Langer mencatat bahwa proses manusia secara utuh cenderung abstrak. Ini adalah sebuah proses yang mengesampingkan detail dalam memahami objek, peristiwa, atau situasi secara umum.

Menurut Royce dalam Widaryanto (2007:209) makna tari secara terisat sedang membandingkan aspek-aspek komunikasi dari perilaku tari dengan media ekspresi yang lain. sebuah kapasitas ekspresi tari terkadang dianggap paling efektif sebagai pembawa makna. Tari dan komunikasi telah berjalan diatas analogi yang mengesankan antara tari dan bahasa. Analogi ini memberikan dugaan bahwa tari berfungsi sama sebagai mana bahasa dan juga memiliki kapasitas-kapasitas yang sama. Tari secara literal dan figuratif seperti halnya dengan sebuah bahasa.

(36)

konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Jika teori ini dikaitkan dengan spiritualitas upacara adat ngampeken tulan-tualan masyarakat Karo pada era moderen, maka setiap pesan yang ada di dalamnya merupakan signifier(lapisan ungkapan) dansignified (lapisan makna). Lewat unsur verbal dan visual diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang terdapat pada semiosisi tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotika terletak pada tingkat signified, maka pesan dapat dipahami secara utuh Sumbo dalam Ginting (2015:56). Munculnya berbagai tipe perubahan dan pemaknaan pada spiritual upacara adat ngampeken tulan-tulan masyarakat Karo pada era modern dan pengaruh agama menyebabkan terjadinya perkembangan konsep tanda dalamlandekpada upacara adatngampeken tulan-tulan.

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian membicarakan megenai tatacara pelaksanaan penelitian, sedangkan prosedur penelitian membicarakan alat-alat yang digunakan dalam mengukur atau mengumpulkan data penelitian. Dengan demikian, metode penelitian melingkupi prosedur penelitian dan teknik penelitian.

(37)

secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).

1.8.1 Lokasi dan waktu penelitian 1.8.1.1 Lokasi penelitian

Desa Tiga Juhar merupakan salah satu Desa di Kabupaten Deli Serdang yang terletak di Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu. Alasan penulis memilih desa Tiga Juhar mayoritas penduduknya suku Karo yang masih sangat kuat memegang kebudayaan. Masyarakat di desa Tiga Juhar masih melaksanakan kegiatan-kegiatan adat dan mengikut sertakan landek dalam setiap kegiatannya. Dokumentasi juga penulis peroleh dari desa Tiga Juhar secara langsung serta mengikuti dari awal hingga akhir dalam proses upacara adat ngampeken tulan-tulanpada tanggal 20 Juli 2017 dijamburDesa Tiga Juhar Kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang.

1.8.1.2 Waktu penelitian

(38)

tanggal 20 April 2017 dan pada tanggal 27 April 2013 penulis juga sudah pernah melaksanakan penelitian.

Untuk pelaksanaan upacara sendiri memiliki waktu yang panjang serta melibatkan sangkep nggeluh, dimulai dari sukut mendatangi kalimbubu untuk menyesuaikan dengan waktu kalimbubu setelah itu sukut mendatangi anak beru karnaanak beru yang akan menjadi panitia dalam upacara adatngampeken tulan-tulan. Selanjutnya sangkep nggeluh mendatangi guru atau dalam bahasa Karo adalah sibaso untuk bermusyawarah dan menanyakan kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara adat ngampeken tulan-tulan yang nanatinya guru akan melihat dari kalender Karo dan tanggal kematian atau kelahiran dari mayat yang akan dibongkar kuburannya. Setelah guru atau tendi menyampaikan kapan waktu yang tepat, maka upacara adat ngampeken tulan-tulan bisa dipersiapkan dan dilaksanakan. Selanjutnya peneliti bisa mengikuti upacara adat ngampeken tulan-tulansecara langsung ketempat lokasi penelitian.

1.8.2 Populasi dan sampel 1.8.2.1 Populasi

(39)

dalam arti tidak dapat ditentukan jumlah individu atau objek dalam penelitian tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka populasi dalam penelitian ini bersifat terbatas. Dikarenakan hal tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaku yang terlibat dalam upacara yaitu sukut, kalimbubu dan anak beru, tokoh masyarakat dan seniman.Sangkep nggeluhyang sangat berperan dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan dari proses penggalian hingga proses upacara adat.Sukutmerupakan sebutan bagi orang yang punyai hajatan, atau yang sedang melaksanakan pesta. Orang tua dari sukut yang akan digali kuburannya untuk dipindahkan kedalam geriten.Kalimbubumemiliki posisi tertinggi didalam proses upacara adat ngampeken tulan-tulan. Kalimbubu ialah pihak keluarga perempuan yang dinikahi. Dalam adat Karo kedudukan kalimbubu sangat dihormati, dapat disebut dengan istilah “Dibata idah” artinya Tuhan yang dapat

(40)

1.8.2.2. Sampel

Setelah populasi ditemukan dengan jelas dan perkiraan jumlah elemen/anggotanya diketahui, maka selanjutnya penulisan harus menganalisis apakah mungkin untuk meneliti seluruh elemen populasi atau perlu menganalisis sebagian dari populasi, yang disebut dengan sample. Berdasarkan pendapat tersebut maka yang menjadi sampel adalah keseluruhan dari populasi, yaitu pelaku yang terlibat dalam upacara yaitu sangkep nggeluh, tokoh masyarakat dan seniman, maka penelitian ini dinamakan juga dengan penelitian populasi. peneliti memilih sangkep nggeluh sebagai sampel ditinjau oleh peneliti bahwa sangkep nggeluh yang mempunyai perenan besar dalam pelaksanaan upacara adat ngampeken tulan-tulan.

1.9 Metodologi Penelitian

(41)

seluruh masyarakat luas, dan memecahkan permasalahan yang ada. Pengetahuan tentang kesenian masyarakat Karo khususnya tentang landek pada upacara adat ngampeken tulan-tulan dapat menjadi sumbangan besar bagi masyarakat Karo sendiri maupun bagi kalangan yang berkecimpung dibidang kesenian.

1.9.1 Teknik pengumpulan data

Dalam pelaksanaan pengumpulan data peneliti berpedoman pada pendapat Maryaeni (2005:66-67) menyatakan bahwa: Teknik pengambilan atau pengumpulan data kualitatif pada dasarnya bersifat tentatif karena penggunaan ditentukan oleh konteks permasalahan dan gambaran data yang ingin diperoleh. Untuk menganalisis dalam penelitian, peneliti mengumpulkan data yang telah terkumpul dari studi pustaka, catatan lapangan, foto, dan vidio. Peneliti dapat mengimplikasikan keputusan-keputusan professional sesuai dengan konteks permasalahan, fakta sasaran penelitian, dan target lain yang dicapai. Peneliti harus melakukan proses pengumpulan data melalui beberapa tahapan yang setiap tahapan tersebut saling terkait antara satu sama lain. Sesuai dengan pendapat tersebut maka untuk menjaring data-data yang dibutuhkan sesuai dengan konteks permasalahan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara yaitu:

1.9.1.1 Observasi

(42)

penulisan ini dilakukan dengan observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.

Observasi dalam penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh data administratif tentang struktur, fungsi dan makna dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo. Dalam hal ini peneliti terlibat sebagai pribadi yang ikut menjadi masyarakat dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan.Hal ini sangat berguna untuk mengetahui seluruh aspek dalam upacara tersebut. Dilihat dari macam-macam landek, struktur penyajian landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan, fungsi landek dan sangkep nggeluh, serta makna landek dalam upacara adatngampeken tulan-tulan.

1.9.1.2 Wawancara

(43)

muka. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan narasumber yang mengerti dengan upacara adat ngampeken tulan-tulan. Narasumber yang peneliti wawancarai meliputisangkep nggeluh dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo dalam hal ini mereka lah yang melaksanakan landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan.Budayawan setempat, tokoh adat, tokoh agama, pemusik, dan masyarakat yang terlibat dan mengetahui tentang landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan.

1.9.1.3 Dokumentasi

Dalam sebuah penelitian data dan fakta harus tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Data yang tersedia dapat berbentuk surat-surat, catatan harian, cendramata, laporan, foto dan vidio. Dalam data dokumentasi tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.

(44)

1.9.1.4 Teknik analisis data

Analisis data kualitatif dapat dikatakan sebuah proses yang harus dilakukan melalui prosedur-prosedur penelitian. Prosedur tersebut tetap memperhatikan dari komponen-komponen yang ada. Tahapan dalam menganalisi data kualitatif yaitu konsep dasar, menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja. Maryeni (2005:75) menyatakan sebagai berikut :

Analisis data merupakan kegiatan: (1)Pengurutan data sesuai dengan rentang permasalahan atau urutan pemahaman yang ingin diperoleh, (2) pengorganisasian data formasi, kategori, ataupun unit pencarian tertentu sesuai dengan antisipasi butir-butir ataupun satuan data sejalan dengan pemahaman yang ingin diperoleh, (3) Interpretasi peneliti berkenaan dengan signifikasi butir-butir ataupun satuan data sejalan dengan pemahaman yang ingin diperoleh, (4) penilaian atas butir ataupun satuan data sehingga mmbuahkan kesimpulan : Baik atau buruk , tepat atau tidak ,signifikan atau tidak signifikan.

Referensi

Dokumen terkait

Bobot polong tua basah adalah bobot polong tua yang dipanen dari lapangan dalam kondisi segar langsung ditimbanglam satuan kuintal per hektarnya, Hasil yang

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Bermain Peran ( Role Playing ) Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III Di

Any public offering of securities to be made in the United States will be made by means of an offering circular that may be obtained from the Company and will contain detailed

“The launching of the new communication format is intended to enhance public and customer awareness of the variety of Indosat’s products and services as well as the benefits

Hal ini sesuai dengan kutipan yang ada di Kompas edisi Januari 2000, memperkirakan resiko kerugian akibat penggunaan tanaman transgenik yang disitir dari Asiaweek sebagai

dalam menangani hambatan komunikasi pada anak autis di Rumah Terapi Kudos.

Hal lain adalah siswa menjadi menyukai matematika karena pembelajaran berbasis masalah, hal ini didasarkan karena siswa merasa pembelajaran berbasis masalah lebih